Tentang
IMAM AL-THABARI DAN KITAB TAFSIR AL- JAMI’ AL-BAYAN ‘AN TAKWIL
AYY AL-QUR’AN
Disusun Oleh :
Dosen Pengampu:
1443 H/ 2022 M
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
MENGENAL IMAM AL-THABARI DAN KITAB TAFSIR AL- JAMI’ AL-BAYAN
‘AN TAKWIL AYY AL-QUR’AN
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Jarir bin Yazid ibn Katsir Ghalib, Abu
Ja‟far. Ia dilahirkan di kota Amul (kota terbesar di Tabaristan). Mayoritas sejarawan
mengatakan bahwa Imam al-Thabari dilahirkan tahun 224 H, sedangkan sebagian yang
lain mengatakan bahwa ia dilahirkan pada awal tahun 225 H (sekitar 893 M atau 840 M).
Ketidakpastian tahun lahirnya imam al-Thabari karena penduduk negerinya pada masa itu
menetapkan tanggal kelahiran seseorang sesuai dengan kejadian tertentu dan bukan
dengan tahun, dan tanggal lahir Imam al-Thabari pun ditetapkan sesuai kejadian yang
terjadi di negeri tersebut pada saat itu.1
1
Al-Thabari, al-Jami‟ al-Bayan „an Ta‟wil Ayy al-Qur‟an, ter. Ahmad Abdurraziq al Bakri, et al, (
Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 7
2
Dedi Permana Irawan, „Eksistensi Ahlul Bait dalam Kitab Tafsir Jami‟ al-Bayan fi Tafsir al-Qur‟an
Karya Imam Ibn Jarir al-Thabari (Studi Kritis Surat al-Ahzab ayat 33)‟, skripsi, (Jakarta: IAIN Syarif
Hidayatullah, 2001), h. 14
3
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), cet-1, h. 221
4
Manna‟ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa 2013), cet-
16, h. 526
2
berbicara tentang sejarah dan Jami‟ al-Bayan fi Tafsir al-Qur‟an menjadi rujukan utama,
sehingga berhasil mendongkrak popularitasnya ke panggung dunia di tengah-tengah
“masyarakat membaca”. Kitab tersebut merupakan sebuah ensiklopedi komentar dan
pendapat tafsir yang pernah ada sampai masa hidupnya. Tafsir bi al-ma‟tsur yang
dikembangkan oleh al-Thabari telah mengilhami dan menyemangati para mufasir
generasi berikutnya, seperti Ibnu Katsir yang banyak mengutip tafsir ini. Oleh karena itu,
kitab ini menjadi sumber yang tak terhindarkan bagi tafsir tradisional, yang tersusun dari
hadis-hadis yang diteruskan dari otoritas-otoritas awal. Meskipun ilmuan seperti
Muhammed Arkoun masih melihat bahwa tafsir besar yang ditulis al-Thabari belum
menjadi subyek studi ilmiah yang mementingkan posisinya dalam sejarah tafsir. Itulah
sebabnya tulisan berikut ini ingin menyajikan sosok al-Thabari dengan segala kelebihan
dan kekurangan melalui karya memumentalnya Jami‟ al-Bayan „an Takwil Ayy al-
Qur‟an dengan menilik aspek metodologis dan karakteristik dalam konstelasi penafsiran
al-Qur‟an. Sehingga upaya untuk mengenalkan lebih dekat terhadap tafsir al-Qur‟an.5
Karir pendidikan diawali dari kampung halamannya Amul tempat yang cukup
kondusif untuk membangun struktur fundamental awal pendidikan al-Thabari. Ia diasuh
oleh ayahnya sendiri, kemudian dikirim ke Rayy, Basrah, Kufah, Mesir, Siria dalam
rangka al-rihlah fi thalab al-ilm dalam usianya yang sangat belia. Di Rayy ia berguru
kepada ibn Humayd, Abu Abdullah Muhammad bin Humayd al-Razi. Selanjutnya ia
menuju ke Baghdad untuk berguru kepada Ibn Hanbal, ternyata sesampainya di Baghdad
Ibn Hanbal telah wafat, dan al-Thabari pun berputar haluan menuju dua kota besar selatan
