Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BEBERAPA PENDEKATAN

STUDI AGAMA DAN ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Studi Islam Integratif
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ade Dedi Rohayana, M.Ag

Disusun Oleh :

Nora Karima Saffana (50222053)


Kelas A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UIN KH. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai selesai yang mengangkat tema : Nabi Muhammad Saw
Agenda Reformasi Dan Tantangan (Periode Makkah) tepat pada waktunya. Tujuan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah studi hadis integratif.
Semoga dengan membuat makalah ini wawasan kami semakin bertambah, Aamiin.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan
dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Ade Dedi Rohayana,
M.Ag. selaku dosen pengampu yang telah memberikan tugas mengenai makalah
ini sehingga pengetahuan penulis mengenai tema makalah ini semakin
bertambah.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan.


Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
positif guna penulisan makalah ini menjadi lebih baik lagi di masa yang akan
datang. Harapan kami semoga penulisan makalah yang sederhana ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.

Wassalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh.

Pekalongan, 28 Februari 2023

Penulis

2
PENDAHULUAN
Pemahaman terhadap agama adalah sebuah keharusan sebab beragama
adalah fitrah manusia. Selain itu, pemahaman terhadap agama dibutuhkan agar
fungsi agama sebagai media yang akan mengantarkan manusia kepada
kebahagiaan dunia dan akhirat tidak terbatas pada tataran konsep dan ide
semata. Tapi, bagaimana fungsi tersebut hadir dalam realitas kehidupan
manusia kemudian menjawab problematika yang dihadapi manusia.

Sebab ruang lingkup agama sangatlah luas dan kehidupan manusia juga
begitu kompleksnya, sehingga untuk mewujudkan fungsi agama yang
demikian diperlukan berbagai pendekatan dalam memahami agama. Tanpa
pengetahuan berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit
untuk dipahami masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari
pemecahan masalah kepada selain agama dan hal ini tidak boleh terjadi1. Jika
demikian yang terjadi, maka agama akan ditinggalkan atau hanya sebagai
pelengkap identitas semata.
Adapun pendekatan-pendekatan yang dimaksudkan disini meliputi
teologis normatif, antropologis, sosiologis, filosofis, historis, kebudayaan dan
psikologis. Pendekatan atau dalam bahasa inggris disebut “approach”,2 dalam
konteks memahami agama adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat
dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami
agama.3 Jadi, pendekatan-pendekatan tersebut bisa kita ilustrasikan sebagai
kacamata yang digunakan dalam memahami agama.

1
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, edisi revisi (Cet. XIX: Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
hlm. 27.
2
Ajahari, “Memahami Islam Perspektif Metodologi”, Jurnal Tarbiyatuna Pendidikan Agama
Islam 1, No. 1, (Desember, 2011), hlm. 4.
3
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, hlm. 28.

3
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat pendekatan di dalam studi agama ?
2. Apa saja pendekatan di dalam studi agama dan Islam ?

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hakikat pendekatan dalam studi agama.
2. Untuk mengetahui beberapa pendekatan dalam studi agama dan Islam.

4
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan dalam Memahami Agama


Secara etimologi pendekatan terbentuk dari kata dasar dekat, yang artinya
tidak jauh (jaraknya atau antaranya),4 setalah mendapat awalan pe- dan akhiran -
an maka artinya (a) proses, perbuatan, cara mendekati (b) usaha dalam rangka
aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti atau
metode-metode untuk mencapai pengertia tentang masalah penelitian.5
Adapun pengertian pendekatan secara terminologi adalah pola pikir (al-
Ittijah al-fikriy) yang dipergunakan untuk membahas suatau masalah.6Dalam
konteks memahami agama, Abuddin Nata dalam “Metodologi Studi Islam”
memberikan pengertian bahwa pendekatan adalah cara pandang atau paradigma
yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam
memahami agama.7 Dari keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa pendekatan
di dalam memahami agama adalah cara untuk mengkaji, mempelajari serta
memahami agama dengan menggunakan pola pikir, cara pandang atau paradigma
dalam bidang ilmu tertentu. Tentunya, hal ini akan memperkaya pemahaman serta
pengetahuan kita akan agama dan keberagamaan. Dengan berbagai macamnya
disiplin ilmu yang digunakan sebagai pendekatan di dalam memahmi agama,
maka studi agama akan dinamis dan menarik, tidak terkesan membosankan dan
monoton.

