Anda di halaman 1dari 10

KITAB BULUGH AL-MARAM

Deviana Ramadhanis (2000027060)


Nadia Alma Shapira (2000027017)
Zulfa Laila Fitri (2000027068)

Pendahuluan
Kitab Bulughul Maram merupakan kitab yang tidak asing lagi bagi kaum
Muslimin. Kitab ini memuat kumpulan hadits-hadits tentang hukum Islam yang
disusun secara sistematis berdasarkan bab-bab fikih, disertai dengan penjelasan
singkat tentang status hadits dilihat dari sisi sanad dan matannya. Ditulis oleh
seorang ulama besar Ahlus Sunnah yang tidak diragukan keilmuannya, al-Hafizh
Ibnu Hajar al-Asqalani.
Kitab ini sangat penting untuk dibaca oleh semua kalangan, khususnya
bagi yang ingin mengetahui dan mengkaji hukum-hukum fikih melalui hadits-
hadits Nabi. Kitab ini telah ditahqiq berdasarkan tiga naskah manuskrip jutab
Bulughul Maram, sehingga naskahnya lebih otentik dan lebih terjamin
keasliannya; hadits-haditsnya telah dilengkapi dengan takhrij dan derajat hadits
berdasarkan kitab-kitab Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani yang
dilakukan oleh murid beliau, Syaikh Isham Musa Hadi, sehingga validitas dan
derajar hadits-haditsnya dapat diketahui; buku ini juga dilengkapi daftar istilah
ilmiah yang memuat penjelasan tentang istilah-istilah dalam ilmu hadits. Selain
itu ada penjelasan tentang definisi istilah fikih yang berkaitan dengan judul bab
tersebut. Dalam kajian ini, penulis berupaya menyusun rangkaian informasi yang
memuat seputar biografi penulis kitab, metode penulisan dan deskripsi kitab
Bulughul Maram.
1. Penulis Kitab Bulughul Maram

a. Biografi Penulis
Nama lengkap Ibn Hajar adalah Ahmad Ibn ‘Ali Ibn Muhammad Ibn ‘Ali
Ibn Mahmud Ibn Ahmad Ibn Hajar al-Kannani al-Qabilah. Ia berasal dari
al-‘Asqalani. Ia lahir di pinggiran sungai Nil, sekitar Dar-Nuhas dekat dengan
Masjid al-Jadid di Mesir, pada tanggal 22 Sya‘ban 773 H bertepatan dengan
tanggal 18 Februari 1372 M. Ia seorang ulama hadis, sejarawan, Syaikh al-
Islam, seorang hafiz, Amir al-Mu’minin dalam bidang hadis. Ia diberi gelar
Syihabuddin dan nama kuniahnya adalah Abu al-Fadl dan ahli fiqh mazhab

