Anda di halaman 1dari 6

‫الموضوع‬

‫معالم التنزيل للبغوى‬


‫و‬
‫المحرر الوجيز في تفسير الكتاب العزيز البن عطية‬

‫تأليف‬
‫سوسوندى‬
‫نور دين‬

‫المعهد العلي لألسعدية‬


2019/2020

‫معالم التنزيل للبغوى‬


A. Biografi Pengarang
Nama lengkap al-baghawi adalah Muhammad Al-Husain Bin Mas’ud Bin
Muhammad Ma’ruf Al-Farra Al-Baghawi Asy-Syafi’i. Seorang faqih madzhab
syafi’i, ahli hadits dan mufassir. Dikenal dengan nama abu al-farra dikarenakan
sehari-harinya beliau menjual kulit. Dan dijuluki dengan muhyi al-sunnah (orang
yang menghidupkan sunnah) dan rukn ad-din ( pondasi agama). Al-baghawi lahir di
baghsyur, sebuah kota kecil yang terletak antara Harah. Moro, dan ar-Ruz dari kota
Khurasan. Al-baghawi lahir pada tahun 438H / 1046M, dan wafat pada bulan syawal
516 H / 1122 M di Moro Ruz.
Al-baghawi adalah seorang ulama besar yang bermadzhab syafi’i, beliau
tumbuh dewasa dengan bermadzhab syafi’i, dikarenakan hidup di lingkungan
pengikut madzhab sayfi’i, serta menimba ilmu dengan ulama – ulama pengikutnya.
Al-baghawi adalah seorang ahli hadis yang terkenal. Beliau belajar kepada sejumlah
besar para hafidz, kemudian beliau belajar fiqh dan hadits kepada salah satu gurunya
yaitu Muhamaad Bin Al-Husain Al-Marwazi.
Al-baghawi terkenal bertaqwa, wara’, zuhud, berpakaian sederhana, dan
qanaah, sehingga dari sifat wara’nya itu, beliau tidak menyampaikan pelajaran
(mengajar) kecuali dalam keadaan suci, kemudian dari kezuhudannya, beliau hanya
makan roti. Dan dilain hari, beliau berlauk dengan minyak zaitun saja.
Adapun beberapa karya Al-baghawi, antara lain:
1. Tafsir ma’alim al-tanzil
2. Syarh al-sunnah fii al-hadits
3. Al-mazhabih fii al-hadits
4. At-tahdzib fii al-fiqhi asy-syafi’iyah
5. Al-kifayah fii al-fiqhi
6. Al-kifayah fii al-qira’at.

B. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Baghawi


Nama tafsir al-baghawi adalah ma’alim tanzil dan lebih dikenal dengan
sebutan dengan tafsir al-baghawi, tafsir ini terdiri dari 4 jilid. Tafsir ini mulai ditulis
pada tahun 464 H. Diterbitkan pertama kali oleh penerbit Hijriyah Bombay, India
pada tahun 1295 H, bersamaan dengan tafsir ibn katsir. Disusul dengan penerbitan
kedua pada tahun 1296 H. Lalu pada tahun 1331 H, diterbitkan oleh penerbit al-
istiqamah.
Dalam muqaddimahnya al-baghawi menjelaskan rangkaian sanad tafsirnya.
Beliau banyak mengutip dari tafsir al-tsa’labi (al-kaysf wa al-bayan). Al-baghawi
tidak hanya terbatas pada penafsiran bi al-ma’tsur,beliau juga menjelaskan tentang
keragaman makna, qiraat, bahasa (lughah), i’rab, wazan, tafsir, dan takwil, hukum –
hukum fiqih, sertai dengan pendapatnya dan juga hadits – hadits maudhu’ yang
terdapat di dalam tafsir al-tsa’labi.
Adapun latar belakang penulisan tafsir, di jelaskan langsung oleh al-baghawi:
“berangkat dari banyaknya permintaan dari sahabat – sahabat saya, agar saya mau
menulis sebuah kitab tafsir yang mampu menyingkap nilai – nilai al-qur’an, lalu
dengan senantiasa mengharap bimbingan dan anugerah-Nya, saya penuhi permintaan
mereka. Sekaligus sebagai perwujudan dari wasiat umum Rasulullah SAW., juga
mengikuti langkah – langkah para ulama sebelumnya, agar membukukan ilmu yang
bisa diwarisi oleh generasi setelahnya. Inilah awal dari tujuan penyusunan kitab tafsir
ini. Namun, sebagai konsekuensi dari perkembangan zaman dan peradaban manusia,
banyak bermunculan hal-hal baru yang tidak ada pada masa – masa sebelumnya yang
perlu memperoleh jawaban dari al-qur’an, sehingga banyak bermunculan kitab – kitab
tafsir yang sangat panjang. Padahal dikalangan umat Islam banyak yang
menginginkan tafsir singkay dan padat. Maka, saya susun kitab tafsir ini bentuk yang
tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Semoga kitab tafsir ini bermanfaat bagi
pembacanya”.