4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008),
hlm. 332.
5
Syarifuddin Ondeng, Teori-Teori Pendekatan Metodologi Studi Islam, (Cet. 1: Makassar:
Alauddin University Press, 2013), hlm. 151.
6
Siti Aisyah Chalik, Pendekatan Linguistik Dalam Penafsiran Al-Qur’an, (Cet. 1:
Makassar:Alauddin University Press, 2014), hlm.8.
7
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, hlm. 28.

5
B. Pendekatan-Pendekatan dalam Studi Agama
1. Pendekatan Teologis Normatif
Teologi sebagaimana telah diketahui, membahas mengenai ajaran-ajaran
pokok dari suatu agama. Secara etimologis teologi berasal dari bahasa yunani
yang terdiri dari dua kata, yaitu; “theos” yang berarti Tuhan dan “logos” yang
berarti ilmu. Jadi, teologi adalah adalah ilmu tentang Tuhan atau ilmu yang
membincang tentang Tuhan. Sedangkan secara terminologis, teologi berarti
disiplin ilmu yang membahas tentang Tuhan (atau realitas Tuhan) dan
hubungan Tuhan dengan dunia.8 Sementara itu, dalam Islam, teologi dikenal
dengan istilah tauhid, suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah swt.
sifat-sifat wajib, “ja’iz” artinya boleh, dan mustahil yang ada pada-Nya.
Terkadang tauhid disebut juga dengan ilmu kalam.9
Pendekatan teologis dalam memahami agama bisa dimaknai dengan
menggunakan teologi atau Ilmu Ketuhanan sebagai paradigma dalam
memahami suatu agama. Pendekatan teologis, menggunakan cara berpikir
deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar
dan mutlak adanya, karena ajaran berasal dari Tuhan, sudah pasti benar,
sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari
keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.
Dengan keyakinan kebenaran mutlak dan berangkat dari keyakinan tersebut
sehingga pendekatan teologis ini menunjukkan adanya kekurangan antara lain
bersifat eksklusif, dogmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain dan
sebagainya. Kekurangan ini dapat diatasi dengan cara melengkapinya dengan
pendekatan sosiologis. Sedangkan kelebihannya, melalui pendekatan teologis
ini seseorang akan memiliki sikap militansi dalam beragama, yakni berpegang
teguh kepada agama yang diyakininya sebagai yang benar, tanpa memandang
dan meremehkan agama lainnya. Dengan pendekatan yang demikian
seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang dianutnya.

8
Alwi Bani Rakhman, “Teologi Sosial; Keniscayaan Keberagamaan yang Islami Berbasis
Kemanusiaan”, Jurnal Esensia, vol. 14, No. 2, (Oktober 2013), hlm. 166.
9
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam (Cet. I; Jakarta:
Rajawali Pers, 2015), hlm. 107.

