( )
64
Ketika Imam Al-Thabari menafsirkan ayat di atas, ia menuliskan beberapa riwayat, pertama, Ali bin Al-
Hasan telah berkata kepada kami, ia berkata, telah berkata Muslim Al-Jurmi dari Muhammad bin
Mushab dari Qais bin Al-Rabi dari Khafish dari Mujahid, bahwa ia berkata, Ia telah mengajarkan
kepadanya nama gagak, merpati dan segala benda lainnya. Dan kedua, telah berkata kepada kami Ibnu
Waki, ia berkata: ayahku telah berkata kepada kami dari Syarik dari Salim Al-Afthas dari Said bin
Jubair, ia berkata, Ia mengajarinya nama unta, sapi dan domba. Dua riwayat tersebut menerangkan
bahwa gagak dan merpati termasuk jenis burung, sedangkan unta, sapi dan domba termasuk hewan
darat, sehingga pembatasan jenis hewan macam ini sama halnya apa yang ada di dalam Taurat, Maka
Adam diberi ilmu tentang nama seluruh hewan-hewan, burung-burung yang terbang di langit dan
seluruh hewan darat. (Sifr Al-Takwin, Ishah: 20).
65
2.
66
(
)
Dalam ayat ini Imam Thabari menafsirkannya dengan sebuah riwayat dari Tabiin yang isinya benar-
benar percis dengan apa yang ada di sifr takwin, ishah: 21-23. Ibnu Hamid telah berkata kepada kami, ia
berkata, telah berkata kepada kami Salmah, ia berkata, Setelah penciptaan Adam sudah pada tahap
sempurna, selanjutnya diambil dari tulang rusuk sebelah kirinya dan ia dalam keadaan tidur sampai
terciptanya Hawa dari tulang rusuk yang diambil tersebut. Setelah terbangun dari tidurnya, Adam
melihat Hawa di sampingnya seraya berkata, Wahai darah dagingku, wahai darahku, wahai wahai
istriku, Adam pun merasa tentram bersamanya. Adapun yang ada di dalam Taurat, Diceritakan
bahwa Adam pingsan dan tertidur. Setelah itu, salah satu tulang rusuknya diambil dan diisi ruang
kosong tersebut- dengan daging. Tuhan pun menciptakan dari tulang rusuk yang diambil tersebut
seorang perempuan untuk dipersembahkan kepada Adam. Ia pun berkata, Kini kau adalah bagian dari
tulang rusukku, kesatuan dari darah dagingku.
3. (
)
67
64
QS. Al-Baqarah: 31.
65
Para ulama telah menyepakati Taurat sebagai sumber utama Israiliyat. Menurut kalangan Yahudi, Taurat
merupakan penjanjian lama yang sangat berbeda dengan perjanjian baru yang dimiliki oleh Kaum Nashrani. Adapun istilah
() adalah istilah yang sama dengan makna () di dalam Al-Quran. Sedangkan () merupakan istilah yang sama
dengan () di dalam Al-Quran. Adapun Sifr yang ada di dalam Taurat di antaranya, sifr Al-Takwin; Al-Khuruj; Al-Lawiyyin;
Al-Adad; Al-Tatsniyah dan lain sebagainya. Op. cit., hal. 55.
66
QS. Al-Nisa: 1.
Seperti contoh sebelumnya, Imam Thabari menafsirkan ayat ini dengan memakai riwayat Israiliyat
yang benar-benar sama dengan apa yang ada di Sifr Al-Takwin, Ishah: 15-16. Basyar telah bercerita
kepada kita bahwa ia berkata, Yazid telah berkata kepada kita bahwa ia berkata, Said telah berkata
kepada kita bahwa ia berkata, dari Qatadah, ia berkata, Disebutkan kepada kami, sesungguhnya
perahu Nabi Nuh memiliki panjang 300 hasta, lebarnya 50 hasta dan tingginya 30 hasta. Sedangkan
pintu perahu tersebut terdapat di sampingnya. Adapun redaksi yang ada di Taurat, Dan seperti inilah
perahu Nuh diciptakan. Ia memiliki panjang 300 hasta, lebarnya 50 hasta, tingginya 30 hasta dan pintu
masuk perahu tersebut ada pada bagian pinggir perahu tersebut. Kemiripan redaksi antara riwayat
yang dinukil Imam Thabari dengan isi Taurat, merupakan bukti kuat penukilan Imam Thabari dari
Bani Israil, baik melalui tabiin Ahlulkitab yang menjadi Muslim atau langsung dari Taurat itu sendiri.
