Anda di halaman 1dari 19

RUKUN ISLAM

1) SYAHADAT
a) Pengertian syahadat
Ditinjau dari segi bahasa, kata ‘asy-syahadah’ sedikitnya mengandung tiga
makna, yaitu:

Pertama, kata asy-syahadah dengan makna al-i’lan / al-iqrar (pernyataan),


diantaranya disebutkan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran, 3 : 18,

ِ ‫َش ِه َد هَّللا ُ َأنَّهُ الَ ِإلَهَ ِإالَّ هُ َو َو ْال َمالَِئ َكةُ َوُأولُو ْال ِع ْل ِم قَاِئ ًما بِ ْالقِس‬
‫ْط الَ ِإلَهَ ِإالَّ ه َُو ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم‬
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Dengan makna seperti ini, maka seseorang yang mengucapkan syahadat,


berarti ia telah menyatakan bahwa[16.02, 21/9/2022] ARYAN FAUZI Ilkom:
tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah dan bahwasanya Muhammad
adalah utusan Allah.

Kedua, kata asy-syahadah dengan makna al-qasamu/al-halfu (sumpah),


seperti disebutkan dalam firman Allah Ta’ala surat An-Nur ayat 6,

ٍ ‫َوالَّ ِذينَ يَرْ ُمونَ َأ ْز َوا َجهُ ْم َولَ ْم يَ ُك ْن لَهُ ْم ُشهَدَا ُء ِإالَّ َأ ْنفُ ُسهُ ْم فَ َشهَا َدةُ َأ َح ِد ِه ْم َأرْ بَ ُع َشهَادَا‬
َ‫ت بِاهَّلل ِ ِإنَّهُ لَ ِمن‬
َ‫الصَّا ِدقِين‬
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak
ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang
itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah
termasuk orang-orang yang benar.”
Dengan makna seperti ini, maka seseorang yang mengucapkan syahadat,
berarti ia telah bersumpah, bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

Ketiga, kata asy-syahadah dengan makna al-‘ahdu/al-wa’du/al-mitsaq


(perjanjian). Seperti disebutkan dalam firman Allah Ta’ala surat Al-A’raf
ayat 172,

‫ْت بِ َربِّ ُك ْم قَالُوا بَلَى َش ِه ْدنَا َأ ْن‬


ُ ‫ُور ِه ْم ُذ ِّريَّتَهُ ْم َوَأ ْشهَ َدهُ ْم َعلَى َأ ْنفُ ِس ِه ْم َألَس‬ َ ُّ‫وَِإ ْذ َأ َخ َذ َرب‬
ِ ‫ك ِم ْن بَنِي آ َد َم ِم ْن ظُه‬
َ‫تَقُولُوا يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ِإنَّا ُكنَّا ع َْن هَ َذا غَافِلِين‬
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi’. (Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)’”

Kalimat “wa asyhadahum” pada ayat di atas artinya adalah “mengambil


kesaksian dari mereka” atau “mengambil perjanjian dari mereka”. Maka,
seorang yang mengucapkan syahadat, berarti ia telah berjanji kepada Allah
Ta’ala untuk mentauhidkan-Nya (tiada tuhan selain Allah), demikian juga
berjanji untuk mengakui dan mengikuti nabi Muhammad sebagai utusan
Allah.

Jadi, asy-syahadah maknanya adalah pernyataan, sumpah, dan janji keimanan


kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.

***

Di dalam ajaran Islam, awal kesempurnaan atau sahnya al-iman (keimanan)


adalah dengan iqrarun bil lisan (ikrar dengan lisan),
[16.02, 21/9/2022] ARYAN FAUZI Ilkom: tashdiqun bil qalbi
(membenarkannya di dalam hati) dan ‘amalun bil arkan (mengamalkannya
dengan anggota tubuh).

Berkenaan dengan hal ini, Al-Hasan al-Bashri berkata,

‫ص َّدقَ ْتهُ اَأْل ْع َما ُل‬ ِ ‫ْس اِإْل ْي َمانُ بِالتَّ َحلِّي َواَل باِلتَّ َمنِّي َولَ ِك ْن َما َوقَ َر فِي ْالقَ ْل‬
َ ‫ب َو‬ َ ‫لَي‬
“Sesungguhnya iman bukanlah angan-angan atau pengakuan semata, namun
iman adalah keyakinan yang tertancap dalam hati dan dibuktikan dengan
amalan-amalan.” (Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam az-Zuhd dan al-
Baihaqi dalam Syu’abul Iman [1/80])

Oleh karena itu, setiap muslim harus memiliki kesadaran bahwa syahadat ini
adalah sebuah pernyataan, sumpah, dan janji keimanan kepada Allah Ta’ala.
Maka sesuai dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, setelah
menyatakan diri beriman kepada Allah Ta’ala, setiap kita harus berupaya
untuk beristiqamah dalam keimanan itu.

