Anda di halaman 1dari 9

MEMAHAMI TAFSIR ANWAL AL-TANZIL

Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

‘’MADZAHIB TAFSIR’’

Dosen pengampu :

Dr. Achmad Imam Bashori M Th.I

Di susun oleh :

Ema Ngiranti Dewi

Nim :

202112134124

PROGRAM STUDI AL-QUR’AN DAN TAFSIR

JURUSAN USHULUDDIN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL- FITHRAH

SURABAYA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam studi al-qur’an nama Al- baidlawi di kenal sebagai salah
seoarang mufasir yang cukup terkenal dengan tafsirnya Anwar Al-Tanzil
wa Asrar Al- ta’wil. Kitab ini sangat popular baik di kalangan umat islam
maupun non-islam. Popularitas kitab tafsir Al-Baidlawiy di dunia barat
konon menyamai populernya kitab tafsir jalalain karya jalaludin Al-
suyuti dan jalaludin Al- Mahalli di kalangan umat islam. Beberapa bagian
dari tafsir Al- Baidlawiy ini telah di terjemahkan ke dalam bahasa inggris
dan prancis. Bahkan kitab ini lebih luas daripada kitab tafsir jalalain itu,
serta mendalam dan meyakinkan ( matin wa mutaqin) sehingga sering di
jadikan sandaran oleh para pencari ilmu terutama ketika berkaitan dengan
pembentukan kata (Al-Shina’iyyat al-Lafdhiyyah). Dan atas karunia
Allah SWT kitab ini di terima dengan baik di kalangan jumhur. Di antara
mereka ada yang menjadikannya sebagai pijakan dengan melakukan
kajian kritis dan mengerumuninya untuk mengkaji dan membuat hasyiyah
(komentar)terhadapnya, ada yang membuat hasyiyah secara lengkap ada
juga yang membuatnya untuk sebagian dari kitab tafsir tersebut.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana biografi imam Al- Badlawiy
2. Bagaimana sejarah dan corak penafsiran Anwar Al-Tanzil wa Asrar
Al-Ta’wil ?
BAB II

PENDAHULUAN

A. Biografi Al- Baidlawiy


Nama lengkap al- baidhawiy adalah ‘Abd Allah bin ‘umar bin
muhammad bin ‘aliy Al-Baidlawiy al- syafi’i Al-syirazi. Tapi namanya
lebih di kenal dengan al- Baidhawi, di nisbatkan pada tempat
kelahirannya desa al Baidha, dan juga seing di panggil dengan sebutan al-
Qadhi di nisbatkan kepada profesi beliau sebagai qadhi (hakim agung) di
kota syiraz yang pernah di jabatnya selama beberapa tahun. Al –Baidhawi
di lahirkan di sebuah tempat yang bernama Baidha, sebuah desa di Barat
Daya Iran. Mengenai tahun kelahirannya tak ada satu pun sumber
informasi yang penulis dapat mengenai hal ini. Yang jelas beliau hidup
pada akhir abad ke-12 M dan meninggal pada tahun yang di perselisihkan
juga , ada yang mengatakan beliau meninggal pada tahun 685 H
(1286M), ulama yang berpendapat tentang ini adalah ibnu katsir dan Al-
suyuti, sedangkan menurut al-subki dan al- nawawi. Al – Baidhawi wafat
pada tahun 691H (1291M).
Ahli fiqih ini hidup dan di besarkan di lingkungan penganut sunni
bermazhab syafi’i, yang di keliling selalu oleh penganut syi’ah dan
mu’tazilah dan Al-Baidhawi tumbuh menjadi penganut mazhab syafi’i
yang fanatik. Hal ini bisadi lihat pada setiap pemikirannya yang
cenderung mentarjih mazhab ahl sunnah.
Pendidikan al- Baidhawi di mulai saat ia masih kecil, beliau banyak
berguru kepada ayahnya Abu al-Qasim ‘umr bin muhammad bin ‘ali
seoarang hakim di farsi di bawah atabag (gelar pejabat militer bani
Saljuk) Abu Bakr bin sa’ad (613-658/ 1226-1260 M). Dalam masalah
pendidikan sesungguhnya Baidhawi merupakan seoarng penutut ilmu
yang giat, dan pelajar yang alim. Berbagai cabang ilmu keislaman di
pelajarinya secara mendalam mulai dari ilmu fiqih dan usul mantiq,
filsafat, kalam dan adab, serta ilmu-ilmu bahasa arab dan sastra dan ilmu-
ilmu syara dan hukum. Tak heran al – Baidhawi memiliki banyak
predikat tidak hanya seorang faqqih, muhadits, ataupun mufasir, tapi
beliau juga seorang teolog dan ahli ushul yang juga mahir di bidang debat
dan etika berdiskusi.1
a. Guru al-Baidhawi
1
Nina karlina, metode dan corak tafsir al-Baidhawi (pekanbaru : 2011), h.1-2
Di anatara beberapa guru yang terkenal sebagai berikut :

