Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya

dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak mulia, atau

perbuatan buruk, disebut akhalak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.

Jadi akhlak pada hakikatnya khulk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat

yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbulah berbagai

macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan

pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan

syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya apabila yang

lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti yang tercela.

Mengejar nilai materi saja, tidak bisa dijadikan sarana untuk mencapai kebahagiaan yang

hakiki. Bahkan hanya menimbulkan bencana yang hebat, karena orientasi hidup manusia

semakin tidak memperdulikan kepentingan orang lain, asalkan materi yang dikejar-kejarnya

dapat dikuasainya, akhirnya timbul persaingan hidup yang tidak sehat. Sementara manusia tidak

memerlukan lagi agama untuk mengendalikan segala perbuatannya, karena dianggapnya tidak

dapat digunakan untuk memecahkan persoalan hidupnya.

Di samping akhlak kepada Allah Subhanahuwata’ala, sebagai muslim kita juga harus

berakhlak kepada Rasulullah Sholallahu’alaihi wasalam, meskipun beliau sudah wafat dan kita

tidak berjumpa dengannya, namun keimanan kita kepadanya membuat kita harus berakhlak baik

kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada Allah Subhanahuwata’ala membuat kita harus

berakhlak baik kepada-Nya. Meskipun demikian, akhlak baik kepada Rasul pada masa sekarang
tidak bisa kita wujudkan dalam bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung sebagaimana

para sahabat telah melakukannya.

Pada dasarnya, utusan Tuhan (rasulullah) adalah manusia biasa yang tidak berbeda

dengan manusia lain. Namun demikian, terkait dengan status “rasul” yang disandangkan Tuhan

ke atas dirinya, terdapat ketentuan khusus dalam bersikap terhadap utusan yang tidak bisa

disamakan dengan sikap kita terhadap orang lain pada umumnya.

B.     Rumusan Masalah

Sesuai dengan pokok masalah yang dibicarakan tentang, “Akhlak Terhadap

Rasulullah” maka rumusan masalah ini difokuskan pada :

1. Apa yang dimaksud dengan akhlak itu ?

2. Bagaimana cara berakhlak yang benar kepada Rasulullah Shoalallahu’alaihi

wasalam?
BAB II

PEMBAHASAN

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada

keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat,

amma ba’du:

Allah Subhaanahu wa Ta'ala memerintahkan kita memiliki adab yang tinggi terhadap Rasul-Nya

shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa ayat berikut:

ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُقَ ِّد ُموا بَ ْينَ يَد‬
‫َي هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه َواتَّقُوا هَّللا َ إِ َّن هَّللا َ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-nya, dan

bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS.

Al Hujurat: 1)

Maksud ayat ini adalah, bahwa orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum,

sebelum ada ketetapan dari Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal

ini termasuk adab kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dalam ayat lain, Allah Ta'ala berfirman,

‫ض ُكم بَ ْعضًا‬ ِ ‫اَل تَجْ َعلُوا ُدعَاء ال َّرس‬


ِ ‫ُول بَ ْينَ ُك ْم َك ُدعَاء بَ ْع‬

"Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu

kepada sebagian (yang lain)." (QS. An Nuur: 63)

Maksud ayat ini adalah jangan memanggil Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam seperti

memanggil antara sesama, misalnya memanggil Beliau dengan mengatakan, “Wahai


Muhammad,” tetapi katakanlah, “Wahai Nabiyullah,” atau “Wahai Rasulullah,” dengan ucapan

yang lembut dan tawadhu’ dan dengan merendahkan suara.

Ada pula yang menafsirkan, bahwa kita tidak boleh menjadikan panggilan (seruan) Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallam seperti seruan antara sesama kita yang bisa dipenuhi dan bisa tidak.

Oleh karena itu, apabila Beliau memanggil kita, maka kita wajib mendatangi.

Qatadah berkata, “Allah memerintahkan agar Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam disegani,

dimuliakan, dibesarkan dan ditinggikan.”

Beberapa adab terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

Berikut ini beberapa adab yang perlu kita lakukan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa

sallam:

1.      Mengimani bahwa Beliau adalah hamba dan Rasul-Nya shallalahu 'alaihi wa sallam.

Pernyataan bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai hamba menghendaki

kita untuk tidak bersikap ifrath (berlebihan) terhadap Beliau; tidak seperti orang-orang Nasrani

yang berlebihan terhadap nabi mereka sampai menuhankannya. Dan pernyataan bahwa Beliau

sebagai Rasul menghendaki kita untuk tidak bersikap tafrith (meremehkan) Beliau, karena Beliau

adala utusan Allah. Oleh karena itu, kita harus memiliki adab yang tinggi terhadap Beliau,

seperti menaati perintahnya, menjauhi larangannya, dsb.

2.      Menaati perintahnya.

Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,

ُ‫غ ْال ُمبِين‬


ُ َ‫وا أَنَّ َما َعلَى َرسُولِنَا ْالبَال‬
ْ ‫ُوا فَإِن تَ َولَّ ْيتُ ْم فَا ْعلَ ُم‬
ْ ‫ُوا ال َّرسُو َل َواحْ َذر‬
ْ ‫ُوا هّللا َ َوأَ ِطيع‬
ْ ‫َوأَ ِطيع‬
"Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah.

Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah

menyampaikan (amanat Allah) dengan terang." (QS. Al Maa''idah: 92)

‫ُصيبَهُ ْم َع َذابٌ أَلِي ٌم‬


ِ ‫صيبَهُ ْم فِ ْتنَةٌ أَوْ ي‬
ِ ُ‫فَ ْليَحْ َذ ِر الَّ ِذينَ يُ َخالِفُونَ ع َْن أَ ْم ِر ِه أَن ت‬

"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau

ditimpa azab yang pedih." (QS. An Nuur: 63)

3.      Menjauhi larangannya.

Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,

ِ ‫َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَانتَهُوا َواتَّقُوا هَّللا َ إِ َّن هَّللا َ َش ِدي ُ}د ْال ِعقَا‬
‫ب‬

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu,

maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras

hukumannya." (QS. Al Hasyr: 7)

4.      Membenarkan setiap sabdanya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

ُ ‫وت َولَ ْم ي ُْؤ ِم ْن بِالَّ ِذى أُرْ ِس ْل‬


‫ت بِ ِه إِالَّ َك}}انَ ِم ْن‬ ٌّ ‫« َوالَّ ِذى نَ ْفسُ { ُم َح َّم ٍد} بِيَ ِد ِه الَ يَ ْس َم ُع بِى أَ َح ٌد ِم ْن هَ ِذ ِه األُ َّم ِة يَهُو ِد‬
ُ ‫ى َوالَ نَصْ َرانِ ٌّى ثُ َّم يَ ُم‬

ِ ‫أَصْ َحا‬
ِ َّ‫ب الن‬
 . » ‫ار‬

“Demi Allah yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, tidak ada seorang pun yang mendengar

tentang diriku dari umat ini; baik orang Yahudi maupun Nasrani, lalu ia meninggal dalam

keadaan tidak beriman kepada yang aku bawa kecuali ia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR.

Muslim)

5.      Beribadah kepada Allah sesuai contohnya.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

‫ْس َعلَ ْي ِه أَ ْم ُرنَا فَه َُو َر ٌّد‬


َ ‫َم ْن َع ِم َل َع َماًل لَي‬

"Barang siapa yang mengerjakan amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu

tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim)

6.      Mencintainya di atas kecintaan kepada diri sendiri, anak, ayah, dan manusia seluruhnya.

Rasulullah shallalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

َ‫اس أَجْ َم ِعين‬


ِ َّ‫ َحتَّى أَ ُكونَ أَ َحبَّ إِلَ ْي ِه ِم ْن َوالِ ِد ِه َو َولَ ِد ِه َوالن‬،‫الَ ي ُْؤ ِمنُ أَ َح ُد ُك ْم‬

"Tidak (sempurna) iman salah seorang di antara kalian, sampai aku lebih dicintainya daripada

ayahnya, anaknya, dan manusia semuanya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Hisyam, bahwa Umar bin Khaththab pernah

berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya

engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu selain diriku," maka Nabi shallallahu 'alaihi wa

sallam bersabda,

َ ‫ َحتَّى أَ ُكونَ أَ َحبَّ إِلَ ْي‬،‫ َوالَّ ِذي نَ ْف ِسي بِيَ ِد ِه‬،َ‫ال‬
َ ‫ك ِم ْن نَ ْف ِس‬
‫ك‬

"Tidak, demi Allah yang diriku di Tangan-Nya, bahkan sampai aku lebih dicintai olehmu

daripada dirimu."

Umar berkata, "Sekarang, demi Allah. Engkau lebih aku cintai daripada diriku." (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda, "Sekarang (sempurna imanmu),

wahai Umar."

7.      Menghidupkan sunnahnya, menyampaikan dakwahnya, dan melaksanakan pesan-pesannya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


ُ َ ُ‫}ر أَ ْن يَ ْنق‬
‫اإل ْس}الَ ِم‬
ِ ‫}ور ِه ْم َش} ْى ٌء َو َم ْن َس} َّن فِى‬
ِ }‫ص ِم ْن أ ُج‬ ِ }‫اإل ْسالَ ِم ُسنَّةً َح َسنَةً فَلَهُ أَجْ ُرهَا َوأَجْ ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا بَ ْع} َدهُ ِم ْن َغ ْي‬
ِ ‫َم ْن َس َّن فِى‬

ِ ْ‫ص ِم ْن أَو‬
 . » ‫زَار ِه ْم َش ْى ٌء‬ َ ُ‫ُسنَّةً َسيِّئَةً َكانَ َعلَ ْي ِه ِو ْز ُرهَا َو ِو ْز ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا ِم ْن بَ ْع ِد ِه ِم ْن َغي ِْر أَ ْن يَ ْنق‬

“Barang siapa mencontohkan dalam Islam sunnah yang baik, maka ia akan mendapatkan

pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan setelahnya. Barang siapa yang mencontohkan

sunnah yang buruk, maka ia akan menanggung dosanya dan dosa orang yang mengamalkan

setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim)

Sunnah yang baik dalam hadits ini adalah mencontohkan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi

wa sallam yang sebelumnya ditinggalkan manusia, sedangkan sunnah yang buruk adalah

mengadakan bid'ah dalam agama. Hal ini ditunjukkan oleh hadits berikut:

ُ َ ‫ َكانَ لَهُ ِم ْث ُل أَجْ ِر َم ْن َع ِم‬، ُ‫ فَ َع ِم َل بِهَا النَّاس‬،‫َم ْن أَحْ يَا ُسنَّةً ِم ْن ُسنَّتِي‬
ِ ‫ اَل يَ ْنقُصُ ِم ْن أج‬،‫}ل بِهَ}ا‬
‫ فَ ُع ِم} َل‬،ً‫ َو َم ْن ا ْبتَ} َد َع بِ ْدعَ} ة‬،‫ُ}ور ِه ْم َش} ْيئًا‬

ِ ‫ اَل يَ ْنقُصُ ِم ْن أَوْ ز‬،‫ َكانَ َعلَ ْي ِه أَوْ زَا ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا‬،‫بِهَا‬


‫َار َم ْن َع ِم َل بِهَا َش ْيئًا‬

"Barang siapa yang menghidupkan salah satu sunnahku, lalu dilakukan oleh manusia, maka dia

akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya tanpa dikurangi dari pahala

mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang mengadakan sebuah bid'ah, lalu dikerjakan oleh yang

lain, maka ia akan menanggung dosa seperti dosa orang yang melakukannya tanpa dikurangi

sedikit pun dari dosa orang yang melakukannya." (HR. Ibnu Majah, dan dinyatakan shahih

lighairih oleh Al Albani).

8.      Mengedepan perkataan Beliau di atas semua perkataan manusia.

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata,

‫ قَا َل أَبُوْ بَ ْك ٍر َو ُع َم ُر‬: َ‫ َوتَقُوْ لُوْ ن‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬:ُ‫ أَقُوْ ل‬.‫ك أَ ْن تَ ْن ِز َل َعلَ ْي ُك ْم ِح َجا َرةٌ ِمنَ ال َّس َما ِء‬
ُ ‫يُوْ ِش‬

"Hampir saja kalian ditimpa hujan batu dari langit. Aku mengatakan, "Rasulullah shallallahu

'alaihi wa sallam bersabda," tetapi kalian mengatakan, "Abu Bakar dan Umar berkata."
Imam Abu Hanifah pernah berkata,

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَا ْت ُر ُكوْ ا قَوْ لِ ْي‬ ُ ‫إِ َذا قُ ْل‬
َ ‫ت قَوْ الً يُخَالِفُ ِكت‬
َ ‫َاب هللاِ تَ َعالَى َو َخبَ َر ال َّرسُوْ ِل‬

"Jika aku mengatakan sebuah perkataan yang menyelisihi kitab Allah Ta'ala dan berita dari Rasul

shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku."

Imam malik pernah berkata,

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ْس أَ َح ٌد بَ ْع َ}د النَّبِ ِّي‬


ُ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِالَّ َوي ُْؤ َخ ُذ ِم ْن قَوْ لِ ِه َويُ ْت َر‬
َ ‫ك إِالَّ النَّبِ ُّي‬ َ ‫لَي‬

"Tidak ada seorang pun setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melainkan pendapatnya boleh

diambil dan ditinggalkan selain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam."

Imam Syafi'i pernah berkata,

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَ ْم يَ ِح َّل لَهُ أَ ْن يَ َد َعهَا لِقَوْ ِل أَ َح ٍد‬


َ ِ‫أَجْ َم َع ْال ُم ْسلِ ُموْ نَ َعلَى أَ َّن َم ِن ا ْستَبَانَ لَهُ ُسنَّةٌ ع َْن َرسُوْ ِل هللا‬

"Kaum muslim sepakat, bahwa barang siapa yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya meninggalkannya karena pendapat

seseorang."

Imam Ahmad pernah berkata,

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَهُ َو َعلَى َشفَا هَلَ َك ٍة‬ َ ‫َم ْن َر َّد َح ِدي‬
َ ِ‫ْث َرسُوْ ِل هللا‬

"Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka dia berada di

tepi jurang kebinasaan."

9.      Menjadikan Beliau sebagai hakim terhadap semua masalah yang diperselisihkan.

Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,

ْ ‫ضيْتَ َويُ َسلِّ ُم‬


‫وا تَ ْسلِي ًما‬ َ َ‫ُوا فِي أَنفُ ِس ِه ْم َح َرجًا ِّم َّما ق‬
ْ ‫ك فِي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم الَ يَ ِجد‬
َ ‫ك الَ ي ُْؤ ِمنُونَ َحتَّ َى يُ َح ِّك ُمو‬
َ ِّ‫فَالَ َو َرب‬
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan

kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam

hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima

dengan sepenuhnya." (QS. An Nisaa': 65)

10.  Bershalawat dan salam kepadanya.

Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,

َ ‫صلُّونَ َعلَى النَّبِ ِّي يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا‬


‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما‬ َ ُ‫إِ َّن هَّللا َ َو َماَل ئِ َكتَهُ ي‬

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang

beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan

kepadanya." (QS. Al Ahzaab: 56)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

َّ َ‫ُصلِّ َعل‬
‫ي‬ ُ ْ‫ْالبَ ِخي ُل الَّ ِذي َم ْن ُذ ِكر‬
َ ‫ت ِع ْن َدهُ فَلَ ْم ي‬

 "Orang yang bakhil (pelit) adalah orang yang ketika disebut namaku di dekatnya, namun tidak

mau bershalawat kepadaku." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Hibban, dan Hakim,

dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 2878).

Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa

sallam.
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Allah Subhaanahu wa Ta'ala memerintahkan kita memiliki adab yang tinggi terhadap Rasul-

Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa ayat berikut:

ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُقَ ِّد ُموا بَ ْينَ يَد‬
‫َي هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه َواتَّقُوا هَّللا َ إِ َّن هَّللا َ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-nya, dan

bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS.

Al Hujurat: 1)

Maksud ayat ini adalah, bahwa orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu

hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa

sallam. Hal ini termasuk adab kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi

beradablah sesuai Al-quran dan sunnah.


DAFTAR PUSTAKA

Maraji': Maktabah Syamilah versi 3.45, Shifatu Shalatin Nabi  (M. Nashiruddin Al Albani),

Minhajul Muslim (Abu Bakar Al Jaza'iriy), dll.

Anda mungkin juga menyukai