C. Metode Dan Corak Penafsiran Al-Baghawi


Kitab tafsir ma’alim tanzil merupakan tafsir bil ma’tsur, dan merupakan kitab
pertengahan, al-baghawi menukil penafsiran dari penafsiran sahabat, sahabat dan
tabi’in.
Al-khozin dalam muqaddimah tafsirnya mengungkapkan bahwa tafsir tersebut
merupakan kitab yang bersumber dari beberapa kitab dalam ilmu tafsir yang paling
mulia, paling baik. Penghimpun perkataan yang shahih, terhindar dari yang samar,
pemalsuan dan perubahan. Dikuatkan dengan hadis nabi Saw. Dan hukum – hukum
syariah, dihiasi dengan cerita gharib, mengabarkan keajaiban masa lalu, bertahtakan
isyarat yang baik, dan ungkapkan dengan ibarat – ibarat yang jelas , dari keindahan
hati dan kefasihan ucapan.
Ibnu taimiyah berkata dalam muqaddimah fi usul al-Tafsir bahwa tafsir al-
baghawi merupakan ringkasan dari al-tsa’labi, tetapi ia menyaring dari hadis-hadis
palsu dan membuang hal-hal yang bid’ah. Dan dalam kitab Fatawa syaikh al-islam
ibn Timiyah ia berkata: aku ditanya, tafsir manakah yang paling mendekati al-Qur’an
dan sunnah? al-Zamakhsyari, al-Qurtubi atau al-Baghowi? Atau yang lainnya? Maka
aku menjawab: dari ketiga tafsir tersebut yang paling selamat dari bid’ah dan hadis
palsu ialah al-Baghowi.
Adapun metode yang digunakan dalam tafsir al-baghawi ini, umumnya seperti
pada kitab – kitab lainnya yaitu metode tahlily. Pertama – tama ia menyebutkan surah
dan maknanya, menyebutkan surah dan maknanya, menyebutkan turunnya secara
makkiyah atau madaniyah beserta alasannya, kemudian menjelaskan aspek
kebahasaan serta i’rabnya. Tidak hanya itu beliau juga menguraikan qira’at dari ayat
yang di tafsirkan baik yang masyhur maupun yang shad, asbab al-nuzul, kadang –
kadang beliau menyebutkan dua, tiga ayat atau lebih kemudian baru menyebutkan
asbab al-nuzul, ada pula nasikh dan mansukh, hukum – hukum fiqih dan ushul fiqih
dari madzhab syafi’i serta dasar – dasar madzhab teologi asy’ari, ia juga mengulas
tentang madzhab mu’tazilah.

‫المحرر الوجيز في تفسير الكتاب العزيز البن عطية‬


A. Biografi Pengarang
Nama lengkapnya adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Abd Al-Haq Ibn Ghalib
Ibn Abdurrahman Ibn Ghalib Ibn Athiyyah Al-Muharibi. Beliau lahir di Granada pada
481 H. Beliau dibesarkan di tengah keluarga yang sangat mencintai ilmu
pengetahuan. Ayahnya adalah seorang ulama hadits terkemuka yang hafal beribu –
ribu hadits. Dari ayahnya lah beliau mendapat pendidikan dasar agama islam.
Ibnu athiyyah dianugerahi kecerdasan yang luar biasa. Karena itu, pelajaran
yang diterimanya dengan mudah dihafalkan. Tentang hal ini, imam as-suyuti dalam
kitab Bughya Al-Wu’ad berkata, “ia orang yang mulia. Terlahir dari keluarga yang
berilmu. Otaknya sangat cerdas, bagus pemahamannya dan terpuji budi pekertinya”.
Riwayat hidup ibnu athiyyah tak pernah sepi dari pengembaraan penuntut
ilmi. Kota – kota seperti Qurtubah, Isybiliyyah, Marsiyah Dan Balansiyah adalah
sedikit kota yang pernah di kunjungi. Beragam disiplin ilmu beliau pelajari dari
sejumlah ulama. Misalnya, Abu Ali Husain Ibn Muhammad Al-Ghassani. Ulama ini
adalah gurunya yang utama. Namun sayang, ia berguru tak lama sebab Al-Ghassani
wafat pada tahun 498 H.
Setelah itu, ibnu athiyyah berguru kepada Al-Faqih Abu Abdullah Muhammad
Ibn Ali Ibn Muhammad At-Taghlibi, sebagaimana Al-Ghassani, beliau juga hingga
belajar at-taghlibi wafat pada tahun 508 H. Demikian juga kepada Abu Ali Al-Husain
Ibn Muhammad Ash-Shadafi hingga ash-shadafi wafat pada tahun 514 H. Sampai
ibnu athiyyah meninggal pada tahun 542 H DI Andalus.
Salah satu karyanya yang berupa tafsir di beri nama Al-Muharrir Al-Wajiz Fii
Tafsir Al-Qur’an Al-Aziz yang mampu membangkitkan nasionalisme arab. Melalui
tafsir itu, ia tak henti – hentinya meberi semangat kepada generasi muda untuk bersatu
dan memandang kehidupan dengan penuh optimistis.

