Anda di halaman 1dari 24

Ilmu Rijal Al-Hadis, Al

Jarh Wa Ta’dil Dan Gharib


Al-Hadis
Disusun Oleh Kelompok 6 :

1. Imroatus Sholikah (D0A218008)

2. Muhammad Nuh Fathsyah Siregar (D0A218015)

3. Nadia Ilma Rohestina (D0A218016)

4. Putri Tasyana Wihar Fairuz (D0A218018)

MATA KULIAH STUDI HADIS


PROGAM STUDI PENDIDIKAN IPA
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
Ilmu Rijal Al-Hadis
Menurut bahasa, kata rijal berarti para kaum pria. Sedang
Rijal al-Hadis berarti orang-orang di sekitar hadis atau orang-
orang yang meriwayatkan hadis serta berkecimpung dengan
hadis Nabi. Secara terminologi ilmu ini didefinisikan sebagai
ilmu yang membahas tentang keadaan para periwayat hadis
baik dari kalangan sahabat, sahih, maupun generasi- generasi
berikutnya yaitu ilmu yang mempelajari tentang tokoh atau
orang yang membawa hadis, semenjak dari nabi sampai
dengan periwayat terakhir (penulis kitab hadis).
Ilmu rijal al-hadis terdiri atas
dua pokok, yaitu:
• 1. Ilmu Tarikh ar-Ruwah
• Yaituilmu yang mempelajari para periwayat hadis dari segi
yang berkaitan dengan periwayatan hadis.
• 2.Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil
• Yaituilmu yang menerangkan tentang cacat dan keadilan
para periwayat hadis menggunakan redaksi khusus dan
membahas pula tingatan-tingkatan redaksi itu.
Sejarah Penulisan Kitab Rijāl al-
Hadīts
Ulama yang pertama kali menyusun karya dalam
bentuk kitab riwayat ringkas para sahabat
adalah Imam al-Bukhāriy (w. 256 H). Kemudian,
usaha itu dilanjutkan oleh Muhammad Ibn Sa’d
(w. 230 H) dalam karyanya Thabaqāt al-Kubrā,
atau yang lebih dikenal dengan Thabaqāt Ibn
Sa’d.Setelah itu, muncul lagi beberapa ahli, di
antaranya adalah Ibn ‘Abd al-Barr (w. 463 H)
dalam kitabnya Al-Isti’āb.
Sejarah Penulisan Kitab Rijāl al-
Hadīts
Pada permulaan abad ke-7 H, ‘Izz al-Dīn Ibn al-
Atsīr mengumpulkan kitab-kitab yang telah disusun
sebelumnya dalam sebuah kitab besar yang
bernama Usd al-Ghābah. Ibn al-Atsīr ini adalah
saudara dari Majd al-Dīn Ibn al-Atsīr pengarang
kitab Al-Nihāyah fi Gharīb al-Hadīts. Kemudian
kitab Usd al-Ghābah direvisi oleh al-Dzahabiy
dalam kitab Al-Tajrīd.