ْ‫ يَا َرسُوْ َل هللاِ قُل‬: ‫ت‬ ُ ‫ قُ ْل‬: ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫ َأبِي َع ْم َرةَ ُس ْفيَانُ ْب ِن َع ْب ِد هللاِ الثَّقَفِي َر‬: ‫ َوقِ ْي َل‬،‫ع َْن َأبِي َع ْمرو‬
‫ت بِاهللِ ثُ َّم ا ْستَقِ ْم‬
ُ ‫ قُلْ آ َم ْن‬: ‫ قَا َل‬. ‫ك‬ َ ‫لِي فِي ْاِإل ْسالَ ِم قَوْ الً الَ َأ ْسَأ ُل َع ْنهُ َأ َحداً َغ ْي َر‬
Dari Abu Amr, -ada juga yang mengatakan- Abu ‘Amrah, Suufyan bin
Abdillah Ats-Tsaqafi radhiallahu anhu dia berkata, saya berkata, “Wahai
Rasulullah katakan kepada saya tentang Islam sebuah perkataan yang tidak
saya tanyakan kepada seorangpun selainmu”. Beliau bersabda, “Katakanlah,
saya beriman kepada Allah, kemudian beristiqomah-lah”. (HR. Muslim)

Seorang mu’min yang istiqamah dalam keimanannya akan memperoleh


kekuatan dari Allah Ta’ala; yakni tertanam di dalam jiwanya: asy-syaja’ah
(keberanian), al-ithmi’nan (ketenangan), dan at-tafa-ul (optimisme).

Hal ini telah difirmankan oleh Allah Ta’ala,


‫ِإ َّن الَّ ِذينَ قَالُوا َربُّنَا هَّللا ُ ثُ َّم ا ْستَقَا ُموا تَتَنَ َّز ُل َعلَ ْي ِه ُم ْال َمالِئ َكةُ َأال تَ َخافُوا َوال تَحْ زَ نُوا َوَأب ِْشرُوا بِ ْال َجنَّ ِة الَّتِي‬
َ‫ُك ْنتُ ْم تُو َع ُدون‬
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu’”. (QS. Al-
Fushilat, 41: 30)

Kepada orang yang beriman dan berpendirian teguh dengan tidak


mempersekutukan-Nya, Allah menurunkan malaikat yang menyampaikan
kabar menggembirakan, memberikan segala yang bermanfaat, menolak
kemudaratan, dan menghilangkan duka cita yang mungkin ada padanya
dalam seluruh urusan duniawi maupun ukhrawi. Dengan demikian, dadanya
menjadi lapang dan tenteram, tidak ada kekhawatiran pada diri mereka.[1]

Waki’ dan Ibnu Zaid berpendapat bahwa para malaikat memberikan berita
gembira kepada orang-orang yang beriman pada tiga keadaan yaitu: ketika
mati, di dalam kubur, dan di waktu kebangkitan.

Kepada orang-orang yang beriman itu para malaikat mengatakan agar mereka
tidak usah khawatir menghadapi hari kebangkitan dan hari perhitungan nanti.
Mereka juga tidak usah bersedih hati terhadap urusan dunia yang luput dari
mereka seperti yang berhubungan dengan keluarga, anak, harta, dan
sebagainya.

Maka orang-orang yang bersyahadat dengan benar, akan memperoleh as-sa’adah


(kebahagian), di dunia dan akhirat. Wallahu A’lam.
2). Sholat
Salat atau Sholat (pengucapan bahasa Indonesia: [salat]; bahasa Arab: ‫صاَل ة‬
َّ ‫ ٱل‬aṣ-
ṣalāh, bahasa Arab: ‫صلَ َوات‬
َّ ‫ ٱل‬aṣ-ṣalawāt) adalah salah satu jenis ibadah di dalam
agama Islam yang dilakukan oleh Muslim. Kegiatan salat meliputi perkataan dan
perbuatan yang diawali dengan gerakan takbir dan diakhiri dengan gerakan
salam.[1] Kedudukan salat di dalam Islam ialah sebagai rukun Islam yang kedua.
[2] Salat merupakan suatu ibadah yang istimewa di dalam Islam karena perintah
pelaksanaannya diterima oleh Nabi Muhammad dari Allah secara langsung.[3]
Salat dijadikan sebagai penanda utama dalam status keimanan seorang muslim.
Mengerjakan salat merupakan tanda awal keislaman sedangkan meninggalkan
salat merupakan tanda awal kekafiran.[4]

