Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
“Innadina ‘Indallahil Islam”, ayat yang sering kita dengar ini adalah ayat yang
mengungkapkan bahwa agama Islam adalah agama yang dirahmati Allah, dan
menegaskan bahwa selain agama Islam adalah agama yang tidak diridloi Allah.
Begitulah jika kita memahami ayat tersebut secara tekstual atau normatif. Berbeda
lagi jika kita menggunakan pendekatan kontekstual untuk memahami ayat tersebut.
Jika kita menggunakan pendekatan kontekstual maka kita akan mendapati arti dalam
kata Islam di sana bukan agama Islam, melainkan ajaran kedamaian. Karena itu
sebenarnya perbedaan dalam penafsiran disebabkan oleh perbedaan dalam
pendekatan yang dilakukan.
Namun pemahaman tersebut tidaklah dimiliki oleh semua kalangan, banyak
yang tetap berpendirian dengan pemahamannya masing-masing dan menutup mata
bahwa yang selain golongannya adalah sesat. Pemahaman seperti ini biasanya kita
sebut dengan Islam ekslusif, dimana kelompok ini cenderung radikal dan bahkan
fanatik terhadap pemahaman dari golongan yang mereka anut.
Contoh kasus yang bisa merepresentasikan hal tersebut adalah fenomena hijrah
yang menjadi “trend” bagi anak-anak milenial. Berkembangnya orang yang
mendadak “hijrah” sayangnya tidak diiringi dengan berkembang pula pemahaman
mereka tentang makna dari hijrah, sehingga yang dipahami dengan istilah hijrah di
sini adalah berhijab, bersurban, dan berpakaian seperti orang arab saja, namun tidak
diimbangi dengan perbuatan Islami.
Pemahaman seperti ini bisa terjadi karena mereka memahami Islam dengan
pendekatan tekstual saja, padahal selain pendekatan teksual, ada juga yang disebut
dengan pendekatan kontekstual, baik dengan sudut pandang ekonomi, politik,
pendidikan atau bahkan sejarah atau historis.

1
Mempelajari berbagai pendekatan dalam pengkajian Islam menjadi hal yang
penting, agar kita tidak terjerumus dengan kegiatan saling menyalahkan satu sama
lain. Dan kita akan benar-benar memahami tentang konsep sudut pandang, dengan
tujuan bisa menghindari konflik perpecahan dalam agama. Oleh sebab itu makalah ini
akan membahas tentang pendekatan normatif, dan pendekatan historis dalam studi
Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian pendekatan normatif?
2. Bagaimana pengertian pendekatan historis?
3. Bagaimana hubungan antara pendekatan normatif dan historis dalam Studi Islam?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk dapat mengetahui pengertian pendekatan normatif.
2. Untuk dapat mengetahui pengertian pendekatan historis.
3. Untuk mengetahui hubungan antara pendekatan normatif dan historis dalam studi
Islam.

D. Metode Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian kepustakaan (library research) dengan
metode analisis deskriptif. Riset kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, dan mencatat serta
mengolah bahan penelitian. Penelitian ini fokus pada kajian pendekatan normatif dan
historis serta hubungan antara keduanya dalam perkembangan pemikiran Islam.
Analisis deskriptif adalah suatu metode dengan jalan mengumpulkan data, menyusun
atau mengklasifikasi, menganalisis, dan menginterpretasikannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Normatif
Kata normatif berasal dari bahasa Inggris norm yang berarti norma, ajaran,
acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk, yang boleh dilakukan dan
yang tidak boleh dilakukan. Selanjutnya, kata normatif digunakan untuk memberikan
corak atau sifat terhadap ajaran Islam.1
Menurut Abuddin Nata, pendekatan normatif adalah upaya memahami agama
dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan,
yaitu bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap yang paling benar
dibandingkan yang lain.2 Dalam pendekatan normatif ini agama dilihat sebagai suatu
kebenaran yang mutlak dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran
pemikiran manusia.3
Sedangkan menurut Khairuddin Nasution yang dimaksud dengan pendekatan
normatif adalah studi Islam yang menggunakan pendekatan legal-formal dan atau
normatif. Maksud dari legal fomal adalah hal-hal yang terkait dengan halal-haram,
salah-benar, berpahala dan berdosa, boleh dan tidak boleh, dan lain sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan normatif adalah semua ajaran yang terkandung
dalam nash.4
Jika ditarik benang lurus dari pengertian kedua tokoh tersebut, maka bisa
disimpulkan bahwa pendekatan normatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Lebih menekankan bentuk formal atau simbol-simbol keagamaan.