1
Syafi‘i. Adapun julukan al-‘Asqalan adalah bagian dari tradisi keluarga-keluarga
muslim yang menyebar ke mana-mana. 1
Nenek moyangnya mula-mula pindah ke Iskandariyah dan kemudian
pindah ke Kairo. Ibnu Hajar ditinggal orang tuanya sejak dini. Ayahnya Nuruddin
‘Ali (w. 77 H/1375 M) adalah ulama besar yang selain dikenal sebagai muftijuga
dikenal sebagai penulis sajak-sajak keagamaan. Ibunya, Tujjar, adalah seorang
wanita kaya yang aktif dalam kegiatan perniagaan, juga telah lebih dulu
meninggalkannya. Ibnu Hajar kemudian diasuh oleh seorang saudagar yang
bernama Zakiuddin Abu Bakar al-Karubi, yang meninggal saat Ibnu Hajar
memasuki usia 14 tahun. Pada usia lima tahun Ibnu Hajar sudah masuk sekolah,
dan pada usia 9 tahun ia telah mampu menghafal Al-Qur’an di bawah bimbingan
Muhammad Ibnu ‘Abdal-Razzaq al-Safati.2 Pada usia 11 tahun, Ibnu Hajar
berangkat haji bersama pengasuhnya, yaitu sekitar tahun 784 H. Ia telah hafal
‘Umdah al-Ahkamkarya al-Maqdisi,Mukhtasar Ibnu Hajab, Muhammad al-‘Irab
karya al-Harawi, al-Fiyah karya al-‘Iraqi, al-Diyah karya Ibnu Malik, dan
Tanbih karya al-Syirazi. Pada usia yang sama Ibnu Hajar pergi ke Makkah
dan menetap di sana guna mendalami ilmu fiqh. Namun, akhirnya beralih ke
ilmu hadis dan memutuskan untuk menekuninya. Ia sempat berpidah-pindah dari
Hijaz, Syam, Kairo, dan Yaman untuk mempelajari ilmu hadis hingga menjadi
seorang muhaddis handal. Ketenaran karya-karya besarnya di bidang hadis, fiqh,
dan biografi tersebar ke mana-mana.3
b. Karir dan Karya Intelektual
Ibnu Hajar menjadi sosok penting dalam kekuasaan Dinasti Mamluk
II. Semenjak tahun 1424 M ia telah menjabat Qadhi al-Qudhatmazhab Syafi‘i,
jabatan qadhitertinggi di mana pemangkunya memiliki keistimewaan di atas
seluruh qadhimazhablain. Apalagi mazhab Syafi‘i merupakan mazhab resmi
dinasti Mamluk. Ibnu Hajar menduduki jabatan strategis ini selama 21 tahun.
Selama itu ia sempat turun-naik beberapa kali akibat sikap independen dan
konsistensinya terhadap suatu pendapat dan kebenaran.Ia sangat lembut, hati-hati,
rendah hati, dan cenderung terhadap kelembutan dan keindahan. Catatan-catatan
hariannya yang berjudul Anba’ al-Gumr fi Abna’ al-‘Umr merupakan cerminan
kepribadiannya yang lembut dan sifatnya yang terpuji sekaligus sumber
orisinal paling penting mengenai sejarah masa itu. Hal ini tidak lain karena secara
implisit apa yang dipaparkannya itu mencatat peristiwa-peristiwa di era Mamluk
II dan kebijakan politiknya secara umum yang tidak dapat dipahami dan
diungkap lewat sumber-sumber lain. Ibnu Hajar memulai catatan hariannya ini
dengan menggambarkan situasi tahun kelahirannya dan sekilas sejarah Dinasti
Mamluk semasa hidupnya, sehingga sepintas mirip dengan Kitab al-I‘tibarkarya
1
Fitria N. Laiya, “Metode Penyusunan Kitab Tahzib Al-Tahzib Karya Ibnu Hajar Al-Asqalani”.
Jurnal Pemikiran Kontruktif Bidang Filsafat dan Dakwah”, Vol. 18 No. 2, Desember 2018
2
Limyah al-Amri, op. cit., h. 52.
3
Yusri Abdul Ghani Abdullah, Historigrafi Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004)

