Anda di halaman 1dari 13

TARÎKH AL-RASÛL WA AL-MULÛK KARYA IMAM ATH-THABARĪ

Diajukan untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Historiografi

Dosen Pengampu : H. Hanafi, M.A

Oleh Kelompok : 1
Amir Hadi (200103020058)
Nor Aulia Rahmah (200103020059)
Olivia Noor Khudaiwi (200103020065)
Muhammad Azmi (200103020073)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
BANJARMASIN
2022
PENDAHULUAN

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Tabari atau yang dikenal dengan sebutan Imam Ath-
Thabari, mengawali kehidupannya di akhir masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah, belum
genap tujuh tahun tumbanglah kekuasaannya dan kemudian diganti oleh para ahli sejarah
dengan sebutan masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah kedua. Beliau adalah penulis Kitab
Tarikh al-Rasul wa al-Muluk atau dikenal juga sebagai kitab Tarikh al-Umam Wa al-Muluk,
atau juga bisa di sebut Tarikh ath-Thabari.
Karangan beliau merupakan sumber rujukan sejarah islam yang terdahulu dan kitab
Tarikh ath-Thabari dikatakan sebagai sejarah islam pertama yang terlengkap, maka beliau
terkenal dengan sebutan bapak sejarah Islam. Oleh karena itu, karangan beliau biasa
digunakan dalam kajian islam klasik, baik dari kalangan intelektual islam sendiri ataupun
kalangan non-muslim (orientalis). Kitab ini berisikan tentang sejarah para Rasul, raja-raja,
dan sejarah bangsa-bangsa.
Berikut lanjutan pembahasan dari kitab Tarikh al-Rasul wa al-Muluk dan sekilas
tentang biografi dari pengarang kitab tersebut.

1
PEMBAHASAN

A. Biografi Imam ath-Thabari


Nama lengkapnya ialah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir
bin Ghalib ath-Thabari. Dilahirkan dikota Amul (kota terbesar di Tabaristan).
Kebanyakan sejarawan mengatakan bahwa imam ini dilahirkan di akhir tahun
224/838 H. tetapi sebagian dari mereka mengatakan bahwa dia dilahirkan di awal
tahun 225/839 H.1 lalu dia hidup serta bertempat tinggal di Baghdad hingga wafatnya,
yaitu pada tahun 310 H/923 M.
Ayah ath-Thabari, Jarir Ibn Yazid adalah seorang ulama, dan dialah yang turut
membentuk ath-Thabari menjadi seseorang yang menggeluti dibidang agama.
Ayahnya pula lah yang memperkenalkan dunia ilimiah kepada ath-Thabari dengan
membawanya belajar pada guru-guru didaerahnya sendiri, mulai dari belajar al-
Qur’an hingga ilmu-ilmu agama lainnya. Dengan ketekunan dalam belajar ath-
Thabari hafal al-Qur’an pada usia tujuh tahun, kemudian pada usia delapan tahun
sering dipercaya masyarakat untuk menjadi imam sholat dan pada umur sembilan
tahun ia mulai gemar menulis hadis Nabi.2
Tentang rihlah al-ilmiah nya selama sekitar 40 tahun lamanya, ath-Thabari
mula-mula pergi ke Ray, lalu belajar fiqh dengan Abu Muqatil di Irak, belajar al-
Magazi dengan Salmah Ibn al-Fadl, berdasarkan kitab inilah kitab Tarikh-nya
disusun dan belajar dengan Ibn Humaid al-Razi. Selanjutnya beliau pindah ke
Baghdad, dengan berharap bisa berguru dengan imam Ahmad Ibn Hanbal (pendiri
madzhab hukum populistik) tetapi tidak kesampaian Karena Ibn Hanbal sudah wafat.
Akhirnya pengembaraan pun diteruskannya ke Bashrah, Kuffah, dan berguru qira’ah
dengan sulaiman Ibn Khallad al-Talhi, bahkan mengelana hingga ke Syam dan
Mesir. di Mesir beliau bertemu ashab al-Syafi’i seperti Ismail ibn Ibrahim al-Muzanni
dan al-Rabi’ ibn Sulaiman, serta pula belajar qira’ah Hamzah dan Warsy pada Yunus
‘Abdul A’la. Sepulangnya dari Mesir beliau memeluk Madzhab Syafi’i, menolak

1
Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, ditahqiq Ahmad Abdurraziq Al Bakri
dkk., (Tangerang: Pustaka Azzam,2007), 7.
2
Srifariyati, “Manhaj Tafsir Jami’ Al Bayan Karya Ibnu Jarir At-Thabari.” Millah Jurnal Madaniyah,
Vol. 7, No. 2, Agustus, 2017, 321-322.