Menurut syariat Islam, praktik salat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara
yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad sebagai figur pengejawantahan perintah
Allah.[5] Dalil mengenai kewajiban pelaksanaan salat terdapat di dalam Al-
Qur'an, hadis maupun ijmak para ulama.[6] Persyaratan yang harus dipenuhi
dalam melaksanakan salat ada sembilan, yaitu Islam, berakal, mumayyiz,
bersuci, menutup aurat, bersih dari najis, mengetahui waktu pelaksanaan salat,
menghadap ke kiblat dan memiliki niat. Selain itu terdapat rukun salat yang
jumlahnya sebanyak empat belas macam gerakan dan ucapan, serta delapan hal
yang membatalkan salat.[7]

Salat secara umum terbagi menjadi dua jenis yaitu salat fardu dan salat sunah.
Salat fardu terbagi menjadi 5 waktu tertentu yang dikerjakan setiap hari dan
bersifat wajib. Sementara itu, salat sunah bersifat dianjurkan untuk dikerjakan
pada waktu tertentu, khususnya pada hari raya Islam.[8]
Kata salat merupakan kata serapan dalam bahasa Arab yaitu shalla. Kata ini
merupakan turunan dari kata yushalli - shalaatan.[9] Secara bahasa, kata salat
berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti sebagai doa. Dalam Surah At-
Taubah ayat 103 menjadi landasan pemaknaan ini. Dalam ayat ini, kata salat
dimaknai sebagai doa. Pemaknaan salat sebagai doa juga diperoleh dari
perbuatan dan ucapan yang diadakan selama kegiatan salat merupakan
serangkaian doa.[10]

Sementara itu, secara istilah salat diartikan oleh para ulama sebagai serangkaian
ucapan dan gerakan tertentu yang diawal dengan takbir dan diakhiri dengan
gerakan salam. Gerakan takbir perlu didahului dengan niat dan memiliki
persyaratan tertentu sebelum dilaksanakan.[11] Abu Hanifah menambahkan
makna salat ini dengan memberikan ciri umum gerakannya yaitu berdiri, rukuk
dan sujud.[12]
Dalam Islam, salat merupakan suatu kewajiban yang dihukumi fardu ain bagi
muslim yang telah baligh. Tiap muslim wajib melaksanakan salat selama ia
masih hidup. Dalil mengenai kewajiban salat terdapat di dalam Al-Qur'an
maupun hadis.[32] Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad telah memberikan
peringatan keras kepada orang yang suka meninggalkan salat wajib, mereka akan
dihukumi menjadi kafir[33] dan mereka yang meninggalkan salat maka pada hari
kiamat akan disandingkan bersama dengan orang-orang, seperti Qarun, Fir'aun,
Haman dan Ubay bin Khalaf.[34]

Hukum salat secara umum terbagi menjadi dua yaitu wajib dan sunah. Salat yang
wajib dikerjakan disebut salat fardu, sedangkan yang sunah untuk dikerjakan
disebut salat sunah.[35]

Kondisi khusus
Sunting
Artikel utama: Safar (perjalanan), Salat Qashar, dan Salat Jamak
Dalam situasi dan kondisi tertentu kewajiban melakukan salat diberi keringanan
tertentu. Misalkan saat seseorang sakit dan saat berada dalam perjalanan. Bila
seseorang dalam kondisi sakit hingga tidak bisa berdiri maka ia dibolehkan
melakukan salat dengan posisi duduk, sedangkan bila ia tidak mampu untuk
duduk maka ia diperbolehkan salat dengan berbaring. Bila dengan berbaring ia
tidak mampu melakukan gerakan tertentu ia dapat melakukannya dengan isyarat.
Sedangkan bila seseorang sedang dalam perjalanan, ia diperkenankan
menggabungkan (jamak) atau meringkas (qashar) salatnya. Menjamak salat
berarti menggabungkan dua salat pada satu waktu yakni salat zuhur dengan salat
asar atau salat magrib dengan salat isya. Mengqasar salat berarti meringkas salat
yang tadinya 4 rakaat (zuhur, asar, isya) menjadi 2 rakaat.
Dikutip dari kitab Nawaqidhul Islam (makna harfiah: pembatal-pembatal Islam)
karya Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab, pembatal keislaman :

1. Menyekutukan Allah (syirk).

Yaitu menjadikan sekutu atau menjadikannya sebagai perantara antara dirinya


dengan Allah.