Sejarah Penulisan Kitab Rijāl al-
Hadīts
Pada abad ke-9 H, Ibn Hajr al-‘Atsqalāniy
menyusun kitabnya yang terkenal dengan
nama Al-Ishābah fi Tamyīz al-Shahābah yang
isinya merupakan gabungan dari Al-Isti’āb
dan Usd al-Ghābah serta berbagai kitab lain.
Kemudian kitab ini diringkas lagi oleh Imam
al-Suyūthi dalam ‘Ain al-Ishābah.
Sejarah Penulisan Kitab Rijāl al-
Hadīts
Imam al-Bukhāriy dan Imam Muslim juga menulis
kitab yang menjelaskan tentang nama-nama sahabat
yang hanya meriwayatkan satu hadis saja yang
diberi nama Wuhdān.
Dalam hal ini, Yahya ibn ‘Abd al-Wahhāb ibn
Mandah al-Asbahaniy (w. 511 H) juga ambil bagian
dalam penulisan sebuah kitab yang menjelaskan
nama-nama sahabat yang hidup 120 tahun.
Ilmu Al-Jahr Wa Ta’dil
Ilmu jarh wa at-ta’dil adalah
ilmu yang membahas hal ihwal
rawi dengan menyoroti
kesalehan dan kejelekannya,
sehingga dengan demikian
periwayatannya dapat diterima
atau ditolak.
Syarat-syarat bagi penta’dil
(mu’addil) dan (jarih):
a). Berilmu pengetahuan
b). Takwa
c). Wara’ (orang yang selalu menjauhi perbuatan maksiat, syubhat, dosa kecil, dan
makruhat)
d). Jujur
e). Menjauhi fanatik golongan
f). Mengetahui sebab-sebab menta’dil dan mentajrih
Sejarah pertumbuhan ilmu Jarh
wa Ta’dil
Para ulama merasa punya kewajiban menerangkan
keadaan yang sebenarnya dari para perawi hadis meskipun
menyangkut hal-hal internal atau pribadi perawi.
Tujuannya demi menjaga kemurnian hadis. Menurut Ibnu
‘Adi dalam bukunya, al-Kamil, mengungkapkan bahwa
perdebatan tentang kualitas para perawi Hadis sudah
dimulai sejak masa sahabat. Misalnya, kalangan sahabat
ada yang melakukan penelitian hadis dengan metode al-
jarh wa al-ta’dil, antara lain Ibnu Abbas (w. 68 H), Ubaidah
bin ash-Shamit (w. 34 H), dan Anas bin Malik (w. 93 H).
Sejarah pertumbuhan ilmu Jarh
wa Ta’dil
Sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain Sa’ad bin
al-Musayayab (w. 94 H), Ibnu Sirin (w. 110 H), dan
ash-Sha’by (w. 103 H). Pada masa ini, masih sedikit
perawi hadis yang dipandang jauh dari lemah dan
cacat, karena para perawi itu sebagian besar adalah
sahabat, sedangkan semua sahabat dipandang ‘adil.
Sementara perawi lain yang bukan sahabat, sebagian
besar sebatas tepercaya. Para ulama juga menjelaskan
beberapa perawi hadis hasan,antara lain hafalan
mereka lemah, kurang kuat, atau riwayat tidak
jelas,tidak terdapat dalam kitab al-Jarh wa al-Ta’dil.
Sejarah pertumbuhan ilmu Jarh
wa Ta’dil
Sedangkan dari kalangan tabi’in
antara lain Sa’ad binPada permulaan
abad ke-11 H, baru terdapat banyak
perawi yang lemah. Kelemahan
mereka umumnya disebabkan tidak
dhabit (tidak kuat hafalan) serta tidak
teliti, misalnya meng-irsal-kan dan
me-rafa’-kan hadis yang sebenarnya
mauquf.
Sejarah pertumbuhan ilmu Jarh wa
Ta’dil
Namun abad ke-40 H menjadi batas pemisah antara
kemurnian sunah dan berkembangnya dari kebohongan dan
pemalsuan di satu pihak serta terjadinya perpecahan dalam
tubuh Islam, antara Ali dan Muawiyah dalam bentuk
peperangan. Hal itu juga terjadi karena periwayatan yang
tidak teliti, misalnya meng-irsal-kan Hadis dan me-rafa’-kan
Hadis yang sebenarnya mauquf, misalnya yang dilakukan Abu
Harun Abdani. Akhir masa tabi’in, lebih-kurang tahun 150 H,
mulai banyak yang membicarakan hal ihwal dan kualitas
perawi hadis, yang terkenal antara lain Yahya bin Sa’ad al-
Qaththan (189 H) dan Abdurrahman bin Mahdi (198 H).
Sejarah pertumbuhan ilmu Jarh wa
Ta’dil
Pada akhir abad ke-3 H, para ulama mulai
menyusun kitab-kitab tentang jarh dan
ta’dil. Di dalamnya terdapat nama perawi
hadis dan sehingga periwayatannya dapat
diterima atau ditolak. Tokoh-tokoh yang
terkenal antara lain Yahya bin Ma’in (233
H), Ali bin Adullah al-Madini (234 H),
Ahmad bin Hanbal (241 H), dan al-Bukhari.
Sejarah pertumbuhan ilmu Jarh wa
Ta’dil
Secara gradual pada tiap masa selama delapan
abad, mulai masa sahabat sampai masa hidup
Ibnu Hajar (652 H), terdapat ulama yang secara
rutin melakukan penelitian tentang keadaan
para perawi hadis dan kemudian memberikan
penilaian secara objektif dan penuh rasa
tanggung jawab. Bahkan hasil penelitian mereka
banyak dikodifikasi dan dikemas dalam kitab-
kitab jarh dan ta’dil.
Ilmu Gharib Al-Hadis
Gharibul hadis adalah Ilmu yang
mempelajari tentang makna
