Anda di halaman 1dari 14

NAMA : MUHAMMAD IKHSAN

NIM : 171370027

EMAIL : ikhsanjeeh2@gmail.com

A. PENDAPAT ULAMA SYIAH TERKAIT PERINCIAN RUKUN ISLAM

: ‫سلَّم يَقُ ْو ُل‬


َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو َل هللا‬ ُ ‫س ِمعْتُ َر‬ َ : ‫ض َي هللاِ َع ْن ُه َما قَا َل‬ ِ ‫ب َر‬ ْ َّ‫عَنْ أَبِ ْي َع ْب ِد ال‬
ِ ‫رح َم ِن َع ْب ِد هللاِ ْب ِن ُع َم َر ْب ِن ا ْل َخطَّا‬
‫ص ْو ِم‬
َ ‫ َو‬,‫ت‬ ِ ‫ َو َح ِّج ا ْلبَ ْي‬,‫صالَ ِة َوإِ ْيتَا ِء ال َّز َكا ِة‬ ُ ‫ش َها َد ِة أَنْ الَإِلَهَ إِالَّ هللاُ َو أَنَّ ُم َح َّمدًا َر‬
َّ ‫س ْو ُل هللاِ َوإِقَ ِام ال‬ َ :‫س‬ ٍ ‫سالَ ُم َعلَى َخ ْم‬ ْ ‫بُنِ َي اإل‬
)‫ (رواه البخاري و مسلم‬. َ‫ضان‬
َ ‫َر َم‬

Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhuma berkata : Aku


pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda: “Islam dibangun
atas lima pekara. (1) Persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad Rasul
Allah, (2) mendirikan shalat, (3) mengeluarkan zakat, (4) melaksanakan ibadah haji, dan (5)
berpuasa Ramadhan”. [HR Bukhari dan Muslim].

Maksud hadis di atas bahwasannya Islam dibangun di atas lima hal dan lima hal
tersebut seperti tiang-tiang bangunannya. Hadis di atas diriwayatkan Muhammad bin Nashr
al-Marwazi dalam kitab Ta’zhim Qadrish Shalah (no. 413, sanadnya shahih menurut syarat
Muslim) dengan lafazh:

ِ ‫سال ُم َعلَى َخم‬


...‫س َدعَائِ َم‬ ْ ‫بُنِ َي اإْل‬

“Islam dibangun di atas lima tiang...”

Maksud hadis tersebut adalah penyempurnaan Islam dengan bangunan dan tiang-tiang
bangunan tersebut adalah kelima hal tersebut. Jadi, bangunan tidak kuat tanpa tiang-tiangnya
dan ajaran-ajaran Islam lainnya adalah penyempurna bangunan di mana jika salah satu dari
ajaran-ajaran tersebut hilang dari bangunan Islam, maka bangunan brkurang namun tetap bisa
bediri dan tidak ambruk dengan berkurangnya salah satu dari penyempurnanya.

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW mengilustrasikan (menggambarkan) Islam dengan


sebuah bangunan yang tertata rapi. Tekad di atas pondasi-pondasi yang kokoh.

Pondasi-pondasi tersebut adalah :


1. Dua kalimat syahadat
2. Menegakan shalat
3. Menunaikan zakat
4. Haji
5. Puasa ramadhan1

B. PENDAPAT ULAMA SYIAH TERKAIT PERINCIAN RUKUN IMAN

Dikatakan bahwa Syiah memiliki Rukun Iman dan Rukun Islam yang berbeda dengan
yang dipercayai Ahlus Sunnah. Kenyataannya, rumusan Rukun Iman dan Rukun Islam
adalah konsensus atau konvensi, sementara sesungguhnya banyak dasar yang menunjukkan
bahwa Rukun Islam dan Rukun Iman bisa di definisikan dan ditetapkan sebagai memiliki
jumlah dan kandungan yang berbeda. Di bawah ini sebagian buktinya, sesuai dengan hadis-
hadis sahih di kalangan Ah lus Sunnah. Hadis sahih riwayat Imam Bukhari dan Imam
Muslim dalam kitab Shahîh-nya, 1/30 Bab Al-Imân Ma Huwa wa Bayâni Khishalihi:
Hadis Bukhari:

‫ ِبال‬  َ‫تُؤْ ِمن‬  ْ‫أَن‬  ُ‫اإْل ِ ي َمان‬ ‫قَا َل‬  ُ‫اإْل ِ ي َمان‬ ‫ َما‬ ‫فَقَا َل‬ ‫ ِج ْب ِري ُل‬ ُ‫فَأَتَاه‬ ‫س‬
ِ ‫لِلنَّا‬ ‫يَ ْو ًما‬ ‫ َبا ِرزًا‬ ‫سلَّ َم‬ َ  ‫النَّبِ ُّي‬  َ‫ َكان‬ ‫قَا َل‬ َ‫ ُه َر ْي َرة‬ ‫أَبِي‬  ْ‫عَن‬
َ ‫ َو‬ ‫ َعلَ ْي ِه‬ ُ ‫هَّللا‬ ‫صلَّى‬
‫ث‬ِ ‫بِا ْلبَ ْع‬  َ‫ َوتُؤْ ِمن‬ ‫سلِ ِه‬
ُ ‫ َو ُر‬ ‫ َوبِلِقَائِ ِه‬ ‫ َو ُكتُبِ ِه‬ ‫ َو َماَل ئِ َكتِ ِه‬ ‫لَّ ِه‬
Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Pada suatu hari, Nabi Saw. muncul di hadapan
orangorang. Kemudian Jibril mendatanginya dan berkata, ‘Apakah iman itu?’ Beliau
menjawab, ‘Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, percaya kepada
pertemuan dengan-Nya, kepada rasul-rasul-Nya, dan engkau percaya kepada yang gaib.”

