Anda di halaman 1dari 9

NAMA KELOMPOK : 1.

AISY ZUHRIYATUL AZIZAH (2000027031)


2. MUHAMMAD ABDUL AZIZ (2000027039)
3. MUHAMMAD RAYHAN FUADI (2000027079)
4. NURFITRININGSIH (2000027111)

KONSEP SAHABAT DAN TABI’IN


1. Pengertian sahabat dan Tabi’in
a. Pengertian Sahabat
Ada perbedaan pendapat dalam mendefinisikan sahabat. Salah satunya:

‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ُ ‫سلَّ َم َوإِنْ لَ ْم تَطُ ْل‬
. ‫ص ْحبَتَهُ لَهُ َوإِنْ لَ ْم َي ْر ِو َع ْنهُ ش َْي ًء‬ َ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫سلِ ٍم َرأَى َر‬
َ ِ ‫س ْو َل‬ ْ ‫ُك ُّل ُم‬
“ setiap muslim yang melihat Rasulullah SAW, walaupun tidak lama persahabatannya
dan tidak meriwayatkan satu hadist pun.1
Pengertian sahabat yang pertama secara longgar diberikan kepada siapa saja yang
melihat Rasulullah SAW, sekalipun hanya sebentar dan tidak meriwayatkan hadist yang
penting. Pendapat pertama ini didukung oleh Al-Bukhari dalam kitab shahihnya.
‫هّٰللا‬
ْ َ‫سلِ ِم ْيفَ ُه َو ِمنْ أ‬
. ‫ص َحابِ ِه‬ ْ ‫سلَّ َم أَ ْو َرآهُ ِمنَ ا ْل ُم‬
َ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ص ِح َب النَّبِ َّي‬
َ ْ‫َمن‬

“ Barangsiapa dari kaum muslimin yang bersahabat dengan Nabi SAW, atau
melihatnya ia tergolong sahabatnya.”2
Sementara itu, pengertian yang dikemukakan oleh ulama ushul mengalami
penyempitan sehingga mereka yang gugur tidak tergolong sahabat. Kelompok
Ushuliyun memandang gelar sahabat sebagai orang yang memiliki hubungan
persahabatan dengan Nabi secara dekat dan mampu meriwayatkan hadits yang dapat
dijadikan dalil hukum. Ibnu Hajar dalam Al-Fath yang dikutip oleh Al-Suyuthi
mengemukakan bahwa definisi sahabat yang sederhana dan berada di definisi di atas
ialah:
‫هّٰللا‬
ْ ‫سلَّ َم ُمؤْ ِمنًابِ ِه َو َماتَ َعلَى ا ِإل‬
‫ساَل ِم‬ َ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ َمنْ لَقِ َي النَّبِ َّي‬.
“ Orang yang bertemu dengan Nabi SAW, beriman kepadanya dan meninggal dalam
beragama islam.3
b. Pengertian Tabi’in
Pada pengertian Tabi’in, secara bahasa diartikan dengan pengikut. Sementara itu
secara istilah, Tabi’in diartikan dengan,

‫س َوا ٌء َكانَ اللِّقَا ُء قَلِ ْياًل أَ ْو َكثِ ْي ًرا‬ َ َ‫ساَل ِم َولَ ْو َكان‬
َ ‫ص ِغ ْي ًرا ُم َميِّزًا‬ ْ ‫ص َحبِيًّا َو َماتَ َعلَى ا ِإل‬
َ ‫َمنْ لَقِ َي‬

1
Adil Muhammad Darwisy, Nazharat fi Al-Sunnah wa Ulum Al-Hadist, hlm. 221.
2
Al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Shahih li Al-Bukhari, bab “Fadhail Ashhab Al-Nabi”, hlm.479.
3
Al-Suyuthi, Taqrib Al-Rawi fi Syarh Taqrib Al-Nawawi, juz II, hlm.308
“ Orang yang bertemu dengan sahabat dan meninggal dlama beragam islam, sekalipun
masih berusia muda, baik bertemu dalam waktu yang singkat maupun lama.4
Disisi lain, Al-Khathib memberikan definisi yang sederhana bahwa:

‫ص َحبِ َّي‬ َ ْ‫التَّبِ ِع ُّي َمن‬


َّ ‫ص ِح َب ال‬
5
“Tabi’in ialah orang yang bertemu dengan sahabat.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa tabi’in ialah
orang yang bertemu sahabat dan meninggal dalam keadaan muslim.
Keutamaan mereka di jelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an:

‫هّٰللا‬
ُ‫ض ْوا َع ْنه‬
ُ ‫ض َي ُ َع ْن ُه ْم َو َر‬ ِ ‫ان َر‬
ٍ ‫س‬ ّ ٰ ‫ال‬
َ ‫سبِقُ ْونَ اأْل َ َّولُ ْونَ ِمنَ ا ْل ُم ٰه ِج ِريْنَ َواأْل َ ْن‬
َ ‫صا ِر َوالَّ ِذيْنَ اتَّبَ ُع ْو ُه ْم بِإ ِ ْح‬

‫ ٰذلِكَ ا ْلفَ ْو ُز ا ْل َع ِظ ْي َم‬،‫ت ت َْج ِرى ت َْحتَ َها اأْل َ ْن ٰه ُر ٰخلِ ِديْنَ فِ ْي َها أَبَدًا‬ ٰ
ٍ ّ‫َوأَ َع َّد لَ ُه ْم َجن‬
“ Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara
orang-orang Muhajirin dan Anshor, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridho dengan mereka dan merekan pun ridho kepada Allah. Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung. (QS. At-
Taubah: 100)
2. Pembagian Sahabat dan Tabi’in
 Pembagian Sahabat
Sementara itu, sejumlah sahabat yang beriman pertama kali kepada Nabi SAW
terdiri atas beberapa kalangan, yaitu:
a. Kalangan wanita adalah Khadijah Binti Khuwailid.
b. Kalangan orangtua adalah Waraqah Bin Naufal, anak Paman Khadijah.
c. Kalangan kaum pria adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
d. Kalangan mantan budak adalah Zaid Bin Haritsah.
e. Kalangan muda adalah Ali Bin Abi Thalib.
f. Kalangan budak adalah Bilal Bin Rabbah.
g. Kalangan Persia adalah Salman Al-Farisi.6