Contoh: Berdo’a, memohon syafa'at, bertawakkal, beristighatsah, bernadzar,


menyembelih yang ditujukan kepada selain Allah, dengan keyakinan bahwa para
sesembahan selain Allah itu dapat menolak bahaya atau dapat mendatangkan
manfaat.

Dalil: An-Nisa':48, Al-Ma'idah:72, dan lain-lain.

2. Membuat perantara antara dirinya dengan Allah.

Yaitu dengan berdo’a, memohon syafa’at, serta bertawakkal kepada mereka.

Dalil: Al-Isro':56-57, dan lain-lain.

3. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau meragukan kekafiran mereka,


atau membenarkan pendapat mereka.

Dalil: Ali-'Imron:19, Ali-'Imron 85, Al-Bayyinah:6, dan lain-lain.

4. Meyakini adanya petunjuk yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi


Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalil: Al-Ma'idah:50, Al-Ma'idah:44, Al-Ma'idah:45, Al-Ma'idah:47, dan lain-
lain.

5. Membenci apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Yaitu benci terhadap apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, walaupun ia melaksanakannya, maka telah batal keislamannya.

Dalil: Muhammad:8-9, Muhammad:25-28, dan lain-lain.

6. Menghina Islam.

Yaitu orang yang mengolok-olok (menghina) Allah dan Rasul-Nya, Al-Qur'an,


agama Islam, Malaikat atau para ulama karena ilmu yang mereka miliki. Atau
menghina salah satu syi’ar dari syi’ar-syi’ar Islam, seperti shalat, zakat, puasa,
haji, thawaf di Ka’bah, wukuf di ‘Arafah atau menghina masjid, adzan,
memelihara jenggot atau Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
lainnya, dan syi’ar-syi’ar agama Allah pada tempat-tempat yang disucikan dalam
keyakinan Islam serta terdapat keberkahan padanya, maka telah batal
keislamannya.

Dalil: At-Tawbah:65-66, Al-An'am:68, dan lain-lain.

7. Melakukan sihir.

Dalil: Al-Baqoroh:102, Abu Dawud:3883, dan lain-lain.

8. Memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang-orang kafir dalam rangka


memerangi kaum Muslim.

Dalil: Al-Ma'idah:51, Al-Ma'idah:57, dan lain-lain.


3). Zakat
Zakat adalah harta tertentu yang dikeluarkan apabila telah mencapai syarat yang
diatur sesuai aturan agama, dikeluarkan kepada 8 asnaf penerima zakat. Menurut
Bahasa kata “zakat” berarti tumbuh, berkembang, subur atau bertambah.

Zakat berasal dari bentuk kata "zaka" yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh,
dan berkembang. Dinamakan zakat, karena di dalamnya terkandung harapan
untuk beroleh berkah, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai
kebaikan (Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq: 5).

Makna tumbuh dalam arti zakat menunjukkan bahwa mengeluarkan zakat


sebagai sebab adanya pertumbuhan dan perkembangan harta, pelaksanaan zakat
itu mengakibatkan pahala menjadi banyak. Sedangkan makna suci menunjukkan
bahwa zakat adalah mensucikan jiwa dari kejelekan, kebatilan dan pensuci dari
dosa-dosa.