1
Abuddin Nata, Studi islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),
hlm, 490.
2
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 28.
3
Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo,
2001), hlm. 28.
4
Khairudin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: ACAdeMIA dan TAZZAFA,
2009), hlm. 153.

3
2. Mengklaim bahwa cara pandang agamanya adalah yang paling benar, dan
pihak lainnya adalah salah.
3. Eksklusifitas terhadap pihak atau ajaran lain begitu tinggi.
4. Kaku dan terpaku pada teks.

Dalam bukunya Amin Abdullah mengemukakan bahwa studi Islam yang


bercorak normatif merupakan pendekatan yang berawal dari teks yang telah tertulis
dalam kitab suci, dan sampai batas-batas tertentu ia bercorak literalis, tekstualis atau
skriptualis.5
Islam normatif dimaknai sebagai Islam yang memuat nilai-nilai, aturan, etika
yang murni dari Tuhan lewat pendekatan yang sifatnya doktrin keagamaan dan
dianggap absolut. Dalam praktiknya, Islam normatif memiliki keyakinan dan klaim
yang kuat bahwa Islam sebagaimana yang terdapat di dalam kitab suci adalah mutlak,
benar, ideal, unggul, berlaku sepanjang jaman, tidak dibantah. Terhadap pendapat
yang demikian itu semua Islam pasti setuju. Namun corak Islam yang demian itu
kaya dengan ajaran, namun miskin dalam praktik dan pengalaman.6
Corak Islam ini cenderung tidak mau menerima berbagai pemikiran yang
berasal dari hasil pemikiran dalam sejarah. Islam yang bercorak normatif ini tidak
mau peduli dengan kenyataan, bahwa untuk dapat mengamalkan ajaran Islam dengan
baik perlu pengalaman Islam dalam sejarah. Selain itu Islam normatif hanya
mementingkan keunggulan ajaran yang ada di dalam wahyu saja, sedangkan keadaan
penganut Islam yang dalam kenyataan tertinggal dalam berbagai bidang kehidupan
tampak tidak dipedulikan.7
Selain itu, pendekatan normatif yang bertolak dari nash kurang mampu
menjawab berbagai permasalahan umat yang ada dalam realitas kehidupan. Atau bisa
disimpulkan, pendekatan normatif masih terlalu melangit dan kurang membumi,
5
Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011), hlm. vi.
6
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif…. hlm. 491-492
7
Ibid.

4
sehingga terkesan hanya memberikan suatu hukum tanpa memberi solusi terhadap
sebuah permasalahan.
Namun pendekatan ini bukan berarti pendekatan yang harus dijauhi, pendekatan
ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain: membuat seseorang memiliki sikap
militansi dalam beragama, yaitu berpegang teguh kepada yang diyakininya sebagai
yang benar tanpa memandang dan meremehkan agama lainnya.8
Meskipun tidak cocok jika digunakan dalam pengkajian, pendekatan normatif
ini sangat sesuai jika digunakan dalam pengajian, yang mana memang perlu doktrin
agama serta membuat satu pandangan saja sehingga memudahkan beberapa orang
awam untuk memahami agama dengan harapan timbul sikap mencintai agama dan
berpegang teguh dengan apa yang diyakininya.
Namun pendekatan ini juga memiliki kelemahan yakni kecenderungan sifat
fanatik ekstrem dalam beragama, yang bisa menyebabkan seorang muslim untuk
terperangkap dalam kepuasan spiritual dengan mengabaikan realitas sosial dan
sejarah.