Hadis Muslim:

  ْ‫أَن‬ ‫قَا َل‬  ُ‫اإْل ِ ي َمان‬ ‫ َما‬ ِ ‫هَّللا‬ ‫سو َل‬


ُ ‫ َر‬ ‫يَا‬ ‫فَقَا َل‬ ‫ َر ُج ٌل‬ ُ‫فَأَتَاه‬ ‫س‬
ِ ‫لِلنَّا‬ ‫ َبا ِرزًا‬ ‫ َي ْو ًما‬ ‫سلَّ َم‬
َ ‫ َو‬ ‫ َعلَ ْي ِه‬ ُ ‫هَّللا‬ ‫صلَّى‬
َ  ِ ‫هَّللا‬ ‫سو ُل‬ ُ ‫ َر‬  َ‫ َكان‬ ‫قَا َل‬ َ‫ ُه َر ْي َرة‬ ‫أَبِي‬  ْ‫عَن‬
‫اآْل ِخ ِر‬ ‫ث‬ ِ ‫بِا ْلبَ ْع‬  َ‫ َوتُؤْ ِمن‬ ‫سلِ ِه‬ ُ ‫ َو ُر‬ ‫ َولِقَائِ ِه‬ ‫ َو ِكتَابِ ِه‬ ‫ َو َماَل ئِ َكتِ ِه‬ ِ ‫بِاهَّلل‬  َ‫تُؤْ ِمن‬

Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Pada suatu hari, Nabi Saw. muncul di hadapan
orangorang. Kemudian Jibril mendatanginya dan berkata, ‘Apakah iman itu?’ Beliau
menjawab, ‘Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, percaya kepada
pertemuan dengan-Nya, kepada rasul-rasul-Nya.’”
1
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah Arba’in An-Nawawi, (Jakarta : Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2018), cet. 5,
hal. 71
Hadis di atas menyebutkan bahwa Rukun Iman itu hanya mencakup beriman:
1. 1.Kepada Allah,
2. Kepada para malaikat,
3. Kepada kitab-Nya,
4. Kepada perjumpaan dengan-Nya,
5. Kepada para Rasul,
6. Kepada Hari Kebangkitan.
Tidak ada sebutan apa pun tentang kewajiban percaya kepada qadha’ dan qadar.
Hadis sahih dalam riwayat Imam Muslim dalam kitab Shahîh-nya, 1/35 Bab Al-Amru Bil
Imân Billah wa rasûlihi, seperti di bawah ini:

‫ ق}ال ش}هادة ان الاله}اال اهللا وأن‬،‫ وقال هل تدرون مااليمان باهللا؟ قالوا اهللا ورسوله اعلم‬،‫قال امرهم بااليمان باهللا وحده‬
‫محمدارسول اهللا واقام الصالة وايتاء الزكاة وصوم رمضان وان تؤدوا خمسامن المغنم‬
“Aku perintahkan kamu agar mengesakan keimanan hanya kepada Allah! Tahukah kamu
apa iman kepada Allah itu?” Mereka menjawab, “Tidak.” Beliau bersabda, “Bersaksi
bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah,
menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ra ma dhan, dan membayar khumus
(seperlima dari keuntungan/perolehan).”
Hadis di atas menegaskan bahwa inti keimanan itu sebagai berikut:
1. Bersaksi Tiada Tuhan Selain Allah,
2. Dan bersaksi Muhammad adalah Rasul Allah,
3. Menegakkan shalat,
4. Membayar zakat,
5. Berpuasa di bulan Ramadhan,
6. Membayar khumus.
Dengan demikian, ketiadaan unsur-unsur tertentu dalam rumusan Rukun Islam dan
Rukun Iman tak boleh difahami sebagai satu-satunya tolok ukur dalam keislaman dan
keimanan seseorang.2

C. MENGAPA SYIAH MENAMBAHKAN ALI DAN IMAM MAKSUM SEBAGAI


LAFADZ SYAHADAT
2
TIM Ahlul Bait Indonesia (ABI), Buku Putih Madzhab Syiah, (Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Ahlul Bait
Indonesia, 2012), cet. 4, Hal. 45-49
Bersyahadat berarti mengungkapkan keyakinan secara verbal. Secara etimologis,
syahadat berasal dari kata bahasa Arab yaitu syahida ( ( ‫هد‬CC‫ ش‬yang artinya ia telah
menyaksikan. Asal kata syahida-yasyhadu artinya menyaksikan, penyaksian. Ketika
seseorang bersyahadat untuk memeluk agama islam dia bersaksi atau menjadi saksi akan
terhadap dan adanya Allah. Seseorang yang bersaksi di sebuah pengadilan tentu dia telah
paham terhadap peristiwa yang disidangkan. Orang yang bersaksi dalam pengadilan telah
melihat atau menyaksikan kejadian dengan sebenarnya (dengan kata lain dengan mata
kepalanya sendiri) sehingga dapat memberikan keterangan atau kesaksian dengan benar.
Bersyahadat secara terminologis dalam teologi, berarti pernyataan kepercayaan dalam
keesaan Tuhan (Allah) dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya.