mufrodat atau kata yang terdapat
dalam hadis yang maknanya
belum diketahui atau bersifat
aneh.
Cara mengetahui makna yang
terdapat dalam Gharib Hadis
Cara mengetahui makna yang terdapat dalam
Gharib Hadis dapat dilakukan dengan cara.
mencari hadis lain yang diriwayatkan oleh
perawi yang berbeda dan hadis yang
diriwayatkan oleh sahabat. Dan untuk
memahami Ilmu ini dengan baik ketika
seseorang yang berkecimpung di dunia tafsir
hadis dapat menggunakan kitab-kitab seperti
An-nihayah, al-faiq fi gharibil al-hadis serta Al-
atsar sebagai panduan.
Dalam menentukan makna keghariban
suatu hadis dibutuhkan standaritas
penafsiran,yaitu dengan cara sebagai
berikut :
• Adanya hadis yang sanadnya berlainan dengan matan yang
mengandung kosa kata asing
• Adanya penjelasan sahabat yang memang menjadi perawi
hadis
• Adanya penjelasan sahabat lain yang tidak meriwayatkan
namun mengetahui betul makna hadis tersebut
• Adanya penjelasan lain dari perawi yang bukan sahabat.
Sejarah Ilmu Gharib Al-Hadis
Menurut sejarah, orang yang mula-mula berusaha
untuk mengumpulkan lafadz yang gharib adalah
Abu Ubaidah Ma’mar ibn Al-Mutsanna (wafat 210
H), kemudian dikembangkan oleh Abdul Hasan Al-
Mazini (wafat 204 H.) Sedangkan tiga kitab gharib
Al-Hadits pada abad III H adalah susunan Abu
Ubaid Al-Qasimi ibn Sallam (wafat 224 H), ibnu
Qutaidah Ad-Dainuri (wafat 276 H), dan Al-
Khaththabi (wafat 378 H).
Sejarah Ilmu Gharib Al-Hadis
Kitab lainnya setelah itu adalah Gharib
Al-Qur’an dan Al-Hadits susunan Al-
Harawi (wafat 401 H), dan Al-Faiq
susunan Al-Zamaksyari. Kitab terbesar
adalah An-Nihayah susunan ibnu Al-
Atsir (wafat 606 H) yang di ikhtisarkan
oleh As-Suyuthi (wafat 911 H) dalam
kitab Ad-Durr An-Natsir.
Manfaat ilmu Rijal al-Hadis
dalam penelitian Hadis:
a. Sebagai alat untuk mengetahui apakah hadis ini dapat diterima
atau ditolak;
b. Memberikan pengetahuan tentang hadis yang lebih dahulu datang
dan hadis yang datang kemudian;
c. Memberikan pengetahuan tentang tersambung atau terputusnya
sanad dalam hadis;
d. Dapat mengetahui sikap dan pandangan para ahli hadis yang
menjadi kritikus terhadap perawi yang menjadi sand hadis dan sikap
mereka dalam menjaga otensitas hadis;
Manfaat ilmu Rijal al-Hadis dalam
penelitian Hadis:
e. Memberikan pengetahuan tentang kualitas dan otensitas hadis.
f. Dalam sejarah Islam, pada akhir pemerintahan Ali bin Abi Thalib,
pemalsuan hadis sudah mulai terjadi. Dan pada masa pemerintahan
bani Umayyah sampai akhir abad pertama Hijriyah, pemalsuan itu
berkembang pesat. Untuk menjaring hadis-hadis palsu itu, ilmu Rijal
al-Hadis sangat diperlukan.
g. Dengan ilmu ini kita dapat mengetahui, keadaan para perawi yang
menerima hadis dari Rasulullah dan keadaan perawi yang menerima
hadis dari sahabat dan seterusnya.
h. Dan juga dengan ilmu ini, dapat ditentukan kualitas serta
tingkatan suatu hadis dalam permasalahan sanad hadis.
Manfaat dalam mempelajari al-jarh wa
ta’dil dalam penelitian Hadis adalah:
• Ilmu al-Jarh wa alta’dil bermanfaat untuk menetapkan apakah periwayatan
seorang rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekali. Apabila seorang
rawi dinilai oleh para ahli sebagai seorang rawi yang cacat, periwayatannya harus
ditolak, dan apabila seorang rawi dipuji sebagai seorang yang adil, niscaya
periwayatannya diterima, selama syarat-syarat yang lain untuk menerima hadis
terpenuhi.
• Dengan mengetahui ilmu al-Jarh wa at-ta’dil, kita juga akan bisa menyeleksi
mana hadis shahih, hasan, maupun hadis yang dho’if, terutama dari segi kualitas
rawi, bukan dari matannya.
• Apabila kita tidak memahami ilmu al-jarh wa at-ta’dil dan tidak mempelajarinya
dengan seksama, maka akan muncul penilaian bahwa seluruh orang yang
meriwayatkan hadis ini dinilai sama. Padahal, perjalanan hadis semenjak Nabi
Muhammad SAW sampai dibukukan adalah perjalanan yang panjang, dan
diwarnai dengan situasi dan kondisi yang tidak menentu.
Manfaat mempelajari Ilmu Ghoribul
Hadis dalam penelitian Hadis
• Manfaat mempelajari Ilmu Ghoribul Hadis
• MengetahuiMakna-makna mufrodat yang
terdapat dalam Hadis yang masih asin
• Menambahkhazanah makna mufrodat dan
murokab dalam bahasa Arab
• Serta menambah mufrodat yang dipelajari.

Anda mungkin juga menyukai