Dosen Pengampu :
Dian Sudarfi Hendri
Disusun Oleh :
Fitra Anwar : 12330114190
M. Akbar Maulana : 12330110357
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah Swt. Atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 6
DAFTAR ISI
KATA PENGAN TAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I ..............................................................................................................................1
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. LatarBelakang ...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
C. Tujuan......................................................................................................................... 3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN ..............................................................................................................4
A. Pengertian Pendekatan Normatif teologis................................................................4
A. Karakteristik Pendekatan Normatif- Teologis ………........................................... 5
A. Signifikansi Pendekatan Normatif- Teologis ………………………………….......7
BAB III ...........................................................................................................................15
PEN UTUP .....................................................................................................................15
A. Kesimpulan................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian normatif- teologis
2. Untuk mengetahui karakteristik normati- teologis
BAB II
PEMBAHASAN
1
Toni Pransiska, Menekar Pendekatan Teologis- Normatif dalam Memahami Agama di Era Pluralitas
Agama di Indonesia, Jurnal Penelitian dan Pengabdian, Vol. 5, No. 1, 2017, 78-79.
agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan
menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu suatu keyakinan
bahwa wujud empiris dari keagamaan dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan yang lainnya."2
2
Siti Zulaiha, Pendekatan Metodologis dan Teologis Bagi Pengembangan dan Peningkatan Kualitas
Guru Mi, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 1, No. 1, 2017, 52.
3
Parid Sidik, Pendekatan Normatif Sebagai Metodelogi Penelitian Hukum Islam, Jurnal Assyari.3848,
Vol. 5, No. 3, 2023, 114-115.
dalam pengkotak-kotakan. Berteologi semacam inilah yang dapat mengganggu
keharmonisan masyarakat agama-agama di era pluralistik dalam menumbuhkan
paham pluralisme. Dalam menanamkan paham pluralisme di dalam kehidupan
beragama, hal yang paling mendasar untuk dilakukan adalah bagaimana cara
menempatakan sebuah konsep teologi suatu agama untuk mendefinisikan dirinya di
tengah agama-agama lain. Berteologi dalam konteks keagamaan mempunyai tujuan
untuk memasuki dialog antar agama. Dengan demikian munculah pemaham
mendalam mengenai bagaimana Tuhan mempunyai jalan penyelamatan untuk umat
manusia yang beriman kepadanya.4
a. Pengalaman Empiris
Penganut empirisme meyakini bahwa segala yang diketahui selalu bermula dari
segala yang dialami panca indera. Maka apa yang dilihat, didengar, disentuh, dibaui
dan dicecap, merupakan wilayah pengetahuan.
Empirisme memberikan penekanan sangat kuat pada kekuatan persepsi dan
observasi manusia, atau segala yang ditangkap panca indera dari lingkungan.
Singkatnya, pengetahuan didapat dengan membentuk gagasan-gagasan yang sejalan
dengan beragam fakta yang diobservasi.
4
Aulia Diana Dewi, IMPLEMENTASI PENDEKATAN TEOLOGIS NORMATIF DALAM
PLURALISME BERAGAMA DI INDONESIA, Jurnal Studi Pendidikan Islam, Vol. 4, No. 1, 2021, 65-66.
Para pendukung empirisme beranggapan bahwa "kita mengetahui apa yang
ditemukan oleh panca indera kita". Dalam empirisme dinyatakan bahwa secara
esensial pengetahuan tidak lain dari sensasi dan, karena itu, tidak ada pengetahuan
yang tidak bersumber dari sensasi. David Hume, seperti dikutip Amsal Bakhtiar,
berpandangan bahwa manusia sebenarnya tidak pernah memiliki pengetahuan
bawaan. Sumber pengatahuan yang hakiki adalah pengamatan dan pengalaman
lahiriah maupun batiniahnya.5
b. Rasio
Berbeda dari empirisme, rasionalisme menempatkan akal sebagai sumber
pengetahuan. Rasionalisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa "apa pun yang
kita ketahui sesungguhnya tidak lain dari apa yang kita pikirkan". Rasionalisme
beranggapan bahwa "pikiran memiliki kemampuan untuk menyingkap dan
menemukan kebenaran". Atau, dengan kata lain, "pengetahuan didapatkan dengan
cara membandingkan ide dengan ide lainnya”.
Dalam menegaskan kekuatan pikiran manusia dan kontribusinya dalam
pengembangan pengetahuan, kaum rasionalis menilai bahwa panca indera sebenarnya
tidak akan pernah mampu memberikan penilaian yang secara universal bisa dinilai
valid dan koheren. Sensasi- sensasi dan pengalaman-pengalaman yang kita dapatkan
lewat panca indera kita, menurut para pendukung rasionalisme, sejatinya tak lebih
dari "bahan baku mentah pengetahuan" (a raw material of knowledge).
Dengan kata lain, para penganut rasionalisme memang mengakui peran panca
indera dalam mengumpulkan data untuk menemukan jalan menuju pengetahuan.
Hanya saja, dalam pandangan mereka, untuk mencapai pengetahuan, tetap saja akal
yang menjadi sarana penghubung antar berbagai data tersebut.
c. Intuisi
Intuisi didefinisikan oleh Harorld H. Titus dkk. sebagai "pemahaman atas
pengetahuan secara langsung yang bukan berasal dari suatu penalaran sadar" ("the
direct apprehension of knowledge that is not the result of conscious reasoning").
