NORMATIF – TEOLOGIS
MAKALAH
Oleh:
Isnaini Nur ‘Afiifah (201766010)
1 MPAI A
PASCASARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2020
A. Pendahuluan
Beragama bukanlah semata-mata suatu kegiatan yang dilakukan untuk
menjalankan kegiatan ritual-ritual spiritualitas. Lebih dari itu agama juga dapat
dijadikan sebagai pedoman manusia dalam menjalankan kehidupannya di dunia
serta sebagai bekal pada tujuan akhirnya yaitu kehidupan di akhirat. Agama juga
menawarkan berbagai solusi dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
umat manusia. Islam sebagai agama yang berisi tentang wahyu Tuhan masih
banyak dipahami oleh kebanyakan orang sebagai ajaran yang bersifat normatif-
teologis sehingga mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang final, ajeg dan
taken for granted.1
Agama sebagai objek kajian dapat didekati dengan mempergunakan
berbagai pendekatan. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan adalah cara
pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu, yang selanjutnya
digunakan dalam memahami agama. Dalam wacana studi agama kontemporer,
fenomena keberagamaan manusia dapat dilihat dari berbagai sudut pendekatan,
dimana salah satunya adalah pendekatan normatif-teologis. Dalam pendekatan
normatif-teologis, masih sulit untuk mewujudkan objektivitas dalam memandang
suatu agama atau ajaran, sebab seringkali seseorang dalam melakukan suatu
penelitian dipengaruhi oleh pola pikir berdasarkan doktrin yang dianutnya.
Kecenderungan seperti ini seringkali melahirkan hasil penelitian yang bersifat
apologis serta menutup mata terhadap kemungkinan adanya kebenaran ajaran-
ajaran di luar yang dianutnya.
Pendekatan normatif-teologis penting untuk dipahami, karena setiap agama
memiliki sikap-sikap keberagamaan, dimana semua umat beragama mengklaim
bahwa agama yang dianut dan diyakini adalah agama yang paling benar. Meski
pada kenyataannya tidak bisa dipungkiri bahwa pendekatan normatif-teologis
merupakan pendekatan yang sudah usang dalam penelitian agama Islam. Kini
1
Toni Pransiska, Menakar Pendekatan Teologis-Normatif dalam Memahami Agama di Era
Pluralitas Agama di Indonesia, Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 5 No. 1, Januari-Juni
2017, (diakses pada 17 November 2020).
pendekatan yang banyak digunakan untuk mengkaji agama Islam adalah
pendekatan yang berkaitan dengan ilmu humaniora (antropologis, historis,
fenomenologis, psikologi, feminis dan sosiologis).
Oleh karena itu, terlepas dari kekurangan dan kelebihannya penulis akan
menjelaskan mengenai pendekatan normatif-teologis dalam memahami agama
Islam dalam makalah ini yang di antara lain berisi tentang pengertian pendekatan
normatif-teologis, ciri-ciri dan pengaplikasinya, serta kelebihan dan kekurangan
pendekatan tersebut.
2
Masdar Hilmi dan A. Muzakki, Dinamika Baru Studi Islam, (Surabaya: Arkola, 2005), hlm.
63.
(dalam al-Qur’an, Hadis dan ijtihad) sebagai suatu kebenaran yang harus diterima
dan tidak boleh diganggu-gugat.3
Dalam konteks agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar,
menjunjung nilai-nilai luhur. Seperti halnya dalam bidang sosial, agama tampil
menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong-
menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Sementara itu,
dalam bidang ekonomi, agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan,
kejujuran dan saling menguntungkan. Demikianlah, agama tampil sangat ideal
dan ada yang dibangun berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam ajaran agama
yang bersangkutan.
Secara harfiyah, pendekatan normatif-teologis dalam memahami agama
(Islam) dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan
kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud
empiris dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan
dengan yang lainnya.4 Dengan memperhatikan uraian di atas, terlihat bahwa
pendekatan teologi dalam memahami agama cenderung bersikap tertutup, tidak
ada dialog, parsial, saling menyalahkan, saling mengkafirkan, yang pada akhirnya
terjadi pengkotak-kotakan umat, tidak ada kerja sama dan tidak terlihat adanya
kepedulian sosial. Dengan pendekatan demikian, agama cenderung hanya
merupakan keyakinan dan pembentuk sikap keras dan tampak asosial. Melalui
pendekatan teologi ini agama menjadi buta terhadap masalah-masalah sosial dan
cenderung menjadi lambang atau identitas yang tidak memilik makna.
