Anda di halaman 1dari 9

Slide 1.

 MAKNA AKIDAH
Secara bahasa akidah berasal dari kata al-‘aqdu, artinya: mengikat, memutuskan, menguatkan,
mengokohkan, keyakinan, dan kepastian. [Lihat Mu’jamul Wasith bab:   ‫ ]عقد‬Adapun secara istilah,
akidah memiliki makna umum dan khusus. [At-Talâzum bainal ‘Akidah wasy Syari’ah, hlm: 9, karya
syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim al-‘Aql] Makna akidah secara umum adalah: keyakinan kuat yang
tidak ada keraguan bagi orang yang meyakininya, baik keyakinan itu haq atau batil.
Sedangkan akidah dengan makna khusus adalah akidah Islam, yaitu: pokok-pokok agama dan
hukum-hukum yang pasti, yang berupa keimanan kepada Allâh Azza wa Jalla , malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para nabi-Nya, hari akhir, serta beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk. Dan
perkara lainnya yang diberitakan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam al-Qur’an dan oleh Rasul-Nya di dalam
hadits-hadits yang shahih. Termasuk akidah Islam adalah kewajiban-kewajiban agama dan hukum-
hukumnya yang pasti. Semuanya itu wajib diyakini dengan tanpa keraguan.

 MAKNA SYARI’AT

[At-Talâzum bainal ‘Akidah wasy Syari’ah, hlm: 10-11] Secara bahasa syari’at berasal dari kata
asy-syar’u, artinya: membuat jalan, penjelasan, tempat yang didatangi, dan jalan. Adapun secara istilah,
syari’at memiliki makna umum dan khusus. Makna syari’at secara umum adalah: agama yang telah dibuat
oleh Allâh Azza wa Jalla , mencakup akidah (keyakinan) dan hukum-hukum. Hal ini seperti firman Allâh

Azza wa Jalla :

ْ‫ۖ َأن‬ ‫يس ٰى‬ َ ‫ص ْي َنا ِب ِه ِإب َْراهِي َم َوم‬


َ ِ‫ُوس ٰى َوع‬ َ ‫ين َما َوص َّٰى ِب ِه ُنوحً ا َوالَّذِي َأ ْو َح ْي َنا ِإلَي‬
َّ ‫ْك َو َما َو‬ ِ ‫َش َر َع لَ ُك ْم م َِن ال ِّد‬
ُ‫ۚ هَّللا ُ َيجْ َت ِبي ِإلَ ْي ِه َمنْ َي َشا ُء َو َي ْهدِي ِإلَ ْي ِه َمنْ ُينِيب‬ ‫ِين َما َت ْدعُو ُه ْم ِإلَ ْي ِه‬ َ ‫َأقِيمُوا ال ِّد‬
َ ‫ۚ َكب َُر َعلَى ْال ُم ْش ِرك‬ ‫ين َواَل َت َت َفرَّ قُوا فِي ِه‬
Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa
yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa
Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allâh menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). [Asy-
Syura/42:13]

Imam Abu Ja’far Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah meriwayatkan dari As-Suddi tentang
firman Allâh Azza wa Jalla : “ Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh“, dia berkata: “itu adalah agama semuanya (yakni semua bagian-bagiannya-
pen)”. Dari Qotadah rahimahullah tentang firman Allâh Azza wa Jalla : “ Dia telah mensyari’atkan bagi
kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh“, dia berkata: “Allâh Azza wa Jalla
telah mengutus Nuh ketika Dia mengutusnya dengan syari’at, dengan menghalakan yang halal dan
mengharamkan yang haram”.  [Lihat dua riwayat ini di dalam Tafsir Ath-Thabari juz 11, hlm: 134] Juga
firman-Nya:

َ ‫اك َعلَ ٰى َش ِري َع ٍة ِم َن اَأْل ْم ِر فَاتَّبِ ْعهَا َواَل تَتَّبِ ْع َأ ْه َوا َء الَّ ِذ‬
‫ين اَل‬ َ َ‫ثُ َّم َج َع ْلن‬
َ ‫يَ ْعلَ ُم‬
‫ون‬
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu),
Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. [Al-
Jatsiyah/45:18] Imam Ibnu Jarir rahimahullah berkata tentang ayat ini: “Allâh Azza wa Jalla Yang Maha
Tinggi sebutan-Nya berkata kepada Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Kemudian
Kami jadikan kamu –hai Muhammad- berada di atas suatu thariqah, sunnah, minhaj (tiga kata ini artinya
jalan) para Rasul yang telah Kami perintahkan sebelummu”. [Lihat Tafsir ath-Thabari, juz: 11, hlm: 258]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini: “Yaitu: ikutilah apa yang telah
diwahyukan kepadamu dari Rabbmu (Penciptamu; Penguasamu), tidak ada yang berhak diibadahi kecuali
Dia, dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”. [Tafsir Ibnu Katsir, juz: 4, hlm: 191] Imam Asy-
Syaukani rahimahullah berkata menjelaskan tentang ayat ini: “Arti syari’at di dalam bahasa Arab adalah:
pendapat, agama, dan jalan yang terang. Syari’at juga berarti: tempat air yang didatangi oleh para
peminumnya. (Di dalam bahasa Arab jalan disebut) syâri’ karena ia merupakan jalan menuju tujuan.
Adapun yang dimaksudkan syari’at di sini –yakni menurut istilah agama- adalah: apa yang Allâh Azza wa
Jalla syari’atkan (buat peraturan) yang berupa agama, bentuk jama’nya adalah syarâi’. (Arti ayat ini)
yaitu: Kami telah menjadikan kamu –wahai Muhammad- berada di atas suatu jalan yang jelas dari urusan
(agama itu) yang akan menghantarkanmu menuju al-haq. “Maka ikutilah syariat itu”, yaitu maka
amalkanlah hukum-hukumnya pada umatmu. “Dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak mengetahui”, terhadap tauhidulloh dan syari’a-syari’atNya untuk hamba-hambaNya, mereka adalah
orang-orang kafir Quroisy dan yang menyetujui mereka”.[Lihat Tafsir Fathul Qadir juz: 5, hlm: 11] Dari
keterangan ini, jelaslah bahwa istilah syari’at pada ayat-ayat ini mencakup semua bagian agama yang
dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang berupa al-haq (kebenaran) dan al-huda
(petunjuk), dalam masalah akidah dan hukum-hukum. Sedangkan makna syari’at secara khusus adalah:
peraturan yang Allâh Azza wa Jalla buat yang berupa hukum-hukum, perintah-perintah, dan larangan-
larangan. Hal ini seperti firman Allâh Azza wa Jalla :
‫ ِل ُكلٍّ َج َع ْلنَا ِم ْن ُك ْم ِشرْ َعةً َو ِم ْنهَاجًا‬ 
Untuk tiap-tiap umat diantara kamu [maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat
yang sebelumnya] Kami berikan syari’at (aturan) dan jalan yang terang. [Al-Maidah/5:48] Telah
diketahui bahwa maksud syari’at (aturan) dalam ayat ini adalah peraturan-peraturan, bukan akidah.
Karena akidah seluruh para Nabi itu sama, sedangkan peraturannya berbeda-beda sesuai dengan
keadaannya. [Lihat Tafsir Ath-Thabari, Ibnu Katsir, Fathul Qadir, pada ayat ini]

Dengan ini kita mengetahui bahwa syari’at memiliki makna umum dan khusus. Jika syari’at
disebut sendiri, maka yang dimaksudkan adalah makna umum, yaitu agama Islam secara keseluruhan.
Sebaliknya, jika syari’at disebut bersama akidah, maka yang dimaksudkan adalah makna khusus, yaitu
hukum-hukum, perintah-perintah, dan larangan-larangan di dalam agama yang bukan akidah (keyakinan).

Slide 2.

 HUBUNGAN AKIDAH DENGAN SYARI’AT


Sesungguhnya istilah akidah jika disebut secara umum (sendirian), maka itu memuat pokok-
pokok dan hukum-hukum syari’at dan mengharuskan mengamalkan syari’at. Sebagaimana istilah syari’at
jika disebut secara umum (sendirian), maka itu memuat perkara-perkara keimanan dan pokok-pokok serta
hukum-hukum syari’at yang pasti, yaitu akidah. Sebagaimana di atas telah dijelaskan dari firman Allâh
Azza wa Jalla :

َ ‫ين َما َوص َّٰى ِب ِه ُنوحً ا َوالَّ ِذي َأ ْو َح ْي َنا ِإ َلي‬


‫ْك‬ ِ ‫َش َر َع َل ُك ْم ِم َن ال ِّد‬
Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh
dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu. [Asy-Syura/42:13] Dengan demikian maka akidah dan
syari’at merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana telah diketahui bahwa iman itu
memuat keyakinan dan amalan, keyakinan ini yang disebut akidah, dan amalan ini yang disebut syari’at.
Sehingga iman itu mencakup akidah dan syari’at, karena memang iman itu jika disebutkan secara
mutlak/sendirian mencakup keyakinan dan amalan, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :

‫ِإنَّ َما ْال ُمْؤ ِمنُونَ الَّ ِذينَ آ َمنُوا بِاهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه ثُ َّم لَ ْم يَرْ تَابُوا َو َجاهَ ُدوا بَِأ ْم َوالِ ِه ْم َوَأ ْنفُ ِس ِه ْم فِي‬
َ‫ك هُ ُم الصَّا ِدقُون‬ َ ‫ۚ ُأو ٰلَِئ‬ ِ ‫َسبِي ِل هَّللا‬
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman)
kepada Allâh dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan
harta dan jiwa mereka pada jalan Allâh. mereka Itulah orang-orang yang benar. [Al-Hujurat/49:15]
juga fiman-Nya Azza wa Jalla :

‫ت َعلَ ْي ِه ْم آيَاتُهُ َزا َد ْتهُ ْم‬ ْ َ‫ت قُلُوبُهُ ْم َوِإ َذا تُلِي‬ْ َ‫ين ِإ َذا ُذ ِك َر هَّللا ُ َو ِجل‬
َ ‫ون الَّ ِذ‬ َ ُ‫ِإنَّ َما ْال ُمْؤ ِمن‬
‫ك هُ ُم‬ َ ‫﴾ُأو ٰلَِئ‬٣﴿‫ون‬ َ ُ‫صاَل ةَ َو ِم َّما َر َز ْقنَاهُ ْم يُ ْنفِق‬ َّ ‫ون ال‬ َ ‫﴾الَّ ِذ‬٢﴿‫ون‬
َ ‫ين يُقِي ُم‬ َ ُ‫ِإي َمانًا َو َعلَ ٰى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكل‬
‫ق َك ِري ٌم‬ ٌ ‫ات ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َو َم ْغفِ َرةٌ َو ِر ْز‬ ٌ ‫ لَهُ ْم َد َر َج‬ ۚ ‫ون َحقًّا‬ َ ُ‫ْال ُمْؤ ِمن‬
Sesungguhnya orang-orang yang beriman (maksudnya: orang yang sempurna imannya) ialah
mereka yang bila nama Allâh disebut, hati mereka gemetar, dan apabila ayat-ayat-Nya dibacakan, iman
mereka bertambah (karenanya), dan hanya kepada Rabbnya mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang
yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat
ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. [Al-Anfâl/8:2-4]

Dan ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa iman itu terdiri dari keyakinan dan amalan. Imam
Muhammad bin Nashr al-Marwazi t berkata di dalam kitab ash-Shalat: “Perumpamaan iman pada amalan
seperti qolbu (hati; jantung) pada badan, keduanya tidak terpisahkan. Tidaklah ada orang yang memiliki
badan yang hidup, namun tidak ada qolbunya. Juga tidak ada orang yang memiliki qolbu, namun tanpa
badan. Maka  keduanya itu adalah dua perkara yang berbeda, namun hukumnya satu, sedangkan
maknanya berbeda.

Perumpamaan keduanya juga seperti biji yang memiliki luar dan dalam, sedangkan biji itu
satu.Tidaklah dikatakan dua, karena sifat keduanya yang berbeda. Maka demikian juga amalan-amalan
Islam dari (ajaran) Islam adalah iman sebelah luar, yaitu termasuk amalan-amalan anggota badan.
Sedangkan iman adalah Islam sebelam dalam, yaitu termasuk amalan-amalan hati”. [Kitabul Iman, hlm:
283, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah].

Berdasarkan ini, maka memisahkan syari’at dengan akidah tidaklah benar menurut agama.

 MENERAPKAN SYARI’AT
Sesungguhnya menerapkan syari’at Allâh Azza wa Jalla di muka bumi merupakan kewajiban setiap
Muslim, secara individu atau jama’ah, sebagai penguasa atau rakyat. Karena setiap orang mengemban
amanah, dan setiap orang akan dimintai tanggung jawab atas amanah tersebut. Allâh Azza wa Jalla
berfirman memerintahkan Râsul-Nya untuk memutuskan perkara manusia dengan  apa yang telah Allâh
Azza wa Jalla turunkan:

ِ ‫وك َع ْن بَع‬
‫ْض َما‬ َ ُ‫َوَأ ِن احْ ُك ْم بَ ْينَهُ ْم بِ َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ َواَل تَتَّبِ ْع َأ ْه َوا َءهُ ْم َواحْ َذرْ هُ ْم َأ ْن يَ ْفتِن‬
‫ۗ َوِإ َّن َكثِيرًا ِم َن‬ ‫ْض ُذنُوبِ ِه ْم‬
ِ ‫صيبَهُ ْم بِبَع‬ ِ ُ‫ فَِإ ْن تَ َولَّ ْوا فَا ْعلَ ْم َأنَّ َما ي ُِري ُد هَّللا ُ َأ ْن ي‬ ۖ ‫ْك‬
َ ‫َأ ْن َز َل هَّللا ُ ِإلَي‬
َ ُ‫اس لَفَا ِسق‬
‫ون‬ ِ َّ‫الن‬
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allâh, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka
tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allâh kepadamu. jika mereka
berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allâh), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allâh
menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan
Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. [Al-Maidah/5:49]
Allâh Azza wa Jalla juga telah berfirman memerintahkan manusia untuk mengikuti syari’at-Nya dan
meninggalkan siapa saja yang bertentangan dengannya:

َ ‫ قَلِياًل َما تَ َذ َّكر‬ ۗ ‫اتَّبِعُوا َما ُأ ْن ِز َل ِإلَ ْي ُك ْم ِم ْن َربِّ ُك ْم َواَل تَتَّبِعُوا ِم ْن ُدونِ ِه َأ ْولِيَا َء‬
‫ُون‬
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-
pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya). [Al-A’râf/7:3]
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Allâh Azza wa Jalla memerintahkan untuk mengikuti apa
yang diturunkan dari-Nya secara khusus, dan Dia memberitahukan bahwa barangsiapa mengikuti
selainnya, maka dia telah mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.” [I’lamul Muwaqqi’in ; 2/46 ;
Darul Hadits, Kairo, th: 1422 H / 2002 H]