Disisi lain, untuk mengetahui bahwa seseorang tergolong sahabat atau bukan, Al-
Suyuthi merumuskan dengan beberapa bukti berikut:
1) Diriwayatkan secara Mutawatir, seperti sepeuluh sahabat Nabi yang dijanjikan
masuk surga, yaitu Khulafaur Rasyidin, Saad Bin Abi Waqash, Said Bin Zaid,
Thalhah Bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman Bin Auf, dan Abu
Ubaidah Bin Al-Jarrah.
2) Nama mereka Masyhur, tetapi tidak diriwayatkan secara Mutawatir, seperti
Dhammam Bin Tsa’labah dan Ukasyah Bin Muhshan.
3) Keterangan dari seorang sahabat bahwa orang tersebut adalah sahabat, seperti
Hamzah Bin Abi Hamamah Al-Dausi yang diakui status sahabatnya oleh Abu Musa
Al-Asy’ari karena ia mendengar dari Nabi Saw dan syahadatnya disaksikan. Hal itu
4
Adil Muhammad Darwisy, nazharat fi Al-Sunnah wa Ulum Al-Hadist, hlm. 226
5
Ibnu Al-Shalah ulum Al-Hadist, hlm. 271.
6
Shubhi AlAl-Shali, Ulum Al-Hadits wa Mushthalatuh, cet.ke-5 , (Beirut: Dar Ilmi li Al-Malayin,1969),
hlm.354
dijelaskan oleh Abu Nu’aim dalam Tarikh Ashbahan, Musnad Al-Thayalisi, Mu’jam
Al-Thabarani.
4) Pengakuan seorang Tabi’in yang memberikan bahwa dirinya adalah sahabat menurut
Ibnu Hajar.7
 Pembagian Tabi’in
Ulama berbeda pendapat mengenai pembagian para Tabi’in ke dalam beberapa
Thabaqah. Ibnu Hibban membagi Tabi’in menjadi 1 Thabaqah, Muslim membagi
menjadi 3 Thabaqah, Ibnu hajar membagi menjadi 5 Thabaqah, dan Al-Hakim
membagi menjadi 15 Thabaqah,. Berikut ini adalah pembagian Tabi’in menjadi 3
Thabaqah:
a. Tabi’in yang bertemu dengan para sahabat yang dijanjikan masuk surga . mereka
menerima Hadits dari semua kalangan sahabat tersebut semua atau hanya sebagian
saja.
b. Mukhadramin, yaitu mereka yang beretemu sahabat pada jaman Jahiliyah dan Jaman
Nabi Saw. Mereka masuk islam, tetapi tidak melihat Nabi, seperti Utsman Al-Nahdi,
Al-Aswad bin Yazid Al-Nukha’i. Imam Muslim menghitung golongan ini mencapai
sekitar 20 orang.
c. Orang yang lahir pada masa Nabi, tetapi tidak mendengar Hadits dari beliau. Orang
tersebut bertemu dengan sahabat, yang wafat terakhir kali disetiap wilayah. Al-
Hakim, sebagaimana yang dikutip oleh Adil Muhammad, berpendapat bahwa setiap
jama’ah dari sahabat Nabi mendengar dari Thabaqat sebelumnya yang terdekat
hingga thabaqah yang kelima belas.8
Menurut Al-Hakim, Thabaqah Al-Tabi’in berakhir, sebagaimana yang dikutip
oleh Shubhi Al-Shalih, adalah mereka yang bertemu dengan beberapa sahabat yang
wafat terakhir kali, yaitu Abu Thufail di Mekkah, Saib di Madinah, Abu Umamah di
Syam, Ubaidillah bin Abi Aufa di Kufah, dan Anas bi Malik di Bashrah, masa Tabi’in
sendiri berakhir pada 118 H, yaitu ketika wafatnya Khalaf bin Khalifah. ia bertemu
dengan Abu Thufai lAmir bin Watsilah, sahabat terakhir yang berada di Mekkah.9
Sementara itu, menurut mayoritas ulama Hijaz, ada sejumlah Tabi’in senior yang
merupakan tujuh ulama Fiqih, yaitu:
1) Sa’id bin Al-Musayyah
2) Al-Qassim bin Muhammad
3) Urwah bin Al-Zubair
4) Kharijah bin Zaid
5) Abu Abakar bin Abdirrahman
6) Ubaidilah bin Utbah
7) Sulaiman bin Yasar
Sehubungan dengan itu ada satu Sya’ir yang mengatakan tentang mereka:
‫هّٰللا‬
‫سلَ ْي َمانُ أَبُ ْو بَ ْك ٍر َخا ِر َجة‬
ُ ‫س ِع ْي ٌد‬ ِ ‫فَ ُخ ْذ ُه ْم ُعبَ ْي ُد ِ ع ُْر َوةُ قَا‬
َ * ‫س ُم‬
“Oleh sebab itu, ambillah mereka, yaitu Ubaidillah, Urwah, Qasim, Sa’id, Sulaiman,
Abu Bakar, dan Kharijah”.10

