PROGAM STUDI PENDIDIKAN IPA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA Ilmu Rijal Al-Hadis Menurut bahasa, kata rijal berarti para kaum pria. Sedang Rijal al-Hadis berarti orang-orang di sekitar hadis atau orang- orang yang meriwayatkan hadis serta berkecimpung dengan hadis Nabi. Secara terminologi ilmu ini didefinisikan sebagai ilmu yang membahas tentang keadaan para periwayat hadis baik dari kalangan sahabat, sahih, maupun generasi- generasi berikutnya yaitu ilmu yang mempelajari tentang tokoh atau orang yang membawa hadis, semenjak dari nabi sampai dengan periwayat terakhir (penulis kitab hadis). Ilmu rijal al-hadis terdiri atas dua pokok, yaitu: • 1. Ilmu Tarikh ar-Ruwah • Yaituilmu yang mempelajari para periwayat hadis dari segi yang berkaitan dengan periwayatan hadis. • 2.Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil • Yaituilmu yang menerangkan tentang cacat dan keadilan para periwayat hadis menggunakan redaksi khusus dan membahas pula tingatan-tingkatan redaksi itu. Sejarah Penulisan Kitab Rijāl al- Hadīts Ulama yang pertama kali menyusun karya dalam bentuk kitab riwayat ringkas para sahabat adalah Imam al-Bukhāriy (w. 256 H). Kemudian, usaha itu dilanjutkan oleh Muhammad Ibn Sa’d (w. 230 H) dalam karyanya Thabaqāt al-Kubrā, atau yang lebih dikenal dengan Thabaqāt Ibn Sa’d.Setelah itu, muncul lagi beberapa ahli, di antaranya adalah Ibn ‘Abd al-Barr (w. 463 H) dalam kitabnya Al-Isti’āb. Sejarah Penulisan Kitab Rijāl al- Hadīts Pada permulaan abad ke-7 H, ‘Izz al-Dīn Ibn al- Atsīr mengumpulkan kitab-kitab yang telah disusun sebelumnya dalam sebuah kitab besar yang bernama Usd al-Ghābah. Ibn al-Atsīr ini adalah saudara dari Majd al-Dīn Ibn al-Atsīr pengarang kitab Al-Nihāyah fi Gharīb al-Hadīts. Kemudian kitab Usd al-Ghābah direvisi oleh al-Dzahabiy dalam kitab Al-Tajrīd. • Sejarah Penulisan Kitab Rijāl al- Hadīts Pada abad ke-9 H, Ibn Hajr al-‘Atsqalāniy menyusun kitabnya yang terkenal dengan nama Al-Ishābah fi Tamyīz al-Shahābah yang isinya merupakan gabungan dari Al-Isti’āb dan Usd al-Ghābah serta berbagai kitab lain. Kemudian kitab ini diringkas lagi oleh Imam al-Suyūthi dalam ‘Ain al-Ishābah. Sejarah Penulisan Kitab Rijāl al- Hadīts Imam al-Bukhāriy dan Imam Muslim juga menulis kitab yang menjelaskan tentang nama-nama sahabat yang hanya meriwayatkan satu hadis saja yang diberi nama Wuhdān. Dalam hal ini, Yahya ibn ‘Abd al-Wahhāb ibn Mandah al-Asbahaniy (w. 511 H) juga ambil bagian dalam penulisan sebuah kitab yang menjelaskan nama-nama sahabat yang hidup 120 tahun. Ilmu Al-Jahr Wa Ta’dil Ilmu jarh wa at-ta’dil adalah ilmu yang membahas hal ihwal rawi dengan menyoroti kesalehan dan kejelekannya, sehingga dengan demikian periwayatannya dapat diterima atau ditolak. Syarat-syarat bagi penta’dil (mu’addil) dan (jarih): a). Berilmu pengetahuan b). Takwa c). Wara’ (orang yang selalu menjauhi perbuatan maksiat, syubhat, dosa kecil, dan makruhat) d). Jujur e). Menjauhi fanatik golongan f). Mengetahui sebab-sebab menta’dil dan mentajrih Sejarah pertumbuhan ilmu Jarh wa Ta’dil Para ulama merasa punya kewajiban menerangkan keadaan yang sebenarnya dari para perawi hadis meskipun menyangkut hal-hal internal atau pribadi perawi. Tujuannya demi menjaga kemurnian hadis. Menurut Ibnu ‘Adi dalam bukunya, al-Kamil, mengungkapkan bahwa perdebatan tentang kualitas para perawi Hadis sudah dimulai sejak masa sahabat. Misalnya, kalangan sahabat