Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian Pendekatan Studi Islam


Secara etimologi, metodologi berasal dari kata method dan logos. Method
artinya cara, dan logos artinya ilmu. Secara sederhana metodologi adalah ilmu tentang
cara. Menurut Ahmad Tafsir (1995:9), metodologi adalah cara yang paling cepat dan
tepat dalam melakukan sesuatu. Dalam hal ini adalah ilmu tentang cara studi Islam.
Abraham Kaftan yang dikutip Abuy Sodikin (2000:4) menjelaskan bahwa metodologi
adalah pengkajian dengan penggambaran (deskripsi), penjelasan (eksplanasi), dan
pembenaran (justifikasi). Berdasarkan pendapat Kaftan, metodologi mengandung
unsur-unsur: pengkajian (studi), penggambaran (deskripsi), penjelasan (eksplanasi),
dan pembenaran (justifikasi).
Studi berasal dari bahasa Inggris, study, artinya mempelajari atau mengkaji.
Dalam hal ini berarti pengkajian terhadap Islam secara ilmiah, baik Islam sebagai
sumber ajaran, pemahaman, maupun pengamalan.
Islam berasal dari bahasa Arab, dari kata salima dan aslama. Salima
mengandung arti selamat, tunduk, dan berserah. Aslama juga mengandung arti
kepatuhan, ketundukan, dan berserah. Orang yang tunduk, patuh, dan berserah diri
kepada ajaran Islam disebut muslim, dan akan selamat dunia akhirat. Secara istilah,
Islam adalah nama sebuah agama samawi yang disampaikan melalui para Rasul Allah,
khususnya Rasulullah Muhammad Saw., untuk menjadi pedoman hidup manusia.1
Istilah studi Islam dalam bahasa Inggris adalah Islamic Studies, dan dalam
bahasa Arab adalah Dirasat al-Islamiyah. Ditinjau dari sisi pe- ngertian, studi Islam
secara sederhana dimaknai sebagai "kajian Islam". Pengertian studi Islam sebagai
kajian Islam sesungguhnya memiliki cakupan makna dan pengertian yang luas. Hal
ini wajar adanya sebab sebuah istilah akan memiliki makna tergantung kepada mereka
yang menafsirkannya. Karena penafsir memiliki latar belakang yang berbe- da satu
sama lainnya, baik latar belakan studi, bidang keilmuwan, pe- ngalaman, maupun
berbagai perbedaan lainnya, maka rumusan dan pemaknaan yang dihasilkannya pun
juga akan berbeda."
Studi kelslaman di kalangan umat Islam sendirinya tentunya sangat berbeda
tujuan dan motivasinya dengan yang dilakukan oleh orang-orang di luar kalangan
umat Islam. Di kalangan umat Islam, studi keislaman ber- tujuan untuk memahami
dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan
dan mengamalkannya dengan benar. Adapun di luar kalangan umat Islam, studi
1
kelslaman bertujuan untuk mempelajari seluk-beluk agama dan praktik-praktik agama
yang berlaku di kalangan umat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu penge- tahuan.
Namun sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk
agama dan praktik-praktik keagamaan Islam terse- but bisa dimanfaatkan atau
digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Kata studi Islam merupakan gabungan dari dua kata, yaitu kata stu- di dan kata
Islam. Kata studi memiliki berbagai pengertian. Rumusan Lester Crow dan Alice
Crow menemukan bahwa studi adalah kegiatan yang secara sengaja diusahakan
dengan maksud untuk memperoleh keterangan, mencapai pemahaman yang lebih
besar, atau meningkat- kan suatu keterampilan.
Sementara Muhammad Hatta mengartikan studi sebagai mempe- lajari sesuatu
untuk mengerti kedudukan, mencari pengetahuan tentang sesuatunya di dalam
hubungan sebab dan akibatnya, ditinjau dari jurus-an yang tertentu dan dengan
metode yang tertentu pula.
Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa metodologi studi Islam adalah
prosedur yang ditempuh secara ilmiah, cepat, dan tepat dalam mempelajari Islam
secara luas dalam berbagai aspeknya, baik dari segi sumber ajaran, pemahaman
terhadap sumber ajaran maupun sejarahnya. Pendekatan studi Islam juga bisa
diartikan suatu cara kerja untuk memudahkan seseorang mengetahui dan mendalami
Islam secara luas dan menyeluruh agar tidak muncul pola piker yang dangkal.2
B. Pendekatan Teologis Normatif
Pendekatan Teologis Normatif dalam memahami agama, pendekatan yang
menekankan pada bentuk formal atau sim- bol-simbol keagamaan, yang masing-
masing mengklaim diri- nya paling benar, sedangkan yang lain adalah salah. Aliran
ini begitu yakin dan fanatik terhadap pahamnya, sehingga me- mandang paham orang
lain itu keliru, sesat, kafir, murtad, dan seterusnya. Demikian pula sebaliknya, paham
yang ditu- duh membalas tuduhan dengan tuduhan yang dituduhkan ke- padanya.
Sebenarnya, pendekatan teologis tidak dapat meme- cahkan masalah essensial
pluralitas agama saat ini, sebab dok- trin teologis pada dasarnya tidak pernah berdiri
sendiri. Atau, lepas dari jaringan institusi atau lembaga sosial kemasyara- katan yang
mendukung keberadaannya. Kepentingan ekono- mi, sosial, politik, dan pertahanan
selalu menyertai pemikiran teologis yang sudah mengelompok dan mengkristal dalam
suatu komunitas masyarakat tertentu.
2
Salah satu ciri pendekatan teologis dalam memahami aga- ma adalah
menggunakan cara berpikir deduktif. Yaitu, cara berpikir yang berawal dari keyakinan
yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan sudah
pasti benar. Sehingga, tidak perlu dipertanyakan kembali, me- lainkan dimulai dari
keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil argumentasi. Pendekatan
teologis tersebut me- nunjukkan adanya kekurangan yaitu bersifat eksklusif, dog-
matis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain, dan seba- gainya. Namun,
kekurangan tersebut dapat diatasi dengan cara melengkapi dengan pendekatan
sosiologis.
Melalui pendekatan teologis normatif ini, seseorang dapat memiliki sikap
militan dalam beragama. Yakni, berpe- gang teguh pada agama yang diyakininya
sebagai yang benar tanpa memandang dan meremehkan agama lainnya. Pende- takan
teologis ini erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang
memandang agama dari segi ajar- annya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di
dalamnya belum terdapat penalaran manusia. Dalam pendekatan teologis ini, agama
dilihat sebagai suatu kebenaran yang mutlak dari Tuhan tidak ada kekurangan sedikit
pun dan tampak bersifat ideal.3
C. Pendekatan Antropologis
Adapun antropologi dalam bahasa Yunani terdapat dua kata yaitu, anthropos berarti
manusia dan logos berarti studi. Jadi, antropologi merupakan suatu studi disiplin ilmu
yang berdasarkan rasa ingin tahu yang tiada henti-hentinya tentang makhluk manusia.
Antropologi secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
masyarakat dan kebudayaan. Kebudayaan itu sendiri adalah hasil kegiatan dan
penciptaan batin manusia. Maka antropologi adalah ilmu tentang manusia khususnya
tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaan pada masa
lampau. Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji
masalah manusia dan budayanya. Ilmu ini bertujuan untuk memperoleh suatu
pemahaman totalitas manusia sebagai makhluk hidup, baik di masa lampau maupun
masa sekarang. Antropologi itu tidak lebih dari suatu usaha untuk memahami
keseluruhan pengalaman sosialnya. Maka hasil maksimum yang diperoleh dari
antropologi adalah fenomena yang menunjukkan adanya Tuhan.