2
Usamah bin Munqiz al-Syiziri. Di situ juga terungkap sifat-sifat dan
perasaan-perasaan Ibnu Hajar yang halus, sampai-sampai melukiskan bentuk
bunga mawar dan bunga-bunga lainnya saat musim semi tiba hingga ketika
ia wafat tahun 1449 M.4
Ibnu Hajar banyak melakukan perjalanan untuk mencari ilmu. Ia belajar
ilmu fiqh, bahasa Arab, ilmu hisab, dan sebagainya pada al-Syam Ibn al-Qathan.
Selain itu, ia belajar fiqh dan bahasa Arab juga pada al-Nur al-Adami dan fiqh
pada al-Abnasi, al-Bulqini, dan Ibn al-Mulqin. Dan pada al-‘Iz Ibn Jama‘ah ia
mempelajari kitab al-Manhaj, Jam‘ul Jawami‘, Syarhul Mukhtasar, al-Mutul,
dan ilmu-ilmu syair. Dikatakan bahwa ilmu yang pertama dipelajari adalah
ilmu ’Adab dan sejarah. Kemudian ia pindah keKairo dan belajar ilmu hadis,
yaitu pada tahun 796 H, seperti yang dikemukakan oleh al-Sakhawi. Selain itu,
ia juga melakukan perjalanan ke al-’Aqthar dan belajar pada banyak syaikh,
kemudian ke Makkah, Damaskus, Yaman, dan kota-kota lain di Mesir. Ia pergi
ke Mekkah tahun 785 H, dan di sanalah ia belajar Shahih al-Bukhari pada
al-Nasyawari, guru pertamanya dalam bidang hadis. Guru-guru Ibnu Hajar antara
lain:
1)Abu’Ishaq Ibrahim bin Ahmad al-Tanukhi (709 H-800 H), gurunya
dalam ilmu qira’at.
2)Al-Zin al-‘Iraqi (725 H-806H), gurunya dalam bidang hadis.
3) Al-Nur al-Haisami (735 H-807 H), penghapal banyak matan.
4) Al-Bulqini (734 H-805 H), banyak hapalannya.
5)Ibn al-Mulqin (723 H-804 H), banyak karangannya.
6) Majduddin al-Fairuz Abadi (729 H-817 H), ahli dalam bidang bahasa.
7) Al-Gimari al-Maliki (720 H-802 H).
8) Al-‘Iz ibn Jama‘ah.
9) Abul ‘Abbas Ahmad ibn ‘Umar al-Baqdadi al-Lu’lu’i.
10) Abu Hurairah ‘Abdurrahman ibn al-Hafiz al-Zahabi.
11) Abu Sa‘ad ‘Abdul Karim al-Sam‘ani.
12) Al-Kamal, Ahmad al-Sanbati.
13) Ibnu ‘Arafah al-Wargami al-Maliki.
14) Al-Balisi.

4
Fitria N. Laiya, “Metode Penyusunan Kitab Tahzib Al-Tahzib Karya Ibnu Hajar Al-Asqalani”.
Jurnal Pemikiran Kontruktif Bidang Filsafat dan Dakwah”, Vol. 18 No. 2, Desember 2018

