Anda di halaman 1dari 19

PENELITIAN AGAMA DAN KEAGAMAAN

Bima Joy Pradana 1404620028

Siti Humairo 1404620085

Zahrah Husnunnida 1404620036

ABSTRAK

Dewasa ini, penelitian agama diisi dengan penjelasan mengenai kedudukan


penelitian agama dalam konteks penelitian pada umumnya, elaborasi mengenai
penelitian agama dan penelitian keagamaan serta konstruksi teori penelitian
keagamaan, dari beberapa penjelasan singkat tersebut maka pemakalah perlu
mengkaji secara rinci terhadap penjelasan tersebut.

Kehadiran agama islam yang di bawa oleh nabi Muhammad SAW  diyakini


bahwa dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan
batin. Didalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya
manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti
yang seluas-luasnya. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan
manusia sebagaimana yang terdapat dalam sumber ajarannya. Al-qur’an dan
hadits nampak ideal dan agung.

Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal


pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap
seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa
mengembangkan kepedulian social, menghargai waktu,  bersikap tebuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti feodalistik,
mencintai kebersihan, mengutamakan kebersamaan dan sikap-sikap positif
lainnya.

Namun kenyataan islam sekarang menampilkan keadaan yang lebih jauh dari cita-
cita ideal tersebut dan buah dari ibadah yang berdimensi social sudah Nampak
berkurang. Dikalangan masyarakat telah terjadi kesalah pahaman dalam
memahami simbol-simbol keagamaan itu, maka agama lebih di hayati  sebagai
penyelamat individu dan bukan sebagai keberkahan social secara bersama.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa agama merupakan suatu hal yang dibutuhkan
oleh manusia. Dimana agama dijadikan sebagai tolak ukur dan pedoman bagi
keberlangsungan hidup. Oleh karena itu, sangat diperlukan pelaksanaan tentang
penelitian agama yang dapat memberikan kontribusi besar dalam memahami apa
itu sebenarnya agama.

Kata Kunci : Penelitian Agama, Penelitian Keagamaan, Agama Islam

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan manusia akan agama merupakan suatu hal yang sudah tidak
terelakkan lagi dalam kenyataan kehidupan ini. Setidaknya terdapat
beberapa hal yang melatarbelakangi kebutuhan manusia akan agama
tersebut, diantaranya ialah bahwa manusia memiliki potensi atau fitrah
untuk beragama. Hal ini dikarenakan agama termasuk hal-hal yang
memang sudah ada di dalam bawah sadar secara fitri dan alami. Oleh
karena itu, potensi ini memerlukan pembinaan, pengarahan, serta
pengembangan dengan cara mengenalkan agama kepadanya.

Selain itu, hal lain yang melatarbelakangi kebutuhan manusia akan agama
ialah karena adanya kesadaran mengenai kelemahan dan kekurangan
manusia, sehingga manusia membutuhkan bimbingan agama untuk dapat
mengatasinya. Faktor lain yang juga melatarbelakangi kebutuhan manusia
akan agama ialah karena dalam kehidupannya senantiasa menghadapi
berbagai macam tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar.
Sehingga untuk membentengi segala bentuk tantangan yang dihadapinya,
diperlukanlah peran agama sebagai pemecah solusi dari berbagai
permasalahan yang muncul.

Terlepas dari beberapa hal di atas, apabila ditanya tentang apa itu
sebenarnya agama, tidak akan ditemui perumusan arti dan definisi yang
tepat untuk menjelaskannya. Terdapat tiga argumentasi yang memperkuat
pernyataan tersebut, yakni (1) karena pengalaman agama itu adalah soal
batin dan subjektif, yang juga individualistis, (2) tidak ada orang yang
begitu semangat dan emosional daripada membicarakan agama, oleh
karena itu, membahas arti agama itu selalu dengan emosi yang kuat sekali,
sehingga sulit memberikan arti kata agama itu, dan (3) konsepsi tentang
agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian
agama itu.