Sebagian orang menganggap muslim Syiah memiliki tiga syahadat. Maka perlu diperjelas
bahwa syahadat adalah konfirmasi terhadap sesuatu. Misalnya, mengonfirmasi bahwa
seseorang adalah orang yang jujur dan baik. Maka ia bisa bersyahadat bahwa ia adalah orang
jujur dan baik. Hal itu bukan berarti bahwa ia memiliki tiga syahadat; Asyhadu an La ilaha
illa Allah, wa Asyhadu anna Muhammad Rasulullah, dan (misalnya) wa asyhadu anna Fulan
shaduq (aku bersaksi bahwa si fulan adalah orang jujur dan baik). Lantas apa salahnya jika
muslim Syiah meyakini bahwa Ali seorang wali Allah? Sementara di sebagian keyakinan
muslim di Indonesia juga banyak yang mengakui seseorang sebagai wali. Padahal kalau kita
mau merujuk kepada kitab-kitab klasik, banyak keterangan yang menunjukkan bahwa Ali
adalah wali dan segala keutamaannya, di antaranya;

1. Sebuah hadis panjang yang berasal dari Ibnu Abbas, di antaranya Rasulullah Saw bersabda
kepada Ali bin Abi Thalib, “Engkau waliku di dunia dan akhirat.” Dalam hadis yang sama
beliau juga bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, “Engkau waliku bagi setiap mukmin
setelahku.”

2. Dari Imran bin Hushain, Rasulullah Saw bersabda, “Biarkanlah Ali, biarkanlah Ali,
biarkanlah Ali. Sesungguhnya Ali dariku dan aku dari Ali. Ali wali setiap mukmin
setelahku.”

3. Dari Imran bin Hushain, Rasulullah bersabda, “Jangan persoalkan Ali. Sesungguhnya Ali
dariku dan aku dari Ali, dan wali setiap mukmin.”

4. Dari Anas bin Malik, “Aku diutus Nabi Saw kepada Abu Barzah Al-Aslami, Nabi berkata
kepadanya, dan aku mendengarnya bersabda, ‘Wahai Abu Barazah, sesungguhnya Tuhan
semesta bersumpah kepadaku tentang Ali bin Abi Thalib, ‘Sesungguhnya ia adalah panji
petunjuk , penerang iman, pemimpin para wali-Ku, dan cahaya seluruh yang taat kepadaku.’
Wahai Abu Barazah, Ali bin Abi Thalib adalah kepercayaanku kelak di hari Kiamat,
pemegang panjiku di hari Kiamat, kepercayaanku atas kunci-kunci khazanah kasih sayang
Tuhanku azza wa jalla.

Selain itu, syahadat dalam maknanya sebagai sebuah penyaksian juga bisa diperluas
menjadi lebih dari dua. Yaitu, syahadat atas sepuluh malaikat utama, syahadat atas para Nabi
Ulul ‘Azmi, syahadat atas dua puluh lima Nabi, syahadat atas surga dan neraka, syahadat atas
barzakh, syahadat atas shirat, dan seterusnya. Apakah kemudian kita bisa menyebut syahadat
dalam Islam lebih dari dua? Lantas apa makna dari dua syahadat sesungguhnya? Dua kalimat
syahadat adalah password, kata kunci terjaminnya se-seorang sebagai muslim dan selamat
jiwa dan kehormatannya. Ketika ia bersyahadat, maka haram darahnya untuk dibunuh
meskipun ia berdusta. Bagaimana dengan Syiah yang membangun syahadatnya sendiri?
Selama ia tidak bertentangan dengan syariat, maka bisa dibenarkan bagi muslim Syiah.
Karena kalau tidak mengimani Ali sebagai wali Allah, berarti ia bukanlah seorang Syiah.
Meskipun hadis-hadis yang menyebutkan bahwa Ali wali Allah banyak tercatat dalam
literatur Islam, muslim Syiah juga dilarang keras memaksa orang lain untuk mengimaninya,
karena tidak ada paksaan dalam beragama. Hal ini jelas menunjukkan adanya perbedaan di
dalamnya, tapi ia bukan merupakan bagian dari pokok agama. Titik temunya adalah pada dua
kalimat syahadat tersebut sesuai dengan ijmak seluruh Muslim dari mazhab mana pun.3

Syiah tidak mengakui adanya tambahan lain atas teks syahadat sebagaimana ijma’
muslimin di atas. Tambahan teks “wa ‘Aliyyan waliyullah” sama se kali tidak ditemukan
dalam buku-buku rujukan Syiah. Bahkan, penambahan teks tersebut, sebagaimana yang
dituduhkan kepada Syiah dalam Azan, adalah bid‘ah menurut jumhur ulama Syiah.
Sebagian awam yang menambahkan kalimat sebagaimana yang dituduhkan di atas
tidaklah dapat dijadikan sebagai dasar, karena perilaku awam bukanlah sumber hukum
ataupun otoritas yang dapat dipegang dalam menilai mazhab mana pun.
Di dalam Kitab Wasail Al-Syiah bab 19 tentang azan dan iqamah disebutkan larangan
untuk menambah teks “wa ‘Aliyyan waliyullah” dalam azan. Bahkan, hal ini dianggap
sebagai sesuatu yang dimasuk- kan dengan tidak sahih dalam kitab-kitab Syiah. Hal yang
sama disebutkan dalam semua referensi Syiah lain. Ka laupun dibenarkan, hukum tambahan

3
Tim Ahlulbait Indonesia (ABI), SYIAH MENURUT SYIAH, (Jakarta Selatan: DEWAN PENGURUS PUSAT
AHLULBAIT INDONESIA, 2014), cet. 1, Hal. 132-133
“wa ‘Aliyyan wa liyullah” dalam azan adalah sama dengan hukum pen dengar azan
bershalawat ketika mendengar kata Muhammad disebutkan dalam syahadat (lihat
Tahrir Al Wasilah Bab Azan dan Iqamah).4