3
15) Al-Saidah Maryam binti al-Azra‘i.
16) Al-Saidah Fatimah, dan al-Saidah ‘Aisyah binti Muhammad ibn ‘Abdul
Hadi.
Ibnu Hajar mengumpulkan nama guru-gurunya dalam kitabnya al-
Majma‘ul Mu’assasu bi al-Mu‘jamil Mufahras. Ia mengumpulkan nama
guru-gurunya berdasarkan huruf mu‘jam. Dan pembagian nama-nama tersebut
terbagi atas dua bagian, pertama: guru-guru yang ia menerima pelajaran dari
mereka berdasarkan riwayat. Kedua: guru-guru yang membacakan padanya
sesuatu berdasarkan dirayah.5
Sedang murid-muridnya antara lain: Zakariya ibn Muhammad al-
Anshari, Syamsuddin Muhammad ibn ‘Abdurrahman al-Sakhawi, al-Jamal
Ibrahim al-Qalqasandi, ‘Abdul Haq al-Sinbati, al-‘Aziz Fahad, Ibn
Arkamasi, al-Burhan al-Biqa‘i, Ibnu Haidari, al-Kamal Ibnu al-Hammam al-
Hanafi, Qasim Ibnu Qutlubuga, Ibnu Taghir Bardi, Ibnu Quzni, Abul Fadl
Ibnuasy-Syihnah, al-Muhib al-Bakri, Ibnu al-Sairafi, dan sebagainya.6
Itulah riwayat hidup Ibnu Hajar dan karya-karyanya yang telah
dihasilkan. Karya-karyanya tersebut masih banyak digunakan sampai pada zaman
sekarang. Tidak jarang karya yang telah dibuatnya disempurnakan kembali
dengan membuat karya yang baru, seperti karyanya Nukhbatul
Fikrdisempurnakan kembali dengan mengarang Nuzhat al-Nazar. Hal ini
menunjukkan perhatiannya yang besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Imam Ibnu Hajar memiliki karya yang sangat banyak. Didalam kitab
Tahzib al-Tahzib disebutkan bahwa kurang lebih karyanya sekitar 105 kitab
dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang ‘ulum al-Qur’an, ia menulis Asbab
al-Nuzul, al-Itqan fi Jami‘ al-Hadis, Fadha’il al-Qur’an, dan Ma Waqa‘a fi al-
Qur’an min Gair al-Lugah al-‘Arab, Al-Ihkamu li bayani ma fil Qur’an min al-
Ibham,dan sebagainya. Bidang ‘ulumal-Hadis, ia menulis Nukhbah al-Fikr fi
Mustalah Ahl al-Asar,dan Nuhzat al-Nazar fi Nukhbatil Fikr. Dalam bidang fiqh,
ia menulis Bulugul Maram min Ahadis al-Ahkam, dalam syarh al-hadis ia
menulis Fath al-Bari bi Syarhi Sahihil Bukhari, al-Nukah ‘alaTauqih al-Zarkasyi
‘ala al-Bukhari. Sedangkan pada bidang rijal, ia menulis Tahzib al-Tahzib, Taqrib
al-Tahzib, Lisan al-Mizan, Al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah, Anba’ al-Gumr fi
Abna’ al-‘Umr dan sebagainya.7
Dalam bidang metodologi hadis (al-Thuruq al-Hadis), ia menulis Ta‘liq al-
Ta‘liq, dan al-Qaul al-Musaddad fi al-Zib ‘an al-Musnad li Imam Ahmad bin

5
bid., h. 24-25. Lihat Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Lisan al-Mizan (Jilid I; Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 1997 H), h. 64-66.
6
Limyah al-Amri, op. cit., h. 60-61.
7
Ibnu Hajar al-‘Asqalani, op. cit., h. 27-30. Lihat Limyah al-Amri, op. cit., h. 55-59.