ada yang melakukan penelitian hadis dengan metode al- jarh wa al-ta’dil, antara lain Ibnu Abbas (w. 68 H), Ubaidah bin ash-Shamit (w. 34 H), dan Anas bin Malik (w. 93 H). Sejarah pertumbuhan ilmu Jarh wa Ta’dil Sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain Sa’ad bin al-Musayayab (w. 94 H), Ibnu Sirin (w. 110 H), dan ash-Sha’by (w. 103 H). Pada masa ini, masih sedikit perawi hadis yang dipandang jauh dari lemah dan cacat, karena para perawi itu sebagian besar adalah sahabat, sedangkan semua sahabat dipandang ‘adil. Sementara perawi lain yang bukan sahabat, sebagian besar sebatas tepercaya. Para ulama juga menjelaskan beberapa perawi hadis hasan,antara lain hafalan mereka lemah, kurang kuat, atau riwayat tidak jelas,tidak terdapat dalam kitab al-Jarh wa al-Ta’dil. Sejarah pertumbuhan ilmu Jarh wa Ta’dil Sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain Sa’ad binPada permulaan abad ke-11 H, baru terdapat banyak perawi yang lemah. Kelemahan mereka umumnya disebabkan tidak dhabit (tidak kuat hafalan) serta tidak teliti, misalnya meng-irsal-kan dan me-rafa’-kan hadis yang sebenarnya mauquf. Sejarah pertumbuhan ilmu Jarh wa Ta’dil Namun abad ke-40 H menjadi batas pemisah antara kemurnian sunah dan berkembangnya dari kebohongan dan pemalsuan di satu pihak serta terjadinya perpecahan dalam tubuh Islam, antara Ali dan Muawiyah dalam bentuk peperangan. Hal itu juga terjadi karena periwayatan yang tidak teliti, misalnya meng-irsal-kan Hadis dan me-rafa’-kan Hadis yang sebenarnya mauquf, misalnya yang dilakukan Abu Harun Abdani. Akhir masa tabi’in, lebih-kurang tahun 150 H, mulai banyak yang membicarakan hal ihwal dan kualitas perawi hadis, yang terkenal antara lain Yahya bin Sa’ad al- Qaththan (189 H) dan Abdurrahman bin Mahdi (198 H). Sejarah pertumbuhan ilmu Jarh wa Ta’dil Pada akhir abad ke-3 H, para ulama mulai menyusun kitab-kitab tentang jarh dan ta’dil. Di dalamnya terdapat nama perawi hadis dan sehingga periwayatannya dapat diterima atau ditolak. Tokoh-tokoh yang terkenal antara lain Yahya bin Ma’in (233 H), Ali bin Adullah al-Madini (234 H), Ahmad bin Hanbal (241 H), dan al-Bukhari. Sejarah pertumbuhan ilmu Jarh wa Ta’dil Secara gradual pada tiap masa selama delapan abad, mulai masa sahabat sampai masa hidup Ibnu Hajar (652 H), terdapat ulama yang secara rutin melakukan penelitian tentang keadaan para perawi hadis dan kemudian memberikan penilaian secara objektif dan penuh rasa tanggung jawab. Bahkan hasil penelitian mereka banyak dikodifikasi dan dikemas dalam kitab- kitab jarh dan ta’dil. Ilmu Gharib Al-Hadis Gharibul hadis adalah Ilmu yang mempelajari tentang makna mufrodat atau kata yang terdapat dalam hadis yang maknanya belum diketahui atau bersifat aneh. Cara mengetahui makna yang terdapat dalam Gharib Hadis Cara mengetahui makna yang terdapat dalam Gharib Hadis dapat dilakukan dengan cara. mencari hadis lain yang diriwayatkan oleh perawi yang berbeda dan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat. Dan untuk memahami Ilmu ini dengan baik ketika seseorang yang berkecimpung di dunia tafsir hadis dapat menggunakan kitab-kitab seperti An-nihayah, al-faiq fi gharibil al-hadis serta Al- atsar sebagai panduan. Dalam menentukan makna keghariban suatu hadis dibutuhkan standaritas penafsiran,yaitu dengan cara sebagai berikut : • Adanya hadis yang sanadnya berlainan dengan matan yang mengandung kosa kata asing • Adanya