1. Beliau belajar dari ayahnya sendiri, Imam Abu al- Qasim ‘umr bin
Muhammad bin ‘ali al- Baidhawi (w. 675 H) seorang ahli fiqih
penganut mazhab syafi’i. Beliau banyak belajar kepada ayahnya
dalam masalah fiqih dan penganutan mazhab.
2. Beliau juga pernah belajar kepada seorang alim ulama syaikh syarif
al- Din ‘umr al- Busyakaniy al-Zakiy (w. 680H), yang merupakan
salah satu ulama besar di daerah itu.
3. Selama di Syiraz ia menuntul ilmu kepada seorang guru yang bernama
Syaikh Muhammad bin muhammad al- kahtai al- Shufi sahabat al-
Baidhawi sendiri, beliau banyak belajar darinya tentang zuhud dan
ibadah. Al-Kahtai banyak memberi bimbingan dalam penulisan tafsir
yang di buatnya.

b. Murid-murid al-Baidhawi
Al-Baidhawi memiliki banyak murid yang belajar padanya, muridnya
yang terkenal adalah sebagai berikut :
1. Syaikh Imam Fakr al- Din Abu al-Mukaram Ahmad bin Hasan al-
Harirdi (W. 746H), beliau mensyarahkan kitab manahij fi ushul
fiqih karya al-Baidhawi.
2. Syaikh Jamal al-Din Abu al-Qasim ‘umar bin Ilyas bin Yunus al-
Maraghi Abu al-Qasim al-Shufi (lahir 643H dan wafat sekitar
tahun 732 H ), beliau belajar dari al-Baidhawi tentang kitab al-
manahij, al-Ghayahal- Qushwa dan kitab Thawali Anwar.
3. Syaikh Jamal al-Din Muhammad bin Abu bakr bin Muhammad al-
Maqra’i
4. Syaikh Ruh al-Din al- Thayar.
5. Qadhi Ruzain Ali bin Ruzaiha bin Muhammad al-Khanji (w. 707
H) beliau merupakan seorang ulama yang wara dan salih, beliau
mensyrahkan kitab milik gurunya Al-Ghayah al-Qushwa.
6. Al- Qadhi ruh al-Din Abu al-Ma’ali (w. 707 H), beliau juga
mensyarahkan kitab Al-Ghayah al-Qushwa.
7. Taj al- Din al-Hanki.

c. Karya- karya al- Baidhawi


1. Anwar al tanzil wa asrar al-ta’wil (bidang tafsir)
2. Syarah musyabih (hadist)
3. Tawali’ al anwar (teologi)
4. Syarah al mahsul (ushul fiqih)
5. Syarah at tanbih (fiqih)

