Anda di halaman 1dari 21

PILAR-PILAR AKIDAH ISLAM (RUKUN IMAN)

Mata Kuliah: Tafsir A


Dosen Pengampu: Helfina Arianti , M. Ag.

Disusun Oleh:
Kelompok 2B
Ahmad Khatibul Umam (200103020212)
Muhammad Azmi (200103020073)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
BANJARMASIN
2021
PENDAHULUAN

Iman merupakan pondasi aqidah. Iman menjadi pondasi bagi semua perilaku orang
yang beragama. Tanpa iman, agama menjadi kosong. Semua perintah dan larangan agama
menjadi mentah jika tidak ada iman. Maka iman menjadi pondasi pertama bagi seorang yang
hendak menyatakan diri beragama.

Iman dalam agama Islam ada enam: iman kepada Allah, iman kepada Malaikat-
malaikat Allah, Rosul-rosulnya, kitab-kitab-Nya, iman pada hari akhir dan juga iman kepada
Qodo dan Qodar. Ini kita kenal dengan rukun iman. Tidak ada toleransi dan diskon. Semua
harus diimani tidak kecuali

 PEMBAHASAN
A. Surah An-nisa Ayat 136
ْ‫ر‬00ُ‫ ۗ ُل َو َم ْن يَّ ْكف‬0‫ب الَّ ِذيْٓ اَ ْن َز َل ِم ْن قَ ْب‬ ‫هّٰلل‬
ِ ‫ب الَّ ِذيْ نَ َّز َل ع َٰلى َرسُوْ لِ ٖه َو ْال ِك ٰت‬ِ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا ٰا ِمنُوْ ا بِا ِ َو َرسُوْ لِ ٖه َو ْال ِك ٰت‬
ۤ ‫هّٰلل‬
‫ض ٰلاًل ۢ بَ ِع ْيدًا‬ َ ‫م ااْل ٰ ِخ ِر فَقَ ْد‬0ِ ْ‫بِا ِ َو َم ٰل ِٕى َكتِ ٖه َو ُكتُبِ ٖه َو ُر ُسلِ ٖه َو ْاليَو‬
َ ‫ض َّل‬

Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
(Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab
yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat
sangat jauh. Q.S An-Nisa' [4]: 136
1. Tafsir Jalalain
ْ ُ‫وا َءا ِمن‬
‫د‬0‫ولِ ِه } محم‬0‫ َّز َل على َر ُس‬0َ‫ذى ن‬00‫اب ال‬00‫ولِ ِه والكت‬0‫ان { باهلل َو َر ُس‬0‫وا على اإليم‬00‫وا } داوم‬ ْ ُ‫{ ياأيها الذين َءا َمن‬
‫راءة‬0‫نى ( الكتب ) وفي ق‬00‫ل بمع‬0‫ ُل } على الرس‬0‫ َز َل ِمن قَ ْب‬0َ‫ذى َأن‬00‫اب ال‬0‫رآن { والكت‬00‫و الق‬0‫صلى هللا عليه وسلم وه‬
َ ‫ ْد‬0َ‫بالبناء للفاعل في الفعلين [ ن ّزل أنزل ] { َو َمن يَ ْكفُرْ باهلل ومالئكته َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه واليوم األخر فَق‬
‫الال‬00‫ َّل ض‬0‫ض‬
. ‫بَ ِعيداً } عن الحدق‬
136. (Hai orang-orang yang beriman, berimanlah kamu) artinya tetaplah beriman
(kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan-Nya kepada rasul-Nya)
Muhammad saw. yakni Alquran (serta kitab yang diturunkan-Nya sebelumnya)
maksudnya kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para rasul, dan menurut satu qiraat
kedua kata kerjanya dalam bentuk pasif. (Dan siapa yang ingkar kepada Allah, malaikat-

2
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat, maka sungguhnya ia
telah sesat sejauh-jauhnya) dari kebenaran.
2. Tafsir Kemenag
Munasabah
Di dalam ayat yang lalu (ayat 127) kepada kaum Muslimin diperintahkan agar berlaku
adil terhadap anak-anak yatim dan istri-istri mereka, dan hak mereka harus mendapat
perlindungan dan pemeliharaan yang adil. Dalam ayat berikutnya mereka diperintahkan
agar bertakwa kepada-Nya. Allah Maha Berkuasa dan dapat melenyapkan suatu kaum,
menggantinya dengan yang lain; dan Allah dapat memberikan kepada hamba-Nya apa
yang dikehendaki-Nya baik pahala dunia maupun pahala akhirat. Kemudian dalam
ayat-ayat berikut ini diperintahkan agar kaum Muslimin berbuat adil terhadap manusia
seluruhnya, karena dengan keadilanlah urusan masyarakat dapat ditegakkan dan semua
peraturan dapat dipelihara, dan agar mereka menjadi saksi karena Allah, baik terhadap
orang lain ataupun terhadap diri dan keluarga mereka sendiri, tanpa membeda-bedakan
kedudukan dan kekayaan seseorang.
Sabab Nuzul
Kejadian yang erat hubungannya dengan turunnya ayat ini diriwayatkan sebagai berikut:
“Ada dua orang laki-laki, yang seorang kaya sedangkan yang lain miskin, berselisih dan
mengajukan perkara kepada Nabi saw. Maka Nabi cenderung untuk membela orang yang
miskin itu, karena kemiskinannya. Nabi memandang bahwa orang miskin itu tidak akan
menganiaya orang kaya. Tetapi Allah menghendaki agar Nabi tetap berlaku adil baik
terhadap si kaya ataupun si miskin.” (Riwayat Ibnu Jarir dari as-Suddi). Ayat ini turun
berkenaan dengan peristiwa tersebut.
Tafsir
(136) Barang siapa mengingkari Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan hari
akhirat, ia telah tersesat dari jalan yang benar, yaitu jalan yang akan menyelamatkan
mereka dari azab yang pedih dan membawanya kepada kebahagiaan yang abadi. Iman
kepada kitab-kitab Allah dan kepada rasul-rasul-Nya adalah satu rangkaian yang tidak
dapat dipisah-pisahkan. Tidak boleh beriman kepada sebagian rasul dan kitab saja, tetapi
mengingkari bagian yang lain seperti dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Iman serupa ini tidak dipandang benar, karena dipengaruhi oleh hawa nafsu atau hanya
mengikuti pendapat-pendapat dan pemimpin-pemimpin saja. Apabila ada orang yang
mengingkari sebagian kitab, atau sebagian rasul, maka hal itu menunjukkan bahwa ia

3
belum meresapi hakikat iman, karena itu imannya tidak dapat dikatakan iman yang
benar, bahkan suatu kesesatan yang jauh dari bimbingan hidayah Allah.
Kesimpulan
1. Keadilan harus ditegakkan dan kesaksian harus diberikan sesuai dengan kenyataan,
dan harus merata di antara sesama manusia.
2. Iman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada kitab-
kitab-Nya, dan kepada hari akhirat menjadi pokok dan rukun iman yang harus diyakini
secara keseluruhan, tidak boleh dipisah-pisahkan dan dibeda-bedakan.
3. Tafsir Ibnu Katsir

‫ ُل‬5 ‫زَ َل ِمنْ قَ ْب‬55‫ب الَّ ِذي َأ ْن‬


ِ ‫ا‬55‫سولِ ِه َوا ْل ِكت‬ ِ ‫سولِ ِه َوا ْل ِكتا‬
ُ ‫ب الَّ ِذي نَ َّز َل عَلى َر‬ ُ ‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا آ ِمنُوا بِاهَّلل ِ َو َر‬
)136( ً‫ضالالً بَ ِعيدا‬ َ ‫سلِ ِه َوا ْليَ ْو ِم اآْل ِخ ِر فَقَ ْد‬
َ ‫ض َّل‬ ُ ‫َو َمنْ يَ ْكفُ ْر بِاهَّلل ِ َو َمالِئ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر‬
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya.
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mengamalkan
semua syariat iman dan cabang-cabangnya, rukun-rukunnya serta semua penyanggahnya.
Tetapi hal ini bukan termasuk ke dalam pengertian perintah yang menganjurkan untuk
merealisasikan hal tersebut, melainkan termasuk ke dalam Bab "Menyempurnakan Hal
yang Telah Sempurna, Mengukuhkannya, dan Melestarikannya".
Perihalnya sama dengan apa yang diucapkan oleh seorang mukmin dalam setiap salatnya,
yaitu bacaan firman-Nya:
ْ ‫صراطَ ا ْل ُم‬
‫ستَقِي َم‬ ِّ ‫ا ْه ِدنَا ال‬
Tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (Al-Fatihah: 6)
Dengan kata lain, terangilah kami ke jalan yang lurus, dan tambahkanlah kepada kami
hidayah serta mantapkanlah kami di jalan yang lurus. Allah Swt. memerintahkan kepada
mereka untuk beriman kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, seperti pengertian yang
terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
ُ ‫َيا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوآ ِمنُوا ِب َر‬
‫سولِ ِه‬
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-
Nya. (Al-Hadid: 28)