B. Pendekatan Historis

Sejarah terdiri dari unsur peristiwa atau kejadian (what), waktu (when), tempat
(where), pelaku (who), mengapa (why), dan bagaimana (how) yang biasanya disingkat
5W 1 H. Dari keenam unsur tersebut, yang paling menonjol biasanya aspek waktu
(when) atau tanggal dan tahun. Hal ini antara lain sering terlihat pada penggunaan
kata tarikh untuk arti sejarah, yang biasanya diartikan sebagai kronoligi waktu.9
Sejarah secara terminologis berarti suatu ilmu yang membahas berbagai
peristiwa atau gejala dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar
belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Kata sejarah merujuk pada
bahasa Inggris History yang berasal dari bahasa Yunani istoria yang berarti ilmu.

8
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2013), hlm. 87-88.
9
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif…. hlm. 337.

5
Kata ini oleh filsuf Yunani seperti Aristoteles diartikan sebagai penelaahan secara
sistematis mengenai seperangkat gejala alam. Dan dalam penggunaannya, kata histori
diartikan sebagai pengalaman masa lampau daripada umat manusia.10
Sejarah atau historis adalah studi yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa
masa lalu atau kejadian-kejadian masa lalu yang menyangkut kejadian atau keadaan
yang sebenarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan mempelajari masa
lalu, maka seseorang dapat memahami masa sekarang, dan dengan memahami serta
menyadari keadaan masa kini, maka orang dapat menggabarkan masa depannya. Di
dalam studi Islam, permasalaahan atau seluk beluk dari ajaran agama Islam dan
pelaksanaan serta perkembangannya dapat ditinjau dan dianalisis dalam kerangka
perspektif kesejarahan yang demikian itu.11
Pokok persoalan sejarah senantiasa akan berhubungan dengan pengalaman-
pengalaman penting yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan
masyarakat. Objek sejarah pendidikan Islam sangat erat hubungannya dengan nilai-
nilai agamawi, filosofi, psikologi, dan sosiologi. Maka dari itu, objek sasarannya itu
secara menyeluruh dan mendasar. Sesuai dengan penjelasan tersebut, maka metode
yang harus ditempuh yaitu: deskriptif, komparatif, analisis-sintesis.
Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa
itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah seorang diajak untuk berfikir secara empiris dari pada
idealis. Dengan pendekatan tersebut maka diharapkan seseorang akan melihat
perbedaan antara kedua sudut pandang tersebut.
Untuk memahami apa itu pendekatan historis dalam studi Islam, kita dapat
menggunakan pandangan beberapa tokoh. Menurut Muhaimin, pendekatan historis
adalah peninjauan suatu persoalan dari aspek sejarahnya.12 Sedangkan Abuddin Nata

10
Ibid.
11
Muhaimin, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi Dan Pendekatan,(Jakarta: Kencana Prenada
Media Group,2012), hlm. 12-13.
12
Muhaimin, Jusuf Mudzakkir, dan Abdul Mujib, Kawasan dan Wawasan Studi Islam,
(Kencana, Jakarta, 2007), hlm. 12.

6
menuturkan, pendekatan historis atau sejarah adalah suatu ilmu yang di dalamnya
dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar
belakang dan pelaku peristiwa tersebut.13
Jadi, pendekatan historis merupakan penelaahan dari berbagai sumber-sumber
yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis,
maka dapat dikatakan bahwa pendekatan historis dalam kajian islam adalah usaha
sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara
mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam,
baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya
secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.14
Pendekatan kesejarahan sangat dibutuhkan dalam studi Islam, karena Islam
datang kepada seluruh manusia dalam situasi yang berkaitan dengan kondisi sosial
kemasyarakatannya masing-masing. Melakukan pengkajian terhadap berbagai studi
keislaman dengan menggunakan pendekatan historis adalah salah satu alat
(metodologi) untuk menyatakan kebenaran dari objek kajian tersebut. Pentingnya
pendekatan ini, karena rata-rata disiplin keilmuan dalam Islam tidak terlepas dari
berbagai peristiwa atau sejarah. Baik yang berhubungan dengan waktu, lokasi dan
format peristiwa yang terjadi.15
Melalui pendekatan sejarah, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang
sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang
tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman
yang keluar dari konteks historis akan dapat menyesatkan. Seseorang yang ingin
memahami Alquran secara benar misalnya, yang bersangkutan harus memahami
sejarah turunnya Alquran atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya alquran
yang selanjutnya disebut dengan ilmu asbab al-nuzul. Dengan ilmu ini seseorang
akan dapat mengetahui hikmah yang terkadung dalam suatu ayat yang berkenaan
13
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 46.
14
Sri Haryanto, Pendekatan Historis Dalam Studi Islam, Jurnal Ilmiah Studi Islam Volume. 17.
No. 1. Desember 2017, hlm. 13
15
Ibid.