Sedangkan Jujun S. Suriasumantri mendefinisikannya sebagai "pengetahuan yang
didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu".
Amsal Bakhtiar, di sisi lain, dengan memosisikan intuisi sebagai sinonim dari
istilah makrifah dalam tradisi tasawuf, menjelaskannya sebagai "pengetahuan yang
datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran". Menurutnya, jika dalam
tradisi filsafat Barat intuisi bisa dicapai lewat upaya perenungan dan pemikiran yang
konsisten, maka makrifah diperoleh melalui proses perenungan yang mendapatkan
penyinaran atau iluminasi dari Tuhan.
d. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang didasarkan pada kepercayaan atas hal-hal yang
bersifat supranatural. Wahyu tidak sekadar membicarakan persoalan-persoalan
5
Vicky Izza El Rahma, Signifikansi Pendekatan Sosiologis Terhadap Studi Keislaman, Jurnal
Pendidikan dan Pranata Islam, Vol. 10, No. 1, 40-41.
kekinian yang bisa dicapai panca indera tapi juga mencakup soal-soal transendental.
Wahyu disampaikan oleh Tuhan kepada manusia melalui para nabi-Nya.
e. Otoritas (Kesaksian)
Bagaimanakah kita bisa mengetahui bahwa Socrates dan Julius Caesar benar-
benar pernah hidup dan kita bisa sampai pada suatu keyakinan bahwa keduanya
bukanlah tokoh-tokoh fiktif hasil rekaan semata? Tokoh yang dipertanyakan tentu saja
bisa kita ganti dengan Gadjah Mada, Hayam Wuruk, atau Wali Songo, misalnya.
Untuk mendapatkan jawaban meyakinkan atas pertanyaan- pertanyaan sejenis ini,
menurut Harorld H. Titus dkk., jalannya adalah lewat kesaksian (testimony) orang-
orang yang hidup sezaman dengan tokoh-tokoh tersebut dan dari tuturan para
sejarawan. Bersandar kepada keaksian orang lain (otoritas) itulah, menurut Harorld H.
Titus dkk., jalan yang paling lumrah untuk mengetahui kebenaran dan mencapai
segala pengetahuan yang berkaitan dengan masa lalu.
Untuk mencapai pengetahuan tersebut, sama sekali tidak pernah bisa disandarkan
baik kepada intuisi, penalaran (rasionalisme) maupun pengalaman pribadi
(empirisme). Karena itu, dalam pandangan Harorld H. Titus dkk., selain tiga sumber
pengetahuan lainnya, otoritas atau kesaksian (authority, testimony) tak diragukan lagi
merupakan salah satu sumber lain bagi pengetahuan.6
6
Vicky Izza El Rahma, Signifikansi Pendekatan Sosiologis Terhadap Studi Keislaman, Jurnal
Pendidikan dan Pranata Islam, 43-44.
BAB III
PENUTUP
D. Kesimpulan
Pendekatan normatif-teologis dalam studi Islam mengedepankan interpretasi
norma-norma agama dan prinsip-teologis Islam dalam menganalisis isu-isu sosial,
budaya, dan moral, serta membimbing tindakan keagamaan dan etika umat Islam. Ini
membimbing keyakinan dan praktik umat Islam sesuai dengan ajaran agama.
Pendekatan teologis berarti pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan
peneliti itu sendiri. pendekatan seperti ini biasanya dilakukan dalam penelitian suatu
agama untuk kepentingan agama yang diyakini peneliti tersebut untuk menambah
pembenaran keyakinan terhadap agama yang dipeluknya itu. Sikap eksklusifisme
(ketertutupan) teologis dalam memandang perbedaan dan pluralitas agama
sebagaimana tersebut di atas tidak saja merugikan bagi agama lain, tetapi juga
merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnya mempersempit
masuknya kebenaran-kebenaran baru yang bisa membuat hidup ini lebih lapang dan
lebih kaya dengan nuansa.
Pendekatan normatif erat kaitannya dengan pendekatan teologis. Pendekatan
normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang
pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran
manusia. Kehadiran teks-teks yang ditulis oleh intelektual atau 'ulama' kenamaan di
bidang tertentu dalam Islam juga tak kalah pentingnya, terutama ketika ditemukan
justifikasi dari kedua teks suci tersebut terhadap sebuah ritual.
DAFTAR PUSTAKA
Toni Pransiska, Menekar Pendekatan Teologis- Normatif dalam Memahami Agama di Era
Pluralitas Agama di Indonesia, Jurnal Penelitian dan Pengabdian, 78-79.
Aulia Diana Dewi, IMPLEMENTASI PENDEKATAN TEOLOGIS NORMATIF DALAM PLURALISME
BERAGAMA DI INDONESIA, Jurnal Studi Pendidikan Islam, 65-66.
Parid Sidik, Pendekatan Normatif Sebagai Metodelogi Penelitian Hukum Islam, Jurnal Assyari.3848,
114-115.
Aulia Diana Dewi, IMPLEMENTASI PENDEKATAN TEOLOGIS NORMATIF DALAM
PLURALISME BERAGAMA DI INDONESIA, Jurnal Studi Pendidikan Islam, 65-66.
Vicky Izza El Rahma, Signifikansi Pendekatan Sosiologis Terhadap Studi Keislaman, Jurnal Pendidikan dan
Pranata Islam, 40-41.