7
Al-suyuthi, Tadhib Al-Rawi finSyarh Taqrib Al-Nawawi, juz II, hlm. 306-307
8
Adil Muhammad Muhammad Darwisy, Nazharat fi Al-Sunnah wa UlumAl-Hadits, hlm.227.
9
Shubhi Al-Shalih, Ulum Al-Hadits wa Mushthalatuh,hlm.357
10
Al-Nawawi, Tahdzib Al-Asma’ wa Al-Lugha, hlm.242
Mengenai Tabi’in disetiap wilayah, ulama berpendirian bahwa Tabi’in Madinah
yang paling utama adalah Sa’id bin Al-Musayyab, di Kufah adalah Uwais Al-Qarni,
dan di Bashrah adalah Al-Hasan Al-Bashri. Sementara itu, Tai’in wanita yang paling
utama adalah Hafshah binti Sirin, Amrah binti Abdirrahman, dan Hujamiyah yang biasa
dipanggil dengan sebutan Ummu Al-Darda’.
3. Adagium setiap sahabat adalah adil
Salah satu kajian yang sangat penting dalam penelitian hadits adalah mengenai
pembahasan tentang kedudukan atau posisi sahabat. Kajian mengenai penelitian sahabat
ini sangat penting di karenakan sahabat merupakan perawi pertama dalam mata rantai
isnad. Berdasarkan sifat adil yang di miliki sahabat nabi SAW. para ulama berbeda
pendapat, perbedaan tersebut muncul ketika masa ulama mutaakhirin. Makna adil
dalam ilmu hadits berbeda dengan makna adil dalam kehidupan sehari hari, makna adil
disini adalah memegang teguh ketakwaan dan muruah.11
Terdapat empat kriteria seseorang disebut ‘adil yaitu islam, baligh, ‘aqil, terbebas
dari perbuatan fasik dan perbuatan menghilangkan muruah.12 Ketika masa ulama
mutaqaddimin mereka tidak mempersoalkan kredibilitas keadilan sahabat, tetapi
mereka memilki keyakinan bahwa sahabat Nabi SAW tidak perlu mendapat kritikan di
karenakan mereka yakin semua sahabat Nabi SAW telah memenuhi kriteria keadilan,
terutama mereka yang ikut perang badar dan ba’iat ridwan. Hal tersebut di karenakan
adanya nash, baik yang terdapat di dalam Al Quran maupun hadits.
Al-Gazali mengatakan bahwa ulama salaf dan ulama khalaf menganggap seluruh
sahabat itu adil dengan jaminan dari Allah swt. di dalam kitabnya, kecuali benar-benar
diketahui bahwa mereka telah berbuat fasik. Jika tidak, maka tidak dibolehkan
mengkritik mereka.
Adapun Alasan yang digunakan didasarkan pada dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadits
Nabi.. bahwa para sahabat telah mendapat jaminan keadilan dari Allah swt., dan
Rasulullah saw. Dalil-dalil naqli yang menjadi argumen tentang keadilan sahabat Nabi
saw. yaitu:
1) Dalil-dalil al-Qur`an
Ayat al-Qur’an sering dijustifikasi sebagai argumentasi nash untuk mendukung
adigium seluruh sahabat itu adil. Misalnya kata khaira ummah (umat terbaik) yang
dipahami sebagai sahabat. Seperti di dalam surah Ali Imran ayat 110:
ِ ‫ف َو َت ْن َه ْونَ َع ِن ٱ ْل ُمن َك ِر َو ُت ْؤ ِم ُنونَ ِبٱهَّلل‬
ِ ‫اس َتأْ ُم ُرونَ ِبٱ ْل َم ْع ُرو‬
ِ ‫ْ ۗ ُكن ُت ْم َخ ْي َر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َجتْ لِل َّن‬