4
Hanbal. Bidang takhrij, ia menulis al-Istidrak ‘ala Syaikhihi al-‘Iraqi fi Takhrij al-
Ihya’.
Dalam bidang athraf, ia menulis Athraf al-Mukhtarah, al-Nukat al-Ziraf ‘ala al-
Athraf. Bidang mu‘jam danbiografi guru-guru, ia menulis Tajrid al-Asanid al-
Kutub al-Masyhurah wa al-Azja’ al-Mansyurah (al-Mu‘jam al-Mufahras), al-
Mu‘jam al-Mu’assas li al-Mu‘jam al-Mufahras. Bidang tarikh, ia menulis Ad-
Durar al-Kaminah fi A‘yan al-Mi‘ah as-Saminah, Raf‘ul Isr ‘anQudhat Misr.8
c. Pemikiran Penulis
Menurut sebagian peneliti dan pakar sejarah mengatakan bahwa Ibnu
Hajar adalah ulama “Lintas Disiplin”. Artinya, beliau tidak hanya menguasai
hadis baik secara riwayat atau dirayat, namun beliau menjadi rujukan dalam
disiplin-disiplin keilmuan yang lain, seperti Tafsir, Bahasa-Sastra, Sejarah, dan
Fiqih. Dari segi landasan ideologi, Ibnu Hajar mengikuti dan menegaskan untuk
mengikuti generasi salaf saleh dan menjauhi hal-hal yang tidak ada landasan
dalam Islam dan bertentangan dengannya. Karena itu, beliau mencela Ilmu
Kalam, mendukung sikap penyerahan makna sifat-sifat Allah yang seakan
menyerupai makhluk kepada kehendak Allah sebenarnya. Bagi kita, cukup untuk
mengimani segala sesuatu yang diwajibkan Allah atau lewat RasulNya,
menetapkan dan menghilangkan praduga keserupaanNya dengan Makhluk.
Gelar As-Syafii yang diembannya mengindikasikan bahwa dalam
memformulasi hukum, Ibnu Hajar mengikuti jejak dan metodologi Imam
Muhammad Ibnu Idris As-Syafii, terutama dalam hal fondasi-fondasi pemahaman
Ushul Fiqih dan Ushul Al-Hadis sebagaimana yang tertera dalam banyak buku-
buku primer karya Imam Syafii seperti Ar-Risalah, Ahkam Al-Quran, Ikhtilaf Al-
Hadis, Jima’ Al-Ilmi, Ibthail Al-Istihsan, dan Kitab Al-Qiyas. Dalam konteks ini,
Dr. Ali Jum’ah mengutip bahwa fundamen-fundamen madzab syafii yaitu :
1. Mengikuti Al-quran dan Sunnah
2. Mengikuti kebenaran dan argumentasi atau dalil selama dalil itu valid
3. Perhatian yang besar terhadap perkataan sahabat Nabi
4. Menggunakan perangkat Qiyas secara proporsional, artinya tidak seketat
Imam Malik dan tidak sebebas Imam Abu Hanifah
5. I’tibar Al-Adhl fi Al-Asyya atau reabilitas dan penggunaan asal atau
landasan murni dalam suatu persoalan
6. Al-Istishab dengan maksud ditetapkannya suatu hukum pada kondisi
kedua dengan berdasarkan pada hukum pada kondisi pertama. Dengan
catatan, bahwa dalil pembatal dan bertentangan tidak ditemukan

8
Ibid, hlm 67-72

5
Istiqra atau penalaran induktif yaitu penalaran dari kasus-kasus partikular untuk
menarik kesimpulan umum.
2. Kitab Bulughul Maram

a. Latar belakang kitab


Pada muqadimah dikitab ini, pengarang memberi nama kitab ini yakni
“Bulugul Maram Min Adilatil Ahkam”. Ibnu hajar menyebutkan bahwa Kitab ini
dibuat secara ringkas dasar-dasar dalil hadis yang berkaitan dengan masalah
hukum syariat. Disusun dengan sangat baik sehingga memudahkan orang untuk
menghafalnya meskipun sebagai pemula. Beliau menyebutkan bahwa disetiap
akhir hadisnya dijelaskan mukharij dengan tujuan menasihati ummat. Kitab ini
dinamai bulugh al maram min adillah al ahkam, sabagai hadiah yang ditujukan
kepada setiap pecinta ilmu dan pemula agar dimudahakannya dalam mempelajari
dalil hukum syariat melalui hadis hadis naaabi saw. Sehingga kitab ini disusun
berdaasarkan urutan-urutan fiqih. 9
Kitab ini termasuk ke dalam klasifikasi kitab-kitab hukum yaitu kitab yang
hanya mencakup hadis-hadis hukum, di mana pengarangnya memilih hadis-hadis
tersebut dari kitab-kitab induk dalam mushanafat dan menyusunnya sesuai dengan
urutan bab yang terdapat dalam kitab fiqih. Walaupun kitab tersebut khusus
membahas hadis-hadis hukum, namun Imam Ibnu Hajar pada akhir kitab menulis
bab-bab yang penting mengenai adab (etika), akhlak, dzikir dan doa sebagai
pelengkap kitab tersebut.10
Muhammad Abu Zuhu dalam kitabnya menyebutkan bahwa pada fase ini,
faktor politik memiliki peranan yang mendominan bagi para ulama sebagai latar
belakang dalam menyusun sebuah kitab dan corak dari kitab tersebut. Menurut
beliau, setelah khilafah ‘Abasiyah berhasil diruntuhkan oleh tentara Mongol pada
tahun 656 H, kemudian disusul dengan penghancuran kota Baghdad yang
dilakukan oleh Hulaku (salah satu pemimpin Mongol) selama 40 hari, rihlah
ilmiyah para ulama ke berbagai daerah Islam menjadi terhenti dan terputus.
Keadaan seperti ini, pada akhirnya menjadikan riwayah syafahiyah pun ikut
terputus.
Para ulama pada fase ini hanya menekuni dan mengkaji kitab-kitab ulama
terdahulu dengan cara mengkumpulkan, meringkas, mensyarahi, mentakhrij
hadis-hadisnya dan lain sebagainya, seperti Imam Al Bushairi (840 H) yang
menyusun kitab zawa’id, Imam As Sakhawi (902 H) yang menyusun kitab Al
Maqasid Al Hasanah, Imam As Suyuti (911 H) yang menyusun kitab jam’ul
jawami’ dan lain sebagainya. Selain itu, perhatian orang-orang terhadap hadis