Baghdad yakni Basrah dan Kufah, sambil mampir ke Wasit karena satu jalur perjalanan
dalam rangka studi dan riset. Di Basrah ia berguru kepada Muhammad bin Abd Ala al-
San‟ani (w 245 H/859 M), Muhammad bin Musa al-Harasi (w 253 H/ 867 M). Dalam
bidang fikih khususnya mazhab al-Syafi‟i, ia berguru pada al-Hasan Ibn Muhammad al-
Za‟farany. Khusus dalam bidang tafsir al-Thabari berguru pada seorang Basrah Humayd
bin Mas‟adah dan Basir bin Mu‟az al-Aqadi (w akhir 245 H/ 859-860 M), meski
5
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014), cet-1, h. 19
3
sebelumnya pernah banyak menyerap pengetahuan tafsir dari seorang kufah yang
bernama Hannad bin al-Sari (w 243 H/ 857 M).6
Dari Irak ia menuju mesir, dalam perjalanannya ke sana ia singgah di Beirut untuk
memperdalam ilmu Qira‟at, kepada al-Abbas Ibn al-Walid al-Bairuni. Di mesir ia
bertemu dengan sejarawan kenamaan Ibn Ishaq dan atas jasanya al-Thabari mampu
menyusun karya sejarahnya yang terbesar “Tarikh al-Umam Wa al-Muluk‟. Di Mesir, ia
juga mempelajari Mazhab Maliki di samping menekuni Mazhab Syafi‟i (mazhab yang
dianutnya sebelum ia berdiri sendiri sebagai mujtahid) kepada murid langsung Imam
Syafi‟i yaitu al-Rabi al-Jizi. Selama di Mesir semua ilmuan datang menemuinya sambil
mengujinya, sehingga ia menjadi sangat terkenal di sana. Dari Mesir ia kembali ke negeri
asalnya Thabristan, tapi pada tahun 310 H (923 M) dengan usia sekitar 75 tahun ia
meninggal di Baghdad.7
Dalam rangka mencari ilmu, imam Al-Thabari tidak cukup hanya dengan usaha
yang keras dan sabar, akan tetapi ia dinilai sebagai sosok yang jujur, ikhlas, zuhud, wara‟,
dan amanah. Hal ini terlihat dari karya lainya yakni kitab Adab An-Nufus. Ia
meninggalkan gemerlap kehidupan dunia dan tidak mencari kenikmatan yang ada
padanya.
6
Asep Abdurrahman, Metodologi al-Thabari dalam Tafsir Jami‟ul al-Bayan fi Takwili al-Qur‟an,
Jurnal Kordinat, (Tenggerang: Universitas Muhammadiyah, 2018), vol, 17. No. 1, h. 70
7
Said Agil Husin al-Munawar, al-Qur‟an Membangun, Tradisi Keslehan Hakiki, (Ciputat: PT Ciputat
Press, 2005), cet-IV, h. 97
8
Srifariyati, Jurnal Madaniyah, Manhaj Tafsir al-Bayan Karya Ibnu Jarir al-Thabari, (STIT: Pemalang,
2017), vol. 7, no. 2, h. 322
4
C. Karya-karya Imam al-Thabari
Tidaklah berlebihan apabila para sejarawan Timur dan Barat, muslim dan non-
Muslim mendeskripsikan al-Thabari sebagai sosok pecinta ilmu, tokoh agama guru yang
commited, yang waktunya dihabiskan untuk menulis dan mengajar, maka julukan yang
tepat baginya adalah seorang “ ilmuan ensiklopedik” yang hingga kini belum usang dan
jenuh dibicarakan di tengah-tengah belantara karya –karya tafsir, dengan demikian ia
telah meninggalkan warisan keislaman tak ternilai harganya yang senantiasa disambut
baik di setiap masa dan generasi.9
1. Hukum
a. Adab al-Manasik.
b. Al-Adar fi al-Ushul.
d. Ikhtilaf.
e. Khafi.
f. Latif al-Qaul fi Ahkam Syara‟i al-Islam dan telah diringkas dengan judul al-Khafif
fi Ahkam Syar‟i al-Islam
9
Ismatulloh, Konsepsi Ibnu Jarir al-Thabari tentang al-Qur‟an, Tafsir dan Takwil, Jurnal Fenomena (
STAIN SAMARINDA, 2012), vol-IV, no. 2, h. 206
5
c. Kitab al-Qira‟at.