D. PENDAPAT ULAMA SYIAH TENTANG KITAB AL-KAFI KARYA AL-


KULAINI

Biografi Al-Kulaini

Namanya Abu Ja‘far Muhammad bin Ya‘qub bin Ishaq al-Kulayni al-Razi al-
Baghdadi. Dia lahir pada paruh kedua abad ketiga Hijriah di Desa Kulayn di Kota al-Rayy
Iran. Banyak ulama dari desa ini, tapi dialah orang Kulayn paling masyhur. Al-Amidi
memperkirakan al-Kulayni lahir pada 260 H.. Ia meninggal di Baghdad bulan Sya‘ban 329 H
dan dimakamkan di Bab al-Kufah, Baghdad. Tahun kematian al-Kulayni itu disebut sebagai
Tahun Berjatuhannya Bintang-Bintang (sanah tanatsur al-nujum) karena banyaknya ulama
yang meninggal pada tahun tersebut (al-’Amidi, Difa‘ ‘An al-Kafi, h. 35-37, 42; Tsamir
Hasyim Habib al-‘Amidi, “Ma‘a al-Kulayni wa Kitabihi al-Kafi”, ‘Ulum al-Hadits, vol. 1, no.
1, h. 196; al-Subhani, Tadzkirah al-A‘yan, h. 284). Pertama-tama al-Kulayni belajar di al-
Kulayn, lalu di al-Rayy. Dia melakukan perjalanan ke banyak kota baik di Iran, Irak, Siria,
Hijaz, bahkan sampai ke Yaman, hingga akhirnya tinggal di Baghdad. Dengan
memperhatikan nama guru-guru al-Kulayni, al-Subhani mengatakan bahwa derajat keilmuan
al-Kulayni, baik hadis, fiqh, maupun ilmu lain, sudah matang sejak dia berada di Rayy
sebelum hijrah ke Baghdad karena kebanyakan sumber periwayatannya adalah guru-gurunya
di Rayy dan Qum (al-Subhani, Tadzkirah al-A‘yan, h. 282-283). Senada dengan al-Subhani,
setelah menyebutkan 46 nama guru al-Kulayni yang tersebar mulai dari Kulayn, Rayy, Qom,
Hamadan, Qazwin, Azerbaijan, Samarqand, Baghdad, Kufah, Sawra’, dan Yaman, al-Amidi
mengatakan bahwa al-Kulayni sudah terkenal di Baghdad sejak dia masih tinggal di Rayy
karena kebanyakan karyanya telah dia tulis sebelum dia hijrah ke Baghdad. Sayangnya, selain
al-Kafi, tidak ada satu pun karya al-Kulayni yang sampai ke zaman sekarang (Tsamir Hasyim
Habib al-‘Amidi, “Ma‘a al-Kulayni wa Kitabihi al-Kafi”, ‘Ulum al-Hadits, vol. 1, no. 1, h.
201, 217). Husayn ‘Ali Mahfuzh menyebut lima karya al-Kulayni selain al-Kafi, yaitu Kitab
Tafsir al-Ru’ya, Kitab al-Rijal, Kitab al-Radd ‘Ala al-Qaramithah, Kitab Rasa’il al-A’immah,
dan Kitab Ma Qila fi al-A’immah min al-Syi‘r (Husayn ‘Ali Mahfuzh, “al-Hadits ‘Inda al-

4
TIM Ahlul Bait Indonesia (ABI), Buku Putih Madzhab Syiah, (Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Ahlul Bait
Indonesia, 2012), cet. 4, Hal. 50-51
Syi‘ah”, Muhammad Ja‘far Syams al-Din (ed.), Mawsu‘ah al-Kutub al-Arba‘ah, Beirut: Dar
al-Ta‘aruf li al-Mathbu‘at, j. 1, Cet. 1, 1411 H./1990 M., h. 20).

