Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah salah satu agama “samawy”, agama yang diturunkan Allah
dengan seperangkat wahyu dan pembawa risalah untuk umat manusia, sampai
akhir zaman. Ada hal – hal yang secara mudah dipahami dengan pendekatan
logika, namun tidak sedikit ajaran Islam yang harus dipahami dengan penalaran
yang sungguh – sungguh dan memerlukan berbagai metode pendekatan. Hal itu
merupakan keniscayaan, karena memahami maqashid syari’ah yang
sesungguhnya hanya Allah saja yang tahu. Sehingga, untuk mendapatkan
hikmah dan maksud dari satu ayat ataupun dalil sering kali diperlukan
perenungan (akal budi) dan proses nalar sehat, lama dan berliku.
Pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat
dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama
Islam. Pendekatan yang dimaksud bertujuan untuk memahami Islam dari
berbagai sudut pandang sehingga didapatkan kesimpulan yang komperehensip
dan tepat dari sebuah nash atau dalil.

Pendekatan terhadap Islam sebagai satu kesatuan agama dapat dilakukan


dengan berbagai cara antara lain ; pendekatan fenomenologi, filologi, normatif,
history, sosiologi, antropologi, dan lain – lain. Hal itu seiring dengan
berkembangan zaman dan problematika hidup manusia.
Kesalah pemahaman terhadap nash dan dalil maupun sejarah dalam kajian
agama Islam memiliki dampak luar biasa. Bisa jadi akan menumbuhkan sikap
eksklusifitas invidu maupun kelompok. Bahkan kekeliruan pemahaman
seseorang atau kelompok terhadap Islam, secara normatif dapat menumbuh
suburkan sifat dan sikap radikal, yang pada hilirnya menyimpulkan orang lain
adalah “wong liyan” sampai pada “kafir”.

Dengan demikian memahami Islam dengan berbagai sudut pandang dan


paradigma (multy approach) menjadi sangat penting untuk dikaji secara serius.

1
Adapun pendekatan studi Islam pada makalah ini adalah pendekatan normatif
dan historis.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka pada sajian makalah ini, rumusan
masalah yang diambil adalah ;
1. Bagaimana pendekatan Studi Islam secara normatif ?
2. Bagaimana pendekatan Studi Islam secara historis ?

C. TUJUAN

Makalah ini disajikan bertujuan untuk dapat diketahui dengan tepat


pendekatan normatif dan pendekatan historis dalam memahami agama Islam.

D. MANFAAT

Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca dalam


memahami Agama Islam dengan pendekatan normatif dan historis, sehingga
terhindar dari kesalahpahaman terhadap Islam yang mengakibatkan tumbuhnya
sikap eksklusif bahkan radikal.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Batasan Istilah

1. Metode

Pengertian kata metode secara etimologi kata metode berasal dari lata
“meta” berarti melalui dan “hodos” berarti jalan atau cara. Sedangkan kata
metode dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah “ath – thari-iqah” (‫)الطريقة‬
yang berarti langkah-langkah penting yang dipersiapkan untuk melakukan
suatu pekerjaan. Bahasa Inggris menyebut kata metode disebut “method”
yang berarti cara dalam bahasa Indonesia.

Arti secara terminologi, kata metode diartikan cukup beragam, terlebih jika
kata metode itu dipadukan dengan kata pendidikan. Pengertian tersebut
antara lain dikemukakan oleh : Omar Mohammad (2001) mendefinisikan
bahwa metode bermakna segala kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh
guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya,
cirri-ciri perkembangan muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan
menolong murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan
dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.1

Ramayulis mendefinisikan bahwa metode adalah cara yang dipergunakan


guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat
berlangsungnya proses pembelajaran, sehingga metode mengajar merupakan
alat untuk menciptakan proses pembelajaran .2
Adapun menurut Abuddin Nata, menjelaskan bahwa metode, secara garis
besar ada dua. Pertama metode komparasi, yaitu suatu cara memahami
agama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam
tersebut dengan agama lainnya, dengan demikian akan dihasilkan

1
Omar Mohammad Al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan
Bintang,1979), hlm. 23.
2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2008), hlm. 31.

3
pemahaman Islam yang objektif dan utuh. Kedua metode sintesis, yaitu suatu
cara memahami Islam yang memadukan metode ilmiah dengan segala
cirinya yang rasional, objektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologis
normatif. 3

2. Pendekatan

Pengertian pendekatan Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, adalah


“1). proses perbuatan, cara mendekati, 2). usaha dalam rangka aktivitas
penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti; metode-
metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Bahasa
Inggris, kata pendekatan diistilahkan dengan : “ approach” dan dalam
bahasa Arab disebut dengan “ madkhal ”.

Secara terminologi, Mulyanto Sumardi menyatakan, bahwa pendekatan


selalu terkait dengan tujuan, metode, dan teknik. Adapun yang dimaksud
dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat
dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami
agama.4

3. Studi Islam

Istilah Studi Islam, yang di dunia Barat dikenal dengan istilah Islamic
Studies, sedangkan dunia Islam mengenal dengan istilah Dirasaat al-
Islaamiyah, sesungguhnya telah didahului oleh adanya perhatian besar
terhadap disiplin ilmu agama yang terjadi pada abad ke sembilan belas di
dunia Barat. Meskipun tidak semua para ahli sepakat bahwa agama
(termasuk agama Islam) dapat dimasukkan dalam kategori ilmu pengetahuan
sepenuhnya. Abuddin Nata, menyatakan bahwa para ahli masih terdapat
perbedaan, apakah studi Islam (agama) dapat dimasukkan ke dalam bidang

3
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
1998), hlm. 41.
4
Mulyanto Sumardi, Pendekatan dalam Studi Islam Pengertian, (Jakarta :
Pustaka Firdaus. 1987), hlm. 121.

4
ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara ilmu pengetahuan
dan agama berbeda.5
Studi Islam yang dimaksud dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian
yaitu, sumber – sumber Ilam, doktrin Islam, ritual dan institusi Islam,
sejarah Islam, aliran dan pemikiran tokoh, studi kawasan, dan bahasa.
Sehingga hampir semua aspek ke-Islaman menjadi objek kajian baik sumber
utama maupun rujukan selain nash atau dalil.

4. Normatif

Kata normatif bersumber dari kata “norma” yang berarti ukuran untuk
menentukan sesuatu atau “ugeran”6, sedangkan dalam bahasa Inggeris
disebut dengan kata “norm” bermakna norma atau ukuran.7 Sehingga kata
normatif artinya bersifat norma (ukuran). Adapun maksud kata normatif
dalam makalah ini adalah hal – hal yang terkait dengan aspek aturan dan teks
- teks dalam ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam al – Qur’an dan as -
Sunnah.

5. Historis

Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kata historis adalah berkenaan dengan


sejarah; bertalian atau ada hubungan dengan masa lampau.8 Bahasa Inggeris
menyebutnya dengan“history” yang berarti sejarah9. Bahasa arab mengenal

kata “at – taarikh” sedangkan kata sejarah atau ‫شجرة‬ yang berarti pohon,10

5
Ibid., hlm. 66.
6
Hoetomo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar,
2005), hlm. 349.
7
M. Darto dan Arief.S., Kamus Lengkap Inggeris – Indonesia, Indonesia –
Inggeris, (Surabaya : Pustaka Tinta Mas, tt.), hlm. 283.
8
Hoetomo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar,
2005), hlm. 186 – 187.
9
Ibid., hlm.191
10
A.W. Munawir, Kamus Al Munawwir : Kamus Arab – Indonesia, (Surabaya
: Pustaka Profgresif, 1984), hlm. 950 - 951.

5
disebut demikian karena pohon meninggalkan buah yang dapat dinikmati
oleh orang – orang sesudahnya.
Istilah sejarah yang bersumber dari kata berbahasa Arab asy –

syajaaratu  yang berarti pohon. Dalam hal ini, Azyumardi Azra mengatakan:

“pengambilan istilah ini berkaitan dengan kenyataan, bahwa sejarah –


setidaknya dalam pandangan orang pertama yang menggunakan kata ini-
menyangkut tentang, antara lain, syajarat al-nasab, pohon genealogis yang
dalam masa sekarang agaknya bisa disebut sejarah keluarga. Atau boleh jadi
juga karena kata kerja syajara juga punya arti to happen, to occur dan to
develop. Namun selanjutnya, sejarah dipahami mempunyai makna yang sama
dengan tarikh (Arab), istoria (Yunani), history atau geschicte (Jerman)11”.

Adapun kata historis dalam makalah ini adalah ilmu yang di

dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur

tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut,

atau peristiwa yang dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi,

dimana, apa sebabnya, dan siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.

B. Metode Pendekatan Normatif

Metode pendekatan normatif adalah studi Islam yang memandang


masalah dari sudut legal – formal atau normatifnya. Pendekatan ini, erat
hubungannya dengan hal – hal seperti wajib, sunnah, mubah, dan makruh, di
satu sisi ada halal dan haram, atau hal – hal yang sejenisnya. Sementara kata
normatif adalah seluruh ajaran dan ketentuan yang terkandung dalam nash al –
Qur’an maupun as - Sunnah. Al-Quran dipandang sebagai sumber ajaran dan
sumber hukum islam yang pertama dan utama, sedang hadits merupakan sumber
hukum kedua setelah Al-Quran.12

11
Azyumardi Azra, Penelitian Non Formatif Tentang Islam: Pemikiran
Awal Tentang Pendekatan Kajian Sejarah pada Fakultas Adab dalan Tradisi Baru
Penelitian Agama Islam, Tinjauan Antar Disiplin Ilmu, (Jakarta: Nuansa dan
Pusjarlit, Cet. 1, 1998), hlm. 119
12
Dirjend Pendidikan Islam, Metodologi studi islam, (Jakarta : Departemen
Agama RI, 2002), hlm. 98.

6
Pendekatan normatif memiliki cakupan yang sangat luas. Karena
pendekatan yang dimaksud digunakan oleh para ahli ushul ad – Dien
(ushuliyuun), ahli hukum Islam (al – fuqahaa ), ahli tafsir tafsir dan takwil (al –
mufassirun) ahli hadits (al – muhaddithuun) dan segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan ajaran islam yang berasal dari sumbernya, bisa termasuk
dalam pendekatan normatif.13
Kajian Islam normatif juga melahirkan tradisi teks : Tafsir yaitu
penjelasan dan pemaknaan kitab suci, Teologi yaitu pemikiran tentang persoalan
ketuhanan, Fiqh berkaitan dengan pemikiran dalam bidang yurisprudensi (tata
hukum), Tasawuf pembahasan tentang pemikiran dan perilaku dalam pendekatan
diri pada Tuhan, juga Filsafat yaitu tradisi pemikiran dalam bidang hakikat
kenyataan, kebenaran dan kebaikan.14

Charles J. Adams membuat formulasi pendekatan baru dalam pengkajian


Islam. Menurutnya, terdapat dua pola pendekatan yang bisa digunakan untuk
mengkaji Islam, yaitu pendekatan normatif dan pendekatan deskriptif.
Ia menjelaskan bahwa dua pendekatan ini terinspirasi oleh realitas ketika
seseorang melakukan kajian Islam bertujuan agar lebih kokoh keislaman dan
keimanannya (proselytizing) dan pada sisi yang lain, didasarkan atas dorongan
intelektual (intellectual curiosity) semata – mata karena melihat adanya
paersoalan implementasi agama yang cukup kompleks dalam konteks sosial.15

1. Klasifikasi Pendekatan Normatif


Khusus Pendekatan normatif, Adams mengklasifikasikan menjadi
tiga yaitu hal :
a. Pendekatan Missionaris Tradisional

13
Nasution, Khoiruddin, “Pembidangan Ilmu dalam Studi Islam dan
Kemungkinan Pendekatannya” dalam Amin Abdullah dkk, Tafsir Baru Studi
Islam dalam Era Multikultural, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2002), hlm.
55.
14
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 1998), hlm. 44.
15
Adams, Charles J., “Islamic Religious Tradition” dalam Leonard Binder
(Ed.) The Study of The Middle East: Research and Scholarship in the Humanities
and the Social Science, (Canada: John Wiley and Sonc, Inc, 1976), hlm. 81.

7
Pendekatan ini dilakukan oleh para pendeta dari gereja, aliran,
dan sekte – sekte dalam Kristen di Eropa, yang gerakannya menjadi satu
prinsip dengan penjajah kolonial untuk merubah suatu komunitas
masyarakat agar masuk ke dalam agama Kristen serta meyakinkan
masyarakat akan pentingnya peradaban Barat.16
Para missionaris berupaya membangun dan menciptakan pola
hubungan yang erat dan cair dengan masyarakat setempat, dengan
demikian eksistensi kelompok missionaris tradisional dan juga penjajah
di sisi yang lain mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap
perkembangan keilmuan Islam.
Kedekatan yang kuat antara missionaris Kristen dengan
penduduk “Islam” , oleh Charles J. Adams dikatakan bahwa studi Islam
di Barat dapat dilakukan dengan memanfaatkan missionaris tradisional
itu sebagai alat pendekatan yang efektif. Cara inilah yang kemudian
disebut dengan traditional missionaris approach dalam studi Islam.

b. Pendekatan Apologetik
Pendekatan apologetik ini dapat dimaknai sebagai respon
mentalitas umat Islam terhadap kondisi umat Islam secara umum ketika
dihadapkan pada kenyataan masyarakat dunia yang global dan
modernitas masyarakat setempat. Selain itu, apologetik ini muncul
didasari oleh kesadaran seorang yang ingin keluar dari kebobrokan
internal dalam komunitasnya dan dari jerat penjajahan peradaban Barat.
Secara teoritis, pendekatan apologetik dapat dimaknai dalam
tiga hal. Pertama, metode yang berusaha mempertahankan dan
membenarkan kedudukan doktrinal melawan para pengecamnya. Kedua,
dalam teologi, usaha membenarkan secara rasional asal muasal ilahi dari
iman. Ketiga, apologetik dapat diartikan sebagai salah satu cabang
teologi yang mempertahankan dan membenarkan dogma dengan
argumen yang masuk akal.

16
Ibid., hlm 101.

8
c. Pendekatan Irenic
Pendekatan Irenic adalah semacam usaha untuk membuat jembatan
antara cara pandang para orientalis terdahulu yang penuh dengan
motivasi negatif, dan para pengikut Islam yang merasa hasil kajian para
orientalis tersebut banyak mengandung penyimpangan.
Gerakan itu bertujuan untuk memberikan apresiasi yang baik
terhadap keberagamaan Islam dan membantu mengembangkan sikap
apresiatif itu. Oleh karena itu, langkah praktis yang dilakukan adalah
membangun dialog antara umat Islam dengan kaum Kristen untuk
membangun jembatan penghubung yang saling menguntungkan antara
tradisi kegamaan dan bangsa.17

Seseorang yang melakukan studi Islam dengan pendekatan normatif,


berarti ia memulainya dari keyakinan Islam sebagai agama yang mutlak benar.
Hal ini didasarkan pada alasan, karena agama berasal dari Allah SWT, dan
apapun yang berasal dari Tuhan mutlak benar, sehingga agamapun mutlak
kebenarannya.18 Kemudian agama dilihat sebagai norma ajaran yang berkaitan
dengan berbagai aspek kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini
amat ideal. Melalui metode ini pula, dapat menumbuhkan keyakinan yang kuat,
kokoh, bahkan militan pada Islam.
Menurut para fuqaha’ aspek normatif adalah aspek ibadah al - mahdah
yang ditekankan pada aspek-aspek legalitas formalitas – eksternal, sehingga
kurang apresiatif terhadap dimensi esoteris, yang juga melekat pada religius
imperatif yang bersifat al – mahdhah tersebut. Sedang aspek yang berkaitan
dengan persoalan sosial, budaya, ekonomi, politik, lingkungan hidup,
pendidikan, kemiskinan dan sebagainya dianggap termasuk ghairu al -
mahdhah, dan dikategorikan fardu al - kifayah. Penggolongan semacam ini
berdampak pada pemikiran umat Islam, sehingga bagian yang masuk dalam

17
Ibid., hlm.103
18
Abudin Nata, MA, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1998), hlm. 112-113.

9
kategori fardu al - kifayah kurang diminati atau ditekuni, karena sudah
terselesaikan melalui keterwakilan umat secara keseluruhan.19 Yang perlu
disadari bahwa justeru pada klasifikasi inilah wacana intelektual yang kritis dan
obyektif menjadi tumbuh subur. Sebab, dalam wilayah fard al – kifayah inilah
terdapat pergumulan dan wacana epistemologi keislaman, dan di sini pula
membutuhkan pendekatan empiris yang obyektif dan rasional.

2. Implementasi Pendekatan Normatif


Penerapan metode secara normatif dalam kenyataannya cenderung ke
arah tekstuailis. Apabila pendekatan ini dilakukan pada dalil atau nash – nash
yang al – qath’y tidak terlalu banyak mengalami permasalahan. Seperti aturan
tentang jumlah reka’at dalam shalat wajib, tujuan haji, jenis hewan qurban,
jumlah zakat baik fitrah maupun mal, waktu – waktu puasa, dan lain – lain. Atau
ibadah – ibadah yang bersifat al – mahdhah pendekatan normatif tidak akan
banyak menimbulkan friksi di antara umat Islam.
Persoalan akan timbul ketika pendekatan ini diberlakukan pada dalil –
dalil atau nash – nash yang bersifat adz – dzanny. Contoh nyata yang terjadi di
tengah masyarakat tentang hal ini adalah, memahami awal bulan Ramadlan
dengan metode ar - ru’yah atau hisab dan disisi lain istikmal, atau tentang kata
al – qur’u bagi seorang wanita saat menunggu masa iddah, bisa bermakna suci
tetapi juga berarti haid.
Uraian di atas memberi gambaran, bahwa pendekatan normatif dalam
mengkaji Islam tidak dapat dihindarkan dari cara berfikir deduktif. Yaitu cara
berfikir yang dimulai dari sebuah keyakinan secara umum bahkan postulatnya
memiliki kebenaran mutlak, selanjutnya didukung dengan dalil – dalil dan
argumentasi yang mendukung kebenaran tersebut.

Pendekatan normatif dalam Studi Islam lebih menekankan kajian pada


teks atas nash – nash atau dalil yang terkandung dalam al - Qur’an dan as –
Sunnah. Kemurnian Islam dipandang secara tekstual berdasarkan al - Qur’an dan

Al Syaibani, Omar Mohammad, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta :


19

Bulan Bintang, 1979), hlm. 67.

10
as – Sunnah, sehingga kebenarannya bersifat mutlak. Apabila al – Quran dan as
– Sunnah sebagai sumber pokok hukum Islam, dipahami dalam bentuk
pengetahuan islam, maka kebenaranya berubah menjadi relatif atau tidak
mutlak. Sebab kebenaran untuk waktu tertentu belum tentu benar pada waktu
yang lain. Hal ini karena pemahaman, pemikiran, dan penafsiran merupakan
hasil upaya manusia dalam mendekati kebenaran yang dinyatakan dalam Wahyu
Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW.
Dengan demikian Islam normatif adalah Islam pada dimensi sakral yang
diakui adanya realitas transendetal yang bersifat mutlak dan universal,
melampaui ruang dan waktu atau sering disebut realitas ke-Tuhan-an.

C. Metode Pendekatan Historis

Pendekatan historis mempergunakan analisa atas peristiwa-peristiwa


dalam masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum. Metode ini dapat
dipakai misalnya, dalam mempelajari masyarakat Islam dalam hal pengamalan,
yang disebut dengan ”masyarakat Muslim” atau ”kebudayaan Muslim”.
Metode ini biasanya dikombinasikan dengan metode komparative
(perbandingan).
Sejarah hanya sebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa
sejarah dapat meyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung
timbulnya suatu lembaga. Pendekatan sejarah bertujuan untuk menentukan inti
karakter agama dengan meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain.
Dalam menggunakan data historis maka akan dapat menyajikan secara detail
dari situasi sejarah tentang sebab akibat dari suatu persoalan agama.20
Sejarah sebagai suatu disiplin ilmu kedisiplinan ilmiahnya dapat
dilihat dalam tiga dimenai yang saling berhubungan. 
Pertama, sejarah merupakan pengetahuan mengenai kejadian-
kejadian, peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan manusia di masa lampau
dalam kaitannya dengan keadaan-keadaan masa kini. Sejarah ini disebut juga
sejarah tradisional (tarikh naqli). 
Taufik Abdullah. Sejarah dan Masyarakat. (Jakarta : Pustaka Firdaus.
20

1987). hlm. 105.

11
Kedua,  sejarah merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum yang
tampak menguasai kehidupan masyarakat masa lampau, yang diperoleh
melalui penyelidikan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau itu.
Sejarah seperti ini bersifat rasional (tarikh aqli).
Ketiga, sejarah sebagai falsafah yang didasarkan kepada pengetahuan
tentang perubahan-perubahan masyarakat, dengan kata lain sejarah ini
merupakan ilmu tentang proses perkembangan suatu masyarakat21.
Melalui pendekatan sejarah ini, seseorang dituntun untuk kembali ke
masa lampau dengan keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan
suatu peristiwa. Seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konsep
historisnya. Misalnya seseorang yang ingin memahami al-Qur’an secara benar,
maka ia harus mempelajari sejarah turunnya al-Qur’an atau kejadian-kejadian
yang mengiringi turunnya ayat – ayat dan atau surat dalalm al-Qur’an (Asbab an
Nuzul atau ilmu tentang sebab sebab turunya ayat ayat al-Qur’an) yang pada
intinya berisi sejarah turunya ayat al-Qur’an. Ilmu asbabun an – Nuzul ini ,
menjadikan seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam
suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk
memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.22
Penggunaan pendekatan historis ini dapat dilakukan dengan lima
landasan teori yaitu :
a.      Diakronik adalah penelusuran sejarah dan perkembangan satu fenomena
yang sedang diteliti
b.      Idealisme Approach adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan
menafsirkan fakta sejarah dengan mempercayai secara penuh fakta yang ada
tanpa keraguan.
c.      Reductionalist Approach yaitu seorang peneliti yang berusaha memahami
dan menafsirkan fakta sejarah dengan penuh keraguan.
d.      Sinkronik adalah kontekstualisasi atau sosiologis kehidupan yang mengitari
fenomena yang sedang diteliti.

21
Murtadha Mutahhari, Masyarakat dan Sejarah: Kritik Islam atas
Marxisme dan Teori Lainnya, Terj. M. Hashem, (Bandung: Mizan, 1986), hlm.
65-67.
22
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : 2008), hlm. 35-38.

12
e.      Teorik adalah penelitian yang menulusuri latar belakang dan
perkembangan fenomena yang lengkap dengan sejarah sosio-historis dan
nilai budaya yang mengitarinya.23

1. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian Islam adalah wilayah dan cakupan terhadap


pembahasan Islam dari berbagai sudut pandang. Kajian ini begitu hangat
diperbincangkan terlebih pada era moderen saat ini. Hal itu karena pergumulan
aspek historis-empiris partikular dari agama-agama dan aspek meaning
(makna) keberagamaan umat manusia yang mendasar dan universal-
transedental hampir tidak pernah selesai. Pada gilirannya ada upaya integrasi
atau setidaknya kompromi dengan pendekatan fenomenologi agama. Sehingga
dalam bentuknya yang historis-empiris, agama selalu menjadi bagian dari
setting historis dan sosial komunitasnya.24
Pemahaman lebih mendalam tentang historis dalam kajian Islam
setidaknya didudukkan pada ruang lingkup yang lebih sempit antara lain :
a.    Islam sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya
sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya. bahwa islam itu
terdapat dua macam nilai yakni islam berdimensi normatif dan islam
berdimensi historis. Kedua aspek ini terdapat hubungan yang menyatu,
tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Pertama; aspek normatif
yakni wahyu harus diterima sebagaimana adanya, mengikat semua pihak
dan berlaku universal. Kedua ; aspek historis yakni, kekhalifahan
senantiasa dapat berubah, menerima diskusi karena produk zaman tertentu,
dan hal itu bukan hal yang sakral.

23
Khoirudin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta :2009), hlm.223
– 224.
Martin, Richard. C, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Islam,
24

(Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2002), hlm. 3.

13
b.   Islam sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi
manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang
terhadap doktrin agamanya.
c.      Islam sebagai interaksi sosial, yaitu realitas umat islam.25
d.      Islam sebagai peroduk historis adalah islam yang tidak bisa dilepaskan
dari kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan
waktu. Islam yang terangkai dengan konteks kehidupan pemeluknya.
Sehingga realitas kemanusiaan selalu berada di bawah realitas ke-Tuhan-
an.
e.   Sejarah sebagai peristiwa atau ilmu. Sejarah dalam prespektif ini dapat
digolongkan sebagai ilmu apabila ia memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu
pengetahuan atau syarat-syarat ilmiah.
Demikianlah ruang lingkup kajian historis islam yang menarik dikaji dari
aspek historis atau sejarah.

2. Fungsi dan Implementasi

Pendekatan Historis dan penerapannya sekilas akan tampak sangat


berseberangan dengan pendekatan normatif. Pendekatan historis lebih bersifat
terbuka terhadap kritik dibandingkan dengan pendekatan normatif. Historis
yang diartikan sebagai gambaran tentang peristiwa-peristiwa masa lampau
yang dialami oleh manusia, disusun secara ilmiah, meliputi kurun waktu
tertentu, diberi tafsiran, dan dianalisis secara kritis sehingga mudah dimengerti
dan memiliki manfaat.
Menurut M.Yatimin Abdullah, fungsi pendekatan historis atau sejarah
dalam pengkajian Islam adalah untuk merekonstruksi masa lampau secara
sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi,

M. Nurhakim, Metode Studi Islam, (Malang: Universitas Muhammadiyah


25

Malang, 2004), hlm.13

14
memverifikasi, serta mensistematisasikan bukti-bukti untuk menegakkan fakta
dan memperoleh kesimpulan yang kuat.26
Menurut Kuntowijoyo kegunaan kajian historis dibagi menjadi dua
yaitu kegunaan intrinsik dan kegunaan ekstrinsik. kedua fungsi tersebut dapat
disajikan secara ringkas sebagai berikut ;
1.    Intrinsik
Fungsi intrinsik, yakni kegunaan yang berasal dari dalam yang
tampak terkait dengan keilmuan dan pembinaan profesi kesejarahan. Adapun
fungsi intrinsik historis sebagai berikut
a.       Historis sebagai ilmu.
b.      Historis sebagai cara mengetahui masa lampau
c.       Historis sebagai pernyataan pendapat.
d.      Sejarah sebagai profesi.
2.    Ekstrinsik.
Fungsi ekstrinsik, yaitu fungsi yang terkait dengan proses penanaman
nilai dan proses pendidikan. Fungsi ini meliputi ;
a.    Historis sebagai pendidikan moral.

b.   Historis sebagai pendidikan penalaran.

c.    Historis sebagai pendidikan politik.

d.   Historis sebagai pendidikan kebijakan.

e.    Historis sebagai pendidikan perubahan.

f.    Historis sebagai pendidikan masa depan.

g.   Historis sebagai pendidikan keindahan.

h.   Historis sebagai ilmu bantu.

Menurut Nugroho Notosusanto dengan fungsi ekstrinsik tersebut,


menjeslaskan empat fungsi historis yaitu: fungsi rekreatif, inspiratif, instruktif
dan juga edukatif.

26
M.Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2006), hlm. 222.

15
1.    Fungsi Rekreatif

Fungsi rekreatif yang dimaksud adalah fungsi yang dapat


memberikan kepada seseorang ketika membaca narasi historis dan isinya
mengandung hal-hal yang terkait dengan keindahan, romantisisme, maka
akan melahirkan kesenangan estetis. Sehingga dimungkinkan seseorang
yang mempelajari sejarah dapat menikmati bagaimana setting waktu
tertentu di masa lampau, bahkan seakan berekreasi ke suasana masa lalu.

2.    Fungsi Inspiratif

Fungsi ini dapat mengembangkan jiwa inspiratif, imajinatif dan


kretivitas generasi yang hidup sekarang dalam rangka hidup beragama dan
bernegara. Fungsi inspiratif juga dapat dikaitkan dengan pendidikan moral.
Sebab setelah belajar historis/sejarah seseorang dapat mengembangkan
inspirasi dan berdasarkan keyakinannya dalam menerima atau menolak nilai
yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah/ historis.

3.    Fungsi Instruktif

Maksud fungsi intrukstif adalah sejarah sebagai alat bantu dalam


proses suatu pembelajaran. Sejarah berperan sebagai upaya penyampaian
pengetahuan dan ketrampilan kepada orang lain.

4.    Fungsi Edukatif

Belajar historis/sejarah sebenarnya dapat dijadikan pelajaran dalam


kehidupan keseharian bagi setiap manusia. Historis mengajarkan tentang
contoh yang sudah terjadi agar seseorang menjadi arif, sebagai petunjuk
dalam berperilaku.

Hemat penyusun, pendekatan kesejarahan dalam memahami agama itu menjadi


sangat penting, termasuk agama pendekatan terhadap agama Islam. Hal itu karena agama
diturunkan pada situasi yang kongkret bahkan berkaitan dengan kondisi riil sosial
kemasyarakatan. Sejarah dalam hal ini hanyalah sebagai metode analisis atas dasar
pemikiran bahwa sejarah dapat menyajikan gambaran tentang unsur – unsur yang
mendukung timbulnya suatu lembaga. Pendekatan sejarah bertujuan untuk menentukan
inti karakter agama dengan meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain. Dengan

16
menggunakan data historis maka akan dapat disajikan secara detail situasi sejarah
tentang sebab akibat suatu persoalan agama.27

Dengan demikian melalui pendekatan historis ini, seseorang diajak untuk


memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa.
Sehingga seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konsep historisnya, karena
pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Dengan
pendekatan historis ini pula, masyarakat diharapkan mampu memahami nilai sejarah
adanya agama Islam. Sehingga terbentuk manusia yang sadar akan historisitas
keberadaan Islam dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

27
Taufik Abdullah, Sejarah dan Masyarakat, (Jakarta : Pustaka Firdaus,
1987), hlm. 105

17
BAB III
SIMPULAN

Islam sebagai wahyu langit dari Tuhan yang sebenarnya bagi seorang
muslim diyakini sebagai hal yang sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa
adanya. bahwa Islam itu terdapat dua macam dimensi yakni Islam berdimensi
normatif dan Islam berdimensi historis. Kedua aspek ini terdapat hubungan yang
menyatu, dan tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Pertama; aspek
normatif yakni wahyu yang harus diterima sebagaimana adanya, mengikat semua
pihak dan berlaku universal. Kedua ; aspek historis yakni, perkembangan Islam itu
sendiri seperti kekhalifahan yang senantiasa dapat berubah, menerima diskusi karena
produk zaman tertentu, dan hal itu bukan hal yang sakral.

Kajian Islam melalui pendekatan normatif dan historis memang selayaknya

tidakberdiri sendiri, karena dua hal tersebut saling mengisi ruang kosong seseorang

dalam memahami agama Islam. Setidaknya pendekatan normatif yang sakral dan

transenden pada aspek Ilahiyyah, dapat dilihat dari sudut pandang kesejarahan dalam

konteks agama sebagai realitas yang membumi. Amin Abdullah berpandangan

bahwa dalam studi Islam, yang diperlukan bukan hanya pendekatan doktriner atau

normatif, yang dalam hal ini ia mengistilahkannya dengan pendekatan teologis

filosofis, tetapi juga pendekatan ilmiah yang menurutnya dibagi menjadi dua, yaitu

pendekatan linguistik-historis dan pendekatan sosiologis antropologis. Ia berasumsi

bahwa ilmu apapun, termasuk ilmu tentang Islam memiliki kompleksitasnya sendiri.

Namun begitu ilmu pengetahuan tertentu mengklaim dapat berdiri sendiri, merasa

dapat menyelesaikan persoalan secara mandiri, tidak memerlukan bantuan dan

sumbangan dari ilmu yang lain, maka self sufficiency ini cepat atau lambat akan

berubah menjadi narrow-mindedness untuk tidak menyebutnya fanatisme

18
partikularitas displin keilmuan. Dasar pemikiran seperti inilah, yang menghadirkan

paradigma integratif-interkonektif sebagai jawaban atas pertanyaan filosofis di atas28.

Bermula dari satu pendekatan saja, yaitu pendekatan doktriner atau normatif

teologis, pendekatan dalam studi Islam kemudian berkembang seiring dengan

perkembangan jaman menjadi banyak pendekatan, di antaranya pendekatan historis,

pendekatan sosiologis, pendekatan antropologis, pendekatan psikologis dan

pendekatan fenomenologis. Semua pendekatan ini memiliki tujuannya masing-

masing yang secara umum adalah untuk menghasilkan pemahaman yang tepat dan

komprehensif tentang segala permasalahan Islam yang menjadi objek pengkajian

maupun penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
28
Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan
Integratif-Interkonektif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet. 1, 2006), hlm. 111.

19
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998.

Adams, Charles J., “Islamic Religious Tradition” dalam Leonard Binder (Ed.) The
Study of The Middle East: Research and Scholarship in the Humanities
and the Social Science, Canada: John Wiley and Sonc, Inc, 1976.

Al Syaibani, Omar Mohammad, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang,


1979.

Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-


Interkonektif, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet. 1, 2006.

A.W. Munawir, Kamus Al Munawwir : Kamus Arab – Indonesia, Surabaya : Pustaka


Profgresif, 1984.

Azyumardi Azra, Penelitian Non Formatif Tentang Islam: Pemikiran Awal Tentang
Pendekatan Kajian Sejarah pada Fakultas Adab dalan Tradisi Baru
Penelitian Agama Islam, Tinjauan Antar Disiplin Ilmu, Jakarta: Nuansa
dan Pusjarlit, Cet. 1, 1998.

Dirjend Pendidikan Islam, Metodologi Studi Islam, Jakarta : Departemen Agama RI,
2002.

Hoetomo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Mitra Pelajar, 2005.

Khoirudin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta : 2009.

Martin, Richard. C, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Islam, Surakarta:


Muhammadiyah University Press, 2002.

M. Darto dan Arief.S., Kamus Lengkap Inggeris – Indonesia, Indonesia – Inggeris,


Surabaya : Pustaka Tinta Mas, tt.

M. Nurhakim, Metode Studi Islam, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang,


2004.

Mulyanto Sumardi, Pendekatan dalam Studi Islam Pengertian, Jakarta : Pustaka


Firdaus. 1987.

Murtadha Mutahhari, Masyarakat dan Sejarah: Kritik Islam atas Marxisme dan
Teori Lainnya, Terj. M. Hashem, Bandung: Mizan, 1986.

M.Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, Jakarta:Sinar Grafika Offset, 2006.

20
Nasution, Khoiruddin, “Pembidangan Ilmu dalam Studi Islam dan Kemungkinan
Pendekatannya” dalam Amin Abdullah dkk, Tafsir Baru Studi Islam
dalam Era Multikultural, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2002.

Omar Mohammad Al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan


Bintang,1979.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008.

Taufik Abdullah. Sejarah dan Masyarakat, Jakarta : Pustaka Firdaus. 1987.

21

Anda mungkin juga menyukai