9
Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, Bulugul Maram Min Adilatil Ahkam, (Surabaya: Al Hidayah, t.th), h 10
10
Mahmud At Tahan, Ushul At Takhrij Wa Dirasah Al Asanid, (Riyadh: Maktabah Al Ma’arif,
1417 H), h 124

6
semakin berkurang dan mayoritas dari mereka hanya menekuni pembahasan-
pembahasan yang berkaitan dengan furu’ (cabang). Maka dari penjelasan diatas,
ada indikasi bahwa faktor yang melatarbelakangi Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani
dalam menyusun kitab bulugul maram adalah terputusnya rihlah ilmiyah para
ulama ke berbagai daerah Islam yang juga menyebabkan terputusnya riwayah
syafahiyah dan perhatian orang-orang yang cenderung lebih besar untuk mengkaji
berbagai permasalahan furu’ (cabang).11
Dilihat dari aspek yang disebutkan diatas, besar kemungkinan jika factor
yang melatarbelakangi Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani dalam menyusun kitab
bulugul maram adalah terputusnya rihlah ilmiyah para ulama ke berbagai daerah
Islam -yang juga menyebabkan terputusnya riwayah syafahiyah- dan perhatian
orang-orang yang cenderung lebih besar untuk mengkaji berbagai permasalahan
furu’ (cabang).12
Kitab ini telah di syarh oleh banyak ulama, diantaranya adalah:
1. Muhammad bin Isma’il Ash Shan’ani (1107 H) dengan karyanya Subul As
Salam.
2. Abu Al Khair Khan bin Nawab dengan karyanya Fath Al ‘Alam.
3. Muhammad bin Yusuf Al Ahdal dengan karyanya Syarh As Sayid
Muhammad bin Yusuf Al Ahdal;
4. Al ‘Alamah Al Mauluwi Ahmad Hasan Ad Dahlawi dengan karyanya
Syarh Al ‘Alamah Al Mualuwi Ahmad Hasan Ad Dahlawi.13

b. Metode Penulisan Kitab


Kitab Bulughul Maram termasuk dalam klarifikasi kitab-kitab hukum,
sehingga metode penulisan kitab ini ialah maudhu’I (tematik), yaitu sesuai dengan
urutan bab yang terdapat dalam kitab fiqh.14 Didalam nya membahas masalah,
antara lain, thaharah, shalat, puasa, dan zakat. Kitab ini terdiri dari 16 bab yang
dimulai dari bab bersuci (Kitab Thaharah) sampai Bab kompilasi (Kitab al -
Jami’), setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab. Memuat 1.596 hadis shohih,
hasan bahkan dho’if yang bertemakan fiqh.
Dalam aspek penulisan hadis, Kitab Bulughul Maram ini menggunakan
metode periwayatan hadis secara ta’liq, yaitu membuang keseluruhan sanad hadis
kecuali sahabat atau tabi’in.15 Ibnu Hajar menyertakan jalur-jalur periwayatan