7
dengan hukum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan
memahaminya. Dengan pendekatan historis ini diharapkan seseorang mampu
memahami nilai sejarah adanya Islam. Sehingga terbentuk manusia yang sadar akan
historisitas keberadaan Islam dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya.16
Penerapan pendekatan historis dapat dilakukan pada studi sumber Islam atau
studi Alquran maupun Sunnah, misalnya: Fenomena orang mabuk shalat. Terdapat
landasan normatif dalam Alquran “janganlah kamu mendekati shalat, sedang kamu
mabuk”. Melalui teks tersebut terdapat makna bahwa jika sesorang sedang mabuk
janganlah ia shalat hingga ia sadar. Namun juga berkesan bahwa di luar shalat boleh
mabuk. Ini yang perlu diluruskan, ayat tersebut mesti dipahamai melalui pendekatan
historis asbabun nuzul-nya. Ayat itu merupakan rangkaian pengharaman khamr.
Awalnya khamr hanya disebutkan banyak madharatnya saja dibanding dengan
manfaatnya. Lalu dipertegas oleh ayat di atas bahwa janganlah shalat ketika mabuk
dan diakhiri dengan pengharaman khamr di ayat lain. Maka, dengan pendekatan
historis ayat, tidak akan ada misinterpretasi makna dalam memahami sebuah ayat.17
Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama Islam
dengan menggunakan pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Alquran, ia sampai
pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya, kandungan isi Alquran itu terbagi
menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian kedua, berisi
kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.18
Dalam bagian yang berisi konsep-konsep, kita mendapati banyak sekali istilah
Alquran yang merujuk pada pengertian-pengertian normatif yang khusus, doktin-
doktrin etika, aturan-aturan legal dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya.
Istilah-istilah, atau singkatnya pernyataan itu, mungkin diangkat dari konsep-konsep
religius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas, istilah-istilah itu kemudian

16
Ibid, hlm. 13-14.
17
Ibid, hlm. 14.
18
Rosihon Anwar, dkk, Pengantar Studi Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hlm 91.

8
diintegrasikan kedalam pandangan dunia Alquran, lalu menjadi konsep-konsep yang
otentik.19
Pada bagian kedua, yang berisi kisah-kisah dan perumpamaan, Alquran ingin
mengajak umat Islam untuk melakukan perenungan untuk memperoleh hikmah,
melalui kontemplasi terhadap kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa historis,
maupun yang menyangkut simbol-simbol. Misalnya, simbol tentang rapuhnya rumah
laba-laba, luruhnya sehelai daun yang tak lepas dari pengamatan Tuhan, atau tentang
keganasan samudra yang menyebabkan orang-orang kafir berdo’a.20
Dalam pemahaman kajian Islam historis, tidak ada konsep atau hukum Islam
yang bersifat tetap. Semua bisa berubah. Mereka berprinsip bahwa pemahaman
hukum Islam adalah produk pemikiran para ulama yang muncul karena konstruk
sosial tertentu. Islam dalam level historis memang tidak akan selalu tunggal, ia tidak
akan statis, akan selalu ada paradigma baru yang mengadaptasi dimensi ruang waktu
serta lokalitas seiring berjalannya sejarah. Pemahaman keberagamaan dalam
historisitas Islam berkembang terus tanpa henti.21
Perkembangan itu sendiri kompleks karena menyangkut begitu banyak variabel.
Hal ini bukanlah hal yang sederhana, karena setiap zaman menghasilkan historisitas,
penemuan, wacana dan pemahaman terhadap teks normatif yang berbeda dengan
zaman lainnya. Setiap ruang dan waktu menghasilkan wacana, warna, gerakan,
pembaharuan tersendiri yang mengkritisi pemahaman sebelumnya sambil merancang
teori baru.
Islam historis merupakan unsur kebudayaan yang dihasilkan oleh setiap
pemikiran manusia dalam interpretasi atau pemahamannya terhadap teks, maka Islam
pada tahap ini terpengaruh bahkan menjadi sebuah kebudayaan. Dengan semakin
adanya problematika yang semakin kompleks, maka kita yang hidup pada era saat ini

