Anda di halaman 1dari 10

A.

Pendahuluan
Kajian ilmu hadits di masa sekarang mencapai titik kebangkitan kembali. Hal ini
dapat dilihat dengan munculnya berbagai kajian dari para pemerhati hadits, lahirnya buku
– buku dan bahan ajar hadits lainnya. Hal ini tidak dapat dipungkiri, tidak lain
dikarenakan hadits merupakan pedoman kedua bagi umat Islam, setelah al-Qur’an.
Dengan mengkaji hadits, diharapkan umat Islam semakin bijak menyikapi perbedaan,
sehingga terwujud Islam rahmatan lil ‘alamin.
Dalam kajian ilmu hadits, hadits dibagi menjad dua cabang. Pertama, riwayah
dan kedua, dirayah. Dua bidang ilmu ini semakin matang apabila berjalan berbarengan.
Artinya, selan memperdalam hal periwayatan hadis, namun juga mengkaji aspek dalam
hadits itu sendiri. Mulai dari gharib, mukhtalif, rijal serta lainnya. Diantara ilmu tersebut
adalah rijalul hadits.
Ilmu rijalul hadits merupakan ilmu yang mempelajari para perawi hadits dan
biografinya dari kalangan sahabat, tabiin, dan tabi’ tabiin. Ilmu ini sangat penting dalam
kajian hadts, karena bergerak bersama dengan periwayatn hadits dalam Islam dan
mengambil kedudukan khusus untuk memepelajari persoalan – persoalan sanad.1 Apabila
dikaji lebih mendalam, ilmu ini berkaitan erat dengan ilmu jarh wa ta’dil. Hal ini
dibuktikan dengan kitab – kitab rijal yang mayoritas memasukkan penilaian para ulama
sebagai jarh wa ta’dil masing – masing perawi.
Sejarah munculnya ilmu ijalul hadits bersamaan dengan periode tadwin hadits.
Yaitu sejak masa pembukuan hadits oleh Imam Bukhari. sejak saat itu, muncul para
pengarang kitab rijal, seperti Muhammad Ibn Sa’ad, Ibn ‘Abd al-Barr, Izzuddin Ibn Atsir,
adz-Dzahaby, serta Ibnu Hajar al-‘Asqalany.
Ibnu Hajar al-‘Asqalany; sebagai salah satu ulama yang ‘alim dibidang hadits
merupakan satu diantara ulama yang concern dibidang rijal hadis, atau lebih tepatnya
pada sisi jarh wa ta’dil. Beliau mengarang kitab al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah,
Tahdzib al-Tahdzib, dan Taqrib al-Tahdzib (sebagai peringkas sekaligus penyempurna
kitab – kitab sebelumnya).
Berdasarkan data – data tersebut, dalam makalah ini penulis akan membahas
perihal kitab Taqrib al-Tahdzib (selanjutnya disebut Taqrib). Pembahasan tersebut

1
Mustafa Hasan, Ilmu Hadis (Bandung : Pustaka Setia, 2012) hlm. 48.

1
mencakup biografi Ibnu Hajar a-‘Asqalany, seputar kitab Taqrib; latar belakang
penulisan, metodologi dan sistematika, pendapat para ulama tentang kitab Taqrib, serta
analisis mengena kelebihan serta kekurangan kitab Taqrib.

B. Biografi Ibnu Hajar al-‘Asqalany


Nama lengkapnya Ahmad bin ‘Ali bin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin
Mahmud bin Ahmad.2 Laqabnya Syihabuddin dan kunyahnya Abu al-Fadhl. Beliau lebih
terkenal dengan sebutan Ibnu Hajar.3 Beliau lahir pada tanggal 22 Sya’ban tahun 773 H
di tepi Sungai Nil, Mesir.4 Dan wafat pada tahun 852 H. Sejak kecil beliau hidup sebagai
anak yatim. Ayah dan ibunya meninggal ketika beliau masih anak – anak. Akan tetapi,
hal ini tidak menjadi kendala bagi beliau untuk menggali ilmu pengetahuan; terutama
ilmu agama. Beliau dikaruniai kecerdasan yang dirasakannya sejak kecil. Kemampuan
menghafal yang cepat, membuatnya sudah hafal al-Qur’an ketika umurnya masih
menginjak 12 tahun.
Kecintaannya pada hadits nabawi berawal dari tahun 903 H, ketika beliau berguru
kepada Zainuddin Abi al-Fadhl ‘Abd al-Rahim bin Husain al-‘Iraqy. Kepadanya, beliau
belajar hadits dan membacakan (baca: sorogan) beberapa kitab hadits sampai
mengkhatamkannya.5
Dalam bidang fiqih, beliau belajar pada Syamsuddin Muhammad bin ‘Ali bin
Muhammad bin ‘Isa bin Muhammad bin Abi Bakr bin al-Qathan al-Mishriy, Al-‘Allamah
al-Faqih Burhanuddin Ibrahim bin Musa al-Abnasy, SYaikh al-Islam Sirajuddin Abi
Hafsh ‘Amr bin Raslan al-Bulqiny. Kepada guru – gurnya inilah, beliau belajar ilmu
ushul fiqh dan furu’iyahnya.6
Selain guru – guru yang disebutkan di atas, Ibnu Hajar mempunyai banyak guru
dalam berbagai bidang ilmu. Diantara guru – guru beliau adalah Ibrahim bin Ahmad bin
Abdul Wahid bin Abdul Mu`min at-Tanukhi, Ibrahim bin Ali bin Nashir ad-Dimyathi,

2 Demikian yang disebutkan al-Sakhawy, salah satu murid beliau dalam kitabnya; al-Jawahir wa al-Durar. Walaupun terdapat
banyak perbedaan dalam penyebutan nama lengkap Ibnu Hajar, namun al-Sakhawy menyatakan bahwa nama inilah yang
menurutnya paling benar, sesuai nash – nash yang beliau ketahui. Lihat al-Sakhawy, al-Jawahir wa al-Durar (Beirut: Dar Ibn
Hazm, 1999) hlm. 101.
3 al-Sakhawy, al-Jawahir wa al-Durar.. hlm. 102.
4 al-Sakhawy, al-Jawahir wa al-Durar.. hlm. 104.
5 al-Sakhawy, al-Jawahir wa al-Durar... hlm. 126
6 al-Sakhawy, al-Jawahir wa al-Durar... hlm. 128.

2
Abu Bakr bin al-Husain bin Umar al-Maraghi, Khadijah putri Ibrahim bin Ishaq bin
Ibrahim bin Sultan al-Ba`labakiyah, Abdurrahman bin Haidar bin Ali asy-Syairaji,
Ibrahim bin Ahmad bin Abdul Hadi bin Abdul Hamid bin Yusuf bin Qudamah al-
Maqdisi, Husain bin Ali bin Saba` al-Bushiri, Khalid bin al-Qasim al-Ajili, Khadijah bin
Abi Bakr bin Yusuf al-Khalili, Zainab putri Utsman bin Muhammad bin Lu`lu ad-
Dimasyqiyah, Abdul Aziz bin Muhammad bin Abi Bakr al-Haitsami, Ali bin Muhammad
bin Ali bin al-Hasan bin Hamzah al-Husaini, Umar bin Muhammad bin Ali al-Humairi
ad-Dandari, Aisyah putri Ali bin Muhammad bin Abdullah al-Asqalani, Ismail bin Abi
al-Hasan bin Ali al-Barmawi, Khalil bin Harun al-Jazairi, Abdullah bin Ali bin Umar as-
Sinjari, Abdurrahman bin Umar bin Ruslan al-Bulqini, dan Ali bin Ahmad ash-Shan`ani.
Dalam kitabnya; al-Jawahir wa al-Durar, al-Sakhawy menyebutkan murid –
murid Ibnu Hajar yang berjumlah 626 orang. Diantara murid – murid beliau adalah Ibnu
Syihab bin Haramy,Taqiyyudin Ibn al-Hariry, Yahya bin Syakir bin ‘Abd al-Ghaniy,
Muhammad bin musa bin ‘Aly, ‘Ali bin Ibrahim bin ‘Ali, dan Ibrahim bin Ahmad bin
Hasan bin Khalil al-‘Ajuliy. 7
Ibnu Hajar meninggalkan kurang lebih 273 karya yang beliau karang sejak tahun
793 H. Karya – karyanya tersebut terdiri dari berbagai bidang; ilmu hadits, ushuluddin,
ushul fiqh, ‘arudh dan adab, tarikh, dan berbagai bidang lainnya. Diantara karya – karya
beliau adalah Ad-Durar Al-Kaminah fi A`yanil Miiati As-Saminah (4 jilid), Lisan al-
Mizan, Al-Ihkam fi Bayani Ma fi Al-Qur`an min al-Ahkam, Al-Kafi Asy-Syafi`I fi
Takhrij Ahadits Al-Kasysyaf, Dzailul Durar al-Kaminah, Alqob Ar-Ruwah, Taqrib at-
Tahzib fi Asma` Ar-Rijal al-Hadis, Tahdzib at-Tahdzib (12 jilid), Ta`jil al-Manfa`ah Bi
Zawaidi Rijal al-Aimmah al-Arba`ah, Ta`rif Ahl Taqdis wa Yuarrafu bi Thabaqat al-
Mudallisin, Bulughul Maram min Adillati al-Ahkam, Al-Majmu` al-Muassis bil Mu`jam
al-Mufahras, Tuhfatu Ahl Hadits An Syuyukh al-Hadis (3 jilid),Nuzhatun Nadzari fi
Taudhihi Nukhbati al-Fikri, Fath al-Bari fi Syarh Shahih Bukhari, Takhrij al-Kasysyaf,
dan Al-Ishabah fi Tamyiz Ash-Shahabah.8

C. Seputar Kitab Taqrib al-Tahdzib

7 al-Sakhawy, al-Jawahir wa al-Durar... hlm. 1064 – 1179.


8 al-Sakhawy, al-Jawahir wa al-Durar... hlm.659 – 696.

3
1. Identitas kitab
Dalam kajian ini, penulis menggunakan kitab dengan identitas atau ciri – ciri
sebagai berikut:
a. Judul kitab : Taqrib al-Tahdzib
b. Pengarang : al-Hafidz Ahmad bin ‘Ali Ibnu Hajar al-‘Asqalany
c. Pentahqiq : Abu al-Isybal Shaghir Ahmad Shaghif al-Bakistaniy
d. Penerbit : Dar al-‘Ashimah
e. Tahun terbit :-
f. Jumlah jilid : 1 jilid
g. Jumlah halaman : 1412 halaman
2. Latar belakang penulisan
Dalam muqaddimahnya, Ibnu Hajar menuturkan bahwa awal mula penulisan kitab
ini merupakan respon dari kitab – kitab sebelumnya. Yaitu al Kamal fi Asma al’Rijal
karya Al-Hafidz Abu Muhammad Abdul Ghaniy ibn Abdul Wahid al-Maqdisiy, Tahdzib
al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal karya al-Hafidz Jamaluddin Yusuf ibn Abdirrahman al-Miziy
ad-Dimasyqi, dan Tadzhib al-Tahdzib karya al-Dzahaby. Dari ketiga kitab tersebut, Ibnu
Hajar mengarang kitab Tahdzib al-Tahdzib. Kemudian, karena permintaan kawan –
kawannya kan kitab yang lebih ringkas lagi sebagai pengantar bagi para pemula pengkaji
hadis, beliau mengarang kitab ini (baca: Taqrib al-Tahdzib).9
Sementara menurut ‘Ajjaj Khatib, berikut kronologi responisasi kitab – kitab
tersebut:
Al-Hafidz Abu Muhammad Abdul Ghaniy ibn Abdul Wahid al-Maqdisiy (541 –
600 H) telah menyusun kitab Al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal dalam dua jilid.
Kemudian al-Hafidz Jamaluddin Yusuf ibn Abdirrahman al-Miziy ad-Dimasyqi
(654 – 742 H) menyeleksinya dengan memberikan beberapa tambahan dan
menyusunnya secara alfabetis dalam kitab Tahdzib al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal .
Penyusunannya berlangsung sejak tahun 705 H – 712 H, dan terdiri 50 juz dalam
12 jilid. Kemudian Ibn Hajar al-‘Asqalaniy meringkas karya al-Miziy tersebut
dengan memberikan beberapa tambahan penting, sehingga lahirlah kitabnya,
Tahdzib at-Tahdzib. Kemudian Ibn Hajar al-‘Asqalaniy meringkas lagi kitabnya

9 Ibnu Hajar, Taqrib al-Tahdzib (Dar al-‘Ashimah, t.th), hlm. 79.

4
tersebut dengan nama Taqrib at-Tahdzib fi Asma’ ar-Rijal yang terdiri dari dua
jilid kecil. 10
3. Karakteristik dan sistematika penulisan
Kitab Taqrib ini merupakan jawaban dari permintaan para sahabat Ibnu Hajar agar
mempermudah para pemula dalam mengkaji ilmu hadis, khususnya ilmu rijal dan ilmu
jarh wa ta’dil. Untuk menjawab permintaan tersebut, Ibnu Hajar tidak menjelaskan
panjang lebar biografi masing – masing rawi seprti dalam kitab – kitab sebelumnya. Akan
tetapi, beliau hanya menyebutkan nama lengkap (baik nisbah, laqab, maupun kunyah),
tingkatan tabaqah, penilaian jarh wa ta’dil, serta tahun wafat. Oleh karena itu, para
pengkaji mudah dalam memahami maksud di dalamnya.
Selain pembahasan yang singkat, pembaca kitab ini perlu mengetahui beberapa
ketentuan yang diberikan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Taqrib. Ibnu Hajar juga
menggunakan kode atau rumus kitab yang menunjukkan rujukan dari masing – masing
perawi. Kode tersebut adalah sebagai berikut:

No Kitab Kode
1. Bukhari Shahih al-Bukhari ‫خ‬
Mu’allaq ‫خت‬
Al-Adab al-Mufrad ‫بخ‬
Khalq af’al al-Ibad ‫عخ‬
Juz’u al-Qira’ah ‫ر‬
Raf’ al-Yadain ‫ي‬
2. Muslim Shahih Muslim ‫م‬
Muqaddimah Shahih Muslim ‫مق‬
3. Abu Daud Sunan Abu Daud ‫د‬
Al-Marasil ‫مد‬
Fadhail al-Anshar ‫صد‬
Al-Nasikh ‫خد‬
Al-Qadr ‫قد‬

10Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits; Pokok – Pokok Ilmu Hadits, terj. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2013) hlm. 231.

5
Al-Tafarrud ‫ف‬
Al-Masail ‫ل‬
Musnad Malik ‫كد‬
4. Tirmidzi Sunan Tirmidzi ‫ت‬
Al-Syamail ‫تم‬
5. Nasai Sunan an-Nasai ‫س‬
Musnad ‘alayya ‫عس‬
Musnad Malik ‫كن‬
Kitab ‘amal al-yaum wa al-lailah ‫سي‬
Khashaish ‘Ali ‫ص‬
6. Ibnu Majah Sunan Ibn Majah ‫ق‬
Tafsir ‫فق‬

- Jika ada hadits seorang rijal yang hanya ada satu dalam satu kitab hadits saja dari
kutub al-sittah maka cukup dengan nomor hadits itu sendiri walaupun hadits itu
ditakhrij lagi bagi rijal itu di selain kutub al-sittah.
- Jika hadits tersebut ada di semua kitab hadits yang kita kenal dengan kutub al-sittah
maka kodenya adalah (‫)ع‬
- Jika hadits tersebut ada di setiap kutub al-Tis’ah selain Bukhari Muslim maka
kodenya adalah (4).
- Untuk orang yang menurut para ulama tidak ada riwayat untuknya diberi tanda
dengan ‫تميزز‬, dengan maksud memberitahukan bahwa yang ini berbeda dari yang
lainnya, orang-orang (rijal) yang tidak ada tandanya diberi penjelasan sebelum atau
sesudahnya.
Di samping menggunakan kode – kode tersebut, Ibnu Hajar juga memberikan
tingkatan jarh wa ta’dil yang digunakan dalam kitab ini. Berikut tingkatan tersebut:
No Tingkatan Isyarah
1. Sahabat
2. Orang yang dikuatkan keterpujiannya Af’al at-tafdhil (‫الناس‬ ‫)أوثق‬
Tikrar al-shifat (‫)ثقة ثقة‬

Penetapan makna (‫)ثقة حافظ‬

6
3. Orang yang hanya mempunyai satu sifat ‫ عدل‬،‫ ثبت‬،‫ متقن‬،‫ثقة‬
4. Orang yang derajatnya berkurang sedikit dari ‫ ليس به بأس‬،‫ ال بأس به‬،‫صدوق‬
derajat yang ketiga
5. Orang yang derajatnya berkurang sedikit dari ،‫ صدوق يهم‬،‫صدوق سيء الحفظ‬
derajat yang keempat ‫ تغيّر بأخرة‬،‫ يخطئ‬،‫له أوهم‬
6. Orang yang hanya mempunyai sedikit hadis ‫مقبول‬
7. Orang yang jumlah orang yang meriwayatkan ‫ مجهول الحال‬،‫مستور‬
darinya lebih dari satu dan tidak kuat
8. Orang yang tidak ditemukan penguat untuk ‫ضعيف‬
menjadi mu’tabar baginya, dan ditemukan
kelemahan orang itu
9. Orang yang hanya diketahui oleh satu orang dan ‫مجهول‬
tidak kuat
10. Orang yang tidak kuat, dlaif malahan ada yang ‫ واهي‬،‫ متروك الحديث‬،‫متروك‬
mencelanya ‫ ساقط‬،‫الحديث‬
11. Orang yang diduga berbohong
12. Orang yang menyandang gelar al-kadzdzab

Selain itu, Ibnu Hajar menggunakan rumus penulisan berupa tingkatan tabaqah
juga. Berikut tingkatan tabaqah tersebut.

No Tabaqat Contoh

1. Sahabat

2. Tabi’I besar Ibnu Musayyab

3. Tabi’in sedang Hasan, Ibnu Sirin

4. Geberasi setelahnya Az-Zuhri, Qatadah

5. Tabi’in kecil Al-A’masy

7
6. Generasi abad ke-5 H Ibnu Juraij

7. Atba’ at-tabi’in besar Malik, ats-Tsauri

8. Atba’ at-tabi’in sedang Ibnu ‘Uyainah, Ibnu ‘Ulayyah

9. Atba’ at-tabi’in kecil Yazid bin Harun, as-Syafi’I, Abu Daud at-
Thayalisiy, ‘Abdurrazaq
10. Murid atba’ at-tabi’in yang Ahmad bin Hanbal
tidak bertemu dengan tabi’in
11. Generasi dibawahnya (sedang) Adz-Dzuhly, al-Bukhari

12. Generasi kecil At-Tirmidzi

Dalam menggunakan rumus tersebut, tabaqah 1 – 2 merupakan para rawi yang hidup
pada sebelum tahun 100 H, tabaqah 3 – 8 merupakan para rawi yang hidup setelah tahun
100 H, sedangkan tabaqah 9 – 12 merupakan rawi yang hidup setelah tahun 200 H.

Berikut contoh penerapan dari rumus, kode, dan ketentuan yang diberikan Ibnu
Hajar tersebut:11

Dari data tersebut, maka kita dapatkan informasi sebagai berikut:

Kitab (Sunan Abu Daud, Tafsir Ibnu Majah)

Nama lengkap rawi

Tempat tinggal

Jarh wa ta’dil

Tabaqah 10 (Murid atba’ at-tabi’in yang tidak bertemu dengan tabi’in) dan tahun wafat
(236 H)

11
Ibnu Hajar, Taqrib al-Tahdzib… hlm. 85.

8
Kitab Taqrib disusun secara alfabetis, mulai dari alif (‫ )ا‬sampai ya (‫)ي‬. Selain itu,
Ibnu Hajar juga menambahkan bab mengenai al-Kuna (nama kunyah), al-Alqab (nama
laqab), al-Mubhamat (rawi yang tidak disebutkan namanya dalam periwayatan), dan bab
al-Nisa (perawi perempuan). Jumlah keseluruhan rawi 8.923 tanpa pengulangan. Di
dalam kitab ini memang terjadi pengulangan. Misalnya, apabila rawi telah disebutkan
dalam urutan alfabetis, kemudian disebutkan dalam bab al-Kuna. Akan tetapi, di
penyebutan yang terulang tersebut dijelaskan, bahwa nama rawi ini telah disebutkan
sebelumnya.

Data diatas mengisyaratkan bahwa nama rawi tersebut telah disebutkan


sebelumnya, pada urutan nomor 6.269.

4. Analisis terhadap kitab Taqrib al-Tahdzib

Menurut penulis, kitab ini merupakan khazanah dalam ilmu hadis, khususnya rijal
dan jarh wa ta’dil yang sangat akademis. Selain Ibnu Hajar menggunakan sistematika
yang baik, beliau juga memperhatikan sumber – sumber informasi yang beliau dapatkan.
Kitab ini juga sangat membantu para pengkaji hadis, para pemula khususnya untuk
mempermudah memahami rijal dan jarh wa ta’dil para rawi. Meskipun secara
keseluruhan kitab ini termasuk kitab yang ringkas, namun tidak mengurangi
substansinya.

D. Penutup
Setelah menguraikan pembahasan mengenai kitab Taqrib al-Tahdzib karya Ibnu
Hajar al-‘Asqalany, penulis merasa diperlukan kajian yang lebih mendalam lagi. Hal ini
diperlukan untuk memperkaya kajian ilmu hadis, khususnya di Indonesia. Mengingat
pembahasan mengenai kitab rijalul hadis masih sedikit dilakukan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Mustafa. 2012. Ilmu Hadis. Bandung : Pustaka Setia.


aI-Sakhawy. 1999. al-Jawahir wa al-Durar. Beirut: Dar Ibn Hazm.
al-Khatib, Muhammad ‘Ajjaj. 2013. Ushul al-Hadits; Pokok – Pokok Ilmu Hadits, terj. Qadirun
Nur dan Ahmad Musyafiq Jakarta: Gaya Media Pratama.

Hajar, Ibnu. t.th. Taqrib al-Tahdzib. Dar al-‘Ashimah.

10

Anda mungkin juga menyukai