4
Adapun firman Allah Swt.: 
}‫سولِ ِه‬ ِ ‫{وا ْل ِكتَا‬
ُ ‫ب الَّ ِذي نز َل َعلَى َر‬ َ
dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya. (An-Nisa: 136)
Yakni Al-Qur'an.
}‫ب الَّ ِذي َأنز َل ِمنْ قَ ْب ُل‬
ِ ‫{وا ْل ِكتَا‬
َ
serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (An-Nisa: 136)
Makna yang dimaksud ialah semua jenis kitab yang terdahulu. Sedangkan mengenai kitab
Al-Qur'an, hal ini diungkapkan dengan memakai lafaz nazzala, karena Al-Qur'an
diturunkan secara berangsur-angsur lagi terpisah-pisah disesuaikan dengan kejadian-
kejadiannya menurut apa yang diperlukan oleh semua hamba dalam kehidupan di dunia
dan kehidupan akhirat mereka. Adapun kitab-kitab terdahulu, maka semuanya diturunkan
sekaligus. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan:
}‫ب الَّ ِذي َأنز َل ِمنْ قَ ْب ُل‬
ِ ‫{وا ْل ِكتَا‬
َ
serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (An-Nisa: 136)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
}‫ضالال بَ ِعيدًا‬ َ ‫سلِ ِه َوا ْليَ ْو ِم اآل ِخ ِر فَقَ ْد‬
َ ‫ض َّل‬ ُ ‫{و َمنْ يَ ْكفُ ْر بِاهَّلل ِ َو َمالِئ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر‬
َ
Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-
rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
(An-Nisa:136)
Dia telah keluar dari jalan hidayah dan jauh dari jalan yang benar dengan kejauhan yang
sangat.

B. Surah Al-baqarah Ayat 177

ۤ ‫هّٰلل‬
ِ ‫ ِة َو ْال ِك ٰت‬00‫ب َو ٰل ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن ٰا َمنَ بِا ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر َو ْال َم ٰل ِٕى َك‬
‫ب‬ ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
ِ ‫م قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬0ْ ‫ْس ْالبِ َّر اَ ْن تُ َولُّوْ ا ُوجُوْ هَ ُك‬َ ‫لَي‬
‫ا َم‬00َ‫ب َواَق‬ ِ ۚ ‫ا‬00َ‫ ۤا ِٕىلِ ْينَ َوفِى الرِّ ق‬0‫الس‬ َّ َ‫ ِك ْينَ َوا ْبن‬0‫َوالنَّبِ ٖيّ ۚنَ َو ٰاتَى ْال َما َل ع َٰلى ُحب ِّٖه َذ ِوى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس‬
َّ ‫بِ ْي ۙ ِل َو‬0‫الس‬
ٰۤ ُ ‫ْ ْأ‬ ۤ َّ ‫ ۤا ِء َو‬0‫بر ْينَ فِى ْالبَْأ َس‬0‫الص‬ ۚ ۚ ٰ ٰ
َ‫ول ِٕىك‬ ‫سا‬ِ ۗ 0َ‫رَّا ِء َو ِح ْينَ الب‬0‫الض‬ ِ ِ ّ ٰ ‫ ُدوْ ا َو‬0َ‫الصَّلوةَ َواتَى ال َّز ٰكوةَ َو ْال ُموْ فُوْ نَ بِ َع ْه ِد ِه ْم اِ َذا عَاه‬
ٰۤ ُ ۗ ُ
َ‫ول ِٕىكَ هُ ُم ْال ُمتَّقُوْ ن‬ ‫ا َوا‬0 ْ‫ص َدقو‬َ َ‫الَّ ِذ ْين‬

Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan
itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim,
orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan

5
untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-
orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan,
penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka
itulah orang-orang yang bertakwa. Q.S Al-Baqarah [2]: 177
1. Tafsir Jalalain
ْ ُّ‫ْس البر َأن تُ َول‬
‫وا‬00‫ارى حيث زعم‬00‫ود والنص‬00‫وا ُوجُوهَ ُك ْم} في الصالة {قِبَ َل المشرق والمغرب} نزل ر ّداً على اليه‬ َ ‫{لَّي‬
‫اب} أي الكتب‬00‫ة والكت‬00‫ر والملئك‬00‫ذلك {ولكن البر} أي ذا البر وقرىء بفتح الباء أي البار { َم ْن َءا َمنَ باهلل واليوم اآلخ‬
‫افر‬0‫بيل} المس‬00‫اكين وابن الس‬0‫امى والمس‬00‫ة {واليت‬00‫ربى} القراب‬0‫ه { َذ ِوى الق‬0‫ َوءاتَى المال على} مع {حُبّ ِه} ل‬0‫{والنبيين‬
‫ا‬00‫ة وم‬00‫اوة} المفروض‬0‫الوة َو َءاتَى الزك‬00‫رى {وأقامالص‬00‫ واألس‬0‫اتبين‬00‫{والسائلين} الطالبين { َوفِى} فك {الرقاب} المك‬
‫ ّدة‬0‫اء} ش‬00‫دح {فِى البأس‬00‫ب على الم‬00‫قبله في التطّوع {والموفون بِ َع ْه ِد ِه ْم ِإ َذا عاهدوا} هللا أو الناس {والصابرين} نص‬
‫ذين‬0‫ر {ال‬0‫ا ذك‬0‫وفون بم‬0‫ك} الموص‬0‫بيل هللا {أولئ‬0‫ال في س‬0‫ ّدة القت‬0‫أس} وقت ش‬0‫الفقر {والضراء} المرض { َو ِحينَ الب‬
َ ‫{وُأولَِئ‬
‫ك هُ ُم المتقون} هللا‬ َ ‫ص َدقُوا} في إيمانهم أو ا ّدعاء البر‬
َ
177. (Kebaktian itu bukanlah dengan menghadapkan wajahmu) dalam salat (ke arah
timur dan barat) ayat ini turun untuk menolak anggapan orang-orang Yahudi dan Kristen
yang menyangka demikian, (tetapi orang yang berbakti itu) ada yang membaca 'al-barr'
dengan ba baris di atas, artinya orang yang berbakti (ialah orang yang beriman kepada
Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab) maksudnya kitab-kitab suci (dan nabi-nabi)
serta memberikan harta atas) artinya harta yang (dicintainya) (kepada kaum kerabat) atau
famili (anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan) atau
musafir, (orang-orang yang meminta-minta) atau pengemis, (dan pada) memerdekakan
(budak) yakni yang telah dijanjikan akan dibebaskan dengan membayar sejumlah
tebusan, begitu juga para tawanan, (serta mendirikan salat dan membayar zakat) yang
wajib dan sebelum mencapai nisabnya secara tathawwu` atau sukarela, (orang-orang
yang menepati janji bila mereka berjanji) baik kepada Allah atau kepada manusia,
(orang-orang yang sabar) baris di atas sebagai pujian (dalam kesempitan) yakni
kemiskinan yang sangat (penderitaan) misalnya karena sakit (dan sewaktu perang) yakni
ketika berkecamuknya perang di jalan Allah. (Mereka itulah) yakni yang disebut di atas
(orang-orang yang benar) dalam keimanan dan mengakui kebaktian (dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa) kepada Allah.
Makna ibn ialah seorang anak lelaki, sedangkan as-sabīl sudah diuraikan terdahulu.