6
Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan
normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya
yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran
pemikiran manusia.10 Sementara itu, defenisi yang lebih akurat mengenai
pendekatan normatif menurut Syarifuddin Ondeng dalam “Teori-Teori
Pendekatan Metodologi Studi Islam”, pendekatan normatif adalah sebuah
pendekatan yang lebih menekankan aspek norma-norma dalam ajaran Islam
sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah.11
Dalam pendekatan teologis ini, agama dilihat sebagai suatu kebenaran
mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan nampak bersikap
ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya
yang khas. Islam misalnya, secara normatif pasti benar serta menjunjung nilai-
nilai yang luhur. Dalam bidang sosial kemasyarakatan, Islam menawarkan
nilai-nilai kemanusiaan, saling menghormati, tolong-menolong, kebersamaan,
toleransi umat beragama. Dalam bidang ekonomi, Islam menawarkan
keadilan, kejujuran, kebersamaan dan saling menguntungkan. Dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi, Islam mendorong agar manusia memiliki
ilmu pengetahuan dan teknologi setinggi-tingginya. Demikian pula dalam
bidang-bidang lainnya, bahkan Islam hadir dengan sangat ideal dan mantap
dalam segala aspek dan bidang kehidupan manusia.
Menurut Rosihon Anwar pendekatan normatif ini dapat dikatakan juga
sebagai pendekatan legal-formal. Sebagaimana banyak diketahui bahwa
pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu
bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Maksud
legal-formal adalah hubungnya dengan halal-haram, boleh atau tidak dan
sejenisnya. Sementara normatif adalah seluruh ajaran yang terkandung dalam
nash/teks. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa
agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas
keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan

10
Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2017), hlm. 90.
11
Syarifuddin Ondeng, Teori-teori Pedekatan Metodologi Studi Islam, hlm. 153-154.

7
kerangka paradigmanya Taufik.
Dengan demikian, pendekatan normatif mempunyai cakupan yang sangat
luas. Sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fikih
(ushūliyyīn), ahli hukum islam (fuqāha), ahli tafsir (mufassirīn) dan ahli hadits
(muhaddithīn) ada hubungannya dengan aspek legal-formal serta ajaran Islam
dari sumbernya termasuk pendekatan normatif. Ada juga yang menggunakan
pendekatan juridis dan membedakannya dengan normatif. Maksud
pendekatan juridis adalah pendekatan yang menggunakan ukuran perundang-
undangan. Pembedaan ini sah adanya, meskipun kedua istilah ini juga boleh
digunakan untuk menunjukkan maksud yang sama.12
2. Pendekatan Antropologis
Antropoli berasal dari kata Antropos dan Logos. Antropos merupakan
manusia sedangkan Logos adalah Ilmu. Dengan kata lain atropologi
merupakan cabang keilmuan yang membahas tentang manusia di mana
membahas tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan
kepercayaan pada masa lampau. Secara epistemologis antropolog
mempelajari tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia
secara empirik dan sebagai makhluk sosial hubungan dengan masyarakat.
Manusia secara biologis memiliki perbedaan warna kulit, bentuk tubuh sifat
dan fisik lainnya. Manusia terlahir sudah memiliki kelompok dan tumbuh
dalam kehidupan masyarakat dengan kebudayaan tertentu.
Kajian antropoligi dalam agama adalah bukan melihat fenomena ajaran
yang datang dari Tuhan, melainkan melihat fenomena beragamanya manusia.
Sebagai suatu disiplin ilmu sosial, antropologi tidak memperdebatkan salah
benarnya suatu agama dan segenap perangkatanya, seperti kepercayaan, ritual,
dan kepercayan terhadap sesuatu yang dianggap sakral. Setiap norma, nilai,
keyakinan yang ada dalam pikiran, hati, dan perasaan manusia memiliki
kebudayaan. Perilakunya juga bisa dilihat dalam kehidupan nyata dan hasil

12
Toni Pransiska, “Menakar Pendekatan Teologis-Normatif Dalam Memahami Agama Di Era
Pluralitas Agama Di Indonesia”, Turast: Jurnal Penelitian & Pengabdian, vol. 5, no. 1, Januari-Juni,
2017, hlm. 78-79.

