Makalah
Oleh :
Ahsanun Nathiq
NIM: 2018.01.01.1025
2020
KAJIAN KITAB TAFSIR RŪH AL-MA’ĀNI
A. Pendahuluan
Proses penafsiran al-Qur’an melalui proses yang sangat panjang mulai dari
para sahabat, tabi’in, hingga ‘ulama. Yang mana pada setiap masa memiliki
kecenderungan berbeda, sehingga akan menghasilkan produk tafsir yang berbeda
pula.
Sebuah karya tafsir tidak dapat terlepas dari pengaruh seorang mufassir.
Para mufassir yang memiliki latar belakang yang berbeda sangat menentukan
hasil penafsirannya seperti tafsir Rūh al-Ma’āni karya Abū Tsana’ Syihāb al-Dīn
al-Sayyid Mahmūd Afandi al-Alūsi al-Baghdādi.berikut kami akan sedikit
mengulas tentang biografi beliau, corak tafsiran beliau, sampai pendapat ‘ulama
lain tentang tafsiran beliau.
1
Muhammad Husain al-Dhahabi, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, (t.tp.: Maktabah al-Islamiyah, 2004), 1 :
250.
2
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir (Jogjakarta: Teras, 2004), 159.
Suwaidi. Di samping itu, al-Alūsi juga berguru kepada Syaikh al-Naqshabandi.
Dari yang terakhir ini beliau belajar tasawuf.
Al-Alūsi dikenal sangat kuat hafalannya dan cerdas otaknya. Beliau mulai
aktif dalam belajar dan menulis sejak usia 13 tahun. Seolah beliau tidak ada
perasaan malas dan bosan untuk belajar.
3. Karya-Karya Penulis
4. Kewafatan Beliau
3
Ali ‘Abd al-Qādir Jam’ah, Zād al-Rāghibin fī Manāhij al-Mufassirīn, (Kairo: Jami’ah al-Azhar,
1986), 127.
4
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, 155.
Telah sejak lama beliau ingin menuangkan buah pikirannya ke dalam
sebuah kitab. Namun karena merasa belum mampu dan kurangnya kesempatan,
keinginan tersebut belum dapat terwujud. Hingga pada suatu Malam Jum’at di
bulan Rajab tahun 1252 H. beliau bermimpi diperintah Allah untuk melipat langit
dan bumi. Kemudian (masih dalam keadaan mimpi) beliau mengangkat satu
tangan ke arah langit dan satu tangan ke tempat mata air, kemudian beliau
terbangun. Setelah dicari, ternyata tafsir mimpi tersebut adalah beliau diperintah
mengarang sebuah kitab tafsir. Maka, beliau mulai mengarang kitab tafsir tersebut
pada tanggal 16 Sya’ban 1252 H, pada usia 34 tahun. Di zaman pemerintahan
Sultan Mahmūd Khān bin Sultan ‘Abdul Hamīd Khān. 5 dan beliau selesai dari
menyusun kitab tersebut pada malam selasa di bulan rabi’ul akhir tahun 1267 H
(disusun dalam kurun waktu 15 tahun). Setelah ia meninggal kitab tersebut
disempurnakan oleh anaknya, al-Sayyid Nu’man al-Alūsi.6
Adapun yang memberikan nama kitab tafsir ini adalah perdana menteri
saat itu. yaitu Ridha pasya setelah lama al-Alūsi mempertimbangkan judulnya,
dan ketika Ridha Pasya memberi nama tersebut, al-Alūsi pun setuju, yakni dengan
nama Rūh al-Ma’āni fī al-Tafsīr al Qur’an al-‘Adzīm wa al-Sab’i al-Matsāni.7
2. Metode Penafsiran
3. Sumber Rujukan
5
Abū Tsana’ Syihāb al-Dīn al-Sayyid Mahmūd al-Alūsi, Rūh al-Ma’āni fī al-Tafsīr al Qur’an
al-‘Adzīm wa al-Sab’i al-Matsāni, (Bairut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994), 1 : 4-5.
6
Muhammad Husain al-Dhahabi, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Kairo: Dār al-Hadits, 2005), 303.
7
Abū Tsana’ Syihāb al-Dīn al-Sayyid Mahmūd al-Alūsi, Rūh al-Ma’āni fī al-Tafsīr al Qur’an
al-‘Adzīm wa al-Sab’i al-Matsāni, (Bairut: Idārah Tiba’ah Munīrah, 1971), 4.
Sumber penafsiran yang dipakai al-Alūsi berusaha memadukan sumber al-
ma'tsur (riwayat) dan al-ra'yi (ijtihad). Artinya bahwa riwayat dari Nabi atau
sahabat atau bahkan tabi'in tentang penafsiran al-Qur'an dan ijtihad dirinya dapat
digunakan secara bersama-sama, sepanjang hal itu dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Berdasarkan hal inilah tafsir al-Alūsi digolongkan kepada tafsir bi
al-ra’yi, karena dalam tafsirnya lebih mendominasi ijtihadnya. Hal ini juga bisa
dilihat pada isi pendahuluan kitabnya, ia menyebutkan beberapa penjelasan tafsir
bi al-ra’yi dan argumen tentang bolehnya tafsir bi al-ra’yi, termasuk kitab
tafsirnya tersebut.8
4. Sistematika Penulisan
a. Menyebutkan ayat-ayat al-Qur’an dan langsung menjelaskan makna
kandungan ayat demi ayat.
b. Dalam analisisnya, terkadang al-Alūsi menyebutkan asbāb al-nuzūl terlebih
dahulu, namun kadang beliau langsung mengupas dari segi gramatikanya,
kemudian mengutip riwayat hadits atau qaul tabi'in.
c. Menerangkan kedudukan suatu kata atau kalimat yang ada di dalam ayat
tersebut dari segi kaidah bahasa (ilmu nahwu).
d. Menafsirkan dengan ayat-ayat lain.
e. Memberikan keterangan dari hadits Nabawi bila ada.
f. Mengumpulkan pendapat para penafsir terdahulu.9
D. Penilaian ‘Ulama Terhadap Tafsir Rūh al-Ma’āni
Tafsir ini dinilai oleh sebagian ‘ulama sebagai tafsir yang bercorak isyari
(tafsir yang mencoba menguak dimensi makna batin berdasar isyarat)
sebagaimana tafsir al-Naisaburi. Namun anggapan ini dibantah oleh al-Dhahabi
dengan menyatakan bahwa tafsir Rūh al-Ma’āni bukan untuk tujuan tafsir isyari,
maka tidak dapat dikategorikan sebagai tafsir isyari. Al-Dhahabi memasukkan
8
Ibid., 6.
9
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, 157.
tafsir al-Alūsi ke dalam tafsir bi al-ra’yi al-mahmūd (tafsir berdasar ijtihad yang
terpuji).10
E. Kesimpulan
Rūh al-Ma’āni adalah suatu kitab yang dikarang oleh al-Alūsi (Abū
Tsana’ Syihāb al-Dīn al-Sayyid Mahmūd Afandi al-Alūsi al-Baghdādi). Beliau
termasuk orang yang terkenal pada masanya karena pernah diangkat sebagai
mufti pada tahun 1248, namun kemudian pada tahun 1263 H beliau melepaskan
jabatan dan lebih memilih menyibukkan diri untuk menyusun tafsir al-Qur’an
yang kemudian dikenal dengan tafsir Rūh al-Ma’āni.
10
Muhammad Husain al-Dhahabi, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, (t.tp.: t.t., 1976), 255.
11
M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), 268.
Daftar Pustaka
Alūsi (al), Abū Tsana’ Syihāb al-Dīn al-Sayyid Mahmūd. Rūh al-Ma’āni fī al-
Tafsīr al Qur’an al-‘Adzīm wa al-Sab’i al-Matsāni. Bairut: Dār al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 1994.
Alūsi (al), Abū Tsana’ Syihāb al-Dīn al-Sayyid Mahmūd. Rūh al-Ma’āni fī al-
Tafsīr al Qur’an al-‘Adzīm wa al-Sab’i al-Matsāni. Bairut: Idārah Tiba’ah
Munīrah, 1971.