Penelitian agama telah dilakukan beberapa abad yang lalu namun hasil
penelitiannya masih dalam bentuk aktual atau perbuatan saja dan belum
dijadikan sebagai sebuah ilmu. Setelah bertambahnya gejala-gejala agama
yang berbentuk sosial dan budaya, ternyata penelitian dapat dijadikan
sebagai ilmu yang khusus dalam rangka menyelidiki gejala-gejala agama
tersebut.

Perkembangan penelitian agama pada saat ini sangatlah pesat karena


tuntutan-tuntutan kehidupan sosial yang selalu mengalami perubahan.
Kajian-kajian agama memerlukan relevansi dari kehidupan sosial
berlangsung. Permasalahan-permasalahan seperti inilah yang mendasari
perkembangan penelitian-penelitian agama guna mencari relevansi
kehidupan sosial dan agama.

Secara garis besar, pembahasan penelitian agama dan model-modelnya


dibagi dua; pertama, penelitian agama; kedua, model-model penelitian
agama. Penelitian agama diisi dengan penjelasan mengenai kedudukan
penelitian agama dalam kompleks penelitian pada umumnya; elaborasi
mengenai penelitian agama (research on religious) dan penelitian
keagamaan (religious research); dan konstruksi teori penelitian
keagamaan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan penelitian agama?

2. Apakah perbedaan antara penelitian agama dan penelitian


keagamaan?

3. Bagaimana model-model penelitian keagamaan?

4. Bagaimana konstruksi teori penelitian keagamaan?

5. Bagaimanakah metode penelitian keagamaan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui jawaban secara komprehensif dari permasalahan


yang dirumuskan.

2. Diharapkan dapat menjadi referensi tambahan dalam melakukan


penelitian keagamaan.

3. Merupakan wahana bagi penulis untuk belajar membuat karya tulis


ilmiah.
10% 10%

10%
Pendahuluan
Pembahasan PENELITIAN
AGAMA DAN KEAGAMAAN
Metode
Kesimpulan/Penutup

70%

A. Arti Penelitian Agama

Penelitian (research) adalah upaya sistematis dan objektif untuk


mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-prinsip umum. Selain
itu, penelitian juga berarti upaya pengumpulan informasi yang bertujuan
untuk menambah pengetahuan. Pengetahuan manusia tumbuh dan
berkembang berdasarkan kajian-kajian sehingga terdapat penemuan
penemuan, sehingga ia siap merevisi pengetahuan-pengetahuan masa lalu
melalui penemuan-penemuan baru. Penelitian itu sendiri dipandang
sebagai kegiatan ilmiah karena menggunakan metode keilmuan.
Sedangkan metode ilmiah sendiri adalah usaha untuk mencari jawaban
tentang fakta-fakta dengan menggunakan kesangsian sistematis.
Sedangkan penelitian agama sendiri menjadikan agama sebagai objek
penelitian yang sudah lama diperdebatkan.

Harun Nasution menunjukkan pendapat yang menyatakan bahwa agama,


karena merupakan wahyu, tidak dapat menjadi sasaran penelitian ilmu
sosial, dan kalaupun dapat dilakukan, harus menggunakan metode khusus
yang berbeda dengan metode ilmu sosial. Hal yang sama juga dijelaskan
oleh Ahmad Syafi’i Mufid dalam Hakim dan Mubarak menjelaskan bahwa
agama sebagai objek penelitian pernah menjadi bahan perdebatan, karena
agama merupakan sesuatu yang transenden. Agamawan cenderung
berkeyakinan bahwa agama memiliki kebenaran mutlak sehingga tidak
perlu diteliti.

Menurut Harun Nasution, agama mengandung dua kelompok ajaran, yaitu:

1. Ajaran dasar yang diwahyukan Tuhan melalui rasul-Nya kepada


masyarakat manusia. Ajaran dasar yang demikian terdapat dalam
kitab-kitab suci. Ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab suci
itu memerlukan penjelasan tentang arti dan cara pelaksanaannya.
Penjelasan-penjelasan para pemuka atau pakar agama membentuk
ajaran agama kelompok.