Suatu segi yang menonjol dari ilmu antropologi ialah pendekatan secara
menyeluruh yang dilakukan terhadap manusia; ahli antropologi mempelajari tidak
3
hanya bermacam jenis manusia, mereka juga mempelajari semua aspek daripada
pengalaman-pengalaman manusia. Misalnya, dalam menulis tentang suatu kelompok
manusia, seorang ahli antropologi mungkin juga menggambarkan suatu bagian sejarah
daerah manusia itu, lingkungan hidup, cara kehidupan keluarga, pola pemukiman,
sistem politik dan ekonomi, agama, gaya kesenian dan berpakaian, segi-segi umum
bahasa, dan sebagainya.
Adapun metode yang digunakan melalui pendekatan antropologi adalah
metode holistik, artinya dalam melihat suatu fenomena social harus diteliti dalam
konteks totalitas kebudayaan masyarakat yang dikaji. Sedangkan teknik pengumpulan
datanya menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam (terjun langsung
ke dalam masyarakat).
Contoh Pendekatan Antropologis telah dilakukan diantaranya oleh EB.Taylor.
Tylor mengadakan penelitian pada bangsa-bangsa primitif. Dia meneliti suku bangsa
yang paling sederhana di Afrika dan Asia. Salah satunya suku Asmat. berdasarkan
penelitiannya, ternyata suku bangsa yang paling sederhana (primitif) mempercayai
roh animisme. Menurutnya, tahap awal agama adalah kepercayaan animisme;
kepercayaan bahwa alam semesta ini mempunyai jiwa. Bentuk sekecil apapun dari
benda bagian alam semesta mempunyai roh yang menggerakkan dan yang membuat
ia hidup.
Kepercayaan ini fundamental dan universal artinya, bisa berada di semua
bangsa dan masyarakat serta bisa menerangkan pemujaan terhadap orang mati,
pemujaan terhadap leluhur atau nenek moyang, juga menjelaskan asal mula para
dewa. Dalam tahap berikutnya, animism berkembang menjadi pemujaan terhadap
dewa-dewa (politeisme), dan dalam perkernbangan selanjutnya, kemudian
berkembang lagi menjadi pemujaan terhadap Tuhan Yang Esa (monoteisme).
Melalui pendekatan antropologi sosok agama yang berada pada daratan
empirik akan dapat dilihat serat-seratnya dan latar belakang mengapa ajaran agama
tersebut muncul dan dirumuskan. Antropologi berupaya melihat hubungan antara
agama dengan berbagai pranata yang terjadi di masyarakat. Salah satu konsep
terpenting dalamantropologi modern adalah holisme, yakni pandangan bahwa praktik
sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial dilihat sebagai praktik yang
berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat yang sedang diteliti. Para antropolog
harus melihat agama dan praktik- praktik pertanian, kekeluargaan dan politik, magic
dan pengobatan secara bersama-sama, maka agama tidak bisa dilihat sebagai
sistemotonom yang tidak terpengaruh oleh praktik-praktik sosial lainnya.
Ilmu antropologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari makhluk antropos atau
manusia, merupakan suatu integrasi dari beberapa ilmu yang masing-masing
mempelajari suatu kompleks masalah-masalah khusus mengenai makhluk manusia.4
D. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami
agama. Karena banyak kajian bidang agama baru dapat dipahami secara proporsional
dan tepat apabila menggunakan pendekatan sosiologi. Sebagai contoh, untuk
memahami nya mengapa Nabi Musa dalam melaksanakan tugas- dibantu oleh Nabi
Harun dan Nabi Yusuf yang sebagai budak dapat menjadi penguasa. Dan, masih
banyak contoh lain yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial yang ada dalam
Islam.
Pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagaimana pen- dekatan agama
melalui ilmu-ilmu sosial, karena di dalam aga- ma banyak timbul permasalahan
sosial. Melalui pendekatan sosiologis, agama dapat dipahami dengan mudah karena
aga- ma itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam Al-Qur'an misalnya
kita jumpai ayat-ayat yang berkenaan dengan hubungan antarmanusia, sebab-sebab
terjadinya kemak- muran suatu bangsa, dan sebab-sebab terjadinya kesengsaraan.5
E. Pendekatan Filosofis

Anda mungkin juga menyukai