B. Sejarah penulisan tafsir al- baidhawi


Kitab tafsir al-Baidhawi di namainya dengan sendiri dengan Anwar Al-
Tanzil wa asrar Al-ta’wil. Hal ini tampak dalam dari pernyataan beliau
sendiri sebagaimana terdapat dalam pengantar tafsirnya sebagaimana
dikutip oleh Al-Dzahabi: “Setelah melakukan shalat istikharah, saya
memutuskan untuk melakukan apa yang telah saya niatkan, yaitu mulai
menulis dan menyelesaikan apa yang telah saya harapkan. Saya akan
menamakan buku ini, setelah selesai penulisannya, dengan Anwar Al-
Tanzil Wa Asrar Al-Ta’wil”.
Al-Baidhawi menyebutkan dua alasan yang mendesaknya untuk
menulis buku ini. Pertama, bagi al-Baidhawi, tafsir dianggap sebagai ilmu
yang tertinggi di antara ilmu-ilmu agama yang lain. Kedua, melaksanakan
apa yang telah diniatkan sejak lama yang berisi tentang fikiran-fikiran
terbaik. Setelah merasa mampu melakukan cita-cita itu, mulailah ditulis
kitab tafsir Anwar Al-Tanzil Wa Asrar Al-Ta’wil tersebut. Dalam
penulisan tafsirnya, beliau dibimbing oleh gurunya, Syaikh Muhammad
Al-Khata’i, ulama yang menyarankan al-Baidhawi untuk mundur dari
jabatannya sebagai hakim. Penulisan kitab tafsir inipun dikaukan secara
ringkas, tanpa menguraikannya secara panjang lebar. Menurut
Montgomeri Watt, hal ini dilakukan al-Baidhawi karena buku tersebut
dimaksudkan sebagai buku pedoman untuk pengajaran di sekolah tinggi
atau sekolah Mesjid sehingga memberikan secara ringkas semua yang
paling baik dan paling masuk akal dari penjelasan-penjelasan yang
dikemukakan para ulama dan mufassir sebelumnya.
Beberapa penilaian terhadap tafsir al-Baidhawi menyimpulkan bahwa
sang pengarang memiliki ketergantungan pada kitab-kitab tafsir
terdahulu, sehingga ada beberapa orang yang menganggap tafsir ini
sebagai mukhtashar dari tafsir Al-Kasysyaf karya Al-Zamakhsyari,
disarikan dalam hal i’rab, ma’ani dan bayan, Mafatih Al-Ghaibi karya
Fakhruddin Al-Razi, disarikan dalam hal filsafat dan teologi, dan dari Al-
Raghib Al-Asfahaniy disarikan dalam hal asal-usul kata. Terlepas dari
penilaian di atas, dalam muqaddimah-nya, al-Baidhawi mengemukakan
bahwa ada dua macam sumber yang digunakan sebagai rujukan dalam
menulis tafsirnya. Pertama, komentar dari para sahabat, tabi’in, dan para
ulama salaf yang termasuk dalam periode normatif. Kedua, komentar
yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir sebelum al-Baidhawi. Mengenai
periode yang pertama, sebagaimana dikutip Yusuf Rahman dari Winand
Fell dalam karyanya Indices ad Beidhawi Commentarium in Coranum,
nama Ibnu Abbas adalah yang paling dikutip oleh al-Baidhawi.

C. Corak penafsiran
Sebagaimana yang al-Zahabi kutip dari shahib al-kasyf al-Zunun, bahwa
al-Baidawi dalam menulis tafsirnya merujuk pada al-Zamakhsyari dalam
hal I’rab, Ma’ani, dan Bayan, al-Razy dalam hal filsafat dan kalam, juga
pada al-Ashfahani dalam hal asal-usul kata.
Dalam hal penetapan hukum, tafsirnya dipengaruhi oleh teologi ahlus-
sunnah, yakni dipengaruhi oleh tafsir Mafatih al-Ghaibi karya Imam
Fakhruddin ar-Raziy. Walaupun begitu tafsir ini merupakan ringkasan
dari tafsir Al-Kasysyaf, namun beliau meninggalkan aspek-aspek
kemuktazilahannya. Namun kadang dalam beberapa hal, beliau
sependapat juga dengan pendapat penulis al-Kasysyaf.
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, al-Baidhawi sebenarnya tidak
memiliki kecenderungan khusus untuk menggunakan satu corak yang
spesifik secara muthlak, misalnya fiqh, aqidah atau yang lainnya.
Karyanya ini justru mencakup berbagai corak, baik kebahasaan, akidah,
filsafat, fiqh, bahkan tasawuf. Tentunya ini didukung oleh basis awal
keilmuan beliau dan juga aspek-aspek yang mempengaruhi beliau dalam
penafsiran, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Yang jelas, sebagai
seorang Sunni, penafsiran al-Baidhawi memang cenderung kepada
madzhab yang dianutnya tersebut. Dan secara otomatis, kitab tafsir ini
lebih kental nuansa teologisnya.
Salah satu ciri yang menjadi karakter dari kitab tafsir Al Baidhawi ini
adalah bahwa penulisannya senantiasa menggunakan bahasa yang
ringkas, singkat dan pendek. Keringkasan penggunaan bahasa dalam
kitab tafsir ini secara nyata tampak dari jumlahnya yang hanya dua jilid.
Meski disiplin keilmuan yang digunakan dan sumber penafsiran hampir
sama dengan kitab Mafatihul Ghaib dan Al Kasyaf, namun kedua kitab
ini lebih tebal. Selain itu banyaknya syarah atau hasyiyah mungkin bisa
disebut sebagai salah satu indikasi sangat ringkasnya kitab tafsir ini.
Dalam hal penetapan hukum, tafsirnya dipengaruhi oleh teologi ahlus-
sunnah, yakni dipengaruhi oleh tafsir Mafatih al-Ghaibi karya Imam
Fakhruddin ar-Raziy. Walaupun begitu tafsir ini merupakan ringkasan
dari tafsir Al-Kasysyaf, namun beliau meninggalkan aspek-aspek
kemuktazilahannya. Namun kadang dalam beberapa hal, beliau
sependapat juga dengan pendapat penulis al-Kasysyaf. Seperti halnya
ketika beliau menafsirkan surat Al-Baqarah: 275;

