PENDAHULUAN
Islam adalah salah satu agama “samawy”, agama yang diturunkan Allah
dengan seperangkat wahyu dan pembawa risalah untuk umat manusia, sampai
akhir zaman. Ada hal – hal yang secara mudah dipahami dengan pendekatan
logika, namun tidak sedikit ajaran Islam yang harus dipahami dengan penalaran
yang sungguh – sungguh dan memerlukan berbagai metode pendekatan. Hal itu
merupakan keniscayaan, karena memahami maqashid syari’ah yang
sesungguhnya hanya Allah saja yang tahu. Sehingga, untuk mendapatkan
hikmah dan maksud dari satu ayat ataupun dalil sering kali diperlukan
perenungan (akal budi) dan proses nalar sehat, lama dan berliku.
Pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat
dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama
Islam. Pendekatan yang dimaksud bertujuan untuk memahami Islam dari
berbagai sudut pandang sehingga didapatkan kesimpulan yang komperehensip
dan tepat dari sebuah nash atau dalil.
1
Adapun pendekatan studi Islam pada makalah ini adalah pendekatan normatif
dan historis.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka pada sajian makalah ini, rumusan
masalah yang diambil adalah ;
1. Bagaimana pendekatan Studi Islam secara normatif ?
2. Bagaimana pendekatan Studi Islam secara historis ?
C. TUJUAN
D. MANFAAT
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Batasan Istilah
1. Metode
Pengertian kata metode secara etimologi kata metode berasal dari lata
“meta” berarti melalui dan “hodos” berarti jalan atau cara. Sedangkan kata
metode dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah “ath – thari-iqah” ()الطريقة
yang berarti langkah-langkah penting yang dipersiapkan untuk melakukan
suatu pekerjaan. Bahasa Inggris menyebut kata metode disebut “method”
yang berarti cara dalam bahasa Indonesia.
Arti secara terminologi, kata metode diartikan cukup beragam, terlebih jika
kata metode itu dipadukan dengan kata pendidikan. Pengertian tersebut
antara lain dikemukakan oleh : Omar Mohammad (2001) mendefinisikan
bahwa metode bermakna segala kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh
guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya,
cirri-ciri perkembangan muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan
menolong murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan
dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.1
1
Omar Mohammad Al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan
Bintang,1979), hlm. 23.
2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2008), hlm. 31.
3
pemahaman Islam yang objektif dan utuh. Kedua metode sintesis, yaitu suatu
cara memahami Islam yang memadukan metode ilmiah dengan segala
cirinya yang rasional, objektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologis
normatif. 3
2. Pendekatan
3. Studi Islam
Istilah Studi Islam, yang di dunia Barat dikenal dengan istilah Islamic
Studies, sedangkan dunia Islam mengenal dengan istilah Dirasaat al-
Islaamiyah, sesungguhnya telah didahului oleh adanya perhatian besar
terhadap disiplin ilmu agama yang terjadi pada abad ke sembilan belas di
dunia Barat. Meskipun tidak semua para ahli sepakat bahwa agama
(termasuk agama Islam) dapat dimasukkan dalam kategori ilmu pengetahuan
sepenuhnya. Abuddin Nata, menyatakan bahwa para ahli masih terdapat
perbedaan, apakah studi Islam (agama) dapat dimasukkan ke dalam bidang
3
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
1998), hlm. 41.
4
Mulyanto Sumardi, Pendekatan dalam Studi Islam Pengertian, (Jakarta :
Pustaka Firdaus. 1987), hlm. 121.
4
ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara ilmu pengetahuan
dan agama berbeda.5
Studi Islam yang dimaksud dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian
yaitu, sumber – sumber Ilam, doktrin Islam, ritual dan institusi Islam,
sejarah Islam, aliran dan pemikiran tokoh, studi kawasan, dan bahasa.
Sehingga hampir semua aspek ke-Islaman menjadi objek kajian baik sumber
utama maupun rujukan selain nash atau dalil.
4. Normatif
Kata normatif bersumber dari kata “norma” yang berarti ukuran untuk
menentukan sesuatu atau “ugeran”6, sedangkan dalam bahasa Inggeris
disebut dengan kata “norm” bermakna norma atau ukuran.7 Sehingga kata
normatif artinya bersifat norma (ukuran). Adapun maksud kata normatif
dalam makalah ini adalah hal – hal yang terkait dengan aspek aturan dan teks
- teks dalam ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam al – Qur’an dan as -
Sunnah.
5. Historis
kata “at – taarikh” sedangkan kata sejarah atau شجرة yang berarti pohon,10
5
Ibid., hlm. 66.
6
Hoetomo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar,
2005), hlm. 349.
7
M. Darto dan Arief.S., Kamus Lengkap Inggeris – Indonesia, Indonesia –
Inggeris, (Surabaya : Pustaka Tinta Mas, tt.), hlm. 283.
8
Hoetomo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar,
2005), hlm. 186 – 187.
9
Ibid., hlm.191
10
A.W. Munawir, Kamus Al Munawwir : Kamus Arab – Indonesia, (Surabaya
: Pustaka Profgresif, 1984), hlm. 950 - 951.
5
disebut demikian karena pohon meninggalkan buah yang dapat dinikmati
oleh orang – orang sesudahnya.
Istilah sejarah yang bersumber dari kata berbahasa Arab asy –
syajaaratu yang berarti pohon. Dalam hal ini, Azyumardi Azra mengatakan:
tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut,
atau peristiwa yang dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi,
dimana, apa sebabnya, dan siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
11
Azyumardi Azra, Penelitian Non Formatif Tentang Islam: Pemikiran
Awal Tentang Pendekatan Kajian Sejarah pada Fakultas Adab dalan Tradisi Baru
Penelitian Agama Islam, Tinjauan Antar Disiplin Ilmu, (Jakarta: Nuansa dan
Pusjarlit, Cet. 1, 1998), hlm. 119
12
Dirjend Pendidikan Islam, Metodologi studi islam, (Jakarta : Departemen
Agama RI, 2002), hlm. 98.
6
Pendekatan normatif memiliki cakupan yang sangat luas. Karena
pendekatan yang dimaksud digunakan oleh para ahli ushul ad – Dien
(ushuliyuun), ahli hukum Islam (al – fuqahaa ), ahli tafsir tafsir dan takwil (al –
mufassirun) ahli hadits (al – muhaddithuun) dan segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan ajaran islam yang berasal dari sumbernya, bisa termasuk
dalam pendekatan normatif.13
Kajian Islam normatif juga melahirkan tradisi teks : Tafsir yaitu
penjelasan dan pemaknaan kitab suci, Teologi yaitu pemikiran tentang persoalan
ketuhanan, Fiqh berkaitan dengan pemikiran dalam bidang yurisprudensi (tata
hukum), Tasawuf pembahasan tentang pemikiran dan perilaku dalam pendekatan
diri pada Tuhan, juga Filsafat yaitu tradisi pemikiran dalam bidang hakikat
kenyataan, kebenaran dan kebaikan.14
13
Nasution, Khoiruddin, “Pembidangan Ilmu dalam Studi Islam dan
Kemungkinan Pendekatannya” dalam Amin Abdullah dkk, Tafsir Baru Studi
Islam dalam Era Multikultural, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2002), hlm.
55.
14
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 1998), hlm. 44.
15
Adams, Charles J., “Islamic Religious Tradition” dalam Leonard Binder
(Ed.) The Study of The Middle East: Research and Scholarship in the Humanities
and the Social Science, (Canada: John Wiley and Sonc, Inc, 1976), hlm. 81.
7
Pendekatan ini dilakukan oleh para pendeta dari gereja, aliran,
dan sekte – sekte dalam Kristen di Eropa, yang gerakannya menjadi satu
prinsip dengan penjajah kolonial untuk merubah suatu komunitas
masyarakat agar masuk ke dalam agama Kristen serta meyakinkan
masyarakat akan pentingnya peradaban Barat.16
Para missionaris berupaya membangun dan menciptakan pola
hubungan yang erat dan cair dengan masyarakat setempat, dengan
demikian eksistensi kelompok missionaris tradisional dan juga penjajah
di sisi yang lain mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap
perkembangan keilmuan Islam.
Kedekatan yang kuat antara missionaris Kristen dengan
penduduk “Islam” , oleh Charles J. Adams dikatakan bahwa studi Islam
di Barat dapat dilakukan dengan memanfaatkan missionaris tradisional
itu sebagai alat pendekatan yang efektif. Cara inilah yang kemudian
disebut dengan traditional missionaris approach dalam studi Islam.
b. Pendekatan Apologetik
Pendekatan apologetik ini dapat dimaknai sebagai respon
mentalitas umat Islam terhadap kondisi umat Islam secara umum ketika
dihadapkan pada kenyataan masyarakat dunia yang global dan
modernitas masyarakat setempat. Selain itu, apologetik ini muncul
didasari oleh kesadaran seorang yang ingin keluar dari kebobrokan
internal dalam komunitasnya dan dari jerat penjajahan peradaban Barat.
Secara teoritis, pendekatan apologetik dapat dimaknai dalam
tiga hal. Pertama, metode yang berusaha mempertahankan dan
membenarkan kedudukan doktrinal melawan para pengecamnya. Kedua,
dalam teologi, usaha membenarkan secara rasional asal muasal ilahi dari
iman. Ketiga, apologetik dapat diartikan sebagai salah satu cabang
teologi yang mempertahankan dan membenarkan dogma dengan
argumen yang masuk akal.
16
Ibid., hlm 101.
8
c. Pendekatan Irenic
Pendekatan Irenic adalah semacam usaha untuk membuat jembatan
antara cara pandang para orientalis terdahulu yang penuh dengan
motivasi negatif, dan para pengikut Islam yang merasa hasil kajian para
orientalis tersebut banyak mengandung penyimpangan.
Gerakan itu bertujuan untuk memberikan apresiasi yang baik
terhadap keberagamaan Islam dan membantu mengembangkan sikap
apresiatif itu. Oleh karena itu, langkah praktis yang dilakukan adalah
membangun dialog antara umat Islam dengan kaum Kristen untuk
membangun jembatan penghubung yang saling menguntungkan antara
tradisi kegamaan dan bangsa.17
17
Ibid., hlm.103
18
Abudin Nata, MA, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1998), hlm. 112-113.
9
kategori fardu al - kifayah kurang diminati atau ditekuni, karena sudah
terselesaikan melalui keterwakilan umat secara keseluruhan.19 Yang perlu
disadari bahwa justeru pada klasifikasi inilah wacana intelektual yang kritis dan
obyektif menjadi tumbuh subur. Sebab, dalam wilayah fard al – kifayah inilah
terdapat pergumulan dan wacana epistemologi keislaman, dan di sini pula
membutuhkan pendekatan empiris yang obyektif dan rasional.
10
as – Sunnah, sehingga kebenarannya bersifat mutlak. Apabila al – Quran dan as
– Sunnah sebagai sumber pokok hukum Islam, dipahami dalam bentuk
pengetahuan islam, maka kebenaranya berubah menjadi relatif atau tidak
mutlak. Sebab kebenaran untuk waktu tertentu belum tentu benar pada waktu
yang lain. Hal ini karena pemahaman, pemikiran, dan penafsiran merupakan
hasil upaya manusia dalam mendekati kebenaran yang dinyatakan dalam Wahyu
Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW.
Dengan demikian Islam normatif adalah Islam pada dimensi sakral yang
diakui adanya realitas transendetal yang bersifat mutlak dan universal,
melampaui ruang dan waktu atau sering disebut realitas ke-Tuhan-an.
11
Kedua, sejarah merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum yang
tampak menguasai kehidupan masyarakat masa lampau, yang diperoleh
melalui penyelidikan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau itu.
Sejarah seperti ini bersifat rasional (tarikh aqli).
Ketiga, sejarah sebagai falsafah yang didasarkan kepada pengetahuan
tentang perubahan-perubahan masyarakat, dengan kata lain sejarah ini
merupakan ilmu tentang proses perkembangan suatu masyarakat21.
Melalui pendekatan sejarah ini, seseorang dituntun untuk kembali ke
masa lampau dengan keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan
suatu peristiwa. Seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konsep
historisnya. Misalnya seseorang yang ingin memahami al-Qur’an secara benar,
maka ia harus mempelajari sejarah turunnya al-Qur’an atau kejadian-kejadian
yang mengiringi turunnya ayat – ayat dan atau surat dalalm al-Qur’an (Asbab an
Nuzul atau ilmu tentang sebab sebab turunya ayat ayat al-Qur’an) yang pada
intinya berisi sejarah turunya ayat al-Qur’an. Ilmu asbabun an – Nuzul ini ,
menjadikan seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam
suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk
memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.22
Penggunaan pendekatan historis ini dapat dilakukan dengan lima
landasan teori yaitu :
a. Diakronik adalah penelusuran sejarah dan perkembangan satu fenomena
yang sedang diteliti
b. Idealisme Approach adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan
menafsirkan fakta sejarah dengan mempercayai secara penuh fakta yang ada
tanpa keraguan.
c. Reductionalist Approach yaitu seorang peneliti yang berusaha memahami
dan menafsirkan fakta sejarah dengan penuh keraguan.
d. Sinkronik adalah kontekstualisasi atau sosiologis kehidupan yang mengitari
fenomena yang sedang diteliti.
21
Murtadha Mutahhari, Masyarakat dan Sejarah: Kritik Islam atas
Marxisme dan Teori Lainnya, Terj. M. Hashem, (Bandung: Mizan, 1986), hlm.
65-67.
22
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : 2008), hlm. 35-38.
12
e. Teorik adalah penelitian yang menulusuri latar belakang dan
perkembangan fenomena yang lengkap dengan sejarah sosio-historis dan
nilai budaya yang mengitarinya.23
1. Ruang Lingkup
23
Khoirudin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta :2009), hlm.223
– 224.
Martin, Richard. C, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Islam,
24
13
b. Islam sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi
manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang
terhadap doktrin agamanya.
c. Islam sebagai interaksi sosial, yaitu realitas umat islam.25
d. Islam sebagai peroduk historis adalah islam yang tidak bisa dilepaskan
dari kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan
waktu. Islam yang terangkai dengan konteks kehidupan pemeluknya.
Sehingga realitas kemanusiaan selalu berada di bawah realitas ke-Tuhan-
an.
e. Sejarah sebagai peristiwa atau ilmu. Sejarah dalam prespektif ini dapat
digolongkan sebagai ilmu apabila ia memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu
pengetahuan atau syarat-syarat ilmiah.
Demikianlah ruang lingkup kajian historis islam yang menarik dikaji dari
aspek historis atau sejarah.
14
memverifikasi, serta mensistematisasikan bukti-bukti untuk menegakkan fakta
dan memperoleh kesimpulan yang kuat.26
Menurut Kuntowijoyo kegunaan kajian historis dibagi menjadi dua
yaitu kegunaan intrinsik dan kegunaan ekstrinsik. kedua fungsi tersebut dapat
disajikan secara ringkas sebagai berikut ;
1. Intrinsik
Fungsi intrinsik, yakni kegunaan yang berasal dari dalam yang
tampak terkait dengan keilmuan dan pembinaan profesi kesejarahan. Adapun
fungsi intrinsik historis sebagai berikut
a. Historis sebagai ilmu.
b. Historis sebagai cara mengetahui masa lampau
c. Historis sebagai pernyataan pendapat.
d. Sejarah sebagai profesi.
2. Ekstrinsik.
Fungsi ekstrinsik, yaitu fungsi yang terkait dengan proses penanaman
nilai dan proses pendidikan. Fungsi ini meliputi ;
a. Historis sebagai pendidikan moral.
26
M.Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2006), hlm. 222.
15
1. Fungsi Rekreatif
16
menggunakan data historis maka akan dapat disajikan secara detail situasi sejarah
tentang sebab akibat suatu persoalan agama.27
27
Taufik Abdullah, Sejarah dan Masyarakat, (Jakarta : Pustaka Firdaus,
1987), hlm. 105
17
BAB III
SIMPULAN
Islam sebagai wahyu langit dari Tuhan yang sebenarnya bagi seorang
muslim diyakini sebagai hal yang sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa
adanya. bahwa Islam itu terdapat dua macam dimensi yakni Islam berdimensi
normatif dan Islam berdimensi historis. Kedua aspek ini terdapat hubungan yang
menyatu, dan tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Pertama; aspek
normatif yakni wahyu yang harus diterima sebagaimana adanya, mengikat semua
pihak dan berlaku universal. Kedua ; aspek historis yakni, perkembangan Islam itu
sendiri seperti kekhalifahan yang senantiasa dapat berubah, menerima diskusi karena
produk zaman tertentu, dan hal itu bukan hal yang sakral.
tidakberdiri sendiri, karena dua hal tersebut saling mengisi ruang kosong seseorang
dalam memahami agama Islam. Setidaknya pendekatan normatif yang sakral dan
transenden pada aspek Ilahiyyah, dapat dilihat dari sudut pandang kesejarahan dalam
bahwa dalam studi Islam, yang diperlukan bukan hanya pendekatan doktriner atau
filosofis, tetapi juga pendekatan ilmiah yang menurutnya dibagi menjadi dua, yaitu
bahwa ilmu apapun, termasuk ilmu tentang Islam memiliki kompleksitasnya sendiri.
Namun begitu ilmu pengetahuan tertentu mengklaim dapat berdiri sendiri, merasa
sumbangan dari ilmu yang lain, maka self sufficiency ini cepat atau lambat akan
18
partikularitas displin keilmuan. Dasar pemikiran seperti inilah, yang menghadirkan
Bermula dari satu pendekatan saja, yaitu pendekatan doktriner atau normatif
masing yang secara umum adalah untuk menghasilkan pemahaman yang tepat dan
maupun penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
28
Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan
Integratif-Interkonektif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet. 1, 2006), hlm. 111.
19
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998.
Adams, Charles J., “Islamic Religious Tradition” dalam Leonard Binder (Ed.) The
Study of The Middle East: Research and Scholarship in the Humanities
and the Social Science, Canada: John Wiley and Sonc, Inc, 1976.
Azyumardi Azra, Penelitian Non Formatif Tentang Islam: Pemikiran Awal Tentang
Pendekatan Kajian Sejarah pada Fakultas Adab dalan Tradisi Baru
Penelitian Agama Islam, Tinjauan Antar Disiplin Ilmu, Jakarta: Nuansa
dan Pusjarlit, Cet. 1, 1998.
Dirjend Pendidikan Islam, Metodologi Studi Islam, Jakarta : Departemen Agama RI,
2002.
Murtadha Mutahhari, Masyarakat dan Sejarah: Kritik Islam atas Marxisme dan
Teori Lainnya, Terj. M. Hashem, Bandung: Mizan, 1986.
20
Nasution, Khoiruddin, “Pembidangan Ilmu dalam Studi Islam dan Kemungkinan
Pendekatannya” dalam Amin Abdullah dkk, Tafsir Baru Studi Islam
dalam Era Multikultural, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2002.
21