19
Ibid.
20
Ibid.
21
Nasitotul Janah, Pendekatan Normativitas dan Historisitas Serta Implikasinya
dalam Perkembangan Pemikiran Islam, Cakrawala: Jurnal Studi Islam: Vol. 13 No. 2 2018, hlm 105.
diunduh melalui www.doi.org

9
harus terus berjuang untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran untuk mengatasi
problematika kehidupan yang semakin kompleks sesuai dengan latar belakang kultur
dan sosial yang melingkupi kita saat ini. Kita perlu pemahaman kontemporer yang
terkait erat dengan sisi-sisi kemanusiaan-sosial-budaya yang melingkupi kita.
Dalam kajian teks (normatif), tentunya tidak lepas dari konteks, karena teks
yang diutarakan tidak mungkin lepas dari latar belakang historisnya. Oleh sebab itu,
pemahaman terhadap ilmu sejarah menjadi penting bagi kalangan intelektual hukum
(Islam) untuk melihat mata rantai antara satu kejadian dan kejadian lain sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam menjustifikasi sebuah peristiwa hukum.
Tujuan pendekatan historis atau sejarah dalam pengkajian Islam adalah untuk
merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensistematisasikan bukti-bukti
untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.
Apabila digali lebih dalam, pendekatan historis sesungguhnya telah menjadi
bagian dari agama Islam itu sendiri. Pendekatan sejarah telah melekat dan
terintegrasikan dalam Islam. Hal tersebut disebabkan Pertama, kewajiban bagi setiap
muslim untuk meneladani Rasul, karena ia merupakan suri teladan dan uswah
hasanah yang harus diikuti perilakunya oleh seluruh umat Islam. Dalam rangka
meneladani Rasul secara benar tentu saja harus mengetahui secara persis perilaku
pada masa lalu. Untuk mengetahui perilaku Nabi dengan benar tentu saja
membutuhkan penggalian sejarah secara komprehensif dan detail. Tampilan sejarah
perilaku Nabi itu biasa disebut sebagai sirah nabawiyah.
Kedua, keharusan untuk memahami dan melaksanakan ayat dan hadis sebagai
komitmen keberislaman seseorang. Dalam rangka memahami ayat dan hadis secara
benar, tentu saja membutuhkan pemahaman tentang sejarah munculnya Hadis atau
Alquran. Ketiga bahwa Alquran sendiri banyak memuat tentang sejarah dan sekaligus
memuat perintah dan anjuran akan pentingnya memahami sejarah sebagai sarana
refleksi seorang muslim.

10
Seseorang yang ingin memami Alquran dengan baik dan benar, maka harus
mempelajari sejarah turunnya Alquran atau kejadian-kejadian yang mengiringi
turunya Alquran, yang selanjutnya disebut sebagai ilmu asbab al-nuzul yang pada
intinnya berisi sejarah turunnya ayat al-Qur’an.22
Hemat penulis, kelebihan pendekatan historis tentunya memberikan sudut
pandang yang lebih luas daripada sekedar berdiam dengan teks tanpa melihat
perkembangan jaman. Kemudian dengan pendekatan historis ini juga bisa
meningkatkan kemampuan untuk melakukan hubungan dialektif antara ajaran Islam
dengan kondisi sosio-georafis yang ada.
Dari paparan di atas, dapat diketahui bahwa agama dalam pendekatan historis
memiliki sebuah sistem keberagamaan yang bersinggungan dengan kondisi sosial,
budaya, politik, ekonomi, dan capaian lainnya yang menjadi konteks di mana agama
tersebut menyatu dalam aktifitas pemeluknya.

C. Hubungan antara Pendekatan Normatif dan Historis dalam Studi Islam

Dalam wacana studi agama kontemporer, fenomena keberagaman manusia


dapat dilihat dari berbagai sudut pendekatan. Ia tidak lagi hanya dapat dilihat dari
sudut dan semata-mata terkait dengan normativitas ajaran wahyu (meskipun
fenomena ini sampai kapan pun adalah ciri khas daripada agama-agama yang ada),
tetapi ia juga dapat dilihat dari sudut dan terkait erat dengan historisitas pemahaman
dan interpretasi orang-perorang atau kelompok-perkelompok terhadap norma-norma
ajaran agama yang dipeluknya, serta model-model amalan dan praktek-praktek ajaran
agama yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. 23
Istilah yang hampir sama dengan Islam normatif dan Islam historis adalah Islam
wahyu sebagai wahyu dan Islam sebagai produk sejarah.24 Pada umumnya,

22
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam….. hlm. 48.
23
Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011), hlm. vii
24
Khairuin Nasution, Pengantar Studi Islam…. hlm. 14.

11
normativitas ajaran wahyu dibangun, diramu, dibakukan dan ditelaah lewat
pendekatan doktrinal-teologis, sedang historisitas keberagamaan manusia ditelaah
lewat berbagai sudut pendekatan keilmuan sosial-keagamaan yang bersifat multi dan
inter disipliner, baik lewat pendekatan historis, filosofis, psikologis, sosiologis,
kultural, maupun antropologis.25
Pendekatan dan pemahaman terhadap fenomena keberagamaan yang bercorak
normatif dan historis tidak selamanya akur dan seirama. Hubungan antara keduanya
seringkali diwarnai dengan tension atau ketegangan, baik yang bersifat kreatif
maupun destruktif. Pendekatan yang pertama, lantaran ia berangkat dari teks yang
sudah tertulis dalam kitab suci masing-masing agama adalah bercorak literalis,
tekstualis atau skeptualis.26
Pendekatan terhadap fenomena keberagamaan yang kedua dituduh oleh yang
pertama sebagai pendekatan dan pemahaman keagamaan yang bersifat “reduksionis”,
yakni pemahaman keagamaan yang hanya terbatas pada aspek eksternal-lahiriah dari
keberagaman manusia dan kurang begitu memahami, menyelami dan menyentuh
aspek batiniah serta makna terdalam dan moralitas yang dikandung oleh ajaran-ajaran
agama itu sendiri.27
Sedang pendekatan studi agama yang kedua, yang lebih bersifat historis balik
menuduh corak pendekatan yang pertama sebagai jenis pendekatan dan pemahaman
keagamaan yang cenderung bersifat “absolutis”, lantaran para pendukung pendekatan
pertama ini cenderung mengabsolutkan teks yang sudah tertulis, tanpa berusaha
memahami lebih dahulu apa sesungguhnya yang melatar belakangi berbagai teks
keagamaan yang ada. Meminjam istilah teknis ilmu-ilmu agama Islam, pendekatan
yang kedua ingin menggarisbawahi pentingnya telaah yang mendalam tentang “asbab
al-nuzul”, baik yang bersifat kultural, psikologis, maupun sosiologis.28

25
Amin Abdullah, Studi Agama… hlm. vii.
26
Ibid, hlm. viii.
27
Ibid.
28
Ibid.

12
Menurut Amin Abdullah, hubungan antara keduanya adalah ibarat sebuah koin
dengan dua permukaan. Hubungan antara keduanya tidak dapat dipisahkan, tetapi
secara tegas dan jelas dapat dibedakan. Hubungan keduanya tidak berdiri sendiri-
sendiri dan berhadap-hadapan, tetapi keduanya teranyam, terjalin dan terajut
sedemikian rupa sehingga keduanya menyatu dalam satu keutuhan yang kokoh dan
kompak. Makna terdalam dan moralitas keagamaan tetap ada, tetap dikedepankan dan
digaris bawahi dalam memahami liku-liku fenomena keberagaman manusia, maka ia
secara otomatis tidak bisa terhindar dari belenggu dan jebakan ruang dan waktu.29
Hubungan antara keduanya dapat membentuk hubungan dialektis dan
ketegangan. Hubungan Dialektis terjadi jika ada dialog bolak-balik yang saling
menerangi antara teks dan konteks. Sebaliknya akan terjadi hubungan ketegangan jika
salah satu menganggap yang lain sebagai ancaman.
Menentukan bentuk hubungan yang tepat antara keduanya adalah merupakan
separuh jalan untuk mengurangi ketegangan antara kedua corak pendekatan tersebut.
Ketegangan bisa terjadi jika masing-masing pendekatan saling menegaskan eksistensi
dan menghilangkan manfaat nilai yang melekat pada pendekatan keilmuan yang
dimiliki oleh masing-masing tradisi keilmuan.
Perbedaan dalam melihat Islam yang demikian itu dapat menimbulkan
perbedaan dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut
normatif, maka Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yang
berkaitan dengan urusan akidah. Sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut historis
atau sebagaimana yang nampak dalam masyarakat, maka Islam tampil sebagai sebuah
disiplin ilmu (Islamic Studies).
Jika Islam yang benar, yaitu diajarkan Nabi Muhammad SAW disebut dengan
Islam normatif, maka Islam yang ada di kalangan masyarakat inilah yang disebut
Islam historis. Islam historis juga berlandaskan atas teks asli namun yang
membedakan adalah budaya masyarakat yang biasa berkolaborasi dengan adat