 KEWAJIBAN MENERAPKAN SYARI’AT ATAS SETIAP MUSLIM


Sebagian orang beranggapan bahwa menegakkan syari’at itu kewajiban penguasa, sehingga
mereka selalu menuntut penguasa untuk menerapkan hukum-hukum Allâh Azza wa Jalla , sedangkan
mereka sendiri nampak jauh dari tuntunan syari’at.  Ini adalah pemahaman yang sempit. Karena
sesungguhnya kewajiban menegakkan hukum Allâh Azza wa Jalla mengenai setiap orang Muslim, baik
dia sebagai penguasa atau rakyat biasa. Setiap orang bertanggung jawab dengan tugasnya masing-masing.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:

‫ك فِي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم اَل يَ ِج ُدوا فِي َأ ْنفُ ِس ِه ْم‬


َ ‫ون َحتَّ ٰى ي َُح ِّك ُمو‬
َ ُ‫فَاَل َو َرب َِّك اَل يُْؤ ِمن‬
‫ْت َويُ َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما‬َ ‫ضي‬َ َ‫َح َرجًا ِم َّما ق‬
Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. [An-Nisa’/4:65]
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allâh Azza wa Jalla  bersumpah dengan diri-Nya yang
mulia, yang suci, bahwa seseorang tidak beriman sampai menjadikan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagai hakim dalam segala perkara. Maka apa yang Beliau putuskan adalah haq, yang wajib
ditunduki secara lahir dan batin. Oleh karena inilah Allâh Azza wa Jalla berfirman: (kemudian mereka
tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya).
Yaitu jika mereka telah menjadikanmu sebagai hakim, mereka mentaatimu di dalam batin
mereka, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka tunduk kepadanya lahir batin, dan menerimanya dengan sepenuhnya, tanpa menolak
dan membantah”. [Tafsir Ibnu Katsir, surat an-Nisa’/4:65]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

َ ‫ضى هَّللا ُ َو َرسُولُ ُه َأ ْمرً ا َأنْ َي ُك‬


ْ‫ون َل ُه ُم ْال ِخ َي َرةُ ِمن‬ َ ‫ِن َواَل مُْؤ ِم َن ٍة ِإ َذا َق‬ َ ‫َو َما َك‬
ٍ ‫ان لِمُْؤ م‬
‫ضاَل اًل م ُِبي ًنا‬ َ ‫ض َّل‬ ِ ْ‫ۗ َو َمنْ َيع‬ ‫َأمْ ِر ِه ْم‬
َ ‫ص هَّللا َ َو َرسُو َل ُه َف َق ْد‬
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mu’min, apabila
Allâh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allâh dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata. [Al-Ahzab/33:36]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ayat ini umum di dalam segala perkara, yaitu jika
Allâh dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu, maka tidak ada hak bagi siapapun menyelisihinya, dan di
sini tidak ada pilihan (yang lain) bagi siapapun, tidak ada juga pendapat dan perkataan”. [Tafsir Ibnu
Katsir, surat al-Ahzâb/33:36]

Oleh karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫اع َو َم ْسُئو ٌل َع ْن َر ِعيَّتِ ِه َوال َّر ُج ُل فِي‬