ِّ ‫الش ْيطَا ُن ِم َن ال َْم‬


‫س‬ َّ ُ‫وم الَّ ِذي َيتَ َخبَّطُه‬
ُ ‫ومو َن ِإالَّ َك َما َي ُق‬
ُ ‫الربَا الَ َي ُق‬ ُ ‫ين يَْأ ُك‬
ِّ ‫لو َن‬ ِ َّ
َ ‫الذ‬
Kadang pula, beliau mengemukakan pandangan kaum muktazilah namun
pada akhirnya beliau mentarjih pandangan mazhab ahlusunnah. Seperti
halnya ketika beliau menafsirkan surat al-Baqarah: 2-3 :
‫يم و َن‬ ِ ِ ‫} الَّ ِذين يْؤ ِمنُ و َن بِ الْغَي‬2{‫ِفيه ه َدى لِلْمت َِّقين‬
ِ ِ َ ِ‫ذَل‬
ُ ‫ب َويُق‬ ْ َُ َ ُ ُ ‫ب‬ َ ْ‫اب الَ َري‬
ُ َ‫ك الْكت‬
3‫اه ْم ُي ْن ِف ُقو َن‬ ِ
ُ َ‫الصالَ َة َوم َّما َر َزقْن‬
َّ
Sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang yang
percaya kepada yang ghaib, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian
rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka”.
Setelah memberikan penjelasan secukupnya mengenai ayat tersebut, al-
Baidhawi mencoba untuk mengemukakan makna ”iman” dan ”munafik”
menurut pandangan madzhab ahlus-sunnah, mu’tazilah, dan khawarij.
Namun pada akhirnya beliau mentarjih pandangan masdzhab Ahlus-
sunnah2.
Di samping itu, al-Baidhawi memberikan perhatian terhadap ayat-ayat
alam semesta (ayat al-kauniyyah). Ketika menjumpai ayat-ayat semacam
itu, beliau tidak sampai membiarkannya tanpa memberikan penjelasan
yang panjang lebar untuk menerangkan hal-hal yang menyangkut alam
semesta dan ilmu-ilmu kealaman. Hal inilah yang menguatkan perkiraan
al-Dzahabi bahwa dalam hal seperti ini al-Baidhawi terpengaruh oleh
penafsiran Fakhruddin ar-Raziy. Sebagai contoh ketika beliau
menafsirkan Qs. Al-Shaffat: 10;
‫ب‬ ِ ِ
ٌ ‫اب ثَ اق‬
ٌ ‫”فََأْتَب َع هُ ش َه‬Maka ia diburu oleh bola api yang menyala-nyala
serta menyilaukan”