B. Metode Penafsiran Ibnu Athiyyah


Pada sistematika buku interpretasi ini ia menyusunnya dalam tatanan muslim,
dari al-fatihah ke surah an-nas, kemudian dia mulai menafsirkannya ayat itu dengan
menyatakan ayatnya dan memberikan penjelasan tentang klasifikasi apakah surah ini
termasuk makkiyah atau madaniyah, dan menjelaskannya dengan menyebutkan nama
surah itu. Setelah itu, ia menjelaskan kata – kata dari setiap ayat berdasarkan pada
hadis kenabian dan kemudian menjelaskan bagaimana qira’at menghubungkan ayat
tersebut jika ada. Dan dia juga menjelaskan pendapat para ulama dan pendapat yang
dipilih.
Metode yang digunakan adalah metode tahlily. Ini adalah metode yang
berusaha untuk menafsirkan ayat – ayat al-qur’an dengan menghadirkan semua aspek
yang terkandung dalam ayat – ayat tersebut dan menafsirkan makna yang terkandung
didalamnya sesuai dengan keterampilan dan kecendrungan para penafsirnya. Sebelum
masuk ke interpretasinya beliau menulis:
1. Muqaddimah
2. Penjelasan tentang prioritas al-qur’an
3. Prioritas menafsirkan al-qur’an
4. Tingkat testafora
5. Penjelasan tentang arti kata nabi ketika al-qur’an turun dalam tujuh huruf
6. Kodifikasi al-qur’an
7. Penjelasan tentang bahasa yang digunakan dalam al-qur’an serta bahasa
arab dan non arab.

Dr. Abdussalam dalam muqaddimahnya dalam buku al-muharrar mengatakan


bahwa interpretasi al-muharrar termasuk interpretasi budaya dari interpretasi iqtiran.
Sementara menurut muhammad husain adz-zahabi al-muharrar termasuk dalam
kategori penafsiran RUU al-ma’tsur dimana kitab al-muharrrar termasuk kedalam
penafsiran nomor lima dari 8 penafsiran bil ma’tsur pilihannya. Abdussalam
menegaskan kembali pendapatnya berdasarkan fakta bahwa ibn athiyah selalu
menyajikan interpretasi yang baik tentang rasulullah, sahabat dan tabi’in. Pada saat
yang sama ibnu athiyah melakukan tarjih dengan mengandalkan bahasa arab dan
gurunya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam penafsiran ini dapat di klasifikasikan
menjadi dua kategori al-ma’tsur wa al-ra’yi atau al-ma’tsur saja.
C. Contoh Penafsiran Ibn Athiyyah
Sebagaimana dalam penafsiran surah al-asr, dalam mengartikan kata ‫العصر‬,
penafsiran beliau sebagai berikut:
“saat mengartikan kata ‫العصر‬, ibn athiyah menunjukan sejarah ibnu abbas
dengan editor (‫ )العصر‬ibnu abbas berkata yang berarti waktu. Kemudian ibnu athiyah
menyajikan sejarah qatadah dengan editorial : (‫ )العصر‬qatadah berkata ‫ العصر‬bermakna
waktu senja atau isya. Ibnu athiyah juga mengemukakan sejarah ubay bin ka’ab
‫ اقسم ربكم باخر نهار‬:‫ سالت النبي صلى هللا عليه و سلم عن العصر فقال‬:‫قال ابي بن كعب‬
Yang berarti tuhanmu bersumpah pada akhir siang.
Dapat disimpulkan dari beberapa contoh diatas bahwa interpretasinya
mencakup model pengakuan al-ma’tsur.
Ketika berhadapan dengan ayat – ayat yang bertemakan sains, ibnu athiyah
tidak menjelaskannya kecuali dalam mengungkapkan pendapat para ulama, jadi
muhammad husain al-dhahabi mengatakan bahwa ibnu athiyah tampaknya lebih
cenderung kepada kelompok – kelompok rasional seperti mu’tazilah.

Anda mungkin juga menyukai