8
material dari kreasi, pikiran, dan perasaan manusia.
Pada prinsipnya terdapat kaitannya dengan Islam sebagai gejala
antropologi, banyak kajian yang mendiskusikannnya. Terdapat beberapa
gejala yang dapat dilakukan penelitian terhadap kajian antropoligi studi Islam
diantaranya, naskah-naskah yang menjadi sumber ajaran agama, pengikut,
pemimpin atau tokoh agama, yang berkaitana dengan pemahaman, sikap,
perilaku, pandangan, dan penghayatan. Ritul ibadah seperti sholat, puasa, haji,
perkawinan, peringatan kelahiaran Nabi, atau bisa jadi juga lembaga-lembaga
yang ada dalam agama seperti lembaga waqaf, zakat, masjid. Kemudian bisa
juga dilihat berdasarkan organisasi keagamaan yang ada seperti
Muhammadiyah, NU, Wahabi dan sebagainya.
Kajian antropologi dalam studi Islam dilakukan dengan upaya untuk
memahami gejala-gejala keagamaan dengan melihat berbagai praktik
keagamaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Tindakan ini dilakukan sebagai ihkhtiar untuk melihat dan memperkuat posisi
agama dalam kehidupan manusia.
Tahapan dalam pemahaman Islam tidak akan lengkap tanpa melihat secara
holistik antara budaya dan manusia. Kehidupan beragama yang sesungguhnya
adalah realitas kehidupan manusia yang mengejewantahkan dunia nyata.
Maka bisa dipastikan makna hakik dari keberagamaan adalah terletak pada
interpretasi dan pengalaman agama. Oleh karenanya ilmu antropolig
diperlukan untuk memahami gejala-gejala yang terjadi dalam kehidupan
beragama manusia.
Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam pendekatan antropologi dalam
studi Islam, sebagai berikut: Kelebihan pendekatan antropologi memiliki
corak yang deskriptif dengan pematangan langsung, sehingga peneliti
mengetahui bagaimana sebenarnya praktik keberagamaan (local practis)
praktik nyata yang terjadi di suatu tempat. Antropologi akan mencari
keterkaitan antara berbagai domain kehidupan secara lebih utuh dan
melakukan perbandingan dari berbagai tradisi. Dengan antropologi kita dapat
memahami berbagai corak dan perilaku manusia berdasarkan keberagamaan

9
yang dilakukannya. Kekurangannya antropologi tidak membahas fungsi
agama bagi manusia, tetapi membahas isi unsur-unsur pembentuk dalam
agama dan itu berkaitan dengan manusia dan kebudayaannya. Dalam
kehidupan terjadi perubahan budaya yang sangat cepat sehigga kita harus teliti
dan update dalam mengamatinya, sehingga dalam praktiknya jika tidak cermat
maka akan susah membedakan antara agama dan budaya.13
Melihat pendekatan antropologi sebagaimana tersebut di atas terlihat jelas
hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan
itu pula agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena
kehidupan manusia.
3. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi merupakan bagian dari ilmu-ilmu sosial, secara etimologi kata
sosiologi berasal dari bahsa latin yang terdiri dari kata Socius yang berarti
teman dan Logos yang berarti berkata atau teman bicara. Jadi sosiologi artinya
berbicara tentang manusia yanag berteman atau bermasyarakat. Sedangkan
secara terminologi maka sosiologi mengandung pengertin sebagai berikut:
Sosiologi merupakan suatu disiplin ilmu yang luas dan mencakup berbagai
hal, dan ada banyak jenis sosiologi yang mempelajari sesuatu yang berbeda
dengan tujuan yang berbeda-beda pula.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat
dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu.
Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan
yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian.14
Dari pemaparan tentang pengertian sosiologi di atas maka dapat diketahui
bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang masyarakat,
keadaannya, strukturnya, lapisannya dan segala dinamika serta sosial yang
terjadi di dalamnya.