11
Muhammad Abu Zuhu, Al Hadis Wa Al Muhadisun, h 438-443
12
Sholihah, Izzatus. "Mengkaji Kitab Bulugh al-Maram." SAMAWAT: JOURNAL OF HADITH
AND QURANIC STUDIES 2.1 (2018). Hlm 22
13
Ibid, hlm 23
14
Mohd Muhiden Abd Rahman, Autentikasi Hadis-Hadis Kitab Jinayah dan Hudud daripada
Kitab Bulughul Maram karya Al Hafiz Ibn Hajar al Asqalani. Hlm. 21
15
Ibid. hlm 31

7
hadis secara ringkas dan menyebutkan tambahan-tambahan redaksi dari riwayat
lainnya dan menjelaskan statusnya. Ibnu Hajar dalam menuliskan kitabnya juga
menjelaskan status hadis-hadis yang lemah (padanya ada kelemahan, sanadnya
lemah,…dsb), atau dengan keterangan ulama, seperti “dilemahkan oleh Abu
Hatim,dll”. Dalam hal penguat hadis, Ibnu Hajar menyertakan keterangan ringkas
yang hanya mencatumkan sanad saja tanpa mengulang isi matan.
Contoh :
‫لوا إلى‬PP‫ {التص‬: ‫ول‬PP‫لم يق‬PP‫ه وس‬PP‫لى هللا علي‬PP‫ال هللا ص‬PP‫ه ق‬PP‫ سمعت رسول ّ رضي هللا عن‬: ‫عن أبي مرثد الغنوي‬
16
‫ رواه مسلم‬،}‫القبور وال تجلسوا عليها‬
Untuk hadis-hadis yang sama-sama diriwayatkan oleh beberapa perawi
yang berbeda, terkadang beliau cukup menggunakan enam istilah dalam kaidah
penulisan beliau. Diantaranya adalah :
1. Al sab’ah : Tujuh tokoh ulama hadis yaitu Imam Ahmad bin Hanbal, Imam
Bukhari, Imam Muslim, Imam Abi Daud, Imam al-Tirmidzi, Imam Nasa’i
dan Imam Ibn Majah.
2. Al Sittah : Enam tokoh ulama hadis yaitu Imam Bukkhari, Imam Muslim,
Imam Abu Daud, Imam al-Tirmidzi, Imam Nasa’i dan Imam Ibn Majah.
3. Al Khamsah : Lima tokoh ulama hadis yaitu Imam Ahmad bin Hanbal,
Imam Abu Daud, Imam al-Tirmidzi, Imam Nasa’i dan Imam Ibn Majah.
4. Al Arba’ah : Empat tokoh ulama hadis yaitu Imam Abu Daud, Imam al-
Tirmidzi, Imam Nasa’I dan Imam Ibn Majah.
5. Al Tsalatsah : Tiga tokoh ulama hadis yaitu Imam Abu Daud, Imam al
Tirmidzi dan Imam Nasa’i.
6. Muttafaq ‘Alayh : Imam Bukhari dan Imam Muslim.17
Dalam mengistinbat hukum, Ibnu Hajar menggunakan metode qawaid al
usuliyyah lughowiyyah dan qawaid usuliyyah al-ijtihadiyyah seperti qiyas,
istihsan, maslahah mursalah, ‘urf, istishab, syar’u man qablana, saddu zari’ah dan
madzhab sahabah.18
Sedangkan dalam menyelesaikan ta’arud al ad’illah, ibnu hajar menggunakan
beberapa tahap, yaitu:
1. Al jam’u (Menghimpun hadis yang tampak bertentangan)