penjelasan sahabat yang memang menjadi perawi hadis • Adanya penjelasan sahabat lain yang tidak meriwayatkan namun mengetahui betul makna hadis tersebut • Adanya penjelasan lain dari perawi yang bukan sahabat. Sejarah Ilmu Gharib Al-Hadis Menurut sejarah, orang yang mula-mula berusaha untuk mengumpulkan lafadz yang gharib adalah Abu Ubaidah Ma’mar ibn Al-Mutsanna (wafat 210 H), kemudian dikembangkan oleh Abdul Hasan Al- Mazini (wafat 204 H.) Sedangkan tiga kitab gharib Al-Hadits pada abad III H adalah susunan Abu Ubaid Al-Qasimi ibn Sallam (wafat 224 H), ibnu Qutaidah Ad-Dainuri (wafat 276 H), dan Al- Khaththabi (wafat 378 H). Sejarah Ilmu Gharib Al-Hadis Kitab lainnya setelah itu adalah Gharib Al-Qur’an dan Al-Hadits susunan Al- Harawi (wafat 401 H), dan Al-Faiq susunan Al-Zamaksyari. Kitab terbesar adalah An-Nihayah susunan ibnu Al- Atsir (wafat 606 H) yang di ikhtisarkan oleh As-Suyuthi (wafat 911 H) dalam kitab Ad-Durr An-Natsir. Manfaat ilmu Rijal al-Hadis dalam penelitian Hadis: a. Sebagai alat untuk mengetahui apakah hadis ini dapat diterima atau ditolak; b. Memberikan pengetahuan tentang hadis yang lebih dahulu datang dan hadis yang datang kemudian; c. Memberikan pengetahuan tentang tersambung atau terputusnya sanad dalam hadis; d. Dapat mengetahui sikap dan pandangan para ahli hadis yang menjadi kritikus terhadap perawi yang menjadi sand hadis dan sikap mereka dalam menjaga otensitas hadis; Manfaat ilmu Rijal al-Hadis dalam penelitian Hadis: e. Memberikan pengetahuan tentang kualitas dan otensitas hadis. f. Dalam sejarah Islam, pada akhir pemerintahan Ali bin Abi Thalib, pemalsuan hadis sudah mulai terjadi. Dan pada masa pemerintahan bani Umayyah sampai akhir abad pertama Hijriyah, pemalsuan itu berkembang pesat. Untuk menjaring hadis-hadis palsu itu, ilmu Rijal al-Hadis sangat diperlukan. g. Dengan ilmu ini kita dapat mengetahui, keadaan para perawi yang menerima hadis dari Rasulullah dan keadaan perawi yang menerima hadis dari sahabat dan seterusnya. h. Dan juga dengan ilmu ini, dapat ditentukan kualitas serta tingkatan suatu hadis dalam permasalahan sanad hadis. Manfaat dalam mempelajari al-jarh wa ta’dil dalam penelitian Hadis adalah: • Ilmu al-Jarh wa alta’dil bermanfaat untuk menetapkan apakah periwayatan seorang rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekali. Apabila seorang rawi dinilai oleh para ahli sebagai seorang rawi yang cacat, periwayatannya harus ditolak, dan apabila seorang rawi dipuji sebagai seorang yang adil, niscaya periwayatannya diterima, selama syarat-syarat yang lain untuk menerima hadis terpenuhi. • Dengan mengetahui ilmu al-Jarh wa at-ta’dil, kita juga akan bisa menyeleksi mana hadis shahih, hasan, maupun hadis yang dho’if, terutama dari segi kualitas rawi, bukan dari matannya. • Apabila kita tidak memahami ilmu al-jarh wa at-ta’dil dan tidak mempelajarinya dengan seksama, maka akan muncul penilaian bahwa seluruh orang yang meriwayatkan hadis ini dinilai sama. Padahal, perjalanan hadis semenjak Nabi Muhammad SAW sampai dibukukan adalah perjalanan yang panjang, dan diwarnai dengan situasi dan kondisi yang tidak menentu. Manfaat mempelajari Ilmu Ghoribul Hadis dalam penelitian Hadis • Manfaat mempelajari Ilmu Ghoribul Hadis • MengetahuiMakna-makna mufrodat yang terdapat dalam Hadis yang masih asin • Menambahkhazanah makna mufrodat dan murokab dalam bahasa Arab • Serta menambah mufrodat yang dipelajari.