13
Asriana Harahap, Latip Kahpi, “Pendekatan Antropologi Dalam Studi Islam”, Tazkir: Jurnal
Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Dan Keislaman, vol. 7, no. 1, Juni 2021, hlm. 51-56.
14
Anita Puji Astuti, Buku Ajar Metodologi Studi Islam dan Kajian Islam Kontemporer
Perspektif Insider/Outsider, (Sidoarjo: UMSIDA PRESS, 2018), hlm. 57.

10
Yang dimaksud dengan pendekaran sosiologis adalah peneliti
menggunakan logika-logika dan teori sosiologi baik klasik maupun modern
untuk mengambarkan fenomena sosial keagamaan serta pengaruh suatu
fenomena dengan fenomena yang lainnya.15 Pendekatan sosiologis dalam
suatu penelitian tidak hanya melihat perilaku manusia dari yang tampak saja,
tetapi secara eksplisit dan implisit.16 Dalam pendekatan sosiologis, minimal
ada tiga teori yang digunakan yakni:
a. Teori fungsional yakni teori yang mengamsusikan masyarakat
sebagai organisme ekologi mengalami pertumbuhan. Semakin
besar pertumbuhan yang terjadi semakin kompleks pula masalah-
masalah yang dihadapi.
b. Teori interaksionisme yang mengamsusikan dalam masyarakat
pasti ada hubungan antara masyarakat dengan individu, antara
individu dengan individu lain. Teori Interaksionis sering
diidentifikasi sebagai deskripsi yang interpretatif yaitu suatu
pendekatan yang menawarkan analisis yang menarik perhatian
besar pada pembekuan sebab senyatanya ada.
c. Teori konflik yakni teori yang kepercayaan bahwa setiap
masyarakat mempunyai kepenringan (interst) dan kekuasaan
(power) yang merupakan pusat dari segala hubungan sosial.
Menurut pemegang aliran ini nilai dan gagasan-gagasan selalu
dipergunakan sebagai senjata untuk melegitimasi kekuasaan.17
Selanjutnya, fokus pada pendekatan sosiologi dalam studi Islam adalah
memahami Islam sebagai fenomena yang menyejarah dalam sosial dan
budaya. Perlu dipahami bahwa ragam dan corak keislaman sesungguhnya
tidak terlepas dari dinamika pemahaman umat Islam yang berbeda-beda
tentang ajaran Islam yang berdasarkan setting sosial dan budaya yang melatar
belakangi serta yang dihadapi umat Islam itu sendiri. Menegaskan bahwa

15
Ajahari, Memahami Islam Perspektif Metodologi, hlm. 9.
16
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, hlm. 159.
17
M. Arif Khoiruddin, “Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam”, Jurnal Tribakti, vol. 25, no.
2, (September, 2014), hlm. 399-400.

11
fenomena keberagamaan dalam hal ini Islam, baik di kawasan Eropa,
Amerika, Timur Tengah dan bahkan Asia Tenggara, mempunyai karakteristik
sendiri–sendiri berdasarkan fenomena sosial dan budaya di mana Islam
berkembang bersama masyarakat.
Dalam memahami kitab al-Qur’an kita tidak lepas dari konteks
historisnya, dan tak berhenti pada teksnya saja. Teks harus diinterpretasikan
berdasarkan konteks dari turunnya teks atau nashnya. Di sinilah sesungguhnya
letak pertautan antara teks dengan konteks. Melepaskan teks dari konteks
historisnya mengakibatkan kita berhadapan dengan teks yang kosong, hingga
berupa kata – kata indah dan manis kemudian dimitoskan, sehingga tidak
sepenuhnya dapat menjelaskan realitas kebenaran yang hendak di ungkapkan
oleh teks atau Nash itu sendiri. Di sinilah urgensinya teks atau Nash suci
dengan fungsi utama ajaran Islam sebagai pembimbing manusia menuju
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.18
4. Pendekatan Historis
Menurut Soerjono Soekanto, pendekatan historis mempergunakan analisa
atas peristiwa-peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip
umum. Metode ini dapat dipakai misalnya, dalam mempelajari masyarakat
Islam dalam hal pengamalan, yang disebut dengan ”masyarakat Muslim” atau
”kebudayaan Muslim”. Metode ini sebaiknya dikombinasikan dengan metode
comparative (perbandingan). Contohnya ialah seperti yang digunakan oleh
Geertz yang membandingkan bagaimana Islam berkembang di Indonesia
(Jawa) dan di Maroko.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka pendekatan historis merupakan
pendekatan yang digunakan untuk memahami kejadian pada masa lalu secara
akurat dan terstruktur, baik mulai dari awal kejadian sampai akhir kejadian
tersebut. kegunaan untuk memahami budaya, bahasa, di suatu masyarakat atau
Negara tertentu.