Karya Al-Kulaini

Al-Kafi ditulis selama 20 tahun. Di beberapa kalangan Syiah ada anggapan bahwa al-
Kafi sempat dibaca oleh Imam Mahdi dan Imam Mahdi memujinya dengan dengan
mengatakan: ‫كاف لشیعتنا‬Artinya, “Kitab al-Kafi ini cukup bagi Syiah kami.”Ma‘ruf al-Hasani
menilai anggapan ini kemungkinan besar berasal dari riwayat palsu yang disebar Kaum
Akhbariyyun (Ma‘ruf al-Hasani, Dirasat fi al-Hadits wa al-Muhadditsin, h. 133). Al-Kafi
terdiri dari 8 jilid/juz yang memuat 31 bab/kitab, dan memuat 15.508 hadis. Hadis-hadis itu
disistematisasi al-Kulayni dalam tiga bagian utama, yaitu 1. Ushul al-Kafi, 2. Furu‘ al-Kafi,
3. Rawdhah al-Kafi. Masing-masing bagian tersebut memuat beberapa kitab dan masing-
masing kitab memuat beberapa bab, dan masing-masing bab memuat beberapa hadis yang
sesuai. Ushul al-Kafi memuat 8 kitab, 499 bab, dan 3.881 hadis. Furu‘ al-Kafi memuat 26
kitab, 1.744 bab, 11.021 hadis. Rawdhah al-Kafi tidak mengikuti sistematika tersebut karena
dijadikan al-Kulayni sebagai satu bab saja yang memuat 606 hadis (al-Subhani, Tadzkirah al-
A‘yan, h. 287). Bab-bab di dalam al-Kafi adalah sebagai berikut: 1. Kitab al-‘Aql, 2. Kitab
Fadhl al-‘Ilm, 3. Kitab al-Tawhid, 4. Kitab al-Hujjah, 5. Kitab al-Iman wa al-Kufr, 6. Kitab
al-Wudhu wa al-Haydh, 7. Kitab al-Shalah, 8. Kitab al-Shiyam, 9. Kitab al-Zakah wa al-
Shadaqah, 10. Kitab al-Nikah wa al-‘Aqiqah, 11. Kitab al-Syahadat, 12. Kitab al-Hajj, 13.
Kitab al-Thalaq, 14. Kitab al-‘Itq, 15. Kitab al-Hudud, 16. Kitab al-Diyat, 17. Kitab al-
Ayman wa al-Nudzur wa al-Kaffarat, 18. Kitab al-Ma‘isyah, 19. Kitab al-Shayd wa al-
Dzaba’ih, 20. Kitab al-Jana’iz, 21. Kitab al-‘Usyrah, 22. Kitab al-Du‘a’, 23. Kitab al-Jihad,
24. Kitab Fadhl al-Qur’an, 25. Kitab al-Ath‘imah, 26. Kitab al-Asyribah, 27. Kitab al-Zay wa
al-Tajammul, 28. Kitab al-Dawajin wa al-Rawajin, 29. Kitab al-Washaya, 30. Kitab al-
Fara’idh, 31. Kitab al-Rawdhah (al-Subhani, Tadzkirah al-A‘yan, h. 286-287). Al-Kulayni
bersikeras tidak meriwayatkan kecuali dari para perawi hadis Ahlul Bait. Inilah yang
membuat al-Kafi menduduki posisi yang terhormat di dalam tradisi hadis Syiah. Meskipun
demikian, tidak ada ulama Syiah yang berpendapat bahwa semua yang tertulis di al-Kafi
harus diyakini dan diamalkan; tidak ada yang mengklaim adanya ijma akan kesahihan semua
yang terdapat di dalamnya, berbeda dengan klaim tentang adanya ijma tentang kesahihan al-
Shahihayn (Tsamir Hasyim Habib al-‘Amidi, “Ma‘a al-Kulayni wa Kitabihi al-Kafi”, ‘Ulum
al-Hadits, vol. 1, no. 1, h. 223-226). Syarah, hasyiah, ta’liq, dan tahqiq kitab al-KafiMenurut
al-Subhani, ada 30 syarh dan ta‘liq bagi al-Kafi. Menurut al-Amidi, ada hampir 100 buku
yang berkaitan dengan al-Kafi (al-Subhani, Tadzkirah al-A‘yan, h. 290; Tsamir Hasyim
Habib al-‘Amidi, “Ma‘a al-Kulayni wa Kitabihi al-Kafi”, ‘Ulum al-Hadits, vol. 1, no. 1, h.
226) Judul buku-buku syarah, hasyiah, ta‘liq, dan tahqiq kitab al-Kafi yang disebutkan oleh
Husayn ‘Ali Mahfuzh dalam artikelnya “al-Hadits ‘Inda al-Syi‘ah” yang dimuat dalam
Muhammad Ja‘far Syams al-Din (ed.), Mawsu‘ah al-Kutub al-Arba‘ah, h. 24 dst. total
mencapai 49 judul.

Syarah-syarah al-Kafi

1. Jami‘ al-Ahadits wa al-Aqwal karya Qasim bin Muhammad bin Jawad al-Wandi (w.
1100 H.).
2. Al-Durr al-Manzhum min Kalam al-Ma‘shum, ‘Ali bin Muhammad bin al-Hasan bin
Zayn al-Din al-Syahid al-Tsani (w. 1104 H.).
3. Al-Rawasyih al-Samawiyyah fi Syarh al-Ahadits al-Imamiyyah, Muhammad Baqir al-
Damad al-Husayni (w.1040 H.).
4. Al-Syafi, Khalil bin al-Ghazi al-Qazwini (w. 1089 H.).
5. Syarh al-Mirza Rafi‘ al-Din Muhammad al-Na’ini (w. 1082 H.).
6. Syarh Mulla Shadra (w. 1050 H.).
7. Syarh Muhammad Amin al-Astarabadi al-Akhbari (w. 1036 H.).
8. Syarh Muhammad Shalih al-Mazandarani (w. 1080 H.).
9. Kasyf al-Kafi, Muhammad bin Muhammad al-Syirazi (w. Abad 12 H.).
10. 10.Mir’ah al-‘Uqul fi Syarh Akhbar Al al-Rasul, Muhammad Baqir bin Muhammad
Taqi al-Majlisi (w. 1110 H.).
11. 11.Hady al-‘Uqul fi Syarh Ahadits al-Ushul, Muhammad bin ‘Abd ‘Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin ‘Ali bin ‘Abd al-Jabbar (w. Abad 13 H.).
12. 12.Al-Wafi, al-Faydh al-Kasyani (w. 1091 H.).

Ma‘ruf al-Hasani mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan sikap Sunni terhadap
Shahih al-Bukhari, maka dapat dikatakan bahwa sikap Syiah terhadap al-Kafi wajar, tidak
ekstrem, dan tidak berlebih-lebihan. Mereka tidak mengingkari kebaikan yang ada di dalam
al-Kafi, tapi mereka juga tidak menutup mata terhadap kekurangannya. Tapi, memang ada
sekelompok ulama klasik dan sekte al-Akhbariyyun di dalam Syiah yang menempatkan al-
Kafi lebih tinggi dari seharusnya. Tapi, para ulama setelah mereka telah mengoreksi sikap
tersebut dengan menunjukkan kekurangan-kekurangan di dalam al-Kafi (Ma‘ruf al-Hasani,
Dirasah Fi al-Hadits Wa al-Muhadditsin, h. 129)5

E. RIWAYAT-RIWAYAT SYIAH TERKAIT AL-QUR’AN

Menurut seorang ulama syiah Al-Mufid dalam kitab Awail al-maqalat, menyatakan
bahwa al-Qur’an yang ada saat ini tidak orisinil. Alqur’an sekarang sudah mengalami
distorsi, penambahan dan pengurangan (al-Mufid, Awail al-Maqalat, hal. 80-81).