2. Tafsir Kemenag
Kosakata: al-Birr ‫)راَ ْلب‬
ِ al-Baqarah/2: 177)

6
Al-Birr berbuat kebaikan sebesar-besarnya, berasal dari kata al-barr yaitu “daratan yang
luas”. Biasanya dinisbahkan kepada Allah (ath-Thur/52: 28) yang berarti pahala, jika
dinisbahkan kepada hamba berarti ketaatan. Kata Al-Birr biasanya dikaitkan dengan
perbuatan, seperti pada surah al-Baqarah/2:189. Kata al-birr mencakup bukan hanya
perbuatan tetapi juga i‘tiqad, kewajiban dan naw±fil. Ketika Rasulullah ditanya tentang
al-birr, maka beliau membacakan ayat ini. Di dalam Al-Qur′an kata al-birr tidak ada yang
digandengkan dengan al-w±lidain yang ada dengan biw±lidaih dan biw±lidat³
(Maryam/19:14 dan 32). Dalam ayat ini al-birr disebutkan untuk membantah perkataan
orang-orang Ahli Kitab yang menganggap orang Islam mendapat al-birr (kebaikan)
selama mereka salat menghadap kiblat ke Baitulmakdis. Ketika kiblat mereka beralih ke
Ka‘bah Baitull±h al-¦ar±m di Mekah, mereka mengejek orang mukmin dengan
mengatakan bahwa
Muslimin telah kehilangan al-birr, menafikan al-birr, dan menghadap arah kiblat hanyalah
sarana jangan sampai orang menyibukkan diri dan menfokuskan perhatian hanya pada hal
tersebut. Oleh sebab itu Allah menggugurkan kewajiban menghadap kiblat bagi orang
yang lupa dan salat sunnat ketika berada di atas kendaraan, Allah ingin mengingatkan
faktor yang lebih penting dari al-birr yaitu iman dan takwa yang menjadi tujuan syariat.
Munasabah
Semenjak Allah memerintahkan berpindah kiblat dalam salat dari Baitulmakdis di
Palestina ke Ka‘bah di Mekah al-Mukarramah, terjadilah pertengkaran dan perdebatan
terus-menerus antara Ahli Kitab dan umat Islam. Pertengkaran itu semakin sengit dan
memuncak, sampai Ahli Kitab mengatakan, bahwa orang yang salat dengan tidak
menghadap ke Baitulmakdis tidak sah salatnya dan tidak akan diterima Allah, dan orang
itu tidak termasuk pengikut para nabi. Sedang dari pihak orang Islam mengatakan pula,
bahwa salat yang akan diterima Allah ialah dengan menghadap ke Masjidilharam, kiblat
Nabi Ibrahim a.s., sebagai bapak dari seluruh Nabi. Ayat ini menegaskan bahwa yang
pokok bukanlah menghadapkan muka ke kiblat; dan menghadapkan muka itu bukanlah
suatu kebajikan yang dimaksud dalam agama. Sebab kiblat itu hanyalah merupakan suatu
tanda dan merupakan syiar untuk kesatuan umat guna mencapai maksud yang satu yaitu
mengabdikan diri kepada Allah. Dengan demikian, dapatlah umat membiasakan diri
menjaga persatuan dalam segala urusan dan perjuangan.
Sabab Nuzul
Menurut riwayat ar-Rabi‘dan Qatadah, sebab turunnya ayat ini ialah bahwa orang
Yahudi beribadah menghadap ke arah barat, sedang orang Nasrani menghadap ke arah
7
timur. Masing-masing golongan mengatakan bahwa golongannya yang benar, oleh karena
itu golongannya yang berbakti dan berbuat kebajikan, sedangkan golongan lain salah dan
tidak dianggap berbakti atau berbuat kebajikan, maka turunlah ayat ini untuk membantah
pendapat dan persangkaan mereka. Memang ada pula riwayat lain mengenai sebab
turunnya ayat ini yang tidak sama dengan yang disebutkan di atas, tetapi bila kita
perhatikan urutan ayat-ayat sebelumnya, yaitu ayat-ayat 174, 175 dan 176, maka yang
paling sesuai ialah bahwa ayat ini diturunkan mula-mula terhadap Ahli Kitab (Yahudi dan
Nasrani), karena pembicaraan masih berkisar di sekitar mencerca dan membantah
perbuatan dan tingkah laku mereka yang tidak baik dan tidak wajar.
Tafsir
Ayat ini bukan saja ditujukan kepada umat Yahudi dan Nasrani, tetapi mencakup juga
semua umat yang menganut agama-agama yang diturunkan dari langit, termasuk umat
Islam. Pada ayat 177 ini Allah menjelaskan kepada semua umat manusia, bahwa
kebajikan itu bukanlah sekadar menghadapkan muka kepada suatu arah yang tertentu,
baik ke arah timur maupun ke arah barat, tetapi kebajikan yang sebenarnya ialah beriman
kepada Allah dengan sesungguhnya, iman yang bersemayam di lubuk hati yang dapat
menenteramkan jiwa, yang dapat menunjukkan kebenaran dan mencegah diri dari segala
macam dorongan
hawa nafsu dan kejahatan. Beriman kepada hari akhirat sebagai tujuan terakhir dari
kehidupan dunia yang serba kurang dan fana. Beriman kepada malaikat yang di antara
tugasnya menjadi perantara dan pembawa wahyu dari Allah kepada para nabi dan rasul.
Beriman kepada semua kitab-kitab yang diturunkan Allah, baik Taurat, Injil maupun Al-
Qur′an dan lain-lainnya, jangan seperti Ahli Kitab yang percaya pada sebagian kitab yang
diturunkan Allah, tetapi tidak percaya kepada sebagian lainnya, atau percaya kepada
sebagian ayat-ayat yang mereka sukai, tetapi tidak percaya kepada ayat-ayat yang tidak
sesuai dengan keinginan mereka. Beriman kepada semua nabi tanpa membedakan antara
seorang nabi dengan nabi yang lain.
Kesimpulan
1. Kebajikan bukanlah menghadap ke timur atau barat, kebajikan adalah iman yang benar
kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab-kitab Allah dan para nabi.
2. Kebajikan seseorang dibuktikan dengan kesediaannya memberikan sebagian hartanya
kepada orang-orang yang memerlukan, terutama kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, orang yang sedang dalam perjalanan, orang-orang yang meminta-
minta dan memerdekakan hamba sahaya, serta taat menjalankan ibadah.
8
3. Kebajikan seseorang juga ditandai dengan tepat memenuhi janji, serta senantiasa
bersikap sabar dalam segala keadaan.