18
Anita Puji Astuti, Buku Ajar Metodologi Studi Islam dan Kajian Islam Kontemporer
Perspektif Insider/Outsider, hlm. 59-60.

12
Menurut Charles pendekatan historis sangat penting dalam penelitian atau
pengkajian Islam, sebab dengan pendekatan ini para peneliti dapat mengetahui
perubahan dan perkembangan sebuah peristiwa , hukum, atau bahkan sejarah
yang terjadi pada masa lampau secara terperinci dan akurat.19
5. Pendekatan Fenomenologis
Mengkaji fenomena keagamaan berarti mempelajari perilaku manusia
dalam kehidupannya beragama. Pendiri pendekatan fenomenologis adalah
Edmund Husserl, yang memandang fenomenologi sebagai suatu displin
filsafat yang solid dengan tujuan membatasi dan melengkapi penjelasan
psikologis murni tentang proses-proses pikiran. Kemudian pendekatan ini
dipakai untuk menjelaskan bidang-bidang seni, hukum, agama, dan lain-lain.
Adapun fenomenologi agama itu sendiri dikembangkan oleh Max Scheler,
Rudolf Otto, Jean Hearing, dan Gerardus Van der Leeuw. Tujuannya adalah
memahami pemikiran-pemikiran, tingkah laku, dan lembaga-lembaga
keagamaan tanpa mengikuti teori-teori filsafat, teologi, metafisika, atau
psikologi. Salah satu cara untuk memahami fenomenologi agama adalah
menganggapnya sebagai reaksi terhadap pendekatan-pendekatan historis,
sosiologi, dan psikologis. Kebanyakan ahli fenomenologi menganggap semua
pendekatan semacam itu untuk mereduksi agama menjadi semata-mata aspek
sejarah, atau aspek sosial atau aspek kejiwaan.
Dalam kaitannya dengan studi agama, pendekatan fenomenologis tidak
pernah terbakukan dengan jelas. Oleh karena itu, seseorang harus memulainya
dengan penuh kehati-hatian dalam upaya menentukan faktor-faktor yang
termuat dalam pendekatan fenomenologis terhadap agama. Meski demikian,
jika dibandingkan dengan pendektan yang lain, pendekatan fenomenologis ini
berperan dengan ciri yang khas. Oleh karena itu, barang kali cara yang terbaik
untuk menjelaskan mengapa harus ada disiplin seperti fenomenologi ini
adalah dengan cara mempertentangkannya dengan pendekatan-pendektan

19
Suparlan, “Metode dan Pendekatan Dalam Kajian Islam”, FONDATIA: Jurnal Pendidikan
Dasar, Vol. 3, No. 1, Maret 2019, hlm. 88.