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (QS. Ali
Imran: 110)
Ayat Al Quran selanjutnya yang di jadikan dalil tentang keadilan sahabat oleh
para ulama adalah QS. Al Fath (48):18. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa mereka (para
sahabat Nabi) yang melakukan sumpah setia dibawah sebatang pohon (Bay`ah al
Ridwan) agar tidak meninggalkan Hudaibiah untuk menghadapi serangan orang-orang
musyrik Quraisy Mekah, dijanjikan kemenangan yang dekat.13
2) Dalil Dalil yang Bersumber dari Hadits Nabi SAW
11
Ibnu hajar al asqalani, Al-Isabah fi tamyiz al-shahabah juz 1,h.11.
12
Hasbi Ash-shidiqiey, sejarah dan pengantar ilmu hadits,h.210.
Hadits Nabi SAW yang dijadikan dasar oleh para ulama mengenai keadilan
sahabat yaitu:
‫ ال تسبوا أصحابي فلو أن أحدكم أنفق مثل‬: ‫ قال رسلوهللا صلي هللا عليه وسلم‬: ‫عن أبي الخدري رضي هللا عنه قال‬
‫أحد ذهبا ما بلغ مد أحدهم وال نصيفه‬
Dari Abu Sa`id al-Khudri r.a berkata: Rasulullah saw telah bersabda “Janganlah
kalian mencaci-maki para sahabatku. Sekiranya diantara kalian bersedekah emas
sebesar bukit Uhud, niscaya sedekahmu itu tidak akan sampai menyamai sepucuk atau
separuh dari para sahabatku itu”.
Hadits tersebut muncul ketika Nabi SAW mendengar khalid bin walid (w.21/22
H) bertengkar dengan ‘Abd al rahman bin ‘auf ( w.32 H). 14 Dengan demikian dapat
dipahami bahwa larangan nabi SAW adalah larangan memaki dan mengumpat.
Sehingga kegiatan meneliti pribadi sahabat berbeda dengan perbuatan mengumpat,
karena tujuan dari meneliti pribadi para sahabat adalah untuk mengetahui kesahihan
salah satu sumber ajaran islam. Oleh karena itu, hadits tersebut tidak dapat dijadikan
argumen bahwa seluruh sahabat Nabi bersifat adil dan tidak diperkenankan di kritik.15
Perbedaan yang terdpaat pada pendapat para ulama mengenai keadilan sahabat
disebabkan oleh latar belakang dan metode yang di gunakan untuk mengkaji masalah
tersebut. Ulama yang berpendapat al-shabaah kulluhum udul (setiap sahabat itu adil)
mereka melakukan penelitian tersebut banyak menggunakan pendekatan teologi
normatif sehingga mereka tidak secara kritik mengkaji masalah tersebut, sementara
ulama yang menganggap tidak seluruh sahabat itu adil lebih banyak di pengaruhi oleh
metode konvensional yang tidak terikat dengan dalil dalil naqli dan fakta fakta sejarah.
Dengan melihat pada teori ilmu sejarah, maka sesungguhnya keadilan sahabat itu
dapat di terima karena di pastikan para sahabat adalah orang orang yang selalu
mengutamakan kebenaran. Maka dari itu pembahasan mengenai keadilan para sahabat
Nabi seharusnya di batasi hanya sampai periwayatan hadits saja. Jika demikian maka
tidak akan timbul perbedaan dan persoalan sehingga dapat di terima pendapat bahwa
setiap sahabat itu adil.
Maka dari itu pernyataan ulama mengenai keadilan para sahabat dengan “kullu al
ashabah udul” sebaiknya di sempurnakan menjadi kullu al shahabah udul fii al riwayah
(semua sahabat itu adil dalam periwayatan) yaitu karena:
1. Teori bahwa kullu al shahabah udul, bukan merupakan ijma’ keseluruhan ulama
dan juga bukan teori yang qath’i karena berasal dari seorang guru hadits, imam
nawawi, yang sifatnya masih ijtihadi.16
2. Orang orang yang dekat dengan nabi adalah orang yang cinta kebenaran dan adil
sehinnga tidak mungkin berdusta dengan mengatasnamakan Nabi.