3. Tafsir Ibnu Katsir


‫ ِة‬0‫ر َو ْال َمالِئ َك‬0 ِ ‫وْ ِم‬00َ‫ َّر َم ْن آ َمنَ بِاهَّلل ِ َو ْالي‬0ِ‫ب َولَ ِك َّن ْالب‬
ِ 0‫اآلخ‬ ِ 0‫ق َو ْال َم ْغ‬
ِ ‫ر‬0 ِ ‫ ِر‬0‫م قِبَ َل ْال َم ْش‬0ْ ‫ْس ْالبِ َّر َأ ْن تُ َولُّوا ُوجُوهَ ُك‬
َ ‫لَي‬
0‫اِئلِينَ َوفِي‬0‫الس‬ َّ ‫يل َو‬ َّ َ‫ا ِكينَ َوا ْبن‬0‫ َو ْال َم َس‬0‫ا َمى‬00َ‫ب َوالنَّبِيِّينَ َوآتَى ْال َما َل َعلَى ُحبِّ ِه َذ ِوي ْالقُرْ بَى َو ْاليَت‬
ِ ِ‫ب‬0‫الس‬ ِ ‫َو ْال ِكتَا‬
َّ ‫ا ِء َو‬0‫ابِ ِرينَ فِي ْالبَْأ َس‬0‫الص‬
‫رَّا ِء‬0‫الض‬ َّ ‫دُوا َو‬0َ‫ ِد ِه ْم ِإ َذا عَاه‬0ْ‫ونَ بِ َعه‬00ُ‫اةَ َو ْال ُموف‬0‫الةَ َوآتَى ال َّز َك‬0‫الص‬
َّ ‫م‬0َ ‫ا‬0َ‫ب َوَأق‬
ِ ‫ال ِّرقَا‬
)177( َ‫ص َدقُوا َوُأولَِئكَ هُ ُم ْال ُمتَّقُون‬ َ ‫س ُأولَِئ‬ ‫ْأ‬
َ َ‫ك الَّ ِذين‬ ِ َ‫} َو ِحينَ ْالب‬
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah kebajikan orang yang beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji; dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan,
dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka
itulah orang-orang yang bertakwa
Ayat yang mulia ini mengandung kalimat-kalimat yang agung, kaidah-kaidah yang luas,
dan akidah yang lurus. Seperti yang disebutkan oleh Ibnu Abu Hatim:
ِ 0‫ ِد ْال َك‬0‫ ع َْن َع ْب‬،‫فَي‬0‫ا ِم ِر ْب ِن ُش‬00‫ ع َْن َع‬،‫ َح َّدثَنَا ُعبَ ْي ُد هَّللا ِ بْنُ َع ْم ٍرو‬،‫ بْنُ ِه َش ٍام ْال َحلَبِ ُّي‬0‫ َح َّدثَنَا عُبيد‬،‫َح َّدثَنَا َأبِي‬
،‫ ٍد‬0‫ ع َْن ُم َجا ِه‬،‫ر ِيم‬0
‫ ِر‬0‫آخ‬ِ ‫وهَ ُك ْم} ِإلَى‬00‫ َّر َأ ْن تُ َولُّوا ُو ُج‬0 ِ‫ْس ْالب‬ َ ِ ‫ َأنَّهُ َسَأ َل َرسُو َل هَّللا‬:ٍّ‫ع َْن َأبِي َذر‬
َ ‫ {لَي‬:‫ ِه‬0‫ َما اِإْل ي َمانُ ؟ فَتَاَل َعلَ ْي‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ‫َضهَا قَ ْلبُك‬
َ ‫ وَِإ َذا َع ِم ْلتَ َسيَِّئةً َأ ْبغ‬، َ‫ "ِإ َذا َع ِم ْلتَ َح َسنَةً َأ َحبَّهَا قَ ْلبُك‬:‫ فَقَا َل‬.ُ‫ فَتَاَل هَا َعلَ ْي ِه ثُ َّم َسَألَه‬،‫ ثُ َّم َسَألَهُ َأ ْيضًا‬:‫ قَا َل‬.‫"اآْل يَ ِة‬
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu
Hisyam Al-Halbi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Amr, dari Amir ibnu
Syafi, dari Abdul Karim, dari Mujahid, dari Abu Zar r.a., telah menceritakan bahwa ia
pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang iman, "Apakah yang dinamakan iman
itu?" Maka Rasulullah Saw. membacakan kepadanya firman Allah Swt.: Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. (Al-Baqarah: 177),
hingga akhir ayat. Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Abu Zar kembali
bertanya, dan Rasulullah Saw. membacakan lagi ayat ini kepadanya. Kemudian Abu Zar
bertanya lagi, maka Rasul Saw. menjawab: Apabila kamu hendak mengerjakan suatu
kebaikan, maka buatlah hatimu cinta kepadanya; dan apabila kamu hendak melakukan
suatu keburukan, maka buatlah hatimu benci kepadanya.

9
Akan tetapi, hadis ini berpredikat munqati (terputus mata rantai sanadnya), mengingat
Mujahid sebenarnya belum pernah bersua dengan sahabat Abu Zar, karena Abu Zar telah
meninggal dunia di masa sebelumnya.
:َ‫ة‬0َ‫ ِذ ِه اآْل ي‬0َ‫ ِه ه‬0‫ َرَأ َعلَ ْي‬0َ‫انُ ؟ فَق‬00‫ا اِإْل ي َم‬0‫ َم‬:‫ا َل‬0َ‫ فَق‬،ٍّ‫ ٌل ِإلَى َأبِي َذر‬0‫ ا َء َر ُج‬0‫ َج‬:‫ قَا َل‬،‫ َح َّدثَنَا ْالقَا ِس ُم بْنُ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن‬: ُّ‫ال ْال َم ْسعُو ِدي‬
َ َ‫ق‬
ِ 0‫ ٌل ِإلَى َر ُس‬0ُ‫ ا َء َرج‬0‫ َج‬:ٍّ‫و َذر‬0ُ‫ال َأب‬
‫ول‬ َ َ‫ فَق‬.‫ك‬َ ُ‫ْس ع َِن ْالبَرِّ سألت‬
َ ‫ لَي‬:ُ‫ فَقَا َل ال َّر ُجل‬.‫ْس ْالبِ َّر َأ ْن تُ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْم} َحتَّى فَ َر َغ ِم ْنهَا‬ َ ‫{لَي‬
َ 0َ‫ى فَق‬0 ‫ض‬
‫ال‬0 َ ْ‫ فََأبَى أن يرضى كما أبيت [أنت] أن تَر‬،َ‫ فَقَ َرَأ َعلَ ْي ِه هَ ِذ ِه اآْل يَة‬،ُ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َسَألَهُ َع َّما َسَأ ْلتَنِي َع ْنه‬ َ ِ ‫هَّللا‬
ُ‫ه‬0‫يَِّئةً َأحْ زَ نَ ْت‬0‫ل َس‬0 ْ :- ‫وَأ َشا َر بِيَ ِد ِه‬-
َ ‫ َوِإ َذا َع ِم‬،‫"ال ُمْؤ ِمنُ ِإ َذا َع ِم َل َح َسنَةً َسرته َو َر َجا ثَ َوابَهَا‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫لَهُ َرسُو ُل هَّللا‬
‫" َو َخافَ ِعقَابَهَا‬
Al-Mas'udi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim Abdur Rahman,
bahwa ada seorang lelaki datang kepada sahabat Abu Zar, lalu lelaki itu bertanya,
"Apakah iman itu?" Kemudian Abu Zar membacakan kepadanya ayat berikut: Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. (Al-Baqarah: 177),
hingga akhir ayat. Kemudian lelaki itu berkata, "Yang kutanyakan kepadamu bukanlah
masalah kebajikan." Maka Abu Zar r.a. menceritakan kepadanya bahwa ada seorang
lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu menanyakan kepadanya seperti pertanyaan
yang baru kamu ajukan kepadaku, maka beliau Saw. membacakan ayat ini kepadanya.
Akan tetapi, lelaki itu masih kurang puas sebagaimana kamu kurang puas. Maka akhirnya
Rasulullah Saw. bersabda kepadanya dan mengisyaratkan dengan tangannya: Orang
mukmin itu apabila melakukan suatu kebaikan, ia merasa gembira dan mengharapkan
pahalanya; dan apabila dia mengerjakan suatu keburukan (dosa), maka hatinya sedih dan
takut akan siksaannya.
Hadis riwayat Ibnu Murdawaih, dan hadis ini berpredikat munqati' pula.
Pembahasan mengenai tafsir ayat ini ialah: Sesungguhnya Allah Swt. setelah
memerintahkan kepada orang-orang mukmin pada mulanya untuk menghadap ke arah
Baitul Maqdis, lalu Allah memalingkan mereka ke arah Ka'bah, maka hal tersebut terasa
berat oleh segolongan orang-orang dari kalangan Ahli Kitab dan sebagian kaum muslim.
Maka Allah Swt. menurunkan penjelasan hikmah yang terkandung di dalam hal tersebut.
Yang intinya berisikan bahwa tujuan utama dari hal tersebut tiada lain adalah taat kepada
Allah dan mengerjakan perintah-perintah-Nya dengan patuh, serta menghadap ke arah
mana yang dikehendaki-Nya dan mengikuti apa yang telah disyariatkan-Nya.
Demikianlah makna kebajikan, takwa, dan iman yang sempurna; dan kebajikan serta
ketaatan itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan kepatuhan menghadap ke arah timur
atau barat, jika bukan karena perintah Allah dan syariatnya. Karena itulah maka Allah
Swt. berfirman:
10
{‫ب َولَ ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن آ َمنَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآل ِخ ِر‬
ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
ِ ‫ْس ْالبِ َّر َأ ْن تُ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬
َ ‫}لَي‬
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah kebajikan orang yang beriman kepada Allah, hari
kemudian. (Al-Baqarah: 177), hingga akhir ayat.
Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam masalah kurban dan menyembelih hadyu,
yaitu firman-Nya:
{‫َال هَّللا َ لُحُو ُمهَا َوال ِد َماُؤ هَا َولَ ِك ْن يَنَالُهُ التَّ ْق َوى ِم ْن ُك ْم‬
َ ‫}لَ ْن يَن‬
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah,
tetapi ketakwaan kalianlah yang dapat mencapainya. (Al-Hajj: 37)
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa
kebajikan itu bukanlah kalian melakukan salat tetapi tidak beramal. Hal ini diturunkan
ketika Nabi Saw. hijrah dari Mekah ke Madinah, dan diturunkan hukum-hukum fardu dan
hukum-hukum had, maka Allah memerintahkan mereka untuk mengerjakan fardu-fardu
dan mengamalkannya. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Ad-Dahhak serta
Muqatil.
Abul Aliyah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi menghadap ke arah barat, dan
orang-orang Nasrani menghadap ke arah timur. Maka Allah Swt. menurunkan firman-
Nya: Bukanlah menghadap wajahmu ke arah timur dan barat itu suatii kebajikan. (Al-
Baqarah: 177) Apa yang dibahas oleh ayat ini adalah iman dan hakikatnya, yaitu
pengalamannya. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Al-Hasan serta Ar-Rabi' ibnu
Anas.
Mujahid mengatakan, "Kebajikan yang sesungguhnya ialah ketaatan kepada Allah Swt.
yang telah meresap ke dalam hati."
Ad-Dahhak mengatakan bahwa kebajikan dan ketakwaan itu ialah bila kalian
menunaikan fardu-fardu sesuai dengan ketentuan-ketentuannya.
As-Sauri mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: tetapi sesungguhnya
kebajikan itu ialah kebajikan orang-orang yang beriman kepada Allah. (Al-Baqarah: 177),
hingga akhir ayat. Semua yang disebutkan oleh ayat ini merupakan aneka ragam
kebajikan.
Memang benarlah apa yang dikatakan oleh Imam Sauri ini, karena sesungguhnya orang
yang memiliki sifat seperti yang disebutkan oleh ayat ini berarti dia telah memasukkan
dirinya ke dalam ikatan Islam secara keseluruhan dan mengamalkan semua kebaikan
secara menyeluruh; yaitu iman kepada Allah dan tidak ada Tuhan yang wajib disembah