Sikap Imam Thabari terhadap periwayatan Israiliyat pun bukan hanya mencantumkan tanpa
mengoreksinya saja. Menurut Amal Muhammad Rabi, sikap Imam Thabari tersebut dibagi menjadi
tiga.
68
Pertama, mencantunmkan Israiliyat serta menyetujui tanpa mengoreksinya, sebagaimana yang
dilakukannya dalam menafsirkan ayat ( ) ia berkata, Arti dari ayat tersebut adalah membelah
lautan menjadi dua belas, karena mereka berjumlah dua belas kelompok. Sehingga Allah pun
membelah lautan menjadi dua belas, agar semua orang kala itu mampu menyebrangi lautan. Hal ini
menunjukkan bahwa Imam Thabari menyetujui hal tersebut, meski pada nyatanya pembelahan laut
menjadi dua belas bagian tersebut sama halnya dengan apa yang ada di dalam Taurat.
69
Kedua, mencantumkan Israiliyat dan mengingkarinya, sebagaimana yang ia lakukan pada ayat
70
(
). Setelah mencantumkan beberapa riwayat yang penuh dengan Israiliyat, di mana sebagian
riwayat tersebut mengatakan bahwa yang beriman hanya berjumlah delapan orang. Sebagian riwayat
lainnya mengatakan sepuluh orang, riwayat lainnya mengatakan berjumlah tujuh orang, bahkan ada
yang mengatakan bahwa jumlahnya mencapai delapan puluh orang. Imam Al-Thabari pun mengoreksi
riwayat-riwayat tersebut seraya berkata, Sikap yang benar dalam menentukan jumlah tersebut adalah
dengan menyerahkannya kepada Allah dan meyakini bahwa jumlahnya adalah sedikit. Adapun jumlah
67
QS. Al-Syuara: 119.
68
Apa yang dijelaskan Amal Muhammad Rabi ini, membantah mereka yang mengatakan bahwa Tafsir Al-Thabari
merupakan tafsir yang penuh dengan khurafat tanpa ada pengoreksian atau pembenaran yang dilakukan oleh pengarangnya,
karena kenyataannya sebagian Israiliyat tersebut, Imam Thabari koreksi, bahkan menolaknya jika bertentangan dengan
akidah.
69
Op. cit., hal. 145.
70
Hud: 40.
dalam angka, kita tidak bisa menentukannya begitu saja, karena di dalam Al-Quran dan hadis Nabi
Saw. pun tidak terdapat penentuan tersebut.
71
Sikap yang diambil Imam Thabari menunjukkan ia tahu
bahwa tidak ada hadis yang datang dari Rasulullah Saw. atau ayat Al-Quran lainnya yang menjelaskan
jumlah tersebut yang sebenarnya.
Ketiga, mencantumkan Israiliyat serta menyetujuinya sekaligus menolaknya. Sikap terakhir ini sedikit
membingungkan, karena sikap Imam Thabari tersebut seolah tidak konsisten terhadap pendiriannya
sendiri. Sikap ini muncul, sebagaimana ketika menafsirkan
72
( ). Setelah menuliskan
riwayat-riwayat yang penuh dengan khurafat, di mana sebagian riwayat tersebut mengatakan bahwa
tersebut bermakna Nabi Yaqub As.. Sebagian lain mengatakan bahwa kata tersebut bermakna
penjelmaan Malaikat dan lain sebagainya yang jauh dari kebenaran. Imam Thabari berkata, perkataan
yang paling benar yaitu bahwa Allah memberi tahu kepada kita tentang perkara Yusuf As. dengan
Zulaikha. Keduanya sebagai manusia biasa- saling menginginkan satu sama lain. Jika Yusuf As. tidak
melihat petunjuk dari Allah, maka ia akan melakukan apa yang ia inginkan dan terjerumus ke lubang
kehinaan. Perkataan Imam Thabari sampai bagian ini masih dalam koridor yang benar dan sesuai
dengan akidah. Akan tetapi ia melanjutkan perkataannya yang di mana dengan jelas ia menyetujui apa
yang datang dari riwayat Israiliyat sebelumnya yang penuh dengan khurafat, Dan diperbolehkan untuk
memaknai kata tersebut jelmaan dari Nabi Yaqub As., atau malaikat, atau ancaman bagi
mereka yang melakukan perbuatan zina.