Dalam Al-Quran disebutkan, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,


dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka” (QS. at-Taubah
[9]: 103). Menurut istilah dalam kitab al-Hâwî, al-Mawardi mendefinisikan zakat
dengan nama pengambilan tertentu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu
dan untuk diberikan kepada golongan tertentu. Orang yang menunaikan zakat
disebut Muzaki. Sedangkan orang yang menerima zakat disebut Mustahik.
Setiap muslim diwajibkan untuk berzakat ketika hartanya sudah mencapai batas
agar dapat dikenakan zakat. Dalam Islam, kondisi ini disebut nisab. Zakat juga
diwajibkan diberikan ketika umat muslim telah melaksanakan puasa di bulan
Ramadan selama satu bulan penuh.[9]
Di dalam Al-Quran, ada banyak sekali dalil soal berzakat. Diantaranya Al-
Baqarah ayat 177, Al-Ma'idah ayat 55, At-Taubah ayat 5, 34-35, Al-Mu'minun
ayat 1-4, An-Naml ayat 2-3, Luqman ayat 3-4, serta Fushshilat ayat 6-7.[10]

Di bawah ini, adalah beberapa dalil Quran sehubungan dengan kewajiban zakat:
“ ...dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang
yang ruku'". (Al-Baqarah 2:43) ”
“ Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (At-Taubah 9:35)

“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan…
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok
bagi tegaknya syariat Islam. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits dari Ibnu
Umar, bahwa Rasulullah menyebutkan bahwa "Islam dibangun di atas 5 tiang
pokok, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad
Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan
Ramadhan, dan naik haji bagi yang mampu."[17] Oleh sebab itu hukum zakat
adalah wajib fardhu atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat
tertentu. Abdullah bin Mas'ud RA menyebutkan: "Anda sekalian diperintahkan
menegakkan shalat dan membayar zakat. Siapa yang tidak mengeluarkan zakat,
maka shalatnya tidak diterima.'[18] Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti
salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan
Sunah. Zakat juga merupakan sebuah kegiatan sosial kemasyarakatan dan
kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat
manusia di mana pun.
Zakat terbagi atas dua jenis yakni:

Zakat fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan suci
Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,7 kilogram) makanan pokok
yang ada di daerah bersangkutan.
Zakat maal (harta)
Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang mencakup hasil perniagaan,
pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak.
Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, tertera dalam Surah at-Taubah
ayat 60 yakni:

Fakir - Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokok hidup. Menurut Buya Hamka, kata fakir berasal dari
makna "membungkuk tulang punggung", satu sebutan buat orang yang telah
bungkuk memikul beban berat kehidupan.[19]
Miskin - Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasar untuk hidup.[20] Secara kebahasaan, orang miskin berasal dari
kata ‫( ُس ُكوْ ٌن‬sukūn), artinya tidak ada perubahan pada hidupnya, tetap saja begitu,
menahan penderitaan hidup.[19]
Amil - Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.[21] Tentu saja
dalam memungut zakat ini, ada para petugas yang mengambilnya. Mereka juga
berhak terhadap zakat. Namun begitu, Buya Hamka memberi catatan, bahwa jika
si pengurus atau pegawai mengambil sebagian hartanya yang telah dipungut
untuk dirinya sendiri, ini dijatuhkan kepada korupsi/ghulūl (‫) ُغلُوْ ٌل‬. Karenanya
menurut beliau, boleh saja mengadakan kepanitiaan dalam rangka pemungutan
zakat.[22]
Mu'allaf - Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
Hamba sahaya - Budak yang ingin memerdekakan dirinya. [23]
Gharimin - Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak
sanggup untuk memenuhinya.[24]
Fisabilillah - Mereka yang berjuang di jalan Allah misal: dakwah, perang dan
sebagainya.
Ibnus Sabil - Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.
Haram menerima
Sunting
Orang kaya dan orang yang masih memiliki tenaga.[25]
Hamba sahaya yang masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
Keturunan Nabi Muhammad (ahlul bait).[26]
Orang yang dalam tanggungan dari orang yang berzakat, misalnya anak dan istri
Hikmah dari zakat antara lain:

Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang
miskin.
Pilar amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang
berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah.
Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan
Untuk pengembangan potensi ummat
Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.

4). A. Pengertian Puasa

Seperti yang sudah katakana di awal, bahwa puasa merupakan salah satu ibadah
yang dilakukan dengan cara menahan rasa lapar dan haus. Puasa sendiri memiliki
pengertian-pengertian lain baik pengertian secara umum dan pengertian puasa dalam
agama islam.

1. Pengertian Ibadah Puasa secara Umum

Secara umum, puasa merupakan salah satu kegiatan yang dinilai sebagai kegiatan
sukarela yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari makanan, minuman atau
juga bisa keduanya, perilaku buruk, dan semua hal yang memiliki potensi untuk
membatalkan puasa tersebut selama masih dalam periode pelaksanaan puasa
tersebut.
Puasa yang murni biasanya dilakukan dengan menahan diri untuk makan dan minum
dalam kurun waktu tertentu, umumnya puasa dilaksanakan dalam kurun waktu satu
hari atau selama 24 jam, atau juga bisa beberapa hari. Lamanya periode puasa ini
bergantung pada ketentuan puasa.

