Anda di halaman 1dari 6

MANHAJ TARJIH MUHAMMADIYAH*

Pengertian
Menurut bahasa, kata berasal dari"

" yang
artinya memberi pertimbangan lebih daripada yang lain.
Sedangkan sebagian Ulama Hanafiyah, Hanabilah dan Syfiiyyah,
memberikan rumusan bahwa tarjih itu perbuatan mujtahid seperti
dalam kitab Kasyful al Asraar disebutkan :



Usaha yang dilakukan oleh Mujtahid untuk mengemukakan satu di
antara dua jalan yang bertentangan, karena adanya kelebihan yang
nyata dan dilakukan tarjih itu.
Sedangkan tarif lain yang tampaknya akan memberikan pengertian
lebih sempurna adalah sebagai berikut :



Menampakkan kelebihn salah satu dari dua dalil yang sama dengan
sesuatu yang menjadikannya lebih utama dari yang lain dalam
ungkapan dan penggunaanya.

Mabadi Khamsah Manhaj Tarjih Muhammadiyah


Muhammadiyah lebih mengenal dengan istilah Masalah Lima
Manhaj
Tarjih
Muhammadiyah,
lahir
karena
kesadaran
Muhammadiyah (para pemimpinnya) tentang praktik ber agama
masyarakat yang kurang sesuai dengan al Quran dan al Sunnah.

Perumusan manhaj tarjih ini bermula pada tahun 1935


dengan surat edaran Pengurus Besar Muhammadiyah (PP
Muhammadiyah) melalui surat edarannya No. 226/D, tertanggal 10
Muharram 1357, yang ditandatangani oleh Ketua H.M. Mansoer dan
Sekretaris H.M. Farid, maka tersusunlah pendapat pendapat tentang
masalah lima.
Kelima masalah tersebut meliputi :
1. Pengertian Agama (Islam) atau (ad- Diin),
Menurut rumusan Majelis Tarjih berdasarkan keputusan
yang dintanfidzkan oleh PP Muhammadiyah tahun 1955
pengertian agama sebagai berikut :
....
Agama adalah apa yang disyariatkan Allah dengan
perantaraan Nabi-nabi-Nya, berupa perintah-perintah dan
larangan-larangan,
serta
petunjuk-petunjuk
untuk
kebaikan manusia di dunia dan akhirat.
(Pengertian ini didasarkan pada ayat al Quran Surat Ali
Imran : 19 dan 85).
....
Agama Islam adalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad
saw: Apa yang diturunkan Allah di dalam al-Quran dan
yang disebut dalam as-Sunnah yang shahih, berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk
untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.
(Pengertian ini didasarkan konteks ayat al Quran Surat Ali
Imran : 19 dan 85 dengan ayat 20 pada surat yang sama,
juga pada beberapa riwayat hadits).
Kedua rumusan di atas dicantumkan dalam Himpunan
Putusan Tarjih (HPT) pada Kitab Masalah Lima
2. Pengertian Dunia (al Dunyaa),
Rumusan tentang hal ini adalah sebagai berikut :
Yang dimaksud urusan dunia dalam sabda Rasulullah
saw, Kamu lebih mengerti urusan duniamu ialah segala
perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para Nabi
(yaitu perkara-perkara/ pekerjaan-pekerjaan/ urusan-

urusan
yang
diserahkan
kebijaksanaan manusia)

sepenuhnya

kepada

3. Pengertian ibadah (al Ibaadah)


Bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah,
dengan jalan mentaati segala perintah-perintah-Nya,
menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala
yang diizinkan Allah.
Ibadah itu ada 2:
a. Umum: Segala amal yang diizinkan Allah
b. Khusus: Apa yang telah ditetapkan Allah akan perincianperinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu
4. Pengertian Sabiilillaah,
Jalan yang menyampaikan kepada keridhaan Allah
SWT, berupa segala amalan yang diizinkan oleh Allah
untuk
memulyakan
kalimat
(agama)-Nya
dan
melaksanakan hukum hukum- Nya.
(Qarar ke 4 dari masalah lima, HPT cetakan ke 3 hal.
227)
5. Penengertian Qiyas (al Qiyaas).
Menetapkan hukum selain ibadah mahdhah dan
aqidah, dengan jalan ijtihad dan istimbath dari Nash nash
yang ada melalui persamaan illat.
Selanjutnya materi tersebut dijadikan bahan Muktamar
Khusus Majelis Tarjih pada tanggal 29 Desember 1954 sampai
dengan 3 Januari 1955 di Yogyakarta, dan hasilnya baru ditanfizkan
pada tahun 1964.

Pokok pokok Manhaj Majelis Tarjih

Pada tahun 1986, setelah Muktamar Muhammadiyah ke 41 di


Solo, Majelis Tarjih melakukan rekonstruksi pemikiran tentang
manhaj tarjih dan dikirimkan ke seluruh Wilayah di Indonesia.
Adapun hasil pemikiran tersebut tertuang dalam enam belas
poin yang merupakan pokok pokok manhaj Majelis Tarih sebagai
berikut :

1. Al-Quran dan al Sunnah al Shahiihah, adalah dasar utama

2.
3.

4.

5.
6.
7.
8.

dalam beristidlal. Ijtihaad dan istimbath atas dasar illah


terhadap hal hal yang tidak terdapat di dalam nash dapat
dilakukan, sepanjang tidak menyangkut bidang taabbudi,
dan hal tersebut merupakan kebutuhan hidup manusia.
Dengan kata lain Majelis Tarjih menerima ijtihad, termasuk
qiyas sebagai cara menetapkan hukum yang tidak ada nash
secara langsung.
Musyawarah dalam memutuskan suatu keputusan. Penetapan
masalah ijtihad digunakan sistem ijtihad jamaiy. Sehingga
pendapat seorang anggota Majelis tidak dianggap kuat.
Tidak mengikatkan diri kepada suatu madzhab, tetapi
pendapat pendapat madzhab, dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menetapkan hukum, sepanjang sejalan
dengan jiwa Al-Quran dan al Sunnah atau dasar lain yang
dipandang lebih kuat.
Terbuka dan toleran, serta tidak beranggapan bahwa hanya
Majelis Tarjih yang paling benar. Keputusan diambil atas dasar
landasan dalil dalil yang paling kuat yang didapat ketika
keputusan diambil. Sehingga Mejelis Tarjih memungkinkan
mengubah keputusan yang pernah ditetapkan.
Hanya menggunakan dalil dalil Mutawatir dalam masalah
aqidah (tawhid)
Tidak menolak Ijma shahabat, sebagai dasar suatu keputusan
Terhadap dalil dalil yang tampak mengandung taarudl
digunakan cara: al jamu wa al-taufiiq, dan apabila tidak
dapat dilakukan kompromi maka baru dilakukan tarjih.
Menggunakan asas sadd-u al dzaraai untuk menghindari
terjadinya dan fitnah dan mafsadah.

9. Men-talil dapat dipergunakan untuk memahami kandungan


dalil dalil al- Quran dan al Sunnah, sepanjang sesuai
dengan tujuan syariah. Adapaun qaidah : al hukmu yaduuru
maa illatihi wujuudan wa adaman dalam hal hal tertentu
dapat juga berlaku.
10.
Penggunaan dalil dalil untuk menetapkan suatu
hukum, dilakukan dengan cara konprehensif, utuh dan
bulat.
11.
Dalil dalil umum al Quran dapat ditakhsish dengan
hadist ahad kecuali dalam bidang aqidah
12.
Menggunakan prinsip taysir dalam mengamalkan
agama Islam
13.
Bidang ibadah yang diperoleh ketentuannya dari al Quran
dan
al
Sunnah,
pamahamannya
dapat
menggunakan akal, sepanjang diketahui latar belakang dan
tujuannya. Prinsip mendahulukan nash daripada akal
memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan situasi
dan kondisi, meskipun harus diakui bahwa akal bersifat
nisbi.
14.
Perkara yang termasuk dalam al-umuur u al dun
yaawiyah yang tidak masuk dalam tugas para Nabi dan
rasul,
penggunaan
akal
sangat
diperlukan,
demi
kemashlahatan umat.
15.
Faham sahabat diterima dalam rangka memahami nash
yang musytarak.
16.
Makna dhahir lebih didahulukan daripada tawil dalam
memahami nash di bidang aqidah. Adapun takwil sahabat
dalam hal ini tidak harus diterima.
Berdasarkan pengertian ibadah dan pokok pokok manhaj majelis
Tarjih Nomor 13, maka Muhammadiyah dalam soal aqidah dan
ibadah khusus dan bersifat taabbudi maka mengambil sikap
samina wa athana. Sedangkan ibadah umum yang menjadi
washilah adanya ibadah mahdlah seperti penentuan arah kiblat,
dan penghitungan awal bulan maka akal fikiran manusia dituntut
untuk melakukan dan memahami perintah Allah SWT, dengan
mengoptimalkan akal budi manusia.

Pendekatan
Metodologi
Daftar Pustaka
DAFTAR KATA

Anda mungkin juga menyukai