11
selain Dia, juga beriman kepada para malaikat yang merupakan duta-duta antara Allah
dan rasul-rasul-Nya.
Wal kitabi, merupakan isim jinis yang pengertiannya mencakup semua kitab yang
diturunkan dari langit kepada para nabi hingga diakhiri dengan yang paling mulia di
antara semuanya, yaitu kitab Al-Qur'an yang isinya mencakup semua kitab sebelumnya,
berakhir padanya semua kebaikan, serta mengandung semua kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Dengan diturunkan-Nya Al-Qur'an, maka di-na-sakh-lah semua kitab
sebelumnya, di dalamnya terdapat anjuran beriman kepada semua nabi Allah dari
permulaan hingga yang paling akhir, yaitu Nabi Muhammad Saw.
Firman Allah Swt.:
َ ‫}وآتَى ْال َم‬
{‫ال َعلَى ُحبِّ ِه‬ َ
dan memberikan harta yang dicintainya. (Al-Baqarah: 177)
Yakni mengeluarkannya, sedangkan dia mencintainya dan berhasrat kepadanya.
Demikianlah menurut pendapat Ibnu Mas'ud, Sa'id ibnu Jubair, dan lain-lainnya dari
kalangan ulama Salaf dan Khalaf, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahihain dari
hadis Abu Hurairah secara marfu', yaitu:
"‫ َوت َْخ َشى ْالفَ ْق َر‬،‫ تَْأ ُم ُل ْال ِغنَى‬،ٌ‫ص ِحي ٌح َش ِحيح‬
َ َ‫ق َوَأ ْنت‬ َ ‫ص َدقَ ِة َأ ْن ت‬
َ ‫َص َّد‬ َ ‫"َأ ْف‬.
َّ ‫ض ُل ال‬
Sedekah yang paling ulama ialah bila kamu mengeluarkannya, sedangkan kamu dalam
keadaan sehat lagi pelit bercita-cita ingin kaya dan takut jatuh miskin.
َ 0َ‫ ق‬:‫ ع َِن ا ْب ِن َم ْسعُو ٍد قَا َل‬،‫ ع َْن ُمرَّة‬0،‫ ع َْن ُزبَيد‬،‫ُور‬
‫ال‬0 ٍ ‫ ع َْن َم ْنص‬،ِّ‫ث ُش ْعبَةَ َوالثَّوْ ِري‬ ِ ‫ ِم ْن َح ِدي‬،‫َوقَ ْد َر َوى ْال َحا ِك ُم فِي ُم ْستَ ْد َر ِك ِه‬
‫ تَْأ ُم ُل ْال ِغنَى َوت َْخ َشى ْالفَ ْق َر‬،ٌ‫ص ِحي ٌح َش ِحيح‬
َ َ‫ال َعلَى ُحبِّ ِه} َأ ْن تُ ْع ِطيَهُ َوَأ ْنت‬
َ ‫{وآتَى ْال َم‬
َ :‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫" َرسُو ُل هَّللا‬.
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Syu'bah dan As-
Sauri, dari Mansur, dari Zubair, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud r.a. yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: "Dan
memberikan harta yang dicintainya" (Al-Baqarah: 177), yaitu hendaknya kamu
memberikannya, sedangkan kamu dalam keadaan sehat lagi pelit, mengharapkan
kecukupan dan takut jatuh miskin.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain
(Bukhari dan Muslim), sedangkan keduanya tidak mengetengahkannya.
Menurut kami, hadis ini diriwayatkan pula oleh Waki', dari Al-A'masy, dan Sufyan, dari
Zubaid, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud secara mauquf dan lebih sahih.
Allah Swt. telah berfirman:
ْ ُ‫ ِإنَّما ن‬.ً‫ُط ِع ُمونَ الطَّعا َم عَلى ُحبِّ ِه ِم ْس ِكينا ً َويَتِيما ً َوَأ ِسيرا‬
ً‫ط ِع ُم ُك ْم لِ َوجْ ِه هَّللا ِ اَل نُ ِري ُد ِم ْن ُك ْم َجزا ًء َوال ُش ُكورا‬ ْ ‫َوي‬