Tokoh syiah lain mengatakan dalam kitab Mir’atun ‘Uqul Syarh al-Kafi, menyatakan
bahwa al-Qur’an telah mengalami penambahan dan pengurangan (Baqir al-Majlisi, Mir’atul
‘Uqul Syarh al-Kafi lil Kulaini, Vol. 12/525).6

Dan diantara tokoh syi’ah Imamiyah yang berkata demikian adalah : Ali bin Ibrahim Al-
Qumi, Nikmatullah Al-Jazairy, Al-Faidh Al-Kasyani, Ahmad At-Thabarsi, Muhammad Baqir
Al-Majlisi, Muhammad bin An-Nu’man yang berjuluk al-Mufid, Abu al-Hasan al-Amini
Adnan al-Bahrani, Yusuf Al-Bahrani, Nuri At-Thabarsi, Habibullah al-Khu’ie, Muhammad
Al-ayyasyi, Muhammad Ya’kub Al-Kulaini dan sebagainya7

Kaum syiah meyakini bahwa mushaf al-Qur’an yang ada sekarang ini sudah mengalami
banyak perubahan dan sudah tidak asli lagi. Menurut paham syiah jumlah ayat al-Qur’an
yang diturunkan oleh Allah SWT pada Nami Muhammad SAW melalui malaikat Jibril adalah
17.000 ayat bukan 6666 ayat. Hal ini berdasarkan keterangan yang termaktub dalam kitab
syiah yakni al-Kafi Juz 2 halaman 634:

َ‫س} ْب َعة‬
َ ‫ إِنّ ا ْلقُ ْرآنَ الّ ِذي َجا َء به جبري ُل عليه السالم الى محمد ص}}لى هللا علي}}ه و س}}لم‬: ‫عن أبِي عبد هللا رضي هللا عنه قال‬
)٢٣٤ ‫ ص‬٢ ‫ف آي ٍة (الكافى‬ ِ ‫َعش ََر اَ ْل‬

Diriwayatkan dari Abi Abdillah ra berkata, bahwa sesungguhnya al-Qur’an yang dibawa
oleh malaikat Jibril pada Nabi Muhammad saw berjumlah 17.000 ayat.

5
Ahmad Fadhil, Buku Daras: Studi Hadis Dalam Tradisi Syiah, (Universitas Islam Negeri Sultan Maulana
Hasanudin Banten, 2020), Hal. 75-81
6
Majelis Ulama Indonesia, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia, (Penerbit :
Formas, 2014), hal. 45
7
Abdullah bin Muhammad, Siapakah Syi’ah Itu? ( Ad-Difa’ Anisunnah,T.th), Hal. 6
Kaum syiah meyakini bahwa ada mushaf lain selain al-Qur’an, yaitu mushaf yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada Sayyidah Fatimah Azzahra ra, mushaf tersebut
diturunkan ketika Sayyidah Fatimah dalam keadaan sedih karena ditinggal Rasulullah SAW.
Keyakinan tentang mushaf fatimah terdapat dalam kitab syiah, al-Kafi Juz 1 halaman 240
karangan al-Kulaini

‫ض نَبِيّهُ صلى هللا عليه وسلم د ََخ َل على فاطم}ةَ عليه}ا الس}ال ُم ِمنْ َوفَاتِ} ِه ِمنَ ا ْل ُح} ْز ِن َم}}ا اَل يَ ْعلَ ُم} هُ اِاّل هللاُ ع} ّز‬ َ َ‫إِنّ هللاَ لَ ّما قَب‬
‫ت ب}}ذلك‬ َ َ‫سلّ ِي َغ ّمها ويح ّدثُها فشكتْ ذل}}ك إلى أم}ير المؤم}}نينَ رض}}ي هللا عن}ه فق}}ال إذا أ‬
ِ ‫حس} ْن‬ َ ‫وج ّل فَأَر‬
َ ُ‫س َل هللاُ عليها َملَ ًكا ي‬
َ ‫ص } َحفًا أَ َم}}ا إِنّ }هُ لَ ْي‬
‫س‬ ْ ‫ فأَعلَ َمتهُ بذلك فجعل أمي ُر المؤمنين يَكت ُُب ُك ّل ما س ِم َع َحتّى أَ ْثبَتَ ِمنْ َذلِكَ ُم‬،‫ت الصّوتَ قُولِي لِي‬ ِ ‫وسمع‬
)٢٤٠‫ ص‬١ ‫ش ْي ٌئ ِمنَ ا ْل َحاَل ِل و ا ْل َح َر ِام َولَ ِكنْ فِ ْي ِه ِع ْل ُم ما يكونُ (الكافي ج‬
َ ‫فِ ْي ِه‬

Sesungguhnya setelah Allah memanggil Nabi-Nya (Muhammad saw), Fatimah ra diliputi


kesedihan mendalam atas kepergian Beliau. Hanya Allah swt yang tahu besarnya kesedihan
Fatimah ra, maka Allah swt mengutus malaikat untuk menghibur dan berbicara dengannya.
Kemudian Fatimah mengadukan hal itu kepada Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib ra).
Amirul Mukminin berkata: “jika kamu merasa malaikat itu berbicara padamu dan
mendengar suara itu maka katakanlah padaku.” Fatimah memberitahukan isi pembicaraan
tersebut kepadanya, kemudian Amirul Mukminin mulai menulis semua yang didengarnya
hingga menetapkannya sebagai mushaf. Mushaf itu tidak berisi hukum halal dan haram, tapi
berisi pengetahuan tentang berbagai kejadian yang akan datang.