B. Jenis Puasa Dalam Agama Islam

Dalam agama islam, ibadah puasa dibagi menjadi dua hukum, yaitu jenis puasa
dengan hukum wajib dan yang kedua adalah jenis puasa dengan hukum Sunnah.

1. Puasa dengan Hukum Wajib

Puasa wajib atau shaum wajib merupakan jenis puasa yang harus dilaksanakan oleh
umat muslim. Apabila seorang umat muslim berhasil melaksanakan puasa jenis ini
maka ia akan mendapatkan pahala. Sebaliknya apabila seorang umat muslim tidak
melaksanakan puasa jenis ini maka ia akan mendapatkan dosa atau ganjaran. Berikut
ini daftar puasa yang termasuk dalam puasa wajib.

a. Puasa wajib Ramadhan

b. Puasa yang disebabkan karena bernazar

c. Puasa denda atau kafarat

d. Puasa ganti atau qadha

2. Puasa dengan Hukum Sunnah

Puasa Sunnah atau shaum Sunnah merupakan jenis puasa yang apabila dikerjakan
maka akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak mendapat dosa
dan pahala. Berikut ini daftar puasa yang termasuk dalam puasa Sunnah.
5). Haji

identik dengan ziarah umat Islam ke Makkah, Arab Saudi yang bertujuan untuk
mensucikan diri dari segala dosa yang dilakukan di dunia

Haji (/hædʒ/;[1] bahasa Arab: ‫ حج‬Ḥaǧǧ "ziarah") adalah ziarah Islam tahunan ke
Mekkah, kota suci umat Islam, dan kewajiban wajib bagi umat Islam yang harus
dilakukan setidaknya sekali seumur hidup mereka oleh semua orang Muslim dewasa
yang secara fisik dan finansial mampu melakukan perjalanan, dan dapat mendukung
keluarga mereka selama ketidakhadiran mereka.[2][3][4] Ini adalah satu dari lima
Rukun Islam, di samping Syahadat, Salat, Zakat, dan Sawm. Haji adalah pertemuan
tahunan terbesar orang-orang di dunia.[5][6] Keadaan yang secara fisik dan finansial
mampu melakukan ibadah haji disebut istita'ah, dan seorang Muslim yang memenuhi
syarat ini disebut mustati. Haji adalah demonstrasi solidaritas orang-orang Muslim,
dan ketundukan mereka kepada Tuhan (Allah).[7][8] Kata Haji berarti "berniat
melakukan perjalanan", yang berkonotasi baik tindakan luar dari perjalanan dan
tindakan ke dalam niat.[9]

Ziarah terjadi dari tanggal 8 sampai 12 (atau dalam beberapa kasus ke 13[10]) dari
Zulhijjah, bulan terakhir kalender Islam. Karena kalender Islam adalah bulan dan
tahun Islam kira-kira sebelas hari lebih pendek daripada kalender Gregorian, tanggal
haji Gregorian berubah dari tahun ke tahun. Ihram adalah nama yang diberikan pada
keadaan spiritual khusus di mana peziarah mengenakan dua lembar putih kain halus.
Dan menjauhkan diri dari tindakan tertentu.

Haji dikaitkan dengan kehidupan nabi Islam Muhammad dari abad ke-7, namun
ritual ziarah ke Mekkah dianggap oleh umat Islam untuk meregangkan ribuan tahun
sampai Ibrahim. Selama haji, peziarah bergabung dalam prosesi ratusan ribu orang,
yang secara bersamaan berkumpul di Mekkah selama minggu haji, dan melakukan
serangkaian ritual: setiap orang berjalan berlawanan arah jarum jam tujuh kali di
sekitar Ka'bah (berbentuk kubus Bangunan dan arah doa untuk kaum Muslim),
berjalan bolak-balik antara bukit-bukit Al-Safa dan Al-Marwah, minuman dari
Sumur Zamzam, sampai ke dataran Gunung Arafah untuk berjaga-jaga,
menghabiskan satu malam di Dataran Muzdalifah, dan melakukan rajam simbolis
iblis dengan melemparkan batu ke tiga pilar. Para peziarah kemudian mencukur
kepala mereka, melakukan ritual pengorbanan hewan, dan merayakan festival global
tiga hari Idul Adha.