2. Ajaran dasar agama, karena merupakan wahyu dari tuhan, bersifat


absolut, mutlak benar, kekal, tidak berubah dan tidak bisa diubah.
Sedangkan penjelasan ahli agama terhadap ajaran dasar agama,
karena hanya merupakan penjelasan dan hasil pemikiran, tidak
absolut, tidak mutlak benar, dan tidak kekal. Bentuk ajaran agama
yang kedua ini bersifat relatif, nisbi, berubah, dan dapat diubah
sesuai dengan perkembangan zaman.1

Para ilmuwan sendiri beranggapan bahwa agama juga merupakan objek


kajian atau penelitian, karena agama merupakan bagian dari kehidupan
sosial kultural. Jadi, penelitian agama bukanlah meneliti hakikat agama
dalam arti wahyu, melainkan meneliti manusia yang menghayati,
meyakini, dan memperoleh pengaruh dari agama. Dengan kata lain,
penelitian agama bukan meneliti kebenaran teologi atau filosofi tetapi
bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan dan sistem sosial berdasarkan
fakta atau realitas sosial-kultural. Jadi, Ahmad Syafi’i Mufid dalam
Mochtar menyatakan bahwa kita tidak mempertentangkan antara
penelitian agama dengan penelitian sosial terhadap agama.

Dengan demikian kedudukan penelitian agama adalah sejajar dengan


penelitian-penelitian lainnya, yang membedakannya hanyalah objek kajian
yang ditelitinya. Dengan demikian, agama dalam pengertian yang kedua
menurut Harun Nasution dapat dijadikan sebagai objek penelitian tanpa
harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode yang
lain.

Jadi pendapat Harun Nasution mengenai penjelasan-penjelasan tentang


ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab suci oleh para pemuka atau
pakar agama membetuk ajaran agama kelompok kedua bersifat nisbi,
relatif dan dapat dirubah sesuai perkembangan zaman tidak sesuai dengan
ajaran islam, sebagai contohnya Rasulullah menjelaskan tata cara shalat,
sedangkan didalam kitab suci tidak diterangkan tata cara shalat, dan tata
cara shalat ini sendiri bersifat qhat’i / tidak bisa dirubah. Kalau menurut
Harun Nasution berarti penjelasan-penjelasan Rasulullah tentang tata cara
shalat berarti bersifat nisbi dan dapat dirubah.

1
http://abiavisha.blogspot.com/2013/02/model-penelitian keagamaan.html?
m=1 ( diakses pada 12 Maret 20
B. Perbedaan Penelitian Agama dan Penelitian Keagamaan

Penelitian agama (research on religious) lebih ditekankan pada aspek


pemikiran (thought) dan interaksi sosial. Pada aspek pemikiran,
menggunakan metode filsafat dan ilmu-ilmu humaniora. Sedangkan pada
aspek interaksi sosial, yakni penelitian keagamaan sebagai produk
interaksi sosial, menggunakan pendekatan sosiologi, antropologi, historia
2
atau sejarah sosial yang biasa berlaku dan sebagainya.

Misalnya : penelitian tentang perilaku jama’ah haji di daerah tertentu,


hubungan ulama dengan keluarga berencana, penelitian tentang perilaku
ekonomi dalam masyarakat muslim. Dalam pandangan Middleton,
penelitian agama Islam adalah penelitian yang objeknya adalah substansi
agama Islam, seperti kalam, fikih, akhlak, dan tasawuf. Sedangkan dalam
pandangan Juhaya S. Praja menyebutkan bahwa penelitian agama adalah
penelitian tentang asal usul agama, dan pemikiran serta pemahaman
penganut ajaran agama tersebut terhadap ajaran yang terkandung di

M. Atho Mudzhar menyatakan bahwa perbedaan antara penelitian agama


dengan penelitian keagamaan perlu disadari karena perbedaan tersebut
membedakan jenis metode penelitian yang diperlukan. Untuk penelitian
agama sebagai doktrin, pintu bagi pengembangan suatu metodologi
penelitian tersendiri sudah terbuka, bahkan sudah ada yang pernah
merintisnya. 3

Adanya ilmu ushul al-fiiqh sebagai metode untuk istinbath hukum dalam


agama islam dan ilmu mushthalah al-hadits sebagai metode untuk menilai
akurasi sabda Nabi Muhammad saw. merupakan bukti bahwa keinginan
untuk mengembangkan metodologi penelitian tersendiri bagi bidang
pengetahuan agama ini pernah muncul. Persoalan berikutnya ialah, apakah