73
F. Penutup
Tafsir Jami Al-Bayan an Tawil Ayi Al-Quran merupakan salah satu maha karya Imam Thabari yang
dipersembahkan untuk Umat Islam. Tafsir tersebut menjadi saksi bahwa Al-Quran dengan segala
kandungannya akan terus menjadi pedoman hingga hari akhir dan menjadi titik awal di mana para
ulama setelahnya berlomba-lomba untuk menulis tafsir Al-Quran. Hal tersebut tiada lain karena
kegigihan Imam Thabari sendiri dalam mencari dan mengajarkan ilmu. Karena sebagaimana yang kita
ketahui, bahwa ilmu tidak akan berguna, kecuali diamalkan.
Apa yang diyakini para ulama bahwa tafsir Al-Thabari merupakan tafsir yang menggunakan metode bi
Al-Matsur pun sedikit keliru. Memang benar, Imam Thabari merupakan mufasir pertama yang menulis
71
Op. cit., hal. 155.
72
QS. Yusuf: 24.
73
Op. cit., hal. 160.
tafsir dengan metode tersebut, tapi kenyataannya di dalam tafsir Al-Thabari tersebut mengandung
banyak pembahasan yang tentunya dengan metode berbeda-beda. Dengan kata lain, tafsir Al-Thabari
sebagaimana diyakini oleh Ibnu Asyur merupakan tafsir ilmiah yang mengandung banyak hal yang
sangan penting bagi umat. Adapun mereka yang menilainya termasuk tafsir bi Al-Matsur, maka mereka
hanya melihatnya dari sisi zahir saja. Ibnu Asyur berkata, Mereka tidak melihat bagaimana usaha
Imam Thabari selain dalam meriwayatkan hadis, juga memfilternya, baik dari segi matan atau
sanadnya. Bahkan sebagian ulama ada yang mengategorikan tafsir tersebut termasuk tafsir Naqli wa
Aqli.
74
Terlepas dari itu semua, kelebihan yang dimiliki tafsir Thabari tersebut, menjadikan para ulama
mengapresiasi dan menjadikannya sebagai rujukan utama dalam manafsirkan Al-Quran. Oleh karena
itu, kelemahan Imam Thabari dalam mencamtumkan Israiliyat di dalam tafsirnya seolah-olah bias
dengan kelebihan tersebut. Wallahu Alam.
Bab Al-Ahmar, dalam naungan cinta dan kasih-Nya
Hilmy Mubarok
Mahasiswa Ushuluddin Jur. Tafsir, Universitas Al-Azhar Kairo
Daftar Pustaka
Abd Al-Aziz, Ali, Imam Al-Mufasirin wa Al-Muhadditsin wa Al-Muarrikhin Abu Jafar Muhammad bin Jarir
Al-Thabari, Riyadh: Maktabah Al-Rusyd, 2004.
Al-Dzahabi, Husain, Al-Tafsrir wa Al-Mufasirun, Kairo: Dar Al-Salam, 2005.
Ali Jakfar, Musaid, Manahij Al-Mufasirin, t.t.: Dar Al-Marifah, 1980.
74
Ibnu Asyur, Al-Tafsir wa Rijaluhu, (Kairo, Dar Al-Salam, 2008), Cet. I, hal. 46-47.
Al-Qardhawi, Yusuf, Kaifa Nataamal Maa Al-Quran, Kairo: Dar Al-Syuruq, 2011.
Al-Thabari, Abu Jakfar Muhammad bin Jarir, Jmi Al-bayn an Tawl yi al-Qurn, Kairo: Dar al-
Salam, 2009.
Asyur, Ibnu, Al-Tafsir wa Rijaluhu, Kairo, Dar Al-Salam, 2008.
Muhyiddin, Umar, Manhaj Al-Tafsir inda Al-Imam Al-Thabari, Damaskus: Dar Al-Fikr, 2008.
Nashri, Ahmad, Al-Manhaj Al-Naqdi F Tafsir Al-Thabari Ushuluhu wa Muqawwamatuhu, Beirut: Dar Ibnu
Hazm. 2012.
Rabi, Amal Muhammad, Al-Israiliyat Fi Tafsir Al-Thabary, dirasah fii Al-lughah wa Al-Mashadir Al-Ibryah,
Kairo: Al-Majlis Al-Ala, 2010
Rafidah, Ibrahim, Al-Nahu wa Kutub Al-Tafsir, Tharablis: Al-Dar Al-Jamahiriyah, 1990.