2
Madzhab Hanbali. Kemudian beliau melanjutkan perjalanannya hingga di Fustat pada
tahun 253 H serta sebelum menetap di Baghdad.3
Perhatian ath-Thabari sangat besar terhadap ilmu-ilmu keislaman, seperti
Tarikh, Tafsir, hukum dan Hadis, bahkan pula pernah menulis tentang bermacam
topik, seperti puisi, perkamusan, tata Bahasa, etika, matematika dan kedokteran,
kendatipun tidak terdapat dari topik-topik ini yang survive. Hal ini dimungkinkan
karena konsentrasinya beliau terhadap dua hal, yaitu Sejarah dan Tafsir al-Qur’an.4

B. Latar Belakang Penulisan Kitab


Kitab Tarikh ath-Tabari adalah buku sejarah yang terkenal di zamannya, dan
bahkan masih berlaku sampai saat ini. Kitab ini secara umum menjelaskan suatu
rentetan sejarah peradaban manusia, sehingga tidak hanya memahami dasar-dasar
Islam. Penjelasan ini berdasarkan oleh proses penciptaan, permulaan kehidupan,
penciptaan Adam, kehidupan para Nabi, dan peristiwa yang dilakukan pada, kisah
bangsa-bangsa seperti bani Israel, Persia, Romawi, dan Arab5. Selama penulisan
sejarah Ath-Thabari memiliki waktu rentan yang panjang, informasi yang luas dan
sumber yang luas. karakteristik Kitab-kitab Tarikh Ath-Thabari menyertakan
pembawa berita dalam setiap periwayatnya. Ath-Thabari menelusuri hampir semua
perawi dari setiap risalah, dan bahkan sebagian besar karya yang telah ada
sebelumnya dimasukkan dalam buku ini, sehingga karya ini dapat dikatakan sebagai
ensiklopedia sejarah. Diantara karya yang dicantumkan adalah buku karya Hisyam
Ibn Muhammad al-Kalbi, karya al-Sya’bi, karya al-“Ashma’i, karya ‘Awanah Ibn al-
Hakam, karya Haitsam Ibn ‘Adl, dan lainnya.6
Ath-Thabari menambahkan beberapa puluhan riwayat yang bersumber dari
guru-gurunya terutama guru hadits dan tafsir yang dicantumkan dalam karya-karya
sebelumnya tersebut. Dengan itu, keutamaan sumber dari kitab Tarikh ath-Thabari
tetap terjaga. banyak Kelebihan yang ada pada tarikh ath-Thabari yaitu juga
terjaganya mata rantai (isnad), penisbatan pendapat-pendapat kepada orang yang

3
Adnan, “Tinjauan Kritis Atas Tarikh Al-Umam Wa Al-Muluk Karya Ibn Jarir Al-Tabari.” Millah Jurnal
Al Qalam, Vol. 31, No. 2, Juli-Desember, 2014, 285-286.
4
Adnan, “Tinjauan Kritis Atas Tarikh Al-Umam Wa Al-Muluk Karya Ibn Jarir Al-Tabari.” Millah Jurnal
Al Qalam, Vol. 31, No. 2, Juli-Desember, 2014, 286.
5
Ibnu Rusydi, Siti Zolehah, “Al -Tabari dan Penulisan Sejarah Islam : Telaah Atas Kitab Tarikh Al Rasul
Wa Al muluk Karya Al-Tabari.” Millah Jurnal al-Afkar, Vol. 1, No. 2, Juli, 2018, 146.
6
Ibnu Rusydi, Siti Zolehah, “Al -Tabari dan Penulisan Sejarah Islam : Telaah Atas Kitab Tarikh Al Rasul
Wa Al muluk Karya Al-Tabari.” Millah Jurnal al-Afkar, Vol. 1, No. 2, Juli, 2018, 151.