12
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan
orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepada kalian hanyalah
untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kalian dan
tidak pula (ucapan) terima kasih. (Al-Insan: 8-9)
َ‫لَ ْن تَنالُوا ْالبِ َّر َحتَّى تُ ْنفِقُوا ِم َّما تُ ِحبُّون‬
Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kalian
menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. (Ali Imran: 92)
ٌ‫صاصة‬
َ َ‫َويُْؤ ثِرُونَ عَلى َأ ْنفُ ِس ِه ْم َولَوْ كانَ بِ ِه ْم خ‬
Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun
mereka dalam kesusahan. (Al-Hasyr: 9)
Apa yang telah disebutkan oleh ketiga ayat di atas merupakan jenis lain dari cara
bersedekah yang lebih tinggi kedudukannya daripada yang disebutkan oleh ayat ini (Al-
Baqarah: 177).
Demikian itu karena mereka lebih mengutamakan diri orang lain daripada diri mereka
sendiri, padahal mereka sangat memerlukannya, tetapi mereka tetap memberikannya dan
memberi makan orang-orang lain dari harta yang mereka sendiri mencintai dan
memerlukannya.
Yang dimaksud dengan Zawil Qurba dalam ayat ini ialah kaum kerabat lelaki yang
bersangkutan, mereka adalah orang-orang yang lebih utama untuk diberi sedekah. Seperti
yang telah ditetapkan di dalam hadis sahih, yaitu:
« َ‫ك َوبِبِرِّكَ َوِإ ْعطَاِئك‬ ِ َّ‫ فَهُ ْم َأوْ لَى الن‬،ٌ‫صلَة‬
َ ِ‫اس ب‬ َ :‫َّح ِم ْاثنَتَا ِن‬
ِ ‫ص َدقَةٌ َو‬ َ ‫ص َدقَةُ َعلَى ْال َم َسا ِكي ِن‬
ِ ‫ َو َعلَى ِذي الر‬،ٌ‫ص َدقَة‬ َّ ‫»ال‬
Sedekah kepada orang-orang miskin adalah suatu sedekah, dan sedekah kepada kerabat
merupakan dua amal, yaitu sedekah dan silaturahmi. Karena kaum kerabat adalah orang-
orang yang lebih utama bagimu untuk mendapatkan kebajikan dan pemberianmu.
Allah Swt. telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada kaum kerabat, hal ini
diutarakan-Nya bukan hanya pada satu tempat dari kitab-Nya.
Wal yatama, yang dimaksud dengan anak-anak yatim ialah mereka yang tidak
mempunyai penghasilan, sedangkan ayah-ayah mereka telah tiada, mereka dalam keadaan
lemah, masih kecil, dan berusia di bawah usia balig serta belum mampu mencari mata
pencaharian. Sehubungan dengan masalah ini Abdur Razzaq mengatakan:
َ 0َ‫لَّ َم ق‬0‫ ِه َو َس‬0‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬0‫ص‬
‫ "اَل‬:‫ال‬0 َ ِ ‫ ع َْن َرسُو ِل هَّللا‬،‫ ع َْن َعلِ ٍّي‬،َ‫ال ْب ِن َس ْب َرة‬
ِ ‫ َع ِن النَّ َّز‬،‫ك‬ َّ ‫ َع ِن ال‬،‫ ع َْن ُج َو ْيبِ ٍر‬،‫َأ ْنبََأنَا َم ْع َمر‬
ِ ‫ضحَّا‬
‫"يُ ْتم بَ ْع َد ُحلُم‬.

13
telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Juwaibir, dari Ad-Dahhak, dari An-Nizal
ibnu Sabrah, dari sahabat Ali, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Tiada yatim lagi
sesudah usia balig.
Wal masakin, mereka adalah orang-orang yang tidak dapat menemukan apa yang
mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan papan mereka. Untuk itu mereka diberi apa
yang dapat memenuhi kebutuhan dan keperluan mereka. Di dalam kitab Sahihain
disebutkan sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
" ‫ َواَل‬0،‫ َولَ ِك َّن ْال ِم ْس ِكينَ ال ِذي اَل يَ ِج ُد ِغنًى يُ ْغنِي ِه‬،‫ْس ْال ِم ْس ِكينُ بهذا الطوَّاف الذي تَرده التمرة َوالتَّ ْم َرتَا ِن َواللُّ ْق َمةُ َواللُّ ْق َمتَا ِن‬
َ ‫لَي‬
َ ‫يُ ْفطَنُ لَهُ فَيُت‬.
‫َصدق َعلَ ْي ِه‬
Orang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta) yang pergi
setelah diberi sebutir atau dua butir kurma, dan sesuap atau dua suap makanan, tetapi
orang miskin yang sesungguhnya ialah orang yang tidak mendapatkan apa yang
mencukupinya, dan pula keadaan dirinya tidak diketahui (sebagai orang miskin) hingga
mudah diberi sedekah.
Yang dimaksud dengan ibnu sabil ialah orang musafir jauh yang kehabisan bekalnya,
untuk itu dia harus diberi bekal yang dapat memulangkannya ke tempat tinggalnya.
Demikian pula halnya orang yang akan mengadakan perjalanan untuk tujuan ketaatan, ia
boleh diberi bekal yang mencukupinya buat pulang pergi.
Termasuk ke dalam pengertian ibnu sabil ialah tamu, seperti yang dikatakan oleh Ali
ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan: Ibnu Sabil ialah tamu yang
menginap di kalangan orang-orang muslim. Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid,
Sa'id ibnu Jubair, Abu Ja'far Al-Baqir, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Az-Zuhri, Ar-
Rabi' ibnu Anas, dan Muqatil ibnu Hayyan.
Wassailina, mereka adalah orang-orang yang merelakan dirinya meminta-minta, maka
mereka diberi dari sebagian harta zakat dan sedekah. Seperti yang disebutkan oleh Imam
Ahmad:
َ ‫ت ْالح‬
،‫ي ِْن‬0 ‫ُس‬ ِ َ‫ ع َْن ف‬،‫ ع َْن يَ ْعلَى ْب ِن َأبِي يَحْ يَى‬،‫ب ْب ِن ُم َح َّم ٍد‬
ِ ‫اط َمةَ بِ ْن‬ ِ ‫ ع َْن ُمصْ َع‬، ُ‫ قَااَل َح َّدثَنَا ُس ْفيَان‬،‫َح َّدثَنَا َو ِكيع َو َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن‬
‫ ا َء َعلَى‬0‫ق َوِإ ْن َج‬
ٌّ 0‫اِئ ِل َح‬0‫لس‬ َ ِ ‫و ُل هَّللا‬0‫ا َل َر ُس‬00َ‫ ق‬:‫قَا َل‬- ‫ ُح َسيْنُ بْنُ َعلِ ٍّي‬:‫قَا َل َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن‬- ‫ع َْن َأبِيهَا‬
َّ ِ‫ "ل‬:‫لَّ َم‬0‫ ِه َو َس‬0‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬0‫ص‬
ٍ ‫"فَ َر‬.
‫س‬
bahwa telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abdur Rahman; keduanya
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mus'ab ibnu Muhammad, dari
Ya'la ibnu Abu Yahya, dari Fatimah bintil Husain, dari ayahnya (yakni Husain ibnu Ali),
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang yang meminta-minta mempunyai hak
14
(untuk diberi), sekalipun dia datang dengan berkendaraan kuda. (Riwayat Imam Abu
Daud)
Ar-Riqab, mereka adalah budak-budak mukatab yang tidak menemukan apa yang
mereka jadikan untuk melunasi transaksi kitabahnya.
Pembahasan mengenai golongan tersebut nanti akan diterangkan di dalam ayat sedekah
(zakat), bagian dari surat Al-Bara’ah (surat Taubah).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Hamid, telah menceritakan kepadaku
Syarik, dari Abu Hamzah, dari Asy-Sya'bi, telah menceritakan kepadaku Fatimah binti
Qais yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Apakah pada
harta benda terdapat kewajiban selain zakat?" Maka beliau membacakan ayat berikut
kepadanya, yaitu firman-Nya: dan memberikan harta yang dicintainya. (Al-Baqarah: 177)
‫زَ ةَ ع َِن‬00‫ ع َْن َأبِي َح ْم‬،‫ريك‬00‫ عن ش‬،‫ا‬00‫ ِكاَل هُ َم‬،‫ ِد‬0 ‫ ِد ْال َح ِمي‬0 ‫ َويَحْ يَى ْب ِن َع ْب‬،‫س‬ ٍ ‫ا‬00َ‫ث آ َد َم ْب ِن َأبِي ِإي‬
ِ ‫ ِدي‬0‫ه ِم ْن َح‬00‫َو َر َواهُ ابْنُ َمرْ دُوي‬
‫ْس‬ ٌّ 0‫ا ِل َح‬00‫ "فِي ْال َم‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ا ِة" ثُ َّم تَاَل {لَي‬00‫ َوى ال َّز َك‬0‫ق ِس‬ َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬
َ َ‫ ق‬:‫ت‬ ْ َ‫ قَال‬،‫س‬ ِ ‫ ع َْن فَا ِط َمةَ بِ ْن‬،‫ال َّش ْعبِ ِّي‬
ٍ ‫ت قَ ْي‬
ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
َ :‫ب} ِإلَى قَوْ لِ ِه‬
ِ ‫{وفِي الرِّ قَا‬
}‫ب‬ ِ ‫ْالبِ َّر َأ ْن تُ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬
Ibnu Murdawaih meriwayatkan pula melalui hadis Adam ibnu Abu Iyas dan Yahya ibnu
Abdul Hamid, keduanya menerima hadis berikut dari Syarik, dari Abu Hamzah, dari Asy-
Sya'bi, dari Fatimah binti Qais yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: "Di dalam harta benda terdapat kewajiban selain zakat." Kemudian beliau
membacakan firman-Nya, "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan —sampai dengan firman-Nya—dan (memerdekakan) hamba sahaya" (Al-
Baqarah: 177).
Hadis diketengahkan oleh Ibnu Majah dan Imam Turmuzi, tetapi Abu Hamzah (yakni
Maimun Al-A'war, salah seorang perawinya) dinilai daif. Hadis ini diriwayatkan pula
oleh Sayyar dan Ismail ibnu Salim, dari Asy-Sya'bi.
Firman Allah Swt., "Wa-aqamas salata," artinya 'dan merampungkan semua pekerjaan
salat pada waktunya masing-masing', yakni menyempurnakan rukuk-rukuknya, sujud-
sujudnya, dan tumaninah serta khusyuknya sesuai dengan perintah syariat yang diridai.
Firman Allah Swt., "Wa-ataz zakata," artinya 'dan menunaikan zakat', tetapi dapat pula
diinterpretasikan dengan pengertian membersihkan jiwa dan membebaskannya dari
akhlak-akhlak yang rendah lagi kotor, seperti pengertian yang terkandung di dalam
firman-Nya:
‫خاب َم ْن َدسَّاها‬
َ ‫ َوقَ ْد‬.‫قَ ْد َأ ْفلَ َح َم ْن زَ َّكاها‬