13
Ayat tersebut menegaskan bahwa para sahabat Nabi diberikan keutamaan khusus oleh Allah.Sebab, jika dilihat
dari jumlah sahabat Nabi yang hadir pada peristiwa Bay`ah al-Ridwan itu, tidak seluruh sahabat Nabi, tetapi hanya
sebagian saja. Karena itu, ayat tersebut tidak tepat dijadikan dalil bahwa seluruh sahabat Nabi tanpa kecuali
bersifat adil. Begitu pula dalam memahami QS. Al-Fath (48):29. Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami
Hadis Nabi Refleksi Pemikiran Pembaruan M. Syuhudi Ismail (Edisi II; Jakarta : MSCC,2005), h. 82
14
Abiy al-Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalaniy, Fath al-Bariy, Juz VII ( t.tp.: Dar al-Fikr Mathba`ah al-
Salafiyah, t.th.), h. 1967-1968.
15
Arifuddin Ahmad, paradigma Baru Memahami Hadis Nabi RefleksiPemikiran Pembaruan M. Syuhudi Ismail, h. 83.
16
Jalal al-Din `Abd al-Rahman bin Abiy Bakr al-Suyutiy, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawiy, Juz II, h. 215.
Al-Maqbali mengatakan bahwa memang bukan konsensus keseluruhan ulama tetapi ia konsensus sebagian besar
ulama. Mahmud Abu Rayyah, Al-Adwa ‘ala al-Sunnat al-Muhammadiyah, h. 354.
3. Karena mayoritas sahabat yang meriwayatkan hadits telah dianggap adil,
sedangkan sahabat yang di gelari munafik atau yang lain sebagian besar tidak
meriwayatkan hadits.
Pertentangan para ulama mengenai keadilan sahabat itu dapat diselesaikan dengan
pemahaman ulang terhadap karakter keadilan dalam periwayatan. Menurut
pengertiannya bahwa adil itu adalah tidak berat sebelah atau menempatkan sesuatu pada
tempatnya secara proporsional. Dengan demikian, berita yang disampaikan secara
proporsional dalam arti sesuai dengan fakta, maka berita itu dapat dikatakan autentik,
sementara orang yang menyampaikan berita itu harus dijamin keadilannya menurut
kredibilitas umum yaitu bahwa ia tidak termasuk orang yang pendusta, tidak tertuduh
dusta dan pembohong serta cinta kepada kebenaran.
4. Sikap sahabat dan tabi’in dalam menerima dan meriwayatkan hadits
 Sikap sahabat dalam menerima dan meriwayatkan hadits
Ketika Rasulullah SAW masih hidup, para sahabat dengan mudah menerima dan
meriwayatkan hadits Rasulullah, apabila salah seorang sahabat tidak menghadiri majlis
ta’lim dikarenakan adanya kesibukan lain, maka mereka dapat menanyakan kepada
sahabat yang menghadiri majelis ta’lim. Cara sahabat memperoleh sunnah dari
Rasulullah SAW:
1. Majelis-majelis Rasulullah SAW
Rasulullah memberikan waktu-waktu khusus untuk memberikan pengajaran
kepada para sahabat. Para sahabat juga antusias dalam menghadiri majelis-majelis
beliau. Di samping melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.17
2. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada diri Rasulullah SAW
Setiap peristiwa yang beliau alami, beliau sekaligus menjelaskan hukumnya.
Kemudian hukum tersebut tersebar di kalangan kaum muslimin melalui perantara
orang-orang yang mendengar dari beliau. Salah satu contohnya adalah riwayat Abu
Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW. melewati seseorang yang menjual makanan.
Beliau menanyakan bagaimana ia menjualnya, ia pun memberitahukan hal itu
kepada beliau. Kemudian beliau mendapatlan wahyu agar beliau memasukan tangan
ke dalam tumpukan makanan itu, ternyata dari makanan itu basah. Rasulullah SAW
bersabda:
)‫ليس منا من غش (رواه احمد‬

“Tidak termasuk golongan kami orang yang menipu.” (H.R.Ahmad)18


Selain itu, Rasulullah SAW juga melihat atau mendengar seorang sahabat
melakukan kesalahan. Kemudian beliau meluruskan kesalahannya dan
menunjukannya kepada yang benar.
3. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada kaum muslimin
Para sahabat menanyakan secara langsung kepada Rasulullah SAW. Kemudian
beliau memberikan fatwa dan jawaban sekaligus menjelaskan hukum yang mereka
tanyakan. Menurut M. Ajaj Al-Khatib (1998:59) para sahabat juga tidak segan
bertanya kepada Nabi SAW. tentang muamalah, ibadah, aqidah, persoalan-persoalan
lainnya. Bahkan, apabila mendengar suatu berita tentang Rasulullah SAW. mereka
bergegas menghadap beliau untuk menanyakan kejelasannya dan menambah
pengetahuannya.