16
Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, Bulugul Maram Min Adilatil Ahkam, h 52
17
Siti Sarah binti Ibrahim, Metodologi Penulisan Hadith Hukum : Kajian Perbandingan Antara
Kitab Al Muntaqa dengan Bulughul Maram.
18
Robi Permana, Manhaj Ibn Hajar dalam Kitab Bulughul Maram: Studi Analisis Manhaj Tashnif,
Hadis dan Fikih Ibn Hajar. UIN Sunan Gunung Djati Bandung (2020)

8
2. Al nasikh wa al Mansukh
3. Al Tarjih
4. Al Tawaqquf (menunggu sampai ada petunjuk atau dalil lain yang dapat
menyesuaikannya atau menjernihkannya).
c. Kelebihan dan kekurangan
Kitab Bulughul Maram Min Adillah al-Ahkam mengandung banyak
kelebihan dibandingkan dengan kitab-kitab yang lain dalam bidang ilmu hukum
(hadis ahkam) terutama dalam aspek bahasa, isi kandungan, pendekatan penulisan
dan sebagainya. Diantara kelebihan tersebut adalah :
1. Merupakan sebuah kitab yang dijadikan rujukan utama dalam bidang hadis
hukum (hadis ahkam)
2. Gaya bahasa yang digunakan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalany dalam
menguraikan kitab ini adalah sesuai dan mudah dibaca oleh semua
golongan yang memahami bahasa Arab
3. Terdapat keterangan sumber hadis dalam kitab ini sehingga memudahkan
untuk men-takhrij-nya
4. Terdapat uraian dari maksud hadis
Kelemahan dari kitab Bulughul Maram ini adalah uraian mengenai hadis-
hadis ini terlalu ringkas sehingga menyulitkan bagi pembaca.

Kesimpulan
Kitab Bulugh al-Maram yang ditulis oleh ulama sekaligus cendikiawan
yang diakui integritas serta keilmuannya ini berisi kumpulan hadis hukum yang
dikenal karena bobot dan kualitasnya. Isinya walaupun ringkas dan hanya memuat
pokok-pokok hadis hukum, menjadi rujukan penting bagi para ulama di zaman
sekarang ini. Bahkan, banyak ulama yang memberikan perhatian khusus terhadap
kitab ini dengan memberikan komentar (syarah) dan menguraikan hukum-hukum
fikih yang terkandung di dalamnya.

9
Daftar Pustaka
Ahmad Farid, Min A‘lam al-Salaf (Kairo: Dar al-Aqidah, 1426 H/2005
M), h.835. Lihat Syamsuddin Ibn Ahmad al-Zahabi, Mizan al-I‘tidal fi Naqd al-
Rijal (Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1416 H/1995 M)
Fitria N. Laiya, “Metode Penyusunan Kitab Tahzib Al-Tahzib Karya Ibnu
Hajar Al-Asqalani”. Jurnal Pemikiran Kontruktif Bidang Filsafat dan Dakwah”
Mohd Muhiden Abd Rahman, Autentikasi Hadis-Hadis Kitab Jinayah dan
Hudud daripada Kitab Bulughul Maram karya Al Hafiz Ibn Hajar al
Asqalani.Journal of Hadith Studies, Vol.7, No. 2 (Desember 2022)
Robi Permana, Manhaj Ibn Hajar dalam Kitab Bulughul Maram: Studi
Analisis Manhaj Tashnif, Hadis dan Fikih Ibn Hajar. UIN Sunan Gunung Djati
Bandung (2020)
Siti Sarah binti Ibrahim, Metodologi Penulisan Hadith Hukum : Kajian
Perbandingan Antara Kitab Al Muntaqa dengan Bulughul Maram.
Yusri Abdul Ghani Abdullah, Historigrafi Islam (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2004)
Lisan al-Mizan (Jilid I; Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1997 H)
https://www.academia.edu/36057059/
Ibnu_Hajar_al_Asqalani_Panglima_Muhaddithin

10

Anda mungkin juga menyukai