29
Ibid, hlm. vii-viii

13
istiadat daerah setempat. Walaupun ada perbedaan diantara keduanya tapi tetaplah
keduanya Islam yang berlandaskan teks asli, keduanya tak bisa saling dipisahkan.30
Untuk itulah, umat Islam seharusnya memahami Islam tidak hanya dengan
pendekatan normatif saja, melainkan pendekatan lain, seperti sosiologis, filosofis
maupun historis dan sebagainya, agar pemahaman umat Islam tentang berbagai hal
menjadi lebih komprehesif.

30
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam….hlm. 29.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendekatan normatif adalah upaya memahami agama dengan menggunakan
kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan, yaitu bahwa wujud
empirik dari suatu keagamaan dianggap yang paling benar dibandingkan yang lain.
Pendekatan ini yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari
Tuhan yang didalamnya belum terdapat pemikiran manusia. Dalam pendekatan
normatif ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran yang mutlak dari Tuhan yang di
dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
Sedangkan pendekatan historis adalah model pendekatan yang memperhatikan
kondisi sosio-geografis, pelaku, serta waktu dan situasi dimana nash atau teks itu
lahir. Oleh karenanya, sangat masuk akal apabila Abuddin Nata memasukkan ilmu
Asbab an-Nuzul dan ilmu Asbab al-Wurud dalam model pendekatan ini. 
Hubungan antara keduanya dapat membentuk hubungan dialektis dan
ketegangan. Hubungan Dialektis terjadi jika ada dialog bolak-balik yang saling
menerangi antara teks dan konteks. Sebaliknya akan terjadi hubungan ketegangan jika
salah satu menganggap yang lain sebagai ancaman. Untuk itulah, umat islam
seharusnya memahami Islam tidak hanya dengan pendekatan Normatif saja,
melainkan pendekatan lain, seperti sosiologis, filosofis maupun historis dan
sebagainya, agar pemahaman umat Islam tentang berbagai hal menjadi lebih
komprehesif. Karena sejatinya sebuah pendekatan tidak bisa berdiri sendiri.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. 2011. Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Anwar, Rosihon, dkk. 2009. Pengantar Studi Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Haryanto, Sri. 2017. Pendekatan Historis Dalam Studi Islam, Jurnal Ilmiah
Studi Islam Volume. 17. No. 1. Desember.
Janah, Nasitotul. 2018. Pendekatan Normativitas dan Historisitas Serta Implikasinya
dalam Perkembangan Pemikiran Islam, Cakrawala: Jurnal Studi Islam: Vol.
13 No. 2. diunduh melalui doi.org.

Khoiriyah. 2013. Memahami Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Teras.

Muhaimin. 2012. Studi Islam Dalam Ragam Dimensi Dan Pendekatan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Muhaimin, Jusuf Mudzakkir, dan Abdul Mujib. 2007. Kawasan dan Wawasan Studi
Islam. Jakarta: Kencana.

Nasution, Khairudin. 2009. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: ACAdeMIA dan


TAZZAFA.

Nata, Abuddin. 2011. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Nata, Abuddin. 2011. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Nata, Abuddin. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia Jakarta: PT


RajaGrafindo.

16

Anda mungkin juga menyukai