17
M.’Ajaj al-khatib, Ushul Al hadits, terjemah M. Qadirn Nur, (Jakarta, Gaya Media Pratama, 1998), h.45
18
Ibid,18
 Menurut Yusuf Al-Qardhawi, para sahabat menerima hadits dengan semangat
yang tinggi yaitu dengan cara menghafal dan mencatatnya. Walaupun ada
larangan dari Nabi. Al-Qardhawi menyatakan bahwa sumber referensi tertinggi
dalam Islam ada dua, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Dan kaum muslimin di
perintahkan untuk merujuk kepada keduanya apabila terjadi pertikaian dalam
suatu perkara.19
Ketika Rasulullah SAW telah wafat. Para sahabat sangatlah berhati-hati apabila
menerima hadits. Mengadakan suatu penelitian dengan jalan meminta adanya saksi-
saksi. Sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khattab dan Abu Bakar, sedangkan
Ali bin Abi thalib bila mendengar hadits dari sahabat lain, maka beliau meminta
sumpah kepada pembawa hadits tersebut.
Dalam periode khulafa al-Rasyidin, khususnya pada masa Abu Bakar dan Umar
bin Khattab, periwayatan hadits masih sedikit dan lamban. Dalam hal ini, M. Syuhudi
ismail mengemukakan tentang kehati-hatian sahabat. Misalnya:
1. Abu Bakar As-Shiddiq r.a menggunakan metode as-Syahadah (kesaksian). Salah
satu contohnya adalah ketika seorang nenek menanyakan tentang warisan yang
mesti diperolehnya. Menurut Mughirah bin Syu’bah bagian warisan nenek itu
adalah seperenam. Untuk menerima kebenaran Mughirah, Abu Bakar meminta
kesaksian kepada Muhammad bin Muslamah dan ternyata ia membenarkan
kesaksiannya.20
2. Umar bin Khattab menggunakan metode al-bayyinah (pembuktian yang dapat
meyakinkan sahabat). Salah satu contoh kasusnya adalah ketika Abu Musa al-
Asy’ari bertemu di rumahnya. Ia mengucapkan salam sebanyak tiga kali,
kemudian ia bangkit meninggalkan rumah Umar bin Khattab dikarenakan tidak
mendapat jawaban dari salamnya tersebut. Sebagaimana hadits yang ia dengar
dari Rasulullah SAW, untuk meninggalkan rumah seseorang ketika mengucap
salam sebanyak tiga kali, akan tetapi tidak mendapatkan jawaban dari si pemilik
rumah.
3. Utsman bin Affan tidak setegas kebijakan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Salah satu isi khutbah yang dikemukakan di depan para sahabat oleh Utsman bin
‘Affan adalah agar para sabahat tidak banyak meriwayatkan hadits yang mereka
tidak pernah dengar di zaman Abu Bakar dan Umar.
4. Ali bin Abi Thalib menggunakan metode istihlaf (kemestian adanya sumpah dari
seorang yang meriwayatkan hadits). Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Aku
tidak ragu-ragu dalam menerima hadits yang langsung Aku terima dari Rasul,
tetapi jika orang lain yang meriwayatkannya, Aku mengambil sumpah orang
tersebut”. Menurut Ahmad bin Hanbal, seperti dikutip oleh M. Syuhudi Ismail
bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib ada sekitar 780 hadits.21