2
https://mediacom837.wordpress.com/2016/04/08/penelitian-agama-dan-
penelitian-keagamaan-konstruksi-teori-penelitian-agama-dan-model-model-
penelitian-keagamaan/ ( diakses pada 12 Maret 2021)
3
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34138/1/METODO
LOGI%20PENELITIAN%20AGAMA ( diakses pada 12 Maret 2021)
kita hendak menyempurnakannya atau meniadakannya sama sekali dan
menggantinya dengan yang baru, atau tidak menggantinya sama sekali dan
membiarkannya tidak ada.

Sedangkan untuk penelitian keagamaan yang sasarannya agama sebagai


gejala sosial, kita tidak perlu membuat metodologi penelitian tersendiri. Ia
cukup meminjam metodologi penelitian sosial yang telah ada Dengan kata
lain bahwa pendapat M. Atho Mudzhar sama dengan pendapat yang
dikemukakan Harun Nasution, kalau penelitian agama sama dengan ajaran
agama kelompok pertama dan penelitian keagamaan sama dengan ajaran
agama kelompok kedua menurut Harun Nasution.4

Dalam pandangan Juhaya S. Praja, penelitian agama adalah penelitian


tentang asal-usul agama, dan pemikiran serta pemahaman penganut ajaran
agama tersebut terhadap ajaran yang terkandung didalamnya. Dengan
demikian, terdapat dua bidang penelitian agama, yaitu sebagai berikut;

1. Penelitian tentang sumber ajaran agama yang telah melahirkan


disiplin ilmu tafsir dan ilmu hadis.

2. Pemikiran dan pemahaman terhadap ajaran yang terkandung dalam


sumber ajaran agama itu.

Sedangkan penelitian hidup keagamaan adalah penelitian tentang


praktik-praktik ajaran agama yang dilakukan oleh manusia secara
individual dan kolektif. Berdasarkan batasan tersebut, penelitian hidup
keagamaan meliputi hal-hal berikut.

1. Perilaku individu dan hubungannnya dengan masyarakatnya yang


didasarkan atas agama yang dianutnya.

2. Perilaku masyarakat atau suatu komunitas, baik perilaku politik,


budaya maupun yang lainnya yang mendefinisikan dirinya sebagai
penganut suatu agama.

3. Ajaran agama yang membentuk pranata sosial, corak perilaku, dan


budaya masyarakat beragama.

4
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34138/1/METODO
LOGI%20PENELITIAN%20AGAMA ( diakses pada 12 Maret 2021)
Untuk “penelitian keagamaan” yang sasarannya adalah agama sebagai
gejala sosial, tidak perlulah membuat metodologi penelitian tersendiri.
Penelitian ini cukup meminjam metodologi penelitian sosial yang telah
ada. Memang kemungkinan lahirnya suatu ilmu tidak pernah tertutup,
tetapi tujuan peniadaan nya adalah agar suatu ilmu jangan dibuat secara
artifisial karena semangat yang berlebihan.

Kiranya akan lebih bijaksana apabila metodologi penelitian yang


digunakan lahir dan tumbuh dari proses seleksi dan mengkristal dari
berbagai pengalaman dalam menggunakan berbagai metode penelitian
sosial. untuk mendapatkan metodologi semacam ini gambaran dan kehati-
hatian, sebab pengalaman itu sampai dewasa ini belum banyak karena
memang baru mulai dirintis.

1. Agama sebagai sasaran penelitian budaya

Terlebih dahulu perlu dicatat, bahwa dengan meletakkan agama


sebagai sasaran penelitian budaya tidaklah berarti agama yang di itu
adalah hasil kreasi budaya manusia; sebagian agama tetap diyakini
sebagai Wahyu dari Tuhan. yang dimaksudkan, bahwa pendekatan
yang digunakan di situ adalah pendekatan penelitian yang lazim
digunakan dalam penelitian budaya.

Yang termasuk penelitian budaya seperti di singgung sebelumnya


adalