Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH KAJIAN KITAB TAFSIR KLASIK

KAJIAN TAFSIR AL-BIQA’I

Dosen Pengampu : Dr. H. M. Abdul Kholiq Hasan M. A., M. ED.

Disusun Oleh :

Wilis Meida Septyadini 201111077

POGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA 2022/2023


A. Pendahuluan
Setiap tafsir al-Qur’an memiliki keisrimewahan masing-masing dari setiap sisi yang
digunakan untuk menyingkap setiap makna dalam kehidupan, tafsir al-Qur’an sifatnya juga
dinamis sesuai periodik, dan berkembang disuatu umat tertentu. Para ulama’ tidak serta merta
mengembangkan simpangsih pemikirannya tanpa berlandaskan metode atau pendekatan
tertentu terlebih dahulu. Setiap tafsir berdasarkaan kaidah atau ilmu-ilmu yang mempelajari
dalam pemaknaan al-Qur’an itu sendiri.
Al-Dhahabi mengatakan : “di antara sekian banyak disiplin ilmu bahasa Arab yang
diperlukan seorang mufassir, ialah ilmu balaghah sebagai tuntutan khusus untuk
memperhatikan sisi kei’jazan al-Qur’an.” Salah satu kitab tafsir yang ditampilkan ilmu
balaghah iyalah tafsir al-Biqa’i, ditulis oleh seorang ulama’ dari abad ke-9 yang
bekontrenstasi untuk menungkap hubungan-hubungan bagian dalam al-Qur’an yang disebut
dengan munasabah, adapun tafsir yang dimaksud adalah Nadzm Al-Duror Fi Tanasub Al-
Ayat Wa Al-Suwar (Al-Baqa’i).
B. Rumusan Masalah
1. Siapa pengarang kitab tafsir al-Biqa’i?
2. Bagaimana bentuk fisik dan gambaran kitab tafsir al-Biqa’i secara umum?
3. Bagaimana motode, dan corak penafsirannya?
4. Apa pendapat para ulama’?
C. Pembahasan
1. Biografi
Abu al-Hasan Ibrahim Ibnu Umar Ibnu Hasan ar-Rubath al-Biqa’i ad-Dimasyqi
asy-Syafi’i, lahir dan besar di Khirbat Ruhah (Biqa’, Syiria) pada tahun 809 H/1406 M
dan wafat pada usia 76 tahun di Damaskus 885 H/1480 M. Nama al-Biqa’i, diambilkan
diambil dari daerah kelahirannya yaitu Lebanon, yang dulu termasuk negara syuriah
sebelum adanya pembagian Syam menjadi beberapa negara. Al-Biqa’I adalah ahli tafsir
pertama yang menemukan metode keserasian ayat demi ayat, bahkan kata demi kata
dalam al-Qur’an sehingga kitab tafsirnya diberi nama Nadzmu al-Durar fi Tanasub al-
Ayat wa al-Suwar (susunan permata tentang hubungan ayat dan surah).

Pengenalannya terhadap ilmu-ilmu al-Qur’an diawali dengan belajar ilmu Qira’ah


dibawah bimbingan Ibnu Jazari ahli Qura’ah dari Syuriah. Selanjutnya al-Biqa’I
mendalami berbagai ilmu agama dari berbagai ulama yang menjadi gurunya adalah at-Taj
bin Bahadir ahli sejarah, at-Taqi al-Hushani ahli hadits sekaligus sejarawan, Abu Al-Fadil
Al-Magrabi ahli fiqih, dan al-Qayati sastrawan dan ahli ushul fiqih. Al-Biqa’I pernah
menjadi guru besar daam bidang hadits di masjid Qal’at, Mesir. Banyak ulama yang
mengakui kemampuan dan keilmuan Ibrahim al-Biqa’i, seperti Imam Asy-Syaukani
menilai bahwa “al-Biqa’i adalah pakar berbagi disiplin ilmu agama, bukan hanya tafsir
saja”. Ibnu al-Imad seorang ahli tafsir mengatakan bahwa “ al-Biqa’i adalah ilmuwan
yang senang berdiskusi, gemar mengkritik, dan penulis yang produktif”. Selain ahli
tafsir,iajuga ahli dalam bidang bahasa dan sastra, bidang fiqih dan ushul fiqih, bidang
aqidah dan tashawuf, dan bidang sejarah serta biografi.

2. Bentuk dan gambaran kitab secara umum


Nadzm al-Durar Fi Tanasub Al-Ayat Wa Al-Suwar (Al-Baqa’i) terdiri dari 22
jilid lengkap 30 juz al-Qur’an.

Jilid Surat Jilid Surat

1 QS. Al-Fatihah – Al-Bqarah : 82 12 QS.Al-Kahfi - QS. Anbiya’

2 QS. Al-Baqarah : 83-176 13 QS. Al-Hajj – QS. Al-Furqan

3 QS. Al-Baqarah : 177-252 14 QS. As-Syuara’ – QS. Al-Ankabut

QS. Al-Baqarah : 253-QS. Ali Imran


4 15 QS. Ar-Rum – QS. Saba’
: 91

5 QS. Ali-Imran : 92 – QS. An-Nisa 16 QS. Fatir – QS. Az-Zumar

6 QS. Al-Maidah 17 QS. Ghafir – QS. Az-Zukhruf

7 QS. Al-An’am – QS. Al-A’raf : 87 18 QS.Ad-Dhukan – QS. Adz-Dzariat

8 QS. Al-A’raf : 88 – QS. At-Taubah 19 QS. At-Thur – QS. Al-Mumtahanah

9 QS. At-Taubah : 94 – QS. Hud 20 QS. As. Shaff – QS. Al-Jin

10 QS. Yusuf – QS. Ibrahim 21 QS. Muzammil – QS. Al-A’la

11 QS. Al-Hijr – QS. Al-Isra’ 22 QS. Al-Ghasiyah – An-Nas


Diterbitkan pertama kali oleh Dar al-Ma’arif al-Utsmaniyyah, India, atas biaya
dari kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Islam. Kemudian diterbitkan lagi oleh
penerbit Dar al-Kutib al-islamiyyah, Kairo, Mesir, dibawah pengawasan Direktur
Lembaga al-Ma’arif al-Utsmaniyyah, Syarafuddin Ahmad. Tafsir ini disusun dari tahun
865 H sampai tahun 876H. penulisan tafsir ini dilatar belakangi oleh keinginan al-Biqa’i
yang disebutkan dalam muqadimah dalam kitabnya dan mengingat pernyataan al-
Zarkasyi dan Fakhr al-Razy yang membicarakan

“Pentingnya memperhatikan munasabah ayat dan surat dalam menafsirkan al-Qur’an, karena
dalam munasabah itu terdapat rahasia-rahasia penting. Ayat-ayat al-Qur’an itu merupakan satu
kesatuan dari awal sampai akhir. Karena terdapat munasabat antara satu ayat dengan ayat-ayat
lainnya.”

Dalam kitab tafsir al-Biqa’i beliau menyebutkan merujuk pada kitab-kitab tafsir
sebelumnya, sebagai berikut :

a. Miah al-Bab al-Marfal lifahmi al-Qur’an al-Munazzal, karangan Aby al-Hasan Ali bin
Ahmad al-Haraiy
b. Al-‘ilmu bi al-Burhan bihi fi Tartib suar al-Qur’an, karangan Ahmad bin Ibrahim al-
Andalusy
c. Al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an, karangan Badruddin al-Zarkasyi
d. Mafatih al-Ghayb, karangan Fakhruddin al-Razi Siraj al-Muridin fi Irtibathi ayi al-
Qur’an, Qady Aby Bakr bin al-Araby

Al-Alusi dalam tafsirnya mengatakan : “Bahwa semua makna Al-Qur’an itu ada dalam
alFatihah dan makna al-Fatihah itu ada dalam basmalah, ini berarti semua ayat al-Qur’an itu
meruakan perincian dari surat al-Fatihah dan surat al-Fatihah adalah perincian dari
basmalah.” Pada halama 8 al-Biqa’i mengatakan bahwa dalam ayat-ayat yang berulang-ulang
pastiterdapat rahasia dan mempunyai makna-makna tersendiri. Pada halaman 9 diakhir
muqaddimah al-Biqa’i menyebutkan bahwa surat an-Nas dan surat al-Fatihah mempunyai
hubungan yang sangat erat yaitu hubungan awal dan akhir al-Qur’an.

Sistematika Kitab ini

a. Al-Biqa’i mengawali tafsirnya dengan manuliskan basmalah, sebelum beliau


menuliskan nama surat.
b. Setelah itu baru menuliskan nama surat dengan menyebutkan Makkiyah atau
Madaniyyh
c. Lalu menyebutkan jumla ayat yang ada dalam setap surat yang akan ditafsirkannya.
Namun biasanya penamaan memang berasal resmi dari Rasulullah dan sebagian
ijtihad para sahabat / para ulama’. Jika ada surat yang memiliki nama lain, maka
beliau juga menyebutkan nama-nama surat tersebut. Namun tidak serta merta,
beberapa surat memenag tidak memiliki nama lain.
d. Kemudian beliau menjelaskan maksud surat tersebut secara ijmaly (global) dalam
satu aliniah.
e. Berikutnya, beliau menafsirkan basmalah yang ada di awal setiap surat, dan ini
merupakan karakteristik tafsir al-Biqa’i yang tidak dilakukan oleh mufassir lainnya.
3. Metode dan corak

Dalam metode penafsirannya ia menggunakan metode tafsir tahlily, jika dilihat


dari penguaraian kata demi kata dalam al-Qur’an. Jika dilihat dari munasabah ayatnya
menggunakan metode maudhu’i. dimana didalam mencari keserasian ayat, al-Biqa’i
memberikan penjelasan dengan ayat lain yang semakna dengan ayat yang dijelaskan.
Dalam menafsirkan surat al-Fatihah al-Biqa’i juga menambahkan penjelasan dengan ayat
lain yang masih mempunyai keserasian dengan ayat al-Fatihah.

Tafsir tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan
ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Didalam tafsirnya penafsiran mengikuti urutan
ayat sebagaimana yang telah tersusun didalam mushaf. Penafsir memulai uraiannya
dengan mengemukakan kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arto global ayat,
korelasi ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud atyat tersebut satu sama lain.
Penafsir juga menbahas mengenao asbab an-Nuzul dan dalil-dalil yang berasal dari nabi,
sahabat, dan tabi’in, yang kadang-kadang bercampur dengan pendapat para mufassir yang
dipengaruhi latar belakang pendidikan dalm menafsirkan al-Qur’an.

Contoh, ketika Abu Ja’far Ibn al-Zubair menjelaskan munasabat antara surat al-
Fur’an dengan surat al-Syuara’. Imam Abu Ja’far Ibnu al-Zubair berkata : “ ketika aku
mengerti surat al furqan mengenai pelaku dosa besar dan orang yang menentang Allah
dan ketika aku telah selesai membaca mengnai ancaman, ternyata itu adalah tanda
keingkarannya terhadap Rasulullah dan kebodohannya karena menghilangkan imannya,
kemudian aku membuka surat lain yang membela Rasulullah. Dan bahwa Allah SWT.
jika berkehendak, maka Dia akan menurunkan kepada mereka ayat yang menjatuhkan
mereka dan menghinakan kesombongan mereka, maka Allah berfirman: semoga
“La”aallala bakhi”un Nafsaka “ dua ayat. Munasabat antar satu ayat dengan surat
sebelumnya sebagai penjelas ayat sebelumnya.

Corak penafsiran yang digunakan ketika menguraikan ayat lebih menggunakan


pendekatan bahasa atau lughawi. Dimana kata demi kata didalam al-Qur’an dijelaskan
dengan begitu rinci mengenai maksud dari kata-lata dalam suatu ayat tersebut, serta
menambahkan keterangan dengan ayat yang berkaitan. Sebagaiman al-Biqa’i dalam
menafsirkan kata demi kata dalam surat al-Fatihah.

Kaidah yang digunakan oleh al-Biqa’i untuk mengungkap sisi munasabah al-Qur’an
berasal dari gurunya, Muhammad bin Muhammad al-Masyaddali yang berkata :

“untuk mengetahui sisi munasabah antar ayat di dalam al-Qur’an adalah dengan melihat
maksud yang dituju oleh suatu surat, kemudian memperhatikan hal-hal yang mengantar untuk
sampai ketujuan tersebut, kemudian memperhatikan pengantar itu berdasarkan dekat dan
jauhnya dari maksud yang dituju, kemudian memperhatikanunsur-unsur yang harus ada dalam
pengantar untuk menarik perhatian pendengar kepada hukum-hukum yang terkandung. Inilah
kaidah daam mengungkap hubungan di semua bagian al-Qur’an, jika kamu mempraktikkannya,
dengan izin Allah akan tampak bagimu sisi munasabah secara detailantara ayat-dan ayat, juga
antara surat dan surat.

4. Pendapat para ulama’


a. Ibnu Hajar selaku guru al-Biqa’i, mengakui kealiman muridnya. Bahkanmenyebutnya
dengan gelar al-allamah dan memuji karya-karya yang pernah ditulis.
b. M. Quraish Shihab, pernah melakukan penelitian terhadap ktab untuk penulisan
disertasinya mengungkapkan keistimewaan tafsir al-Biqa’i yaitu walaupun uraiannya
ditonjolkan pada keserasian di antar ayat dan surah dalam al-Qur’an, anmun uraian
tentang tafsir ayat-ayat itu tidak terabaikan, serta memeberi penjelasan tentang
hubungan kata demi kata dalam satu ayat.
c. Imam asy-Syaukami yang menilai kemampuan dan keilmuan al-Biqa’i yaitu sebagai
pakar dalam berbagai disiplin ilmu agama, bukan hanya tafsir
d. Umar Kahalat, seorang ahli tafsir yang memandang al-Biqa’i sebagai ulama yang ahli
di bidang tafsir, sejarah dan sastra.
e. Ibnu al-Imad, seorang ahli tafsir yang mengatakan bahwa al-Biqa’i adalah ilmuwan
yang senag berdiskusi, gemar mengkeritik, dan penulis yang produktif.

Anda mungkin juga menyukai