3. Hadis
a. Ibarah al-Ru‟ya.
d. al-Musnad al-Mujarrad.
4. Teologi
a. Dalalah.
c. Radd „ala zi al-Asfar (sebelum 270 H) dan belum sempurna ditulis berupa risalah.
e. Sarih.
5. Etika Keagamaan
6. Sejarah
a. Zayl al-Muzayyil (setelah 300 H), mengenai riwayat para sahabat dan tabi‟in.
b. Tarikh al-Umam wa al-Muluk (294 H), kitab sejarah yang amat terkenal.
c. Tahzib al-Asar.
b. „Ibarat al-Ru‟ya.
Pada awalnya kitab ini pernah menghilang, tidak jelas keberadaannya, ternyata
tafsir ini dapat muncul kembali berupa manuskrip yang tersimpan di maktabah (koleksi
pustaka pribadi) seorang Amir (pejabat) Najet, Hammad ibnu Amir Abd al-Rasyid.
Goldziher berpandangan bahwa naskah tersebut dikemukakan lantaran terjadi
kebangkitan kembali percetakan pada awal abad 20-an. Menurut al-Subki bentuk tafsir
yang sekarang adalah khulasah (resume) dari kitab orisinalnya. 11
Tafsir al-Jami‟ al-Bayan „an Ta‟wil Ayy al-Qur‟an atau yang lebih populer
dengan sebutan “Tafsir al-Thabari” merupakan sebuah karya monumental yang sangat
spesifik, dan pantas saja menduduki posisi paling tinggi di antara karya-karya tafsir yang
ada sepanjang masa. Di antara unsur-unsur penting yang digunakan Imam al-Thabari
adalah, mempelajari tema kajian, dan di sini dia tertumpu pada pendapat-pendapat yang
ada dan dikuatkan dengan sanad-sanadnya dari ayat, hadis dan atsar pada setiap ayat al-
Qur‟an, sehingga bukunya dapat mencakup seluruh pendapat yang ada, dan hampir tidak
ada celah yang kosong. Dalam mukaddimah kitabnya telah dijelaskan bahwa dia
memohon pertolongan kepada Allah SWT agar menunjukinya pendapat yang benar dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an. Mengenai ayat yang muhkam dan mutasyabih, perkara
halal dan haram, umum dan khusus, global dan terperinci, nasikh dan mansukh, jelas dan
samar, dan yang hanya menerima pentakwilan dan penfsiran. 12 Secara umum, pendekatan
tafsir yang digunakan Imam al-Thabari ialah menggunakan pendekatan Tafsir Tahlili,
yakni suatu pendekatan tafsir dengan melakukan penafsiran sesuai dengan urutan mushaf
Utsmani.13
Beberapa keterangan menyebutkan bahwa latar belakang penulisan kitab tafsir al-
Jami‟ al-Bayan „an Takwil Ayy al-Qur‟an karena Imam al-Thabari sangat prihatin
11
Ahmad Baidowi, Studi Kitab Tafsir Klasik -Tengah, (Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga TH Press), h.