Menurut kaum Syiah, ketebalan mushaf Fatimah kira-kira tiga kali lipat al-Qur’an
yang ada sekarang dan tidak satupun huruf yang sama dengan al-Qur’an sekarang. Hal ini
berdasarkan keterangan di dalam kitab al-Kafi juz 1 halaman 239 berikut.

‫ص َحفٌ فِ ْي ِه ِم ْث ُل قُ ْرآنِ ُك ْم‬ ّ ‫اط َمةَ َعلَ ْي َها ال‬


ْ ‫ ُم‬: ‫ساَل ُم؟ قَا َل‬ ِ َ‫ص َحفُ ف‬ ْ ‫َوأَنّ ِع ْن َدنَا لَ ُم‬
ّ ‫ص َحفَ فَا ِط َمةَ َعلَ ْي َها ال‬
ْ ‫ قُ ْلتُ (لل ّرا ِوي) َو َما ُم‬،‫ساَل ُم‬
)٢٣٩ ‫ ص‬١ ‫ت َما فِ ْي ِه ِمنْ قِ َرآتِ ُك ْم َح ْرفٌ َوا ِح ٌد (الكافى ج‬ ِ ‫ث َم ّرا‬ُ ‫َه َذا ثَاَل‬

“Dan sesungguhnya kita memiliki Mushaf Fatimah as. Aku bertanya (kepada Rawi): apa itu
Mushaf Fatimah as, Abu Abdillah menjawab “Mushaf yang isinya tiga kali lipat al-Qur’an
kalian ini dan isinya sama sekali berbeda dengan al-qur’an kalian”8

Syiah meyakini Al-qur’an telah dibuang dan dirubah ayat-ayatnya oleh Abu Bakar
dan Umar ra. Mereka meriwayatkan dari Abu Ja’far, pernah ditanyakan kepadanya,
“Mengapa Ali disebut Amirul Mukminin?, ia menjawab, “Allah yang menamakannya Dan
demikianlah dia menurunkannya dalam kitab-Nya”

8
Abdul Mannan, Syiah Tantangan Umat Islam Indonesia, (Kediri : Tanpa Penerbit) hal. 124-127
ُ ‫}ربّ ُكم وأنّ ُم َح ّم} دًا َر‬
‫س} ْولِي َوأنّ َعلِيً}}ا أ ِم}ي ُر‬ َ }ِ‫س}تُ ب‬ ْ ‫َوإِ ْذ أَ َخ َذ َربّ َك ِمن بَنِي آ َد َم ِمن ظُ ُهو ِر ِه ْم ُذ ّريّتُ ُهم َو‬
ِ ُ‫أش} َه َدهُم َعلَى أ ْنف‬
ْ َ‫س} ِهم أل‬
َ‫ا ْل ُمؤْ ِمنِين‬

Dan ingatlah ketika Rabbmu mengambil dari Bani Adam dari tulang sulbi mereka akan
keturunan mereka, dan mengambil persaksian mereka atas diri mereka, “Bukankah aku
Rabb kalian, Muhammad adalah Rasul-Ku, dan Ali adalah Amirul Mukminin?” (mirip
dengan surat Al-a'raf: 172, ed.

Al-Kulaini mengatakan mengenai tafsir ayat, “Maka orang-orang yang beriman


kepadanya,” yakni kepada Imam, “memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Alquran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(Al-A'raf: 157)

yakni orang-orang yang menjauhi dari menyembah Jubtbdan Thagut, yaitu Fulan dan
Fulan. Al-majlisi mengatakan, “yang dimaksud dengan fulan dan fulan adalah Abu Bakar dan
Umar ra. karena itu, syiah menganggap keduanya sebagai dua setan, wal iyadzu billah.
Disebutkan dalam tafsir mereka mengenai firman Allah swt:

ِ ‫الَ تَتّبِ ُعوا ُخطُ َوا‬


‫ت الشّيطَا ِن‬

“janganlah kamy mengikuti langkah-langkah setan.” (An-Nur: 21)

Mereka mengatakan, “langkah-langkah setan, demi Allah, ialah kekuasaan fulan dan
fulan.” Mereka meriwayatkan dari Abu Abdillah, ia mengarakan:

‫َو َمن يُ ِط ِع هللاَ ورسولَه في ِواليَ ِة علِ ّي و ِوالَيَ ِة األَئِ ّم ِة ِمن بع ِد ِه فَقَ ْد فا َز فَوزًا عظ ْي َما‬

“Barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya mengenai kekuasaan Ali dan kekuasaan para
imam sesudahnya, maka ia telah meraih keberuntungan yang besar.” (mirip dengan surat Al-
Ahdzab: 71,ed.) ia mengatakan, “Demikianlah ayat turun.

Dari Abu Ja’far, ia berkata, “Jibril menurunkan ayat ini kepada Muhammad saw
demikian:

‫س ُهم أَن يَ ْكفُ ُروا بِ َما أَن َز َل هللاُ في َعلِ ّي بَ ْغيًا‬


َ ُ‫شتَ َروا بِ ِه أَ ْنف‬
ْ ‫س َما ا‬
َ ‫بِ ْئ‬

“Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan
kekafirankepada apa yang telah diturunkan Allah kepada Ali karena kedengkian.” (mirip
dengan surat Al-Baqarh: 90, ed).9
9
Sulaiman bin Shalih al-Kharasyi, Menimbang Ajaran Syiah:188 pertanyaan kritis, (Jakarta, Pustaka at-Tazkia,
2013), Hal. 56-59
F. PANDANGAN SYIAH TENTANG ABU BAKAR ASH-SIDDIQ

Kedengkian Syiah Terhadap Abu Bakar, Umar, dan Utsman ra.