3
mengeluarkan pendapat atau komentar terkait suatu hal, dan sebagai penguat terdapat
kutipan berbagai riwayat dari suatu peristiwa yang dituliskan. Hal ini memudahkan
bagi seorang peneliti untuk menilai kebenaran suatu riwayat yang dituliskan dalam
kitab tersebut. Hal yang dapat dilakukan yaitu melalui kritik sanad, menchek
keabsahan rijal (para tokoh), dan menulis suatu riwayat yang dituliskan dengan
riwayat yang lainnya. Sehingga peneliti dengan mudah untuk mengenali kekurangan(
cacat) yang ada dalam sesuatu riwayat di kitab tersebut serta bisa membedakan mana
riwayat yang lemah serta mana riwayat yang valid ataupun kuat.7
Ada Pengakuan yang dimana Ath-Thabari tuliskan dalam bukunya, bahwa
“Hendaklah para pembaca mengetahui bahwa yang kami sebutkan di dalam kitab ini
kami dasarkan kepada perawinya, bukan didasarkan atas hasil pemikiran dengan dalil-
dalil akal, kecuali sedikit8.” Sementara pengakuan juga dituliskan sebagai berikut
bahwa “Setiap kabar atau informasi dalam kitab ini yang kami ambil dari orang-orang
terdahulu, yang dianggap janggal atau salah oleh pembaca atau yang mendengarnya,
karena menurutnya hal itu tidak mungkin shahih dan tidak berarti, hendaklah
diketahui bahwa itu tidak datang dari kami, melainkan dari orang yang
meriwayatkannya kepada kami. Kami hanya menyampaikan sesuai dengan apa yang
disampaikan kepada kami9.”
Ath- Thabari mengemukakan berbagai sudut pandang tanpa memihak atau
fanatik dengan meletakkannya pada posisi netral, walaupun terdapat beberapa tentang
pandangannya sendiri. Kadang- kadang juga menyatakan dan menyebutkan suatu
riwayat pilihannya dan meninggalkan riwayat yang lain, tetapi dengan tidak
memberikan penilaian secara pasti, kemudian hal ini mengutamakan dari terhindarnya
salah satu riwayat atas riwayat yang lain. Sikap ini yang membuatnya harus
mencantumkan semua riwayat yang berbeda tentang suatu peristiwa.
Ath-Thabari berusaha menyusun tulisan-tulisan sejarahnya berdasarkan
rangkaian peristiwa yang diurutkan berdasarkan tahun terjadinya (dari hijrah hingga
302 H/914 M). Untuk setiap tahunnya, Ath-Thabari menguraikan peristiwa yang
terjadi dan yang dianggapnya pantas untuk disebutkannya. Pengumpulan peristiwa
disusun pada masa beliau dalam perjalanan untuk menuntut ilmu kedapa ulama-ulama
7
Ibnu Rusydi, Siti Zolehah, “Al -Tabari dan Penulisan Sejarah Islam : Telaah Atas Kitab Tarikh Al Rasul
Wa Al muluk Karya Al-Tabari.” Millah Jurnal al-Afkar , Vol. 1, No. 2, Juli, 2018, 151.
8
Ibnu Rusydi, Siti Zolehah, “Al -Tabari dan Penulisan Sejarah Islam : Telaah Atas Kitab Tarikh Al Rasul
Wa Al muluk Karya Al-Tabari.” Millah Jurnal al-Afkar, Vol. 1, No. 2, Juli, 2018, 152.
9
Ibnu Rusydi, Siti Zolehah, “Al -Tabari dan Penulisan Sejarah Islam : Telaah Atas Kitab Tarikh Al Rasul
Wa Al muluk Karya Al-Tabari.” Millah Jurnal al-Afkar, Vol. 1, No. 2, Juli, 2018, 152.

