صلَّى هللا َ ضا قَا َل :بَ ْينَ َما نَحْ ُن ُجلُ ْوسٌ ِع ْن َد َرس ُْو ِل ِ ض َي هللاُ َع ْنهُ َأ ْي ًَع ْن ُع َم َر َر ِ
ب َش ِد ْي ُد َس َوا ِد اض الثِّيَا ِ
طلَ َع َعلَ ْينَا َر ُج ٌل َش ِد ْي ُد بَيَ ِ ات يَ ْو ٍم ِإ ْذ َ
هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّم َذ َ
س ِإلَى النَّبِ ِّي ْرفُهُ ِمنَّا َأ َح ٌدَ ,حتَّى َجلَ َ ْر ,الَ يُ َرى َعلَ ْي ِه َأثَ ُر ال َّسفَ ِر َوالَ يَع ِ ال َّشع ِ
ض َع َكفَّ ْي ِه َعلَى فَ ِخ َذ ْي ِهَ ,و صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّم ,فَأ ْسنَ َد ُر ْكبَتَ ْي ِه ِإلَى ُر ْكبَتَ ْي ِهَ ,و َو ََ
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّم : قَا َل :يَا ُم َح َّم ُد َأ ْخبِرْ نِ ْي َع ِن اِإل ْسالَ ِم ,فَقَا َل َرس ُْو ُل هللاِ َ
صالَةَ, اَِإل ْسالَ ُم َأ ْن تَ ْشهَ َد َأ ْن الَِإ لَهَ ِإالَّ هللاُ َو َأ َّن ُم َح َّم ًدا َرس ُْو ُل هللاَِ ,وتُقِ ْي ُم ال َّ
ال : ْت ِإلَ ْي ِه َسبِ ْيالً .قَ َطع َ انَ ,وتَ ُح َّج ْالبَي َ
ْت ِإ ِن ا ْستَ َ ض َ َوتُْؤ تِ َي ال َّز َكاةََ ,وتَص ُْو َم َر َم َ
ت .فَ َع ِج ْبنَا لَهُ يَ ْسَئلُهُ َويُ َ
ص ِّدقُهُ ص َد ْق ُ
َ .
Rukun Iman dan Ihsan
بِاهللَِ ,و َمالَِئ َكتِ ِهَ ,و ُكتُبِ ِه , ان ,قَا َل َ :أنُْْؤ ِم َنقَا َل :فََأ ْخبِ ْرنِ ْي َع ِن اِإل ْي َم ِ
ص َد ْق َ
ت. اآلخ ِر[َ ,و تُْؤ ِم َن بِ ْالقَ ْد ِر َخ ْي ِر ِه َو َش ِّر[ ِه .قَا َل َ : َو ُر ُسلِ ِهَ ,و ْاليَ ْو ِم ِ
ان ,قَا َل َ :أ ْن تَ ْعبُ َد هللاَ َكَأنَّ َ
ك تَ َراهُ فَِإ ْن لَ ْم ال :فََأ ْخبِ ْرنِ ْي َع ِن اِإل ْح َس ِ قَ َ
كتَ ُك ْن تَ َراهُ فَِإنَّهُ يَ َر[ا َ
ketiga istilah itu terkait satu dengan yang lain
TRILOGI AJARAN ILAHI.
ُ َ ٰ
ت اَأْل ْع َرابُ آ َمنَّا ۖ قُ ْل لَ ْم تُْؤ ِمنُوا َول ِك ْن قولوا
ُ ِ َقَال
ُ ۖ َأ ْسلَ ْمنَا َولَ َّما يَ ْد ُخ ِل اِإْل ي َم
ان فِي قُلُوبِ ُك ْم
Jadi, iman lebih mendalam daripada Islam, sebab dalam
konteks firman itu, kaum Arab Badui tersebut barulah
tunduk kepada Nabi secara lahiriah, dan itulah makna
kebahasaan perkataan “islām”, yaitu “tunduk” atau
“menyerah”.
Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa agama memang terdiri dari tiga
unsur: iman, islam, dan ihsan, yang dalam ketiga unsur itu terselip
makna berurutan: orang mulai dengan Islam, berkembang ke arah iman,
dan memuncak dalam ihsan.
Perkatan al-islām dalam firman ini bisa diartikan secara lebih umum,
yaitu menurut makna asalnya, yaitu “pasrah kepada Tuhan”, suatu
semangat ajaran yang menjadikan karakteristik pokok semua agama
yang benar.
Pandangan dalam al-Qur’an bahwa agama yang benar adalah agama
islām, dalam pengertian mengajarkan sikap pasrah kepada Tuhan,
Sama dengan perkataan “al-islām” di atas, perkataan “muslimūn”
dalam firman di bawah lebih tepat diartikan menurut makna
generiknya, yaitu “orang-orang yang pasrah kepada Tuhan”.
“Dan siapakah yang tidak suka kepada agama Ibrahim kecuali orang
yang membodohi dirinya sendiri. Padahal sungguh Kami telah
memilihnya di dunia, dan ia di akhirat pastilah termasuk orangorang
yang saleh. Ketika Tuhannya bersabda kepadanya, ‘Berserah dirilah
engkau!’ Lalu ia menjawab, ‘Aku berserah diri (aslam-tu) kepada Tuhan
seru sekalian alam’. Dan dengan ajaran itu Ibrahim berpesan kepada
anak-anaknya, demikian pula Ya’qub, ‘Wahai anak-anakku,
sesungguhnya Allah telah memilihkan agama untuk kamu sekalian,
maka janganlah sampai kamu mati, kecuali kamu adalah orang-orang
yang pasrah — muslimūn — (kepada-Nya),” (Q 2:130-132).
Berdasarkan pengertian-pengertian itu juga harus dipahami penegasan
dalam al-Qur’an bahwa semua agama para Nabi dan Rasul adalah
agama Islam.
Yakni, agama yang mengajarkan sikap tunduk dan patuh, pasrah, dan
berserah diri secara tulus kepada Tuhan.
Pengertian iman secara umum, yaitu sikap percaya, dalam hal ini
khususnya percaya pada masing-masing rukun iman yang enam
(menurut akidah Sunni). Karena percaya pada masing-masing rukun
iman itu memang mendasari tindakan seseorang
Iman tidak cukup hanya dengan sikap batin yang percaya atau
mempercayai sesuatu belaka, tetapi menuntut perwujudan lahiriah atau
eksternalisasinya dalam tindakan-tindakan.
Ini dikuatkan oleh adanya riwayat tentang orang yang bertanya kepada Nabi
tentang iman, namun turun wahyu jawaban tentang kebajikan (al-birr), yaitu:
Maka ihsan adalah ajaran tentang penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam hidup
melalui penghayatan diri sebagai sedang menghadap dan berada di depan hadirat-
Nya ketika beribadat.
Ia tegaskan bahwa makna ihsan lebih meliputi daripada iman, dan karea itu,
pelakunya adalah lebih khusus daripada pelaku iman, sebagaimana iman lebih
meliputi daripada Islam, sehingga pelaku iman lebih khusus daripada pelaku Islam.
Sebab dalam ihsan sudah terkandung iman dan Islam, sebagaimana dalam iman
sudah terkandung Islam
Kemudian, kata-kata ihsan itu sendiri secara harfi ah berarti “berbuat
baik”.
Jika
kita renungkan lebih jauh, sesungguhnya
makna-makna di atas itu tidak berbeda jauh dari
yang secara umum dipahami oleh orang-orang
Muslim, yaitu bahwa dimensi vertikal pandangan
hidup kita (iman dan takwa — habl-un min-a ’l-
Lāh, dilambangkan oleh takbir pertama atau
takbīrat-u ’l-ihrām dalam shalat) selalu, dan
seharusnya, melahirkan dimensi horizontal
pandangan hidup kita (amal saleh, akhlak mulia,
habl-un min-a ’l-nās, dilambangkan oleh ucapan
salam atau taslīm pada akhir shalat).
SELESAI
TERIMA KASIH!!!!!!