15
Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syams: 9-10)
Ucapan Musa a.s. kepada Fir'aun yang disitir oleh firman-Nya:
‫ك ِإلى َأ ْن تَزَ َّكى َوَأ ْه ِديَكَ ِإلى َربِّكَ فَت َْخشى‬
َ َ‫هَلْ ل‬
Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan). Dan kamu akan
kupimpin ke jalan Tuhanmu agar kamu takut kepada-Nya?" (An-Nazi'at: 18-19)
Firman Allah Swt. yang mengatakan:
َ‫َو َو ْي ٌل لِ ْل ُم ْش ِر ِكينَ الَّ ِذينَ اَل يُْؤ تُونَ ال َّزكاة‬
Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu)
orang-orang yang tidak menunaikan zakat. (Fushshilat: 6-7)
Dapat pula diartikan zakat harta benda, seperti yang dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair dan
Muqatil ibnu Hayyan. Dengan demikian, berarti hal yang telah disebutkan sebelumnya —
yaitu memberikan sebagian harta kepada golongan-golongan yang telah disebutkan—
hanyalah dianggap sebagai amal tatawwu' (sunat), kebajikan, dan silaturahmi. Sebagai
dalilnya ialah hadis Fatimah binti Qais yang telah disebutkan di atas, yaitu yang
menyatakan bahwa pada harta benda terdapat kewajiban selain zakat.
Firman Allah Swt.:
{‫}و ْال ُموفُونَ بِ َع ْه ِد ِه ْم ِإ َذا عَاهَدُوا‬
َ
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji. (Al-Baqarah: 177)
Ayat ini semakna dengan firman Allah Swt.:
{َ‫}الَّ ِذينَ يُوفُونَ بِ َع ْه ِد هَّللا ِ َوال يَ ْنقُضُونَ ْال ِميثَاق‬
(Yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian. (Ar-Ra'd:
20)
Kebalikan dari sifat ini adalah sifat munafik. Seperti yang disebutkan di dalam hadis
sahih, yaitu:
" َ‫ َوِإ َذا اْؤ تُ ِمنَ خَ ان‬، َ‫ َوِإ َذا َو َع َد َأ ْخلَف‬،‫ب‬
َ ‫ث َك َذ‬ ِ ِ‫"آيَةُ ْال ُمنَاف‬.
ٌ ‫ق ثَاَل‬
َ ‫ ِإ َذا َح َّد‬:‫ث‬
Pertanda munafik itu ada tiga, yaitu: Apabila bicara, berdusta; apabila berjanji, ingkar;
dan apabila dipercaya, berkhianat.
Di dalam hadis lainnya disebutkan seperti berikut:
َ ‫ َوِإ َذا خَا‬،‫ب َوِإ َذا عَاهَ َد َغد ََر‬
:"‫ص َم فَ َج َر‬ َ ‫ث َك َذ‬
َ ‫"ِإ َذا َح َّد‬
Apabila berbicara, berdusta; apabila berjanji, merusak (janjinya); dan apabila
bersengketa, berbuat curang.
Firman Allah Swt.:
‫ْأ‬ َّ ‫} َوالصَّابِ ِرينَ فِي ْالبَْأ َسا ِء َوال‬
ِ َ‫ضرَّا ِء َو ِحينَ ْالب‬
{‫س‬
16
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. (Al-
Baqarah: 177)
Yang dimaksud dengan ba-sa ialah dalam keadaan miskin dan fakir, sedangkan yang
dimaksud dengan darra ialah dalam keadaan sakit dan kesusahan. Yang dimaksud dengan
hinal ba-su ialah ketika peperangan sedang berkecamuk. Demikianlah menurut pendapat
Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Murrah Al-Hamdani, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair,
Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Saddi, Muqatil ibnu Hayyan, Abu Malik,
Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
Sesungguhnya lafaz sabirina di-nasab-kan karena mengandung pujian terhadap sikap
sabar dan sekaligus sebagai anjuran untuk bersikap sabar dalam situasi seperti itu,
mengingat situasinya sangat keras lagi sulit.
Firman Allah Swt.:
َ ‫}ُأولَِئ‬
َ َ‫ك الَّ ِذين‬
{‫ص َدقُوا‬
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya). (Al-Baqarah: 177)
Maksudnya, mereka yang memiliki sifat-sifat ini adalah orang-orang yang benar imannya,
karena mereka merealisasikan iman hati dengan ucapan dan amal perbuatan; maka
mereka itulah orang-orang yang benar. Mereka itulah orang-orang yang bertakwa, karena
mereka memelihara dirinya dari hal-hal yang diharamkan dan mengerjakan semua amal
ketaatan

C. Analisis Dan Kesimpulan


Tafsir Jalalain menggunakan metode Ijmali (global). Sebagaimana diungkapkan oleh
al-Suyuthi bahwa beliau menafsirkan sesuai dengan metode yang dipakai oleh al-Mahalli
yakni berangkat dari qoul yang kuat, I’rab lafadz yang dibutuhkan saja, perhatian
terhadap Qiraat yang berbeda dengan ungkapan yang simpel dan padat serta meninggalkan
ungkapan-ungkapan yang terlalu panjang dan tidak perlu.
Mufasir yang menggunakan metode ini biasanya menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an
secara ringkas dengan bahasa populer dan mudah dimengerti. Ia akan menafsirkan al-Qur’an
secara sistematis dari awal hingga akhir.
Metode Ijmali (global) menjelaskan ayat-ayat Qur’an secara ringkas tapi mencakup
dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Sistimatika penulisannya
mengikuti susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Penyajiannya, tidak terlalu jauh dari gaya
bahasa al-Qur’an.