Pendekatan teologis sangat erat kaitanya dengan pendekatan normatif,
dimana kedua pendekatan tersebut memandang agama dari segi ajarannya yang
pokok, asli, serta di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
Dalam pendekatan teologis, agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari
Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan bersifat ideal. Sedangkan pendekatan
3
Masdar Hilmi dan A. Muzakki, Dinamika Baru Studi Islam, hlm. 64.
4
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009).
normatif lebih melihat studi Islam dari apa yang tertera dalam teks al-Qur’an dan
Hadis.5
Pendekatan normatif ini dapat dikatakan juga sebagai pendekatan legal-
formal.6 Sebagaimana diketahui bahwa pendekatan adalah cara memperlakukan
sesuatu. Dalam kaitannya dengan teologis, pendekatan adalah cara pandang atau
paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan
dalam memahami agama.7 Maksud legal-formal adalah hubungnya dengan halal-
haram, boleh atau tidak dan sejenisnya. Sementara normatif adalah seluruh ajaran
yang terkandung dalam nash. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rakhmat
mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai
paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran
sesuai dengan kerangka paradigmanya.8
Dengan demikian, pendekatan normatif mempunyai cakupan yang sangat
luas. Sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fikih (ushūliyyīn),
ahli hukum islam (fuqāha), ahli tafsir (mufassirīn) dan ahli hadits (muhaddithīn)
ada hubungannya dengan aspek legal-formal serta ajaran Islam dari sumbernya
termasuk pendekatan normatif.9
5
Supiana, Metodologi Studi Islam, (Cet. II; Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Agama
Islam, 2012), hlm. 77.
6
Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009).
7
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009).
8
Toni Pransiska, Menakar Pendekatan Teologis-Normatif dalam Memahami Agama di Era
Pluralitas Agama di Indonesia, Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 5 No. 1, Januari-Juni
2017, (diakses pada 17 November 2020).
9
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Academia Tazaffa, 2007), hlm.
153.
Loyalitas terhadap diri sendiri timbul bila kebenaran keagamaan
dimaknai dengan kebenaran sebagaimana dipahami oleh pribadi itu sendiri.
Kebenaran sebagaimana diyakini oleh seseorang merupakan kebenaran yang
tidak bisa lagi diungkit-ungkit. Sebagai konsekuensinya, kebenaran yang
ditunjukkan oleh orang lain dianggap kurang benar atau salah sama sekali.
b) Komitmen
Pendekatan normatif-teologis menghasilkan individu yang
berkomitmen tinggi terhadap kepercayaan. Individu yang meyakini suatu
kebenaran akan siap berjuang mempertahankannya, serta siap menghadapi
tantangan dari pihak-pihak lain yang mencoba menyerang kebenaran yang
telah diyakini secara mutlak.
c) Dedikasi
Hasil dari loyalitas dan komitmen yang besar akan menghasilkan
dedikasi yang tinggi dari penganut agama sesuai dengan kebenaran yang
diyakini. Dedikasi itu diwujudkan dalam bentuk ketaatan terhadap ritual
keagamaan, antusias dalam menjalankan keyakinan dan menyebarkannya,
serta kerelaan untuk berkorban demi pengembangan keyakinan yang dianut.10
11
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam … hlm. 34
beragama, yakni berpegang teguh kepada agama yang diyakininya sebagai yang
benar.
Kedua, fanatisme beragama (religious fanaticism). Dengan pendekatan
yang demikian pula, seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang
dianutnya. Sudah sepatutnya umat beragama memang fanatik dalam memegang
agamanya. Umat Islam harus fanatik, yakin dengan agamanya. Tidak ragu-ragu
akan kebenaran agamanya. Dan serius dalam memperjuangkan agamanya. Juga
bersifat progresif untuk mengejar kemajuan.12
Disamping itu pendekatan ini memiliki beberapa sisi kekurangan yang
melekat padanya. Diantaranya yaitu:
Pertama, bersikap eksklusif dalam beragama (religious exclusivism).
