Anda di halaman 1dari 7

KAJIAN KITAB TAFSIR RŪH AL-MA’ĀNI

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Studi Kitab Tafsir


DosenPengampu :

KH. Zaki Mubarok, Lc, M.us

Oleh :

Ahsanun Nathiq

NIM: 2018.01.01.1025

PROGRAM STUDI AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-ANWAR SARANG REMBANG

2020
KAJIAN KITAB TAFSIR RŪH AL-MA’ĀNI

Oleh: Ahsanun Nathiq (2018.01.01.1025)

A. Pendahuluan

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad sebgi sumber utama ajaran Islam. Dari fungsi tersebut al-Qur’an
tidak dapat dipahami hanya dengan membaca dan menerjemahkannya saja,
diperlukan ilmu penafsiran untuk memahami kandungannya.

Proses penafsiran al-Qur’an melalui proses yang sangat panjang mulai dari
para sahabat, tabi’in, hingga ‘ulama. Yang mana pada setiap masa memiliki
kecenderungan berbeda, sehingga akan menghasilkan produk tafsir yang berbeda
pula.

Sebuah karya tafsir tidak dapat terlepas dari pengaruh seorang mufassir.
Para mufassir yang memiliki latar belakang yang berbeda sangat menentukan
hasil penafsirannya seperti tafsir Rūh al-Ma’āni karya Abū Tsana’ Syihāb al-Dīn
al-Sayyid Mahmūd Afandi al-Alūsi al-Baghdādi.berikut kami akan sedikit
mengulas tentang biografi beliau, corak tafsiran beliau, sampai pendapat ‘ulama
lain tentang tafsiran beliau.

B. Biografi Penulis Kitab Rūh al-Ma’āni al-Alūsi


1. Riwayat Hidup

Nama lengkap beliau adalah Abū Tsana’ Syihāb al-Dīn al-Sayyid


Mahmūd Afandi al-Alūsi al-Baghdādi.1 Beliau dilahirkan pada hari Jum’at
tanggal 14 Sya’ban 1217 H/1802 M, di dekat daerah Kurkh, Baghdad, Irak. 2 Pada
usia mudanya, beliau dibimbing oleh orang tuanya sendiri yaitu Syaikh al-

1
Muhammad Husain al-Dhahabi, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, (t.tp.: Maktabah al-Islamiyah, 2004), 1 :
250.
2
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir (Jogjakarta: Teras, 2004), 159.
Suwaidi. Di samping itu, al-Alūsi juga berguru kepada Syaikh al-Naqshabandi.
Dari yang terakhir ini beliau belajar tasawuf.

2. Gelar dan Prestasi

Al-Alūsi dikenal sangat kuat hafalannya dan cerdas otaknya. Beliau mulai
aktif dalam belajar dan menulis sejak usia 13 tahun. Seolah beliau tidak ada
perasaan malas dan bosan untuk belajar.

Pada tahun 1248 beliau diangkat sebagai mufti setelah sebulan


sebelumnya diangkat menjadi wali wakaf di madrasah al-Marjaniyyah. Namun
kemudian pada tahun 1263 H beliau melepaskan jabatan dan lebih memilih
menyibukkan diri untuk menyusun tafsir al-Qur’an yang kemudian dikenal
dengan tafsir Rūh al-Ma’āni.3

3. Karya-Karya Penulis

Beliau mampu mengarang beberapa kitab seperti Hasyīyah ‘alā al-Qatr


al-Salīm tentang ilmu logika, al-Ajwibah al-‘Irāqiyyah Irāniyyah, Dhurrah al-
Ghawas fī Awham al-Khawas, al-Nafakhat al-Qudsiyyah fī Adab al-Bahs Rūh al-
Ma’āni fī al-Tafsīr al-Qur’an al-‘Adzīm wa al-Sab’i al-Matsāni dan lain-lain.

4. Kewafatan Beliau

Beliau wafat pada tanggal 25 Dzulhijjah 1270 H, dimakamkan di dekat


kuburan Syaikh Ma’ruf al-Karkhi, salah seorang tokoh sufi yang sangat terkenal
di kota Kurkh.4 Setelah meninggal, kitab Rūh al-Ma’āni disempurnakan oleh
anaknya, al-Sayyid Nu’man al-Alūsi.

C. Tafsir Rūh al-Ma’āni al-Alūsi


1. Latar Belakang Penulisan

3
Ali ‘Abd al-Qādir Jam’ah, Zād al-Rāghibin fī Manāhij al-Mufassirīn, (Kairo: Jami’ah al-Azhar,
1986), 127.
4
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, 155.
Telah sejak lama beliau ingin menuangkan buah pikirannya ke dalam
sebuah kitab. Namun karena merasa belum mampu dan kurangnya kesempatan,
keinginan tersebut belum dapat terwujud. Hingga pada suatu Malam Jum’at di
bulan Rajab tahun 1252 H. beliau bermimpi diperintah Allah untuk melipat langit
dan bumi. Kemudian (masih dalam keadaan mimpi) beliau mengangkat satu
tangan ke arah langit dan satu tangan ke tempat mata air, kemudian beliau
terbangun. Setelah dicari, ternyata tafsir mimpi tersebut adalah beliau diperintah
mengarang sebuah kitab tafsir. Maka, beliau mulai mengarang kitab tafsir tersebut
pada tanggal 16 Sya’ban 1252 H, pada usia 34 tahun. Di zaman pemerintahan
Sultan Mahmūd Khān bin Sultan ‘Abdul Hamīd Khān. 5 dan beliau selesai dari
menyusun kitab tersebut pada malam selasa di bulan rabi’ul akhir tahun 1267 H
(disusun dalam kurun waktu 15 tahun). Setelah ia meninggal kitab tersebut
disempurnakan oleh anaknya, al-Sayyid Nu’man al-Alūsi.6

Adapun yang memberikan nama kitab tafsir ini adalah perdana menteri
saat itu. yaitu Ridha pasya setelah lama al-Alūsi mempertimbangkan judulnya,
dan ketika Ridha Pasya memberi nama tersebut, al-Alūsi pun setuju, yakni dengan
nama Rūh al-Ma’āni fī al-Tafsīr al Qur’an al-‘Adzīm wa al-Sab’i al-Matsāni.7

2. Metode Penafsiran

Metode yang dipakai oleh al-Alūsi dalam menafsirkan al-Qur'an adalah


metode tahlili. Salah satu yang menonjol dalam tahlili adalah seorang mufassir
akan berusaha menganalisis berbagai dimensi yang terdapat dalam ayat yang
ditafsirkan. Maka, biasanya mufassir akan menganalisis dari segi bahasa, asbāb
al-nuzūl, naskh wa al-mansūkh, dan lain-lain.

3. Sumber Rujukan

5
Abū Tsana’ Syihāb al-Dīn al-Sayyid Mahmūd al-Alūsi, Rūh al-Ma’āni fī al-Tafsīr al Qur’an
al-‘Adzīm wa al-Sab’i al-Matsāni, (Bairut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994), 1 : 4-5.
6
Muhammad Husain al-Dhahabi, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Kairo: Dār al-Hadits, 2005), 303.
7
Abū Tsana’ Syihāb al-Dīn al-Sayyid Mahmūd al-Alūsi, Rūh al-Ma’āni fī al-Tafsīr al Qur’an
al-‘Adzīm wa al-Sab’i al-Matsāni, (Bairut: Idārah Tiba’ah Munīrah, 1971), 4.
Sumber penafsiran yang dipakai al-Alūsi berusaha memadukan sumber al-
ma'tsur (riwayat) dan al-ra'yi (ijtihad). Artinya bahwa riwayat dari Nabi atau
sahabat atau bahkan tabi'in tentang penafsiran al-Qur'an dan ijtihad dirinya dapat
digunakan secara bersama-sama, sepanjang hal itu dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Berdasarkan hal inilah tafsir al-Alūsi digolongkan kepada tafsir bi
al-ra’yi, karena dalam tafsirnya lebih mendominasi ijtihadnya. Hal ini juga bisa
dilihat pada isi pendahuluan kitabnya, ia menyebutkan beberapa penjelasan tafsir
bi al-ra’yi dan argumen tentang bolehnya tafsir bi al-ra’yi, termasuk kitab
tafsirnya tersebut.8

4. Sistematika Penulisan
a. Menyebutkan ayat-ayat al-Qur’an dan langsung menjelaskan makna
kandungan ayat demi ayat.
b. Dalam analisisnya, terkadang al-Alūsi menyebutkan asbāb al-nuzūl terlebih
dahulu, namun kadang beliau langsung mengupas dari segi gramatikanya,
kemudian mengutip riwayat hadits atau qaul tabi'in.
c. Menerangkan kedudukan suatu kata atau kalimat yang ada di dalam ayat
tersebut dari segi kaidah bahasa (ilmu nahwu).
d. Menafsirkan dengan ayat-ayat lain.
e. Memberikan keterangan dari hadits Nabawi bila ada.
f. Mengumpulkan pendapat para penafsir terdahulu.9
D. Penilaian ‘Ulama Terhadap Tafsir Rūh al-Ma’āni