4
yang terkenal. Jika ada persanggahan fakta dalam penulisan sejarahnya, maka beliau
merujuk pada hadist, sahabat, serta kitab-kitab lama. Adapun panjang uraian yang
dilakukannya tiap-tiap tahun memiliki keragaman baik dari jumlah, tingkat
kepentingan, dan sampainya riwayat suatu peristiwa kepadanya. Berdasarkan hal itu,
panjang uraian tiap-tiap tahun menjadi berbeda, ada yang hanya beberapa baris saja,
satu atau dua halaman, bahkan ada juga yang mencapai seratus halaman.10
Nilai historis yang terkandung pada kitab ini terletak pada periodesasi (urutan)
tahun, sehingga memudahkan pembaca atau peneliti untuk melihat perjalanan yang
telah dilalui umat Islam dari waktu ke waktu dalam perkembangan politik dan
peradaban masa ke masa, serta untuk mengetahui secara pasti apa situasi umat Islam
baik ketika mereka kuat atau lemah, mengetahui penerapan hukum maupun hukum
syariat yang berlaku.11

C. Metode Penulisan Kitab


Telah diakui oleh sejarawan-sejarawan modern, Kitab Tarikh ini mempunyai
nilai yang tinggi karena metode penulisannya yang unik. Ath-Thabari menggariskan
metode pensejarahannya menerusi disiplin hadis dan tafsir dengan menganggap
peristiwa-peristiwa sejarah sama seperti hadis-hadis Nabi SAW dari segi
periwayatannya. Setiap berita harus bergantung pada sanad pembawanya dan harus
mengikuti serangkaian sanad agar sampai ke sumber berita. Ini kerana, sanad adalah
satu-satunya bukti dalam menentukan kesahihan riwayat atau sebaliknya. Oleh karena
itu, ath-Thabari begitu berhati-hati agar setiap riwayat disandarkan kepada
pembawanya. Ath-Thabari juga menyebut silsilah sanad di dalam setiap keadaan.
Metode penulisan Ath-Thabari dapat dikenali dengan ciri-ciri yang luas dan
meyeluruh. Serta di sisi yang lain dia juga menulis kitabnya dengan cara yang lebih
mendalam, lebih rapi, lebih terencana, dan lebih terstruktur. Metode yang digunakan
oleh Ath-Thabari ditulis dengan berbagai ilmu dan seni yang selalu jelas dan pasti, dia
selalu menjelaskan tentang perencanaan dan metodologi yang digunakannya pada
kata pengantar setiap buku dan tulisan-tulisannya.12

10
Ibnu Rusydi, Siti Zolehah, “Al -Tabari dan Penulisan Sejarah Islam : Telaah Atas Kitab Tarikh Al
Rasul Wa Al muluk Karya Al-Tabari.” Millah Jurnal al-Afkar, Vol. 1, No. 2, Juli, 2018, 153.
11
Ibnu Rusydi, Siti Zolehah, “Al -Tabari dan Penulisan Sejarah Islam : Telaah Atas Kitab Tarikh Al
Rasul Wa Al muluk Karya Al-Tabari.” Millah Jurna al-Afkar l, Vol. 1, No. 2, Juli, 2018, 153-154.
12
Imam Ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, Tahqiq, Takhrij, dan Ta’liq : Muhammad Bin Thahir
Al Barzanji : Kisah Para Nabi dan Sejarah Pra Pengutusan Nabi. Terj. Abu Ziad Muhammad Dhiaul -Haq,
(Jakarta :Pustaka Azzam, 2011), 139.