2
Abu Syuhbah, Muhammad ibn Muhammad, al-Isrā´īliyyāt wa al-Mawdhū’āt fī Kutub al-Tafsīr, (Mesir:
Maktabah al-Sunnah, 1408 H), cet. IV.
Dalam hal ini beliau memberikan penjelasan tentang apa yang disebut
dengan syihab (bola api) dalam ayat tersebut. Al-Baidhawi menyebutkan
bahwa ”Dikatakan bahwa bola api itu adalah uap yang menguap
kemudian menyala.
Dari segi sistematika penyusunan, kitab tafsir yang terdiri dari jilid ini,
diawali dengan menyebutkan basmalah, tahmid, penjelasan tentnag
kemukjizatan Al-Qur’an, signifikansi ilmu tafsir, latar belakang penulisan
kitab, baru kemudian diuraikan penafsirannya terhadap Al-Qur’an. Di
akhir kitab tafsirnya, al-Baidhawi berupaya untuk ”mempromosikan”
keunggulan dan kehebatan tafsirnya yang dikemas dengan menggunakan
bahasa yang singkat dan praktis dengan harapan agar dapat dikonsumsi
secara mudah oleh para pemabaca. Bacaan tahmid dan shalawat menjadi
penutup kitab tafsir ini. Tafsir ini memperlihatkan kepenguasaan dan
kedalaman ilmu pengarangnya, tetapi juga bercorak ringkas. Beliau tidak
mencantumkan satu kata pun jika tanpa adanya pertimbangan. Karena itu
banyak ditulis catatan pinggir (hasyiyah) untuk menerangkan kepelikan-
kepelikannya dan menguraikan rumusan-rumusannya. Diantara catatan-
catatan pinggir tersebut adalah catatan pinggir Imam Syihab al-Khalaji,
hasyiyah Zadah, dan hasyiyah Al-Nawawi. Banyaknya hasyiyah ini
mengindikasikan sangat ringkasnya kitab tafsir al-Baidhawi ini.3

BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Kitab tafsir ini dikenal dengan sebutan Tafsir al-Baidhawi. Tafsir ini
merupakan salah satu kitab yang populer di dunia Islam, yang memiliki
banyak manfaat, gaya bahasa yang indah, perumpamaan yang manis, dan
banyak diminati para pakar dan cendekiawan terkemuka untuk mengkaji
dan memberi catatan pinggir (komentar) terhadapnya, kitab yang terkenal
memberikan catatan pinggir terhadap Tafsir al-Baidhawi di antaranya
adalah catatan pinggir Syekh Zadah dan Syihab al-Khaffaji (‘Inâyat al-
3
Muhammad Yusuf Dkk, Studi Kitab Tafsir Menyuarakan Teks Yang Bisu. Yogyakarta: Penerbit TERAS, 2004
Qâdhi). Tafsir Anwar al- Tanzil wa Asrar al-ta’wil milik al- Baidhawi
menggunakan metode tahlili serta menggunakan pendekatan ma’tsur dan
bi al’ra’yi sekaligus.
Penafsiran yang dilakukan al-Baidhawi dalam hal gramatika bahasa,
ma’ani, dan bayan merujuk pada kitab Al-Kasysyâf karya Az-
Zamakhsyari, sampai-sampai dikategorikan sebagai “ikhtishâr al-
Kasysyâf” karena itu. Akan tetapi, al-Baidhawi meninggalkan
pandangan-pandangan Mu’tazilahnya dan berpegang pada madzhab
Asy’ariyah dalam masalah teologi dan kalam, demikian menurut adz-
Dzahabi. Selain itu, juga merujuk pada kitab At-Tafsîr al-Kabîr milik Ar-
Razi dalam kaitannya dengan hikmah dan kalam, serta Jâmi’ at-Tafsîr
karya Ar-Raghib al-Ashfahani dalam kaitannya dengan pembentukan
kata, makna intrinsik, dan isyarat-isyarat batin dari ayat.

DAFTAR PUSTAKA

Nina karlina, metode dan corak tafsir al-Baidhawi (pekanbaru : 2011),


h.1-2
Abu Syuhbah, Muhammad ibn Muhammad, al-Isrā´īliyyāt wa al-
Mawdhū’āt fī Kutub al-Tafsīr, (Mesir: Maktabah al-Sunnah, 1408 H), cet.
IV.
Muhammad Yusuf Dkk, Studi Kitab Tafsir Menyuarakan Teks Yang Bisu.
Yogyakarta: Penerbit TERAS, 2004

Anda mungkin juga menyukai