Ketika seseorang meyakini sesuatu dengan kebenaran yang mutlak dan meyakini
orang lain salah, maka ia akan menjadi pribadi yang tertutup, tidak mau menerima
pendapat dan pemahaman orang lain, dan seterusnya. Dengan demikian, orang-
orang yang memahami Islam dengan pendekatan normatif-teologis akan
“menutup” dirinya dari kebenaran yang dibawa orang lain. Namun demikian jika
sikap ekskusif itu hanya berkaitan dengan masalah ke-tauhidan, maka hal itu
bukan lagi menjadi suatu kekurangan.
Kedua, bersifat Dogmatis (dogmatic). Pengertian dogma adalah pokok
ajaran yang harus diterima sebagai hal yang baik dan benar, tidak perlu
dipertanyakan lagi, tidak boleh dibantah dan diragukan. Orang-orang yang
memahami Islam dengan pendekatan normatif-teologis cenderung menganggap
ajarannya sebagai ajaran yang tidak boleh dipertanyakan lagi kebenarannya, tidak
boleh dikritisi dan dipertanyakan lagi. Akhirnya mereka terjebak dalam taqdīs al-
afkār al-dīniyah (meminjam istilah Arkoun).
Ketiga, terjebak klaim kebenaran dalam beragama (truth claim). Oleh
karena pendekatan ini berangkat dari teks yang sudah tertulis dalam kitab sucinya
12
Amin Abdullah, At-Ta’wil al-‘Ilmi: Kearah Perubahan Paradigma Penafsiran Kitab Suci”
dalam Jurnal Al-Jami’ah, edisi Juli – Desember, Vol 39 No 2, hlm. 14.
adalah bercorak literalis, tekstualis atau skriptualis, maka pendekatan ini dalam
melihat fenomena keberagamaan tidak mengakui kebenaran orang lain, karena
menurut mereka, yang mereka yakini adalah benar dan yang tidak sama dengan
yang mereka yakini adalah salah.
Keempat, mudah tergelincir dalam pola pikir yang cenderung menyerang
pola pikir dan keimanan yang dimiliki orang lain (al-‘uqūl al-mutanāfisah). Pola
pikir semacam ini sangat kental dimiliki oleh orang atau kelompok yang
menggunakan pendekatan ini dalam memahami agama (Islam). Sulit diajak tukar
pikiran secara jernih dengan kesediaan untuk melakukan proses take and give.13
Terkadang memunculkan kekakuan dan ketegangan tertentu (tension), bahkan
tidak jarang konflik dan kekerasan (violence) yang bersumber dari pola pikir
semacam ini.
E. Penutup
Pendekatan teologis memiliki arti yang berkaitan dengan aspek ketuhanan.
Sedangkan, normatif secara sederhana diartikan dengan hal-hal yang mengikuti
aturan atau norma-norma tertentu. Dalam konteks ajaran Islam, normatif
merupakan ajaran agama yang belum dicampuri oleh pemahaman dan penafsiran
manusia. Dengan kata lain, pendekatan teologis normatif dalam agama adalah
melihat agama sebagai suatu kebenaran yang mutlak dari Tuhan. Dalam kaitan
ini, agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan
pendekatan teologi adalah cara pandang atau analisis terhadap masalah ketuhanan
dengan menggunakan norma-norma agama atau simbol-simbol keagamaan yang
ada. Dengan kata lain, pendekatan teologi cenderung normatif karena keyakinan
teologi (keagamaan) menjadi norma dalam melihat suatu fenomena.
13
Amin Abdullah, At-Ta’wil al-‘Ilmi: Kearah Perubahan Paradigma Penafsiran Kitab Suci”
dalam Jurnal Al-Jami’ah…
Pendekatan normatif-teologis mempunyai ciri-ciri yang melekat sebagai
sebuah pendekatan, yaitu terdiri atas :
1. Loyalitas terhadap diri sendiri
2. Komitmen
3. Dedikasi
Penafsiran Kitab Suci” dalam Jurnal Al-Jami’ah, edisi Juli – Desember, Vol 39 No 2.
Surabaya: Arkola.
Academia Tazaffa.