Tafsir ini dinilai oleh sebagian ‘ulama sebagai tafsir yang bercorak isyari
(tafsir yang mencoba menguak dimensi makna batin berdasar isyarat)
sebagaimana tafsir al-Naisaburi. Namun anggapan ini dibantah oleh al-Dhahabi
dengan menyatakan bahwa tafsir Rūh al-Ma’āni bukan untuk tujuan tafsir isyari,
maka tidak dapat dikategorikan sebagai tafsir isyari. Al-Dhahabi memasukkan

8
Ibid., 6.
9
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, 157.
tafsir al-Alūsi ke dalam tafsir bi al-ra’yi al-mahmūd (tafsir berdasar ijtihad yang
terpuji).10

Penulis cenderung sependapat al-Dhahabi, sebab memang maksud utama


dari penulisan tafsir bukan untuk menafsirkan al-Qur’an berdasarkan isyarat-
isyarat, melainkan menafsirkan al-Qur’an berdasarkan apa yang dimaksud oleh
lahirnya ayat dengan tanpa mengabaikan riwayat yang shahih. Meskipun tidak
dapat diingkari, bahwa beliau juga memberikan penafsiran secara isyari, tetapi
porsinya lebih sedikit dibanding yang bukan isyari. Seharusnya menentukan corak
suatu tafsir bersadasarkan kecenderungan yang paling menonjol dari sekian
kecenderungan.

Imam Ali al-Shabuni sendiri juga menyatakan bahwa al-Alūsi memang


memberi perhatian kepada tafsir isyari, segi-segi balaghah dan bayan. Dengan
apresiatif beliau lalu mengatakan bahwa tafsir al-Alūsi dapat dianggap sebagai
tafsir yang paling baik untuk dijadikan rujukan dalam kajian tafsir bi al-riwāyah,
bi al-dirāyah dan isyārah.

Menurut al-Dhahabi dan Abū Syuhbah, tafsir Rūh al-Ma’āni merupakan


kitab tafsir yang dapat menghimpun sebagian besar pendapat para mufassir
dengan disertai kritik yang tajam dan pentarjihan terhahadap pendapat-pendapat
yang beliau kutip sebagaimana yang dikutip M. Quraish Shihab.11

E. Kesimpulan

Rūh al-Ma’āni adalah suatu kitab yang dikarang oleh al-Alūsi (Abū
Tsana’ Syihāb al-Dīn al-Sayyid Mahmūd Afandi al-Alūsi al-Baghdādi). Beliau
termasuk orang yang terkenal pada masanya karena pernah diangkat sebagai
mufti pada tahun 1248, namun kemudian pada tahun 1263 H beliau melepaskan
jabatan dan lebih memilih menyibukkan diri untuk menyusun tafsir al-Qur’an
yang kemudian dikenal dengan tafsir Rūh al-Ma’āni.

10
Muhammad Husain al-Dhahabi, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, (t.tp.: t.t., 1976), 255.
11
M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), 268.
Daftar Pustaka

Alūsi (al), Abū Tsana’ Syihāb al-Dīn al-Sayyid Mahmūd. Rūh al-Ma’āni fī al-
Tafsīr al Qur’an al-‘Adzīm wa al-Sab’i al-Matsāni. Bairut: Dār al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 1994.

Alūsi (al), Abū Tsana’ Syihāb al-Dīn al-Sayyid Mahmūd. Rūh al-Ma’āni fī al-
Tafsīr al Qur’an al-‘Adzīm wa al-Sab’i al-Matsāni. Bairut: Idārah Tiba’ah
Munīrah, 1971.

Dhahabi (al), Muhammad Husain. al-Tafsīr wa al-Mufassirūn. Kairo: Dār al-


Hadits, 2005.

Dhahabi (al), Muhammad Husain. al-Tafsīr wa al-Mufassirūn. t.tp.: Maktabah al-


Islamiyah, 2004.

Dhahabi (al), Muhammad Husain. al-Tafsīr wa al-Mufassirūn. t.tp.: t.t., 1976.

Ilyas, Hamim. Studi Kitab Tafsir. Jogjakarta: Teras, 2004.

Jam’ah, Ali ‘Abd al-Qādir. Zād al-Rāghibin fī Manāhij al-Mufassirīn. Kairo:


Jami’ah al-Azhar, 1986.

Shihab, M. Quraish. Studi Kritis Tafsir al-Manar. Bandung: Pustaka Hidayah,


1994.

Anda mungkin juga menyukai