ٍ ‫اع َو َم ْسُئو ٌل َع ْن َر ِعيَّتِ ِه فَاِإْل َما ُم َر‬ٍ ‫ُكلُّ ُك ْم َر‬
‫اعيَةٌ َو ِه َي َم ْسُئولَةٌ َع ْن‬
ِ ‫ت َز ْو ِجهَا َر‬ ِ ‫اع َوهُ َو َم ْسُئو ٌل َع ْن َر ِعيَّتِ ِه َو ْال َمرْ َأةُ فِي بَ ْي‬
ٍ ‫َأ ْهلِ ِه َر‬
ُ ‫اع َوهُ َو َم ْسُئو ٌل َع ْن َر ِعيَّتِ ِه قَا َل فَ َس ِمع‬
‫ْت هَُؤاَل ِء ِم ْن‬ ِ ‫َر ِعيَّتِهَا َو ْال َخا ِد ُم فِي َم‬
ٍ ‫ال َسيِّ ِد ِه َر‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َوال َّر ُج ُل فِي َما ِل‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوَأحْ ِسبُ النَّب‬
َ ‫النَّبِ ِّي‬
‫اع َو ُك ُّل ُك ْم َم ْسُئو ٌل َع ْن َر ِعيَّتِ ِه‬
ٍ ‫اع َو َم ْسُئو ٌل َع ْن َر ِعيَّتِ ِه فَ ُكلُّ ُك ْم َر‬ ٍ ‫َأبِي ِه َر‬
Setiap kamu adalah pemimpin/pengatur dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Maka imam
adalah pemimpin/pengatur dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang laki-laki (kepala rumah
tangga) adalah pemimpin/pengatur terhadap keluaganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.
Seorang wanita (ibu rumah tangga) adalah pemimpin/pengatur di dalam rumah suaminya dan akan
ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang pelayan adalah pemimpin/pengatur pada harta tuannya dan
akan ditanya tentang kepemimpinannya.  [HR. Al-Bukhâri, no: 2558, dari Ibnu Umar]

Dengan demikian maka setiap orang wajib menegakkan syari’at Islam sesuai dengan
kemampuannya, baik dia sebagai pejabat atau rakyat.

 KEWAJIBAN MENERAPKAN SYARI’AT DALAM SEGALA ASPEK KEHIDUPAN


Termasuk perkara pokok dalam agama Islam adalah bahwa seorang Muslim berkewajiban masuk
ke dalam agama Islam secara total, sesuai dengan kemampuannya. Maka dia wajib mengikuti Islam di
dalam akidah (keyakinan), ibadah (ketundukan hamba kepada Penciptanya), mu’amalah (hubungan antar
hamba), politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya dari aspek kehidupan ini. Sehingga menerapkan
syari’at Islam bukan hanya yang berkaitan dengan ibadah mahdhah (murni) dan urusan pribadi saja,
sebagaimana anggapan sebagian orang. Juga bukan hanya yang berkaitan dengan pemerintahan saja.
Bahkan wajib menegakkan hukum Allâh Azza wa Jalla dalam seluruh aspek kehidupan, sesuai dengan
kemampuan. Semua sisi syari’at Islam adalah penting, dan yang paling penting adalah aspek akidah, yaitu
tauhid.
Allâh Azza wa Jalla berfirman mengecam orang-orang Yahudi yang mengimani sebagian ajaran kitab
Taurat dan mengingkari sebagian lainnya:

‫ي فِي‬ ٌ ‫ك ِم ْن ُك ْم ِإاَّل ِخ ْز‬َ ِ‫ فَ َما َج َزا ُء َم ْن يَ ْف َع ُل ٰ َذل‬ ۚ ‫ْض‬ ٍ ‫ُون بِبَع‬ َ ‫ب َوتَ ْكفُر‬ ِ ‫ْض ْال ِكتَا‬ ِ ‫ون بِبَع‬ َ ُ‫َأفَتُْؤ ِمن‬
َ ُ‫ۗ َو َما هَّللا ُ بِ َغافِ ٍل َع َّما تَ ْع َمل‬ ‫ب‬
‫ون‬ ِ ‫ون ِإلَ ٰى َأ َش ِّد ْال َع َذا‬
َ ‫ۖ َويَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة يُ َر ُّد‬ ‫ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا‬
Apakah kamu (Bani Israil) beriman kepada sebahagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap
sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat
berat. Allâh tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. [Al-Baqarah/2:85]
Walaupun sebab turunnya ayat ini mengenai orang-orang Yahudi, tetapi kandungannya umum,
juga mengenai orang-orang yang bersifat seperti sifat mereka dari kalangan kaum Muslimin.
Sebagaimana telah diketahui dari kaedah tafsir:

ِ ‫اَ ْل ِعب َْرةُ بِ ُع ُم ْو ِم اللَّ ْف ِظ الَ بِ ُخص ُْو‬


ِ َ‫ص ال َّسب‬
‫ب‬
Yang dinilai adalah dengan keumuman lafazh, bukan dengan kekhususan sebab.  Allâh Azza wa
Jalla juga berfirman memerintahkan orang-orang beriman untuk memasuki agama Islam secara total.
Dia Azza wa Jalla  berfirman:

ِ ‫ين آ َمنُوا ا ْد ُخلُوا فِي الس ِّْل ِم َكافَّةً َواَل تَتَّبِعُوا ُخطُ َوا‬
‫ۚ ِإنَّهُ لَ ُك ْم َع ُد ٌّو‬ ‫ت ال َّش ْيطَا ِن‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬
ٌ ِ‫ُمب‬
‫ين‬
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu
turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. [Al-Baqarah/2:208]
Dan itu semua dilakukan dengan ikhlas untuk Allâh Azza wa Jalla :

ۖ ُ‫يك لَه‬
َ ‫﴾ اَل َش ِر‬١٦٢﴿ ‫ين‬ َ ‫اي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم‬ َ ‫قُلْ ِإ َّن‬
َ َ‫صاَل تِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ ي‬
َ ‫ت َوَأنَا َأ َّو ُل ْال ُم ْسلِ ِم‬
‫ين‬ َ ِ‫َوبِ ٰ َذل‬
ُ ْ‫ك ُأ ِمر‬
Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadah qurbanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan
aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allâh)”. [Al-An’am/6:162-163]

 ANCAMAN MENYIMPANG DARI HUKUM ALLÂH


Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang mengancam orang-orang yang
menyimpang dari hukum Allâh Azza wa Jalla . Di antaranya adalah firman-Nya Azza wa Jalla :

َ ‫ك ي ُِري ُد‬
‫ون‬ َ ِ‫ْك َو َما ُأ ْن ِز َل ِم ْن قَ ْبل‬
َ ‫ون َأنَّهُ ْم آ َمنُوا بِ َما ُأ ْن ِز َل ِإلَي‬ َ ‫َألَ ْم تَ َر ِإلَى الَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ْز ُع ُم‬
ِ ‫ان َأ ْن ي‬
َ ‫ُضلَّهُ ْم‬
‫ضاَل اًل‬ ُ َ‫ت َوقَ ْد ُأ ِمرُوا َأ ْن يَ ْكفُرُوا بِ ِه َوي ُِري ُد ال َّش ْيط‬ ِ ‫َأ ْن يَتَ َحا َك ُموا ِإلَى الطَّا ُغو‬
َ ‫ص ُّد‬
‫ون‬ َ ِ‫ْت ْال ُمنَافِق‬
ُ َ‫ين ي‬ َ ‫يل لَهُ ْم تَ َعالَ ْوا ِإلَ ٰى َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ َوِإلَى ال َّرسُو ِل َرَأي‬
َ ِ‫﴾ َوِإ َذا ق‬٦٠﴿‫بَ ِعيدًا‬
‫ص ُدودًا‬ َ ‫َع ْن‬
ُ ‫ك‬
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa
yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? mereka hendak berhakim
kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud
menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka:
“Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allâh telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya
kamu Lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu”.
[An-Nisa’/4:60-61] .
Hendaklah kita tahu bahwa semua hukum yang bertentangan dengan hukum Allâh Azza wa Jalla
adalah hukum jahiliyah. Allâh Azza wa Jalla berfirman: َ‫ َو َم ْن َأحْ َسنُ ِمنَ هَّللا ِ ُح ْك ًما لِقَوْ ٍم يُوقِنُون‬ ۚ َ‫َأفَ ُح ْك َم ْال َجا ِهلِيَّ ِة يَ ْب ُغون‬
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada

(hukum) Allâh bagi orang-orang yang yakin? [Al-Maidah/5:50] .

Anda mungkin juga menyukai