17
Untuk memperjelas pemahaman tentang model yang digunakan dalam tafsir ini,dapat
kita lihat bagaimana al-Mahalli dan as-Suyuti dalam melakukan penafsiran al-qur’an,
terdapat beberapa model yang digunakan, diantaranya: Pertama, Pada awal surat, mufassir
menerangkan tentang nama surat, banyaknya ayat (beserta perbedaan pendapat tentang
banyaknya, jika ada), serta tergolong madaniyah atau makkiyah-kah surat tersebut.
Ciri-ciri dan jenis tafsir Ijmali mengikuti urut-urutan ayat demi ayat menurut tertib
mushaf. Perbedaannya dengan tafsir tahlili adalah dalam tafsir ijmali makna ayatnya
diungkapkan secara ringkas dan global tetapi cukup jelas.
Kelebihan metode ini praktis dan mudah dipahami dan tidak berbelit-belit
pemahaman al-Qur’an langsung diserap oleh pembacanya sebagaimana contoh yang
dinukilkan di atas. Tafsir ijmali bebas dari penafsiran israiliyat, lebih murni, dengan
demikian pemahaman Al-Qur’an akan dapat dijaga dari intervensi dari pemikiran-
pemikiran israiliyat yang kadang tidak sepaham dengan al-Qur’an. Tafsir Ijmali juga lebih
akrab dengan bahasa al-Qur’an karena uraiannya terasa sangat singkat dan padat. Sehingga
pembaca seperti tidak merasa bahwa dia telah membaca kitab tafsir.
Dibalik kelebihan dari metode tafsir ijmali yang digunakan pada Tafsir Jalalain pasti
memiliki kelemahan, Kelemahan dari metode ijmali antara lain: Menjadikan petunjuk al-
Qur’an bersifat parsial: al-Qur’an merupakan satu-kesatuan yang utuh, sehingga satu ayat
dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang utuh, tidak terpecah-pecah dan
berarti, hal-hal yang global atau samar-samar di dalam suatu ayat, maka pada ayat yang lain
ada penjelasan yang lebih rinci. Dengan menggabungkan kedua ayat tersebuat akan
diperoleh suatu pemahaman yang utuh dan dapat terhindar dari kekeliruan
Tafsir Kementerian Agama RI Alquran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan)
terdiri atas 10 jilid dan satu Muqadimah yang berisi tentang pengertian wahyu dan Alquran,
pengertian tafsir, takwil dan terjemah, syarat-syarat dan etika menafsirkan Alquran, sejarah
perkembangan tafsir Alquran, metode dan corak penafsiran, israiliyat, kaidah-kaidah tafsir,
Nuzulul Quran, asbabun nuzul, munasabah, makiyah dan madaniyah, nasikh dan mansukh,
mukjizat Al Qur‟an, pembuka surat-surat Alquran, gaya bahasa Alquran dalam menerangkan
persoalan hukum, dan ilmu Qiro‟at.
Dilihat dari segi metode yang digunakan, secara umum Tafsir Kementerian Agama RI
ini menggunakan metode tahlili. Walaupun disisi lain juga tafsir ini menggunakan metode
maudhu’i. sekalipun sifatnya sederhana yaitu dengan memberikan tema-tema tertentu pada
surat yang dibahas

18
Tafsir Alquran dan tafsirnya (edisi yang disempurnakan) buah karya Departemen Agama RI
ini, memiliki beberapa corak, diantaranya:
1. Bercorak tafsir sunni, yaitu tafsir yang menggunakan dasar-dasar atau prinsip-prinsip ahlus
sunnah wal jamaah.
2. Bercorak kebahasaan (lughawi), karena setiap ayat sering ditampilkan kosa kata dengan
berbagai derivasi dan pengulangannya dalam Alquran.
3. Bercorak hukum (ahkam). Terkait dengan penafsirannya terhadap ayat-ayat hukum.
4. Bercorak tafsir ilmi, atau tafsir yang bernuansa sains dan teknologi yang sedang
berlangsung saat ini dan juga untuk mengemukakan kepada para kalangan saintis bahwa
Alquran berjalan seiring bahkan memacu kemajuan teknologi. Dalam hal ini, terhadap ayat-
ayat kauniyah dilakukan oleh tim dari lembaga ilmu pengetahuan Indonesia.
5. dengan diakhiri dalam setiap pembahasan kelompok ayat dengan pointer kesimpulan,
maka tafsir ini juga bercorak hida‟i dengan menampilkan petunjuk-petunjuk yang bisa
diambil dari penafsiran ayatnya tersebut.
Sedangkan tafsir Ibnu Katsir, metode yang digunakan Ibnu Katsir adalah dengan
menafsirkan ayat Alquran dengan ayat Alquran. Sebab keterangan pada suatu ayat yang
disebutkan Allah SWT secara global dapat ditemukan rinciannya pada ayat yang lain. Dan
inilah metode tafsir terbaik.

Dalam melakukan tafsir, jika Ibnu Katsir tidak dapat menemukan rinciannya dalam Alquran,
maka beliau akan mencarinya dalam as-Sunnah, karena sunnah adalah penjelas bagi Alquran
yang berasal dari Rasulullah SAW. Apabila tidak ditemukan dalam Alquran maupun Sunnah,
maka beliau merujuk kepada ucapan para sahabat Nabi.

Bila masih belum menemukan penjelasannya, Ibnu Katsir akan menafsirkan ayat Alquran
dengan memperhatikan pendapat tabi’in, kemudian pendapat ulama. Dan yang terakhir
adalah menafsrikan ayat dengan pribadinya.

Selain menafsirkan ayat Alquran dengan ayat Alquran, Tafsir Ibnu Katsir memiliki beragam
keistimewaan lainnya. Berikut ini adalah keistimewaannya dikutip dari buku Tafsir Wal
Mufassirun tulisan Muhammad Sofyan (2015):

a. Tafsir paling masyhur dalam memberikan perhatian terhadap apa yang telah diberikan oleh
mufassir salaf dan menjelaskan makna-makna dan hukumnya.

b. Penafsiran antara Alquran dengan Alquran

19
c. Banyak memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan
penafsiran ayat dengan hadist marfu’ yang ada relevansinya dengan ayat tersebut, serta
menjelaskan apa yang dijadikan hujjah dari ayat tersebut. Kemudian diikuti pula dengan atsar
para sahabat dan pendapat tabiin dan ulama salaf.

d. Menyertakan peringatan terhadap cerita-cerita Israilliyat yang tertolak (mungkar) yang


banyak tersebar di dalam tafsir-tafsir bil ma’tsur. Baik peringatan itu secara global atau
mendetail.

e. Bersandar pada riwayat-riwayat dari sabda Nabi SAW, para sahabat, dan tabiin.

f. Keluasan sanad-sanad dan sabda-sabda yang diriwayatkan serta tarjihnya akan riwayat-
riwayat tersebut.

g. Penguasaan terhadap ayat-ayat nasikh mansukh, serta penguasaannya terhadap shahih dan
sakimnya jalan-jalan riwayat.

h. Penjelasannya dalam segi i’rab, dan istimbatnya tentang hukum-hukum syar‟i dan ayat-
ayat Al-Quran.

i. Menjadi literatur mufassir setelahnya, dicetak dan disebarkan ke penjuru dunia.

j. Tidak mengandung permusuhan diskusi, golongan, dan mazhab. Mengajak pada persatuan
dan memberi kebenaran Bersama

Adapun kekurangan dalam kitab beliau adalah:

a. Masih terdapat hadis dhoif dan pengulangan hadis shahih.

b. Terdapat sejumlah Israilliyyat, sekalipun ia mengingatkannya, namun tanpa penegasan dan


penyelidikan.

c. Bercampurnya yang shahih dan yang tidak shahih, dan penukilan perkataan dari para
Sahabat dan Tabi’in tanpa isnad dan tidak konfirmasi.

Jadi rukun iman sudah tercantum dalam Al-Qur’an pada surat Al Baqarah ayat 177
yang artinya: “Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi.”

Dalam ayat tersebut dijelaskan, terdapat lima hal yang dapat menjadi dasar keimanan
atau sumber kebaikan dalam Islam. Rukun iman merupakan landasan kepercayaan seorang
Muslim dalam agama Islam. Terdapat enam rukun iman yang wajib diyakini dalam Islam.
20
Rukun dapat diartikan sebagai pilar atau tiang. Sedangkan iman bermakna
kepercayaan. Sehingga rukun iman berarti pilar yang wajib dipercaya. Kepercayaan itu
diwujudkan dengan cara membenarkan dan diyakini dari dalam diri atau hati, mengakui
secara lisan atau kata-kata, dan mengamalkannya dalam bentuk tindakan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

- Tafsir Jalalain

- Tafsir Kemenag

- Tafsir Ibnu Katsir

21

Anda mungkin juga menyukai