13
yang lain dan menggali alasan-alasan historis dan epistimologis mengapa ia
mesti menetapkan kualifikasi-kualifikasinya sendiri. Hal ini akan membawa
kita kepada sebuah pemahaman mengapa agama sebagi subjek studi, perlu
diidentifikasi sebagai suatu entitas tersendiri, dan mengapa disiplin-dispilin
lain yang berbeda menyatakan dapat menjelaskan agama menurut kriteria
yang terdapat dalam pendekatan-pendektan mereka sendiri. Hal ini akan
membawa kita pada karakteristik fenomenologi itu sendiri.20
Untuk lebih jelas dan singkatnya, akan diringkas beberapa karakteristik
fenomenologi filosofis yang memiliki relevansi dengan fenomenologi agam,
yaitu sebagai berikut:
1) Watak deskriptif, yakni Fenomenologi berupaya untuk
menggambarkan watak fenomena, cara tentang tampilan mewujudkan
dirinya, dan struktur-struktur esensial pada dasar pengalaman
manusia.
2) Antiredukdionisme, yaitu pembebasan dari prakonsepsi-prakonsepsi
tidak kritis yang menghalangi mereka dari menyadari kekhususan dan
perbedaan fenomena, lalu memberikan ruang untuk memperluas dan
memperdalam pengalaman dan menyediakan deskripsi-deskripsi yang
lebih akurat tentang pengalaman ini.
3) Intensionalitas, yaitu cra menggambarkan bagaimana kesadaran
membentuk fenomena. Untuk menggambarkan, mengidentifikasi, dan
menafsirkan makna sebuah fenomena, seorang fenomenolog perlu
memperhatikan struktur-struktur intensional dari datanya, dan
struktur-struktur intensional dari kesadaran dengan rujukan dan
maknanya yang diinginkan.
4) Pengurungan (epoché), diartikan sebagai penundaan penilaian. Hanya
dengan mengurung keyakinan-keyakinan dan penilaian-penilaian
yang didasari pada pandangan alami yang tidak teruji, seorang
fenomenolog dapat mengetahui fenomena pengalaman dan

20
Irma Novayani, “Pendekatan Studi Islam Pendekatan Fenomenologi Dalam Kajian Islam”,
Jurnal At-Tadbir STAI Darul Kamal NW Kembang Kerang, vol. 3, no. 1, 2019, hlm. 46-47.

14
memperoleh wawasan tentang struktur-struktur dasarnya.
5) Eidetic vision, adalah pemahaman kognitif (intuisi) tentang esensi,
seringkali dideskripsikan juga sebagai eidetic reduction, yang
mengandung pengertian “esensi-esensi universal”. Esensi-esensi ini
mengekspresikan “esensi” (whatness) dari sesuatu, ciri-ciri yang
penting dan tidak berubah dari suatu fenomena yang memungkinkan
kita mengenali fenomena sebagai fenomena jenis tertentu.21
Definisi di atas menekankan aspek kesadaran dalam fenomena agama
karena aspek kesadaran inilah yang ditekankan oleh Husserl. Sebagai suatu
kesadaran, agama bisa bersifat individual, bisa pula sosial atau kolektif.
Ketika kajian agama yang dilakukan lebih mengarah pada kesadaran yang
individua sifatnya, maka kajian tersebut akan dapat bertemu dengan kajian
psikologi agama, sedang ketika kajian yang dilakukan lebih mengarah pada
aspek sosialnya, maka kajian tersebut akan merupakan kajian sosiologi agama
atau antropologi agama, dengan perspektif fenomenologi.
Sebagai sebuah kesadaran individual, maka dengan sendirinya “agama”
tersebut akan merupakan suatu kesadaran yang sangat pribadi, yang tidak
dimiliki oleh individu-individu yang lain. Deskripsi fenomenologis agama
yang bersifat individual ini akan menekankan kesadaran-kesadaran,
pengetahuan-pengetahuan, pandangan-pandangan individual, yang khas
sifatnya, yang kemudian mendorong munculnya perilaku-perilaku khas pula,
yang individual. Deskripsi fenomenologis agama pada dimensi kolektifnya ini
akan menekankan pada kesadaran-kesadaran, pengetahuan-pengetahuan,
pandangan-pandangan yang bersifat kolektif, intersubjektif, yang mendorong
munculnya perilaku-perilaku kolektif pula, yang menunjukkan adanya suatu
‘umat’, jamaah, dari agama tersebut.22

21
Abdul Mujib, “Pendekatan Fenomenologi Dalam Studi Islam”, Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 6, November, 2015, hlm. 176-177.
22
Heddy Shri Ahimsa Putra, “Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi Untuk
Memahami Agama”, Jurnal Walisongo, Vol. 20, No. 2, November 2012, hlm. 294-295.