 Sikap Tabi’in dalam menerima dan meriwayatkan hadits


Para tabi’in dan para ahli ilmu memberikan perhatian serius terhadap sunnah (hadits),
menelitinya, menjaganya dan menyeleksi dalam menerimanya dengan berbagai sarana
yang membuat hati mereka tenang. Karena hadits mengandung hukum-hukum yang
berkenaan dengan persoalan dunia dan agama, karenanya sering terlontar dari sahabat
tabi’in ataupun generasi sesudah mereka suatu ungkapan:
‫ان هذا العلم دين فا نظروا عمن تا خذون دينكم‬
19
Yusuf Qardhawi,Al-Marjaiyyah Al-ulya fii islam Lil Quran Wa Al sunnah,alih bahasa bahruddin
Fannani(jakarta,Rabbani Press,1997)h.6
20
M.Syuhudi Ismail,Op-Cit,h.4
21
Ibid,h 44
“Sesungguhnya ilmu adalah agama karena itu perhatikanlah dari siapa kalian ambil
agama kalian”.
Bila diperhatikan memang di kalangan tabi’in semakin banyak (aktif) melakukan
rihlah. Dengan adanya “rihlah”, terjadinya pertukaran riwayat antara satu kota dengan
kota lain, yang menandai pesatnya perkembangan periwayatan hadits. Periwayat hadits
yang tampak semarak pada masa thabi’in yang giat menghimpun hadits:
 Sa’id bin Musayyab (wafat 94 H / 72 M), seorang tabi’in besar di kota Madinah
menyatakan bahwa ia telah mengadakan rihlah siang dan malam untuk
mendapatkan sebuah hadits Nabi.
 Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri (wafat 124 H / 724 M) pernah
mendiktekan sekitar 400 hadits kepada anak Hisyam bin Abdul Malik.
Kenyataan tersebut menunjukan bahwa periwayatan hadits pada masa tabi’in semakin
luas dan penuh kecermatan. Perhatian ulama untuk meneliti sanad dan materi hadits
semakin bertambah maju, karena jumlah periwayatan hadits semakin banyak, sehingga
tidaklah mengherankan pada masa tabi’in (masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz)
telah berhasil membukukan hadits secara resmi dan disusul pula dengan munculnya
ilmu-ilmu hadits.
5. Kitab tentang sahabat
Kitab yang di tulis berdasarkan asal temoat para periwayat hadits:
 Tarikh Naisabur karya Al-Hakim Muhammad bin Abdillah Al-Hakim Al-
Naisaburi
 Tarikh Dimasyqi karya Ali bin Al-Husain yang di kenal Ibnu Asakir Al-
Dimasyqi(w.571H)
 Tarikh Baghdad karya Ahmad bin Ali Al-Baghdadi(w.464H). Didalamnya
terdapat 7831 biografi periwayat hadits.
 Tahdzib Al-Tahdzib karya Ibnu Hajar Al-Asqalani yang merupakan ikhtisar dari
kitab Al-Kamal fi asma’ Al-Rijal.
Kitab yang di tulis berdasarkan tahun wafat:

 Al wafayatnkarya Abdillah bin Ahmadbin Rabi’ah Al Dimasyqi


 Jami’ Al-Wafayat karya Hibatullah bin Ahmad bin Al-Anshari Al-Akfani
 Al-I’lam bi Wafat Al-A’lam karya Al-dzahabi
 Al-Wafayat karya Ibnu Al-Zabr Muhammad bin ubaidillah Al-Rab’i yang
merupakan ahli hadits asal Damaskus(w. 379H)
Kitab yang di tulis berdasarkan nama panggilan para periwayat:
 Al-Kuna’ Wa Al-Asma’ karya Al-Daulabi Abi Bisyr Muhammad bin
Ahmad(w.310H)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,Arifuddin.Paradigma Baru memahami Hadits Nabi Refleksi Pemikiran


Pembaharuan, M.Syuhudi Ismail
Al-Asqalani,Abiy Al-Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar, Al-Isabah fi tamyiz al-shahabah juz 1
Al-Asqalani,Ibnu Hajar.Al-Isabah fi Tamyiz al-Shahabah
Al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Shahihli Al-Bukhari. bab ‘Fadhail Ashbab Al-Nabi’
Al-Khattab,M ajaj.Ushul Al hadits, terjemah M. Qadirn Nur, (Jakarta, Gaya Media
Pratama, 1998)
Al-Nawawi, Tahdzib Al-Asma’ wa Al-Lugha
Al-Qardhawi,Yusuf.al-Marjaiyyah Al-Ulya fi islam lil Qur’an wa Sunnah, alih bahasa
Bahruddin Fannani
Al-Shalih,Shubhi.Ulum Al-Hadits wa Musthalalah, cet ke-5, (beirut : Dar Ilmi li Al-
Malayin
Al-Suyuthi, Taqrib Al-Rawi fi Syarh Taqrib Al-Nawawi, juz II
Al-Suyuthi,Jalal Al-Din Abd Al-Rahman bin Abi Bakr. Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-
Nawawi
Ash-Shidiqiy,Hasbi, sejarah pengantar ilmu hadits
Darwasiy,Adil Muhammad, Nasharat fi Al-Sunnah wa Al-Hadits
Darwasiy,Adil Muhammad, Nasharat fi Al-Sunnahwa Ulum Al-Hadits
Ibnu Al-Shalah ulum Al-Hadits

Anda mungkin juga menyukai