Jamaah haji juga bisa pergi ke Mekkah untuk melakukan ritual di lain waktu
sepanjang tahun. Ini kadang disebut "ziarah yang lebih rendah", atau Umrah.[17]
Namun, biarpun mereka memilih untuk melakukan umrah, mereka masih diwajibkan
untuk melakukan ibadah haji di lain waktu dalam hidup mereka jika mereka
memiliki sarana untuk melakukannya, karena Umrah bukan pengganti haji.[18]

Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi.[19] Menurut
etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan
menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-
tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang
dimaksud dengan tempat-tempat tertentu dalam definisi di atas, selain Ka'bah dan
Mas'a (tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan
waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari
pertama bulan Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf,
mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.[20]

Orang-orang Arab pada zaman jahiliyah telah mengenal ibadah haji ini yang mereka
warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan di sana-sini. Akan
tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada, seperti tawaf, sa'i, wukuf, dan
melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan
syariat yang sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang
salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara'
(syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah rasul.[20] Latar
belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh
nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi Ibrahim (nabinya agama Tauhid). Ritual
thawaf didasarkan …

Tanggal Haji dilaksanakan mengikuti kalender Islam (dikenal dengan kalender


Hijriyah atau H), yang didasari penanggalan kalender bulan.[32][33] Setiap tahun,
ritual Haji dilaksanakan dalam periode lima hari, mulai dari tanggal 8 dan berakhir di
12 Zulhijjah, bulan kedua belas sekaligus terakhir kalender Islam. Selama lima hari
tersebut, 9 Zulhijjah dikenal sebagai Hari Arafah, dan hari ini dikenal dengan nama
hari Haji. Dikarenakan kalender Islam adalah jenis kalender bulan dan tahun Islam
berbeda sebelas hari lebih sedikit dibanding tahun Gregorian, tanggal Haji menurut
kalender Gregorian berubah dari tahun ke tahun. Para jamaah Haji pun menghitung
penanggalan musim Haji sebelas atau sepuluh hari lebih awal dari tanggal Haji dari
satu tahun se…

[16.24, 21/9/2022] Bima Ilkom: Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji
yang ingin dilaksanakannya. Rasulullah memberi kebebasan dalam hal itu,
sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.

Aisyah berkata: Kami berangkat beribadah bersama Rasulullah dalam tahun Hajjatul
Wada'. Di antara kami ada yang berihram, untuk Haji dan Umrah dan ada pula yang
berihram untuk Haji. Orang yang berihram untuk umrah ber-tahallul ketika telah
berada di Baitullah. Sedang orang yang berihram untuk haji jika ia mengumpulkan
haji dan umrah. Maka ia tidak melakukan tahallul sampai dengan selesai dari nahar.
[19][45]

Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud.[19]

Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila seseorang
bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan …

[16.25, 21/9/2022] Bima Ilkom: Kegiatan

Sunting

[16.25, 21/9/2022] Bima Ilkom: Ihram

Sunting
Ketika jamaah mencapai niat dalam hati Miqat (batas-batas tertentu tempat atau
waktu jamaah berniat melaksanakan Haji), untuk memasuki keadaan yang suci–
dikenal dengan Ihram–yang hanya memakai dua lembar kain putih tanpa jahitan
untuk laki-laki, dengan satu kain menutup sekitar pinggang mencapai bagian bawah
lutut dan kain lain dipakai di bahu kiri mengikat di sisi kanan; mengenakan pakaian
biasa untuk wanita dengan memenuhi kondisi pakaian Muslimah Islami dengan
tangan dan wajah tidak ditutup;[48][halaman dibutuhkan] mengambil wudu;
merencanakan keinginan (niyah) untuk melaksanakan ibadah Haji dan untuk
menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang seperti memotong kuku, mencukur
bagian tubuh manapun, melakukan hubungan seksual; menggunakan wangi-
wangian, merusak tanaman, membunuh hewan, menutup kepala (untuk laki-laki)
atau wajah dan telapak tangan (untuk wanita); melakukan pernikahan; atau
mengangkat senjata.[7][11] Ihram memiliki makna bahwa setiap umat baik yang
miskin maupun yang kaya sama di depan Tuhan: tidak ada perbedaan antara
keduanya.[47]

Anda mungkin juga menyukai