Syiah berkata: aqidah Syiah dalam bara' (sikap antipati) adalah bahwa kami berlepas
diri dari empat berhala: Abu Bakar, Umar, Utsman dan muawiyah. Dan empat wanita Aisyah,
Hafsah, Hindun, dan Ummu Al Hakam ra. Serta dari para pengikut dan pendukungnya,
karena mereka adalah makhluk Allah yang paling buruk di muka bumi. Dan iman seseorang
kepada Allah dan Rasulnya serta para imam tidak akan sempurna hingga dia berlepas diri dari
musuh musuh mereka. (lihat: kitab Haqqul al-Yaqin, oleh al-Majlisi hal.519).

Syiah berkata: Abu Bakar dan Umar ra kafir, orang yang mencintai mereka juga kafir.
(lihat: kitab Bihar al-anwar, oleh al-majlisi. 69/137, 138).

Syiah berkata: Abu Bakar , Umar terlaknat, keduanya meninggal dalam keadaan kafir
dan musyrik kepada Allah yang Maha Agung. (Lihat: kitab Bashair ad-Darajat, oleh as-
Shaffar, 8/2 45).

Syiah berkata: Sesungguhnya Nabi saw tidak mengajak Abu Bakar untuk berhijrah
bersama nya dan bersembunyi di Gua Hira melainkan karena beliau takut jika Abu Bakar
menunjukkan keberadaannya kepada kaum kafir Quraisy (lihat: kitab tafsir Al Burhan, oleh
Hasyim Al Bahrani 2/127).

Syiah berkata: Abu Bakar salat di belakang Rasulullah saw sementara dia masih
mengalungkan patung ke lehernya dan sujud kepadanya. (Lihat: kitab Al-Anwar an-
Nu’maniyah, oleh Nikmatullah al-Jazairi, 1/53).10

DAFTAR PUSTAKA

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah Arba’in An-Nawawi, (Jakarta : Pustaka Imam Asy-
Syafi’i, 2018), cet. 5,

10
Abdullah bin Muhammad, Siapakah Syiah itu?, (T.tp, Ad-Difa' ‘anis sunnah, T.th), Hal.24-25
TIM Ahlul Bait Indonesia (ABI), Buku Putih Madzhab Syiah, (Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat Ahlul Bait Indonesia, 2012), cet. 4,
Ahmad Fadhil, Buku Daras: Studi Hadis Dalam Tradisi Syiah, (Universitas Islam Negeri
Sultan Maulana Hasanudin Banten, 2020),
Majelis Ulama Indonesia, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia,
(Penerbit : Formas, 2014),
Abdullah bin Muhammad, Siapakah Syi’ah Itu? ( Ad-Difa’ Anisunnah,T.th),
Abdul Mannan, Syiah Tantangan Umat Islam Indonesia, (Kediri : Tanpa Penerbit)
Sulaiman bin Shalih al-Kharasyi, Menimbang Ajaran Syiah:188 pertanyaan kritis, (Jakarta,
Pustaka at-Tazkia, 2013),
Abdullah bin Muhammad, Siapakah Syiah itu?, (T.tp, Ad-Difa' ‘anis sunnah, T.th), Hal.24-25
TUGAS-TUGAS STUDY HADIS SYI’AH

NAMA : Nur Ahmad Miftahul Ulum

NIM : 171370013

EMAIL : Miftahulu099@gmail.com

A. PANDANGAN SYI’AH TERHADAP KEYAQINAN AL-BADA’

Syiah percaya kepada al-bada yakni tampak bagi allah dalam hal keimaman
( yang telah di nobatkanPand keimamannya oleh ayahnya ja’far asshodiq. Tetapi ke
meninggal disaat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi bagi merek
boleh hilaf, tetapi imam mereka tetap maksum ( terjaga) 1

Syaikh ath-Thūsī dalam al-‘Uddah mengatakan: “Sebenarmya arti al-Badā’ d


bahasa adalah “tampak”. Untuk itu dikatakan (telah tampak di hadapan kami paga
kota). Dan tampaklah bagi kami pendapatnya. Allah berfirman: “Dan tampaklah bagi
akibat buruk apa yang telah mereka kerjakan, dan tampaklah bagi mereka kejelekan ap
mereka perbuat.” Yang dimaksudkan dalam semua kalimat tadi adalah “tampak”. K
dipakai pula ketika seseorang mengetahui sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya,
juga dalam dugaan (zhann). Bila kata ini dinisbatkan kepada Allah s.w.t., ada sebagia
benar dan ada pula yang tidak tepat. Yang boleh dinisbatkan mislanya adalah naskh. K
dapat dinisbatkan kepada-Nya karena artinya sudah diperluas. Dan untuk ini, ap
diutarakan oleh para Imām a.s. tentang al-Badā’ boleh dinisbatkan kepada Allah
kecuali yang mengandung pengertian-pengertian bahwa naskh itu baru diketahu
mukallaf belakangan setelah sekian lama tidak tampak. Atau pengertian bahwa penge
mereka tentang naskh itu didahului dengan ketidaktahuan, dan itulah al-Badā’ m
mereka. 2

Atas dasar ini, dapatlah diakurkan antara riwayat-riwayat yang menjelaskan


penundaan ajal dan penambahan umur dengan doa dan silaturahmi. Dan juga riwayat-

Anda mungkin juga menyukai