29
12
Al-Thabari, op.cit., h. 41
13
Zenrif, Sintesis Paradigma Studi al-Qur‟an, ( UIN: Malang Press, 2008), cet-1, h. 56
7
menyaksikan kualitas pemahaman umat Islam terhadap al-Qur‟an. Mereka sekedar bisa
membacanya tanpa sanggup mengungkap makna yang hakiki. Karena itulah, Imam al-
Thabari berinisiatif menunjukkan berbagai kelebihan al-Qur‟an. Ia mengungkap beragam
makna al-Qur‟an dan kedahsyatan susunan susunan bahasanya seperti nahwu, balaghah
dan lain sebagainya. Bahkan jika dilihat dari judulnya, kitab ini merupakan kumpulan
keterangan (Jami‟ al-Bayan) yang cukup luas meliputi berbagai disiplin keilmuan seperti
Qira‟at, fiqh dan akidah.14
Kitab tafsir ini memuat tafsir al-Qur‟an secara keseluruhannya yaitu 30 juz yang
dikemas dalam 15 jilid (terbitan Dar al-Fikr Beirut 1984) dengan perincian jilid 1 (juz 1)
jilid 2 (juz 2) jilid 3 (juz 3-4) jilid 4 ( juz 5-6) jilid 5 (juz 7-8) jilid 6 (juz 9-10) jilid 7 (juz
11-12) jilid 8 (juz 13-14) jilid 9 ( juz 15- 16) jilid 10 (juz 17-18) jilid 11 (juz 19-21) jilid
12 (juz 22-24) jilid 13 (juz 25- 27) jilid 14 (juz 28-29) dan jilid 15 (juz 30). Kitab tafsir
yang disusun pada akhir abad III ini merupakan tuangan fikiran al-Thabari yang
didektekan kepada muridnya sejak tahun 283-290 H atau selama 7 tahun.15
Untuk melihat seberapa jauh karekteristik sebuah tafsir, maka paling tidak dapat
dilihat dari aspek-aspek yang berkaitan dengan bahasa, laun (corak) penafsiran, akurasi
dan sumber penafsiran, konsistensi metodologis, sistematika, daya kritis, kecenderungan
aliran (mazahab) yang diikuti dan objectivitas penafsirannya. Dari sisi linguistik (lughah),
Imam al-Thabari sangat memperhatikan penggunaan bahasa Arab sebagai pegangan
dengan bertumpu pada syair-syair Arab kuno dalam menjelaskan kosa kata, acuan
tehadap aliran-aliran ilmu gramatika bahasa (nahwu), dan penggunaan bahasa Arab yang
telah dikenal secara luas di kalangan masyarakat. Sementara itu, ia sangat kental dengan
riwayat-riwayat sebagai sumber penafsiran, yang disandarkan pada pendapat dan
pandangan para sahabat.16
17
Al- Thabari, op.cit., h. 31-32
18
Ibid, h. 33
19
Maya Sari, “Tinjaun Hukum Islam terhadap Pengabaian Kewajiban oleh Istri karena Nusyuz Suami (
Studi terhadap Penafsiran Imam al-Thabri Terhadap Ayat 128 Surat al-Nisa‟)”, Skripsi, (Banda Aceh: UIN Ar-
Raniri Darussalam, 2017), h. 58
9
a. Tafsir bi al-riwayah, oleh kebanyakan bahkan seluruh mufassir dinyatakan sebagai
tafsir yang paling berkualitas dan paling tinggi kedudukannya;20
20
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), cet-1, h. 345
21
Maya Sari, op.cit, h. 59
22
Muhammad Amin Suma, op.cit, h. 345
10
E. Penafsiran al-Thabari terkait kepemimpinan perempuan dalam surat an-Naml
ayat 23-24
Untuk mengetahui penafsiran al-Thabari terkait kepemimpinan perempuan
dalam surah an-Naml ayat 23-24 maka penulis memuat teks ayat dan terjemahan
dibawah ini:
23
Al- Thabari, Jami‟ al-Bayan „an Takwil Ayy al-Qur‟an, ter. Ahmad Abdurrazak al Bakri, (Jakarta:
Pustaka Azam, 2007), Jilid 19, h. 818-821
11
Firmanya, “ ولها عرش عظيمserta mempunyai singgasana yang besar” ,maksudnya
adalah, dan ia mempunyai kursi yang besar. Makna عظيمdisini adalah besar nilainya dan
besar gunanya, bukan besar ukiranya.
Al- Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al-Husain menceritakan kepada
kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku dari Ibn Jurair, dari Atha al-Khurasani,
dari Ibn Abbas, tentang Firman Allah, “serta mempunyai singgasana yang besar”, ia
berkata “maksudnya adalah singgasana yang mulia, bagus buatanya. Singgasananya terbuat
24
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir......h. 211
12
dalam tafsir al-Maraghi, bahwa pembicaraan hud-hud tersebut dapat disimpulkan sebagai
berikut: Mereka dipimpin oleh seorang ratu benama Balqis binti Syurahail.Sebelumnya,
bapaknya juga seorang raja yang agung yang memiliki kerajaan yang luas.
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
1. Penafsiran al-Thabari dalam Tafsir al-Jami‟ al-Bayan „an Takwil Ayy al-Qur‟an
Kajian surah an-Naml ayat 23-24 dapat ditarik kesimpulan bahwa surah ini
berbicara tentang Kepemimpinan seorang perempuan yang bernama Ratu Balqis
di Negeri Saba‟ , sosok pemimpin wanita yang cinta damai dan tidak menyukai
kekerasan. Hal ini dapa di lihat ketika sang ratu mengambil sebuah tindakan atau
keputusan terhadap permasalahan yang dialami negeri nya, dia tidak terburu-buru
terhadap keputusannya, dia memilih dengan secara demokrasi dan diplomatis
dengan pola komunikasi yang tawadhu‟.
2. Kriteria Kepemimpinan perempuan dalam tafsir al-Thabari yaitu kepemimpinan
Ratu Balqis hampir tidak memiliki cacat cela dan kelemahan sama sekali
walaupun ia adalah seorang wanita. Hal itu dapat dilihat dari kepemimpinanya
yaitu: Bijaksana dan Demoratis, Mengutamakan Kesejahteraan dan ketentrman
Rakyat.
14
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Al- Thabari, al- Jami‟ al- Bayan „an Ta‟wil Ayy al- Qur‟an, ter. Ahmad Zenrif, Sintesis
Paradigma Studi al-Qur‟an, UIN: Malang Press, 2008, cet-1
Al- Qattan, Manna‟ Khalil Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa
2013, cet-16.
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), cet-1
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014), cet-1
Al- Munawar, Said Aqil Husain, al-Qur‟an membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,
Ciputat: PT Ciputat Press, 2005.
Baidowi, Ahmad, Studi kitab Tafsir Klasik- Tengah, Jokyakarta: UIN Sunan Kalijaga TH
Press
Zenrif, Sintesis Paradigma Studi al-Qur‟an, ( UIN: Malang Press, 2008), cet-1
B. Jurnal/ Artikel
Amaruddin, “Mengungkap Tafsir Jami‟ al-Bayan fi Tafsir al-Qur‟an karya al-Thabari”,
Jurnal Syahadah, Riau: UIN Indragiri Tembilahan, 2014, Vol. II, no. II
Abdurrahman, Asep “Metodologi al- Thabari dalam Tafsir jami‟ ul al-Bayan fi Takwil al-
Qur‟an, Jurnal Kordinat, Tenggerang: Universitas Muhammadiyah, 2018, vol, 17.
No.1
Irawan, Dedi Permana “Eksitensi Ahlul Bait dalam Kitab Tafsir Jami‟ al-Bayan fi Tafsir
al- Qur‟an karya Imam Ibn Jarir al- Thabari (Studi Kritis Surat al- Ahzab ayat 33)”,
skripsi, Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 2001
Ismatulloh, “Konsepsi Ibnu Jarir al-Thabari tentang al-Qur‟an, Tafsir dan Ta‟wil, Jurnal
Fenomena, STAIN SAMARINDA, 2012, Vol- IV, no.2.
Sari, Maya “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pengabaian kewajiban oleh Istri karena
Nuzyuz Suami (Studi terhadap Penafsiran Imam al-Thabari Terhadap Ayat 128
Surat al-Nisa‟), Skripsi, Banda Aceh: UIN Ar-Raniri Darussalam, 2017
Srifariyati, Jurnal Madaniyah, “Manhaj Tafsir al-Bayan Karya Ibnu Jarir al-Thabari‟
STIT: Pemalang, 2017,Vol.7,no.2
15