5
Pada kata pengantar kitab tarikhnya, Ath-Thabari dengan tegas mencantumkan
metodologi penulisannya, dan dia tetap konsisten pada metodologi tersebut. Dia
mengatakan, “Agar menjadi maklum bagi semua pembaca kitabku, bahwa sandaranku
terhadap setiap riwayat yang aku sebutkan sesuai dengan standar yang aku gariskan
secara pribadi. riwayat akhbar (kisah) ataupun atsar (hadits Nabi atau perkataan
sahabat) itu persis seperti yang aku dapatkan dan aku pelajari, tanpa aku tambahkan
dengan pendapat atau kesimpulan dari diriku, kecuali beberapa riwayat yang aku
komentari.”13
Metode yang digunakan pada bagian ini oleh ath-Thabari bukanlah metode
per-tahun, karena memang hal itu tidak mungkin dilakukan olehnya. Metode yang
digunakannya adalah dengan menyebutkannya secara per-peristiwa. Metode yang
digunakan dalam penulisan kitab Tarikh Ath-Thabari adalah mengambil metode
muhaddisin, yaitu dengan menyebut peristiwa-peristiwa dengan meriwayatkannya
dari berbagai jalan yang ada, menyebut sanad-nya hingga bertemu dengan pemiliknya
dan tidak memperhatikan pendapatnya. Dalam pengungkapan isnad itu biasanya
berbentuk “haddasana”, “akhbarana”, atau “kataba”. Adapun peristiwa yang tidak
di berpegangan dengan sanad yang jelas, maka ditulisnya dengan “qola”, “zakara”,
“rawa”, “hadisu.”14
Metode penulisan ini bersumber dari yang di hapalkan dengan tekun oleh Ath-
Thabari seluruh kitab tertulis ataupun riwayat-riwayat yang hanya dihapalkan saja
oleh para periwayat sebelum Ath-Thabari. Ratusan atau ribuan riwayat yang
sebelumnya terjaga oleh para akhbari, hingga selamat dari kepunahan. Lalu riwayat-
riwayat tersebut digabungkan oleh Ath-Thabari dengan riwayat yang tercatat dalam
kitab ataupun lembaran, lalu dikumpulkan menjadi satu dalam kitab Tarikh Ath-
Thabari hingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh umat hingga sekarang ini.15

D. Kitab Tarikh al-Rasul Wa al-Muluk “Kelahiran Nabi Muhammad”


Ibnu Al Mutsanna menceritakan kepada kami, dia berkata: Wahab bin Jarir
menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia

13
Imam Ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, Tahqiq, Takhrij, dan Ta’liq : Muhammad Bin Thahir
Al Barzanji : Kisah Para Nabi dan Sejarah Pra Pengutusan Nabi. Terj. Abu Ziad Muhammad Dhiaul -Haq,
(Jakarta :Pustaka Azzam, 2011), 140.
14
Adnan, “Tinjauan Kritis Atas Tarikh Al-Umam Wa Al-Muluk Karya Ibn Jarir Al-Tabari.” Millah
Jurnal Al Qalam, Vol. 31, No. 2, Juli-Desember, 2014, 289.
15
Ibnu Rusydi, Siti Zolehah, “Al -Tabari dan Penulisan Sejarah Islam : Telaah Atas Kitab Tarikh Al
Rasul Wa Al muluk Karya Al-Tabari.” Millah Jurnal al-Afkar, Vol. 1, No. 2, Juli, 2018, 40.