15
KESIMPULAN
Dari uraian tentang pendekatan di dalam memahami agama, dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendekatan dalam memahami agama adalah suatu upaya
memahami agama melalui sudut pandang berbagai disiplin ilmu. Hal ini
sangat penting mengingat agama dan ajaran yang terkandung di dalamnya
sangat kompleks. Sebab itulah, diperlukan berbagai macam pendekatan untuk
memahami agama agar terhindar dari kesempitan pemahaman di dalam
memahami agama.
Beberapa pendekatan di dalam memahami agama yang telah diuraikan di
dalam makalah ini yaitu: pendekatan teologi-normatif, pendekatan
antropologi, pendekatan sosiologis, pendekatan historis, pendekatan
fenomenologi.
Selanjutnya, dari uraian pendekatan-pendekatan di dalam memahami
agama tersebut dapat dilohat bahwa agama dapat dipahami melalui berbagai
pendekatan. Melalui pendekatan-pendekatan tersebut seeorang dapat
memahami agama. Jadi, agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan
normatif saja. Tapi, sesorang sosiolog, antropolog, budayawan pun dapat
memahami agama dengan benar melalui dispilin ilmu mereka masing-masing.
Pendekatan-pendekatan di dalam memahami agama tersebut juga dapat
memberikan kita gambaran akan agama secara komprehensif dan
mempertegas bahwa agama khusunya Islam merupakan agama yang sesui
pada tiap waktu dan tempat. Wallahu a’lam bi -sawab.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa-Putra, H. S. (2012). Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi Untuk Memahami


Agama. Jurnal Walisongo, 294-295.
Ajahari. (2011). Memahami Islam Perspektif Metodologi. Jurnal Tarbiyatuna Pendidikan Agama
Islam.
Arfa, F. A. (2015). Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Asriana Harahap, L. K. (2021). Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam. Jurnal Penelitian
Ilmu-Ilmu Sosial dan Keislaman, 51-56.
Astuti, A. P. (2018). Buku Ajar Metodologi Studi Islam dan Kajian Islam Kontemporer. Sidoarjo:
UMSIDA PRESS.
Chalik, S. A. (2014). Pendekatan Linguistik dalam Penafsiran Al-Qur'an. Makassar: Alauddin
University.
Khoiruddin, M. A. (2014). Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam. Jurnal Tribakti, 399-400.
Mujib, A. (2015). Pendekatan Fenomenologi Dlam Studi Islam. Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam, 176-177.
Nasional, D. P. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Nata, A. (2012). Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Novayani, I. (2019). Pendekatan Studi Islam Pendekatan Fenomenologi dalam Kajian Islam.
Jurnal At-Tadbir STAI Carul Kamal NW Kembang Kerang, 46-47.
Ondeng, S. (2013). Teori-Teori Pendekatan Metodologi Studi Islam. Makassar: Alauddin
University.
Pransiska, T. (2017). Menakar Pendekatan Teologis-Normatif dalam Memahami Agama di Era
Pluralitas Agama di Indonesia. Jurnal Penelitian & Pengabdian, 78-79.
Rakhman, A. B. (2013). Teologi Sosial: Keniscayaan Keberagaman yang Islam Berbasis
Kemanusiaan. Jurnal Esensia.
Suparlan. (2019). Metode dan Pendekatan dalam Kajian Islam. Jurnal Pendidikan Dasar, 88.
Supiana. (2017). Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.

17

Anda mungkin juga menyukai