Anda di halaman 1dari 12

BAB III

BIOGRAFI IMAM AL QURṬUBĪ DAN KITAB TAFSIR AL JĀMI` LI-

AḤKĀMI AL QUR`ĀN

1. IMAM AL QURṬUBĪ

a. Sekilas Riwayat Hidup

Penulis tafsir al-Qurṭubī bernama Abū ‘Abdillāh Ibn Aḥmad Ibn Abī

Bakar Ibn Farḥ al-Anṣārī al-Khazrajī al-Qurṭubī al-Mālikī. 1 Beliau

dilahirkan di Cordova, Andalusia (Spanyol sekarang). Di sanalah beliau

mempelajari bahasa Arab, shi`r, al-Qur’ān al-Karīm, fiqh, nahwu, qirā’āt,

balāghah, ulūmu al-Qur’ān dan ilmu-ilmu lainnya. Ia dianggap sebagai

salah seorang tokoh yang bermadhhab Mālikī.2

Para penulis biografi tidak ada yang menginformasikan mengenai

tahun kelahirannya, mereka hanya menyebutkan tahun kematiannya, yaitu

671 H, di kota Maniyyah Ibn Ḥasib Andalusia. dan dibesarkan oleh

bapaknya yang bermata pencaharian bercocok tanam yang hidup pada

zaman dinasti Muwahidun yang kala itu dipimpin oleh Muḥammad bin

Yūsuf bin Hūd (625-635 H). Dikisahkan, pada saat itu ayahnya sedang

memanen dan pada waktu itu pula terjadi sebuah pemberontakan kaum

separatis Nashrani Cordova yang menuntut untuk memerdekakan diri dari

1 Haji Khalīfah, Kashf al-Ẓunūn ‘An Asāmi al-Kutub wa al-Funūn, (Beirut: Dār al-Fikr, 1994), 1:
422.
2 Abū al-Yaqyan, Dirāsat fī al-Tafsīr wa Rijālih, (t.tp: t.np., t.t.), 109, Namun menurut informasi
al-Dāwudī ia meninggal di Mesir, al-Dāwudī, Tabaqāt al-Mufassirīn (Beirut: Dār al-‘Ilmiyah, tt),
70.
50

Islam.

49
Berdasarkan salah satu sumber, Hasbi Ash-Shidieqi menyebutkan

bahwa ia lahir di Andalusia tahun 486 H, dan meninggal di Mausul tahun

567 H.3 Namun informasi ini sangat lemah, karena: pertama, Hasbi tidak

menyebut sumber yang jelas dari mana ia memperoleh informasi tersebut.

kedua, kemungkinan besar Hasbi salah kutip ketika ia menyebut tahun

kelahiran ini, karena yang benar data tersebut adalah tahun kelahiran

seseorang yang sama-sama dinisbahkan dengan nama al-Qurṭubi, tetapi ia

bernama Abū Bakr Yaḥyā Ibn Saīd Ibn Tamām Ibn Muḥammad al-Azdī al-

Qurṭubī.4

Dalam kehidupannya sehari-hari, beliau mempunyai sifat yang unik

yang memang tidak semua orang memiliknya. Sehingga beliau banyak

dikenal akan sikap ketawadu`annya, kealimannya, kezuhudannya,

berkarisma dan komited dalam melakukan amal akhirat untuk dirinya.

Seperti yang pernah dikatakan oleh mufassir al-Za`idah, bahwa ia sering

terlihat ketika memakai sehelai jubah yang bersih dengan songkok di atas

kepalanya, serta seluruh hidupnya digunakan untuk beribadat kepada Allah.

3 Hasbi Ash-Shiddieqi, Sejarah dan pengantar Ilmu al-Quran / tafsir (Jakarta: Bulan Bintang,
1980), 291.
4 Muḥammad Farīd Wajdi, Da’irah al-Ma’arif al-Qarn al-‘Isyrun, VII, (t.tp.: t.np., t.t.), 752.
Kesalahan kutip Hasbi juga dapat disimpulkan ketika ia menginformasikan kitab-kitab yang
ditulis dalam abad-abad tertentu, ternyata ia menginformasikan bahwa kitab al-Jāmi’ li Aḥkām
al-Qur`ān karya al-Qurtubī ditulis pada abad ke Tujuh Hijriyah. Lihat Hasbi, Sejarah …, h.
248.
51

Sisa dari waktunya, dihabiskan untuk menulis dan mengkaji ilmu agama.

”Dia adalah seorang ulama` besar yang tawadu` dan lebih mementingkan

ilmu pengetahuan terlebih kepada tafsir dan hadis yang menghasilkan karya

yang jauh lebih baik pada masanya. 5 Termasuk metode penafsirannya

banyak mempengaruhi para mufassir setelahnya dengan mengikuti gaya

penafsirannya, seperti halnya Ibn Kathīr yang menjadikan kitabnya yang

terkenal yaitu al Jāmi’ li Aḥkāmi al-Qur’ān atau kitab al-Qurṭubī sebagai

rujukan.

Dalam pencarian keilmuannya, beliau pergi ke Mesir (yang pada

waktu itu kekuasaan dipegang oleh Dinasti Ayyubiah), dan beliau menetap

disana sampai ajal menjemputnya pada malam Senin 9 Syawal 671 H/1273

M, dan makamnya sendiri berada di Elmania, di timur sungai Nil. Berkat

pengabdiannya terhadap ilmu agama dan keinginannya dalam memajukan

peradaban Islam, para penduduk disana sangat menghormati jasa beliau

sehingga makamnya-pun sering diziarahi oleh banyak orang.

b. Guru-Guru

Diantara guru-guru Imam Al-Qurṭubī adalah :

1. Ibnu Rawwaj, Imām al-Muḥadīth Abū Muḥammad Abdu al-Wahhāb

Ibn Rawwaj. Nama aslinya Ẓafir Ibn `Ali Ibn Futūḥ al-Azdī al-

Iskandaranī al-Mālikī, wafatnya tahun 648 H.

5 Abū `Abdillāh Muh{ammad al-Qurṭubī, Tafsir al-Jāmi` li Ah}kāmi al-Qur`ān ( Beirut: Dār
alFikr, t.th),1: 10.
52

2. Ibnu al-Jumaizī, al-Allāmah Baha’ al-dīn Abū al-Ḥasan `Ali Ibn

Ḥibatullāh Ibn Salamah al-Miṣrī al-Shāfi’ī, wafat pada tahun 649 H.

Ahli dalam bidang hadis, fiqh dan Ilmu qirā’ah.

3. Abū al-Abbās Aḥmad Ibn `Umar Ibn Ibrāhīm al-Mālikī al-Qurṭubī,

wafat pada tahun 656 H. Penulis kitab al-Mufhim fi Sharḥ Ṣaḥīḥ al-

Muslim.

4. Al-Ḥasan al-Bakarī, al-Ḥasan Ibn Muḥammad Ibn Muḥammad Ibn

Amaruk al-Taimī al-Naisābūrī al-Dimashqī atau Abū `Ali Ṣadruddīn

alBakarī, wafat pada tahun 656 H.

c. Karya-Karya

Di antara karya-karya beliau yaitu:

1. al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur`ān.

2. al-Asna fī Sharḥ Asmā Allah al-Ḥusnā.

3. al-Tadhkirah bi ‘Umūr al-Ākhirah.

4. Sharḥ al-Taqaṣṣī.

5. al-Tidhkār fi Afḍāl al-Adhkār.

6. Qam`u al-Ḥirṣ bi al-Zuhdi wa al-Qanā`ah.

7. Arjuzah Jumi’a Fīhā Asma’ al-Nabī.6 8. al-Muqtabas fī Sharh Muwāṭa`

Mālik bin Anas.

9. Risālah fī Alqām al-Ḥadīth.

10. Kitab al-Aqḍiyyah.

11. al-I`lām bimā fī Dīn al-Naṣārā min al-Mafāṣid wa al-Auhām wa Idhhār

6 Al-Ẓahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirūn, II, … h. 457.


53

Maḥāsin al-Dīn al-Islām.7

12. al-Misbāḥ fī al-Jam`i baina Af`āl wa al-Ṣaḥāḥ.

2. KITAB AL-JĀMI’ LI AḤKĀM AL-QUR`ĀN

a. Seputar Nama Kitab

Kitab tafsir ini sering disebut dengan tafsir al-Qurṭubī, hal ini dapat

dipahami karena tafsir ini adalah karya seorang yang mempunyai nisbah

nama al-Qurṭubī atau bisa juga karena dalam halaman sampul kitabnya

sendiri tertulis judul, al-Tafsīr al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur`ān.

Jadi, tidak sepenuhnya salah apabila seseorang menyebut tafsir ini, dengan

karya al-Qurṭubī tersebut. Judul lengkap tafsir ini adalah al-Jāmi’ li Aḥkām

al-Qur`ān wa al-Mubayyin limā Tadammana min al-Sunnah wa Ay

alFurqān yang berarti kitab ini berisi kumpulan hukum dalam al-Qur`an dan

Sunnah. Didahului dengan kalimat Sammaitu bi … (aku namakan).8 Dengan

demikian, dapat dipahami bahwa judul tafsir ini adalah asli dari

pengarangnya sendiri.

b. Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Qurṭubī

Berangkat dari pencarian ilmu dari para ulama’ (seperti Abū al`Abbās

Ibn `Umar al-Qurṭubī Abū al-Ḥasan Ibn Muḥammad Ibn Muḥammad al-

Bakarī), kemudian Imam al-Qurṭubi diasumsikan berhasrat besar untuk

menyusun kitab tafsir yang juga bernuansa fiqih dengan menampilkan

pendapat Imam-Imam maḍhhab fiqih dan juga menampilkan hadis yang

sesuai dengan masalah yang dibahas. Selain itu, kitab tafsir yang telah ada
7 Abū `Abdillāh Muh{ammad al-Qurṭubī, Tafsir al-Jāmi` li Ah}kāmi al-Qur`ān, terj: Muhammad
Ibrahim al-Isnawi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), 18.
8 Al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur`ān, 1: 2.
54

sedikit sekali yang bernuansa fiqih. Karena itulah Imam al-Qurṭubī

menyusun kitabnya, dan ini akan mempermudah masyarakat, karena

disamping menemukan tafsir, mereka juga akan mendapatkan banyak

pandangan Imam madhhab fiqih, hadis-hadis Rasulullah SAW maupun

pandangan para ulama’ mengenai masalah itu.

c. Tartib (Sistematika)

Dalam penulisan kitab tafsir dikenal adanya tiga sistematika:

pertama, sistematika Musḥafī,9 yaitu penyusunan kitab tafsir dengan

berpedoman pada tertib susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf,

dengan dimulai dari surat al-Fātiḥah, al-Baqarah, dan seterusnya sampai

surat al-Nās. Kedua, sistematika Nuzūlī,10 yaitu dalam menafsirkan alQur`an

berdasarkan kronologis turunnya surat-surat al-Qur`an, contoh mufassir

yang memakai sistematika ini adalah Muḥammad ‘Izzah Darwazah dengan

tafsirnya yang berjudul al-Tafsīr al-Hadīth.10 Ketiga, sistematika Mauḍū’i,

yaitu menafsirkan al-Qur`an berdasarkan topik-topik tertentu dengan

mengumpulkan ayat-ayat yang ada hubungannya dengan topik

tertentu kemudian ditafsirkan.

Al-Qurṭubī dalam menulis kitab tafsirnya memulai dari surat

alFātiḥah dan diakhiri dengan surat al-Nās, dengan demikian, ia memakai

sistematika musḥafī, yaitu dalam menafsirkan al-Qur`an sesuai dengan

urutan ayat dan surat yang terdapat dalam musḥaf.12

d. Manhaj (Metode)

9 Amin al-Khuli, Manāhij Tajdīd, (Mesir: Dār al-Ma’rifah, 1961),


300. 10 Ibid., h. 306.
10 Muḥammad ‘Izzah Darwazah, al-Tafsīr al-Hadīth, I-XII (Mesir: ‘Isa al-Babi al-Halabi),
1962. 12 Al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur`an, 1: 12.
55

Langkah-langkah yang dilakukan oleh al-Qurṭubī dalam menafsirkan al-

Qur`an dapat dijelaskan dengan perincian sebagai berikut:11

1) Memberikan kupasan dari segi bahasa.

2) Menyebutkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadis-hadis dengan

menyebut sumbernya sebagai dalil.

3) Mengutip pendapat ulama` dengan menyebut sumbernya sebagai alat

untuk menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan pokok

bahasan.

4) Menolak pendapat yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.

5) Mendiskusikan pendapat ulama` dengan argumentasi masing-masing,

setelah itu melakukan tarjīh dan mengambil pendapat yang dianggap

paling benar.

Langkah-langkah yang ditempuh al-Qurṭubī ini, masih mungkin

diperluas lagi dengan melakukan penelitian yang lebih seksama. Satu hal

yang sangat menonjol adalah adanya penjelasan panjang lebar mengenai

persoalan fiqhiyyah merupakan hal yang sangat mudah ditemui dalam tafsir

ini.

Dengan memperhatikan pembahasannya yang demikian mendetail,

kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa metode yang dipakainya adalah

tahlīlī, karena ia berupaya menjelaskan seluruh aspek yang terkandung

dalam al-Qur`an dan mengungkapkan segenap pengertian yang dituju. dan

juga dipertajam melalui analisis bi al-ma’thūr12 dan diperkuat dengan

11 Langkah-langkah ini dapat dilihat dalam “Muqaddimah” kitab tafsirnya di hal. 2 dan hasil
pengamatan pada kitab al-Qurṭubī.
12 Penafsiran yang berbentuk riwayat atau apa yang sering disebut dengan “tafsir bi al-ma’thūr”
adalah menjelaskan suatu ayat sebagaimana dijelaskan oleh Nabi atau para sahabat.
56

analisis lughawy (kebahasaan). Sebagai sedikit ilustrasi, dapat diambil

contoh ketika ia menafsirkan surat al-Fatihah di mana ia membaginya

menjadi empat bab, yaitu: bab keutamaan dan nama surat al-Fatihah, bab

turunnya dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, bab ta’min

(bacaan amin), dan bab tentang Qira`āt dan I’rab. Masing-masing dari bab

tersebut memuat beberapa masalah.13

e. Laun (Corak Tafsir)

Para pengkaji tafsir memasukkan tafsir karya al-Qurṭubī kedalam

tafsir yang bercorak Fiqhīy, sehingga sering disebut sebagai tafsir Aḥkām.

Karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran, lebih banyak dikaitkan

dengan persoalan-persoalan hukum. Sebagai contoh dapat dilihat ketika

menafsirkan surat al-Fatihah, al-Qurṭubī mendiskusikan persoalan-persoalan

fiqh, terutama yang berkaitan dengan kedudukan basmalah ketika dibaca

dalam salat, juga persoalan fatihah makmum ketika shalat Jahr. Terhadap

ayat yang sama-sama, dari kelompok Mufassir Aḥkām hanya membahasnya

secara sepintas, seperti yang dilakukan oleh Abū Bakar al-Jaṣṣās. Ia tidak

membahas surat ini secara khusus, tetapi hanya menyinggung dalam sebuah

bab yang diberi judul Bab Qirā`ah al-Fātihah fī al-Ṣalāh. Contoh lain

dimana al-Qurṭubī memberikan penjelasan panjang lebar mengenai

persoalan-persoalan fiqih dapat ditemukakan ketika ia membahas ayat QS.

al-Baqarah (2): 43:

َ ‫َوأقَِي ُموا الصَّالةَ َوآت ُوا ال َّز َكاةَ َوارْ َكع ُوا َم َع الرَّا ِك ِع‬
. ‫ين‬
13 Bab pertama memuat tujuh buah masalah, bab kedua memuat dua puluh masalah, bab ketiga
memuat delapan masalah, dan bab keempat memuat tiga puluh enam masalah. Al-Qurṭubī,
alJāmi’ li Ahkām al-Qur`ān, I: 93-131.
57

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta


orang-orang yang ruku’”.

Ia membagi pembahasan ayat ini menjadi 34 masalah. Diantara

pembahasan yang menarik adalah masalah ke-16. Ia mendiskusikan berbagai

pendapat tentang status anak kecil yang menjadi Imam shalat. Di antara

tokoh yang mengatakan boleh adalah al-Thaurī, Mālik dan Asḥāb al-

Ra’y. Dalam masalah ini, al-Qurṭubi berbeda pendapat dengan madhhab

yang dianutnya, dengan pernyataannya:

.‫إمامة الصغير جائزة إذا كان قارئا‬


“(Anak kecil boleh menjadi Imam jika memiliki bacaan yang baik)”.14

Dalam kasus lain ketika ia menafsirkan QS. al-Baqarah (2): 187:

َُ ‫ِّصيَ ِام الر‬


.… ‫َّفث إلَِى ن َِسائ ِك ُْم‬ َُ ‫أ ُِح َّل‬
ِ ‫لك ْم لَيْلةَ ال‬
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur
dengan isteri-isteri kamu;…”

Ia membaginya menjadi 36 masalah. Pada pembahasan ke-12, ia

mendiskusikan persoalan makannya orang yang lupa pada siang hari di

bulan Ramadhan. Ia berpendapat orang tersebut tidak berkewajiban

mengganti puasanya, yang berbeda dengan pendapat Mālik sebagai Imam

madhhabnya. Dengan pernyataannya:

‫إن من أكل أو شرب ناسيا فال قضاء عليه وإن صومه تام‬

“Sesungguhnya orang yang makan atau minum karena lupa, maka


tidak wajib baginya menggantinya dan sesungguhnya puasanya
adalah sempurna”.

14 Ibid., 1: 10.
58

Bila dicermati dari contoh-contoh penafsiran di atas, di satu sisi

menggambarkan betapa al-Qurṭubī banyak mendiskusikan

persoalanpersoalan hukum yang menjadikan tafsir ini termasuk ke dalam

jajaran tafsir yang bercorak hukum. Di sisi lain, dari contoh-contoh tersebut

juga terlihat bahwa al-Qurṭubī yang bermadhhab Mālikī ternyata tidak

sepenuhnya berpegang teguh dengan pendapat Imam madhhabnya.

f. Karakteristik Penafsiran al-Qurṭubī

Persoalan menarik yang terdapat dalam tafsir ini dan perlu untuk

dicermati adalah pernyataan yang dikemukakan oleh al-Qurṭubī dalam

muqaddimah tafsirnya yang berbunyi:

‫ إضافة األقوال إلى قائليها‬: ‫وشرطي في هذا الكتاب‬


‫واألحاديث إلى مصنفيها فإنه يقال من بركة العلم أن يضاف‬
.‫القول إلى قائله‬
“(Syarat saya dalam kitab ini adalah menyandarkan semua perkataan
kepada orang-orang yang mengatakannya dan berbagai hadis kepada
pengarangnya, karena dikatakan bahwa diantara berkah ilmu adalah
menyandarkan perkataan kepada orang yang mengatakannya)”.15
g. Terpengaruhnya al-Qurṭubī oleh Orang-Orang Sebelumnya dan Pengaruh

Qurṭubī terhadap Orang-Orang Setelahnya.

1. Terpengaruhnya Imam al-Qurṭubī oleh Orang-Orang Sebelumnya.

Seseorang yang memperhatikan dengan seksama kitab tafsir

alQurṭubī, pasti akan mengetahui bahwa pemikiran al-Qurṭubī telah

15 Ibid., 1: 3.
59

terpengaruh oleh beberapa ulama` yang hidup sebelumnya, diantaranya

adalah :

a. Ibnu `Aṭiyyah. Dia adalah al-Qāḍī Abū Muḥammad Abd al-Ḥaqq Ibn

`Aṭiyyah, penulis kitab al-Muḥarrar al-Wajīz fī al-Tafsīr. Imam

alQurṭubī telah mengambil banyak hal darinya, telah terpengaruh

olehnya dan telah meriwayatkan darinya dalam banyak bidang seperti

tafsīr bi al-ma’thūr, qirā’āt, lughah (bahasa arab), nahwu, balāghah,

fiqh, hukum-hukum Islam dan lain sebagainya.

b. Abū Ja’far al-Nuḥās. Al-Qurṭubī telah terpengaruhi oleh Abū ja’far

al- Nuḥās, penulis kitab I’rab al-Qur’ān dan kitab Ma’ānī al-Qur’ān.

al- Qurṭubī juga telah meriwayatkan banyak hal darinya.

c. Al-Mawardī. Dia adalah Abū al-Ḥasan `Ali Ibn Muḥammad

alMawardī, wafat pada tahun 450 H. Al-Qurṭubī telah mengambil

banyak hal darinya, dan telah terpengaruh olehnya serta telah

meriwayatkan darinya.

d. Al-Ṭabarī. Dia adalah Abū Ja’far Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabaṛī,

penulis kitab Jāmi’ al-Bayān fī Tafsīr al-Qur’ān, wafat pada tahun

310 H. Al-Qurṭubī telah mengambil banyak hal darinya dan telah

terpengaruh olehnya, terutama dalam bidang tafsir bi al-ma’thūr.

e. Abū Bakar Ibn al-`Arabī. Dia adalah penulis kitab Aḥkām al-Qur’ān,

wafat pada tahun 543 H. Al-Qurṭubī telah belajar darinya, berdebat

dengannya dan telah membantah serangan-serangan (kritikan-

kritikan)nya terhadap para ahli fiqih dan ulama`.

2. Pengaruh al-Qurṭubī terhadap Orang-Orang Setelahnya.


60

Para mufassir yang hidup setelah al-Qurṭubī telah terpengaruh oleh

kitab tafsirnya. Mereka telah mengambil manfaat serta belajar banyak hal

darinya. Di antara mereka adalah :

a. Al-Hāfiẓ Ibnu Kathīr. Dia adalah Imādu al-Dīn Abū al-Fida’ Ismā’il

Ibn `Amru Ibn Kathīr, wafat pada tahun 774 H. Dalam menulis kitab

tafsirnya, Ibnu Kathīr telah terpengaruh oleh al-Qurṭubī. Dia juga telah

meriwayatkan banyak perkataan dari al-Qurṭubī tetapi secara

ma`nawīy, yaitu hanya pengertiannya saja dan tidak persis dalam teks

aslinya. Akan tetapi dalam sebagian masalah, Ibnu Kathīr mendebat

dan mengomentari pendapat-pendapat al-Qurṭubī.

b. Abū Ḥayyān al-Andalusī al-Gharnaṭī dalam kitab tafsirnya yang

berjudul al-Baḥr al-Muḥīṭ, wafat pada tahun 754 H.

c. Al-Shaukānī. Dia adalah al-Qāḍī al-Allāmah Muḥammad Ibn Ali Ibn

Muḥammad al-Shaukānī, wafat pada tahun 1255 H. dia telah belajar

dari al-Qurṭubī serta telah meriwayatkan darinya.16

16 Al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li Aḥkāmi al-Qur`ān , terj. Ibrahim al-Isnawi, 19-20.

Anda mungkin juga menyukai