6
berkata: Aku mendengar Muhammad bin Ishaq menceritakan dari Al Muthalib bin
Abdullah bin Qais bin Mahramah, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata, "Aku dan
Rasulullah SAW dilahirkan pada Tahun Gajah."Aku diceritakan dari Yahya bin
Ma'in, dia berkata: Hajjaj bin Muhammad menceritakan kepada kami, dia berkata:
Yunus bin Abu Ishaq menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Sa'id bin Jubair,
dari ibnu Abbas, dia berkata, "Rasulullah SAW dilahirkan pada Tahun Gajah."Aku
diceritakan dari Ibrahim bin Al Mundzir, dia berkata : Abdul Aziz bin Abu Tsabit
menceritakan kepada kami, dia berkata: Az-Zuban bin Musa menceritakan kepada
kami dari Abu Al Huwairits, dia berkata: Aku mendengar Abdul Malik bin Marwan
pernah bertanya kepada Qubats bin Asyyam Al Kinani Al Laitsi, "Wahai Qubats,
apakah kamu lebih tua usianya atau Rasulullah SAW?" Dia menjawab, 'Rasulullah
SAW lebih dewasa segala-galanya daripada aku sekalipun dari sisi usia aku lebih
dahulu dilahirkan dari pada beliau. Rasulullah SAW dilahirkan pada tahun gajah,
sedang ibuku melahirkanku di atas kotoran gajah yang aku lihat sudah berubah."16
Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, dia berkata: Salamah menceritakan
kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, dari Tsaur bin Yazid, dari Khalid bin Ma'dan
Al Kala'i, bahwa beberapa orang dari para sahabat Razulullah SAW berkata, "Wahai
Rasulullah! Beritahukanlah kepada kami peristiwa apa yang pertama kali engkau
alami (sebelum kenabian)?
Beliau berkata ,"Ya. Aku adalah apa yang diserukan bapakku lbrahim,
pengabaran Isa kepada kaumnya, mimpi ibuku yang dia lihat bahwa keluar dari
perutnya saat melahirkanku cahaya yang menyinari istana-istana Syam. Saat itu yang
mengasuhku adalah seorang wanita dari bani Sa'd bin Bakr. Ketika bersama saudara
(sesusuku) di belakang rumah kami menggembala kambing kami, tiba-tiba dua orang
berpakaian putih datang membawa bejana yang terbuat dari emas salju. Kemudian
mereka membawaku dan membelah (badanku dari atas dada hingga bawah) perutku,
lalu keduanya mengeluarkan hatiku (jantung) dari badanku, lantas dia membelahnya
dan mengeluarkan darinya gumpalan darah hitam lalu membuangnya.17
Setelah itu mereka mencuci perutku dan jantungku dengan salju itu sampai
bersih. Kemudian salah seorang dari mereka berkata kepada temannya, 'Timbanglah
16
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, Tahqiq, Takhrij & Ta'liq:
Muhammad bin Thahir Al Barzanji, Terj. Abu Zaid Muhammad Dhiaul-Haq, ed. Abu Jibran Al Mughni dan
M.Iqbal Kadir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), 791
17
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, Tahqiq, Takhrij & Ta'liq:
Muhammad bin Thahir Al Barzanji, Terj. Abu Zaid Muhammad Dhiaul-Haq, ed. Abu Jibran Al Mughni dan
M.Iqbal Kadir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), 792.

7
dia dengan 10 orang dari umatnya'. Lalu dia menimbang aku dengan mereka dan aku
lebih berat timbangannya dari mereka. Kemudian dia berkata, 'Timbanglah dia
dengan 100 orang dari umatnya! 'Kemudian dia menimbang aku dengan mereka dan
aku lebih berat timbangannya dari mereka. Kemudian dia berkata lagi kepada
temannya. “Timbanglah dia dengan 1000 orang dari umatnya!” Lantas dia
menimbangku dengan mereka, maka aku yang lebih berat dari mereka. Setelah itu dia
berkata, “Tinggalkanlah dia! Seandainya kamu menimbangnya dengan umatnya tentu
dia akan lebih berat timbangannya dari umatnya”.18

- Dalil-dalil orang yang mengatakan hal itu adalah sebagai berikut:


Al Qasim bin Al Hasan menceritakan kepada kami, dia berkata Husain
menceritakan kepadaku, dia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku dari Abu Bakar
bin Abdillah, dari Ikrimah, bahwa Romawi dan Persia berperang di negeri yang
terdekat (ke negeri Arab). Ikrimah berkata, "Negeri terdekat waktu itu adalah Adzri'at,
di tempat itu mereka berperang dan pasukan Romawi dikalahkan. Lalu kekalahan
Romawi itu sampai kepada Nabi Saw yang waktu itu beliau, para sahabat sedang
berada di Makkah. Berita kekalahan Romawi memberatkan beliau, karena Nabi Saw
tidak suka bangsa ummi dari majusi mengalahkan Ahli Kitab dari bangsa Romawi,
dan orang orang kafir di makkah bergembira dengan kemenangan Persia atas
kekalahan yang dialami Romawi.19
Setelah itu mereka menemui para sahabat Nabi SAW dan mereka berkata,
"Sesungguhnya kalian adalah ahli kitab dan Nasrani adalah ahli kitab juga. Sedangkan
kami adalah bangsa Ummi, dan saudara saudara kami dari Persia telah mengalahkan
saudara-saudara kalian dari Ahli Kitab. Sesungguhnya jika kalian memerangi kami,
maka kami akan memenangkan peperangan itu (mengalahkan) kalian.
“Tak lama kemudian turunlah ayat Allah, 'Alif laam miim. Telah dikalahkan
bangsa Romawi, samai ayat mereka hanya mengetahui yang Iahir (saja) dari
kehidupan dunia; sedang merea tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” lalu Abu
Bakar Ash-Shiddiq keluar menemui orang orang dan berkata, 'Apakah kalian
bergembira dengan kemenangan saudara saudara kalian? Janganlah kalian bergembira
18
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, Tahqiq, Takhrij & Ta'liq:
Muhammad bin Thahir Al Barzanji, Terj. Abu Zaid Muhammad Dhiaul-Haq, ed. Abu Jibran Al Mughni dan
M.Iqbal Kadir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), 792-793.
19
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, Tahqiq, Takhrij & Ta'liq:
Muhammad bin Thahir Al Barzanji, Terj. Abu Zaid Muhammad Dhiaul-Haq, ed. Abu Jibran Al Mughni dan
M.Iqbal Kadir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), 793-794.

8
dan Allah tidak akan membuat kalian tenang. Demi Allah, Bangsa Romawi akan
mengalahkan Bangsa Persia, Nabi kami telah mengabarkan itu kepada kami.
"Kemudian Ubai bin Khalaf Al Jumahi berdiri dan berjalan menuju kepadanya seraya
berkata, "Wahai Abu Fashil! Engkau telah berbohong." Lalu Abu Bakar berkata
kepadanya, "Kamu orang yang palir bohong, wahai musuh Allah." Dia berkata, "Aku
akan bertaruh denganmu! Sepuluh qalaish dariku dan darimu. Jika pasukan Romawi
memenangkan peperangan atau mengalahkan Persia maka aku berhutang padamu, dan
jika Persia menang, maka engkau yang behutang padaku.20
Selanjutnya Abu Bakar Ash-Shiddiq datang menemui Nabi SAW dan
mengabarkan hal itu kepadanyra. Maka beliau bersabda, "Aku tidak manyebutkan
seperti itu. Tapi, Al Bidh'u itu antara 3 hingga 8. Tawarlah dengan harga taruhan yang
lebih tinggi dan panjangkan temponya (tangguhkan waktunya). Lalu Abu Bakar
keluar dan bertemu dengan Ubai lalu berkata, "Mungkin kamu akan menyesal. “Dia
berkata, Tidak. Ke sini! Aku akan menawarkan kepadamu dengan harga taruhan yang
lebih tinggi dan mernanjangkan temponya. Jadikanlah dia 100 qalush hingga 9
tahun.” Dia berkata, "Aku sudah melakukannya. Ibrahim bin Sa'id Al Jauhari
menceritakan kepadaku, dia berkata: Yahya bin Shalih menceritakan kepada kami
dari AI Hasan bin Ayyub Al Hadhrami, dia berkata: Abdullah bin Busr menceritakan
kepada kami, dia berkata: Rasulullah SAW berkata kepadaku, "Kamu benar-benar
akan mendapati satu generasi. "Setelah itu dia pun hidup selama 100 tahun lamanya.21
Para ulama salaf berbeda pendapat tentang berapa usia Rasulullah SAW ketika
beliau diangkat menjadi nabi. Sebagian ulama berpendapat bahwa Rasulullah SAW
diutus menjadi nabi 5 tahun setelah Quraisy membangun Ka'bah; dan setelah usianya
genap 40 tahun.

- Dalil dalil di atas pendapat orang yang mengatakan hal itu sebagai berikut:
Muhammad bin Khalaf Al Asqalani menceritakan kepadaku, dia berkata,
Adam menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan
kepada kami, dia berkata: Abu Jamrah Adh-Dhab'i menceritakan kepada kami dari
Abdullah bin Abbas, dia berkata, "Rasulullah SAW diutus (menjadi nabi) pada usia
20
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, Tahqiq, Takhrij & Ta'liq:
Muhammad bin Thahir Al Barzanji, Terj. Abu Zaid Muhammad Dhiaul-Haq, ed. Abu Jibran Al Mughni dan
M.Iqbal Kadir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), 794.
21
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, Tahqiq, Takhrij & Ta'liq:
Muhammad bin Thahir Al Barzanji, Terj. Abu Zaid Muhammad Dhiaul-Haq, ed. Abu Jibran Al Mughni dan
M.Iqbal Kadir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), 795.

9
40 tahun. Amr bin Ali dan ibnul Mutsanna menceritakan kepada kami, mereka
'berkata: Yahya bin Muhammad bin Qais menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku
mendengar Rabi'ah bin Abdurrahman menceritakan dari Anas bin Malik bahwa
Rasulullah Saw di utus (menjadi nabi) pada usia 40 tahun.22

22
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, Tahqiq, Takhrij & Ta'liq:
Muhammad bin Thahir Al Barzanji, Terj. Abu Zaid Muhammad Dhiaul-Haq, ed. Abu Jibran Al Mughni dan
M.Iqbal Kadir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), 801.

10
PENUTUP

Imam ath-Thabari adalah seorang ulama cendikiawan yang sangat gigih untuk
mempelajari keilmuan Islam ataupun keilmuan sosial lainnya, dengan berbagai
macam ilmu yang beliau pelajari dan berbagai guru yang beliau datangi yang ada di
penjuru timur tengah dari kota Baghdad dan Kuffah, hingga ke negeri Syam dan
Mesir. Maka dengan ketekunan dan perhatian besar beliau terhadap ilmu-ilmu
keislaman, beliau mampu menulis kitab Tarikh al-Rasul wa al-Muluk.
Kitab Tarikh al-Rasul wa al-Muluk karya Imam ath-Thabari adalah sebuah
kitab sejarah Islam yang pertama kali disusun, dengan wawasan yang luas dan
menyeluruh, serta lebih mendalam, rapi dan terstruktur. Beliau menyusun kitab
tersebut dengan sangat hati-hati dan menunjukkan sikap jujur dalam mengutip dan
melakukan penjelasan secara universal. Karya beliau tersebut sangat tidak mudah
untuk ditiru, karena sistematika dan metode penulisan kitab sejarah tersebut sangat
jelas dengan berdasarkan per-peristiwa sesuai urutannya. Sumber kitab sejarah
tersebut dari riwayat-riwayat yang dihapal dengan tekun oleh Imam ath-Thabari, dan
juga mata rantai sanad periwayatannya yang terjaga. Diantara sejarah yang beliau tulis
adalah tentang kelahiran Nabi Muhammad saw. yang dengan mendalam dan
terstruktur beliau susun sesuai peristiwa yang terjadi dengan segala riwayat-riwayat
yang shahih.
Sehingga kitab sejarah karya Imam ath-Thabari ini telah diakui sejarawan-
sejarawan modern, karena memiliki nilai sejarah yang tinggi dan metode penulisan
yang unik. Maka pantas karya Imam ath-Thabari menjadi sumber utama sejarah Islam
dan kitab sejarah yang sangat populer dan istimewa diantara kitab sejarah lainnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ath-Thabari, Abu Ja'far Muhammad bin Jarir. Shahih Tarikh Ath-Thabari. Tahqiq, Takhrij &

Ta'liq: Muhammad bin Thahir Al Barzanji. Terj. Abu Zaid Muhammad Dhiaul-Haq.

ed. Abu Jibran Al Mughni dan M. Iqbal Kadir. Jakarta: Pustaka Azzam, 2011.

Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari. ditahqiq Ahmad

Abdurraziq Al Bakri dkk.. Tangerang: Pustaka Azzam, 2007.

Adnan. “Tinjauan Kritis Atas Tarikh Al-Umam Wa Al-Muluk Karya Ibn Jarir Al-Tabari.”

Millah Jurnal Al Qalam. Vol. 31, No. 2, Juli-Desember, 2014.

Rusydi, Ibnu dan Siti Zolehah. “ Al -Tabari dan Penulisan Sejarah Islam Telaah Atas Kitab

Tarikh Al Rasul Wa Al muluk Karya Al-Tabari.” Millah Jurnal al-Afkar. Vol. 1, No.

2, Juli, 2018.

Srifariyati. “Manhaj Tafsir Jami’ Al Bayan Karya Ibnu Jarir At-Thabari.” Millah Jurnal

Madaniyah. Vol. 7, No. 2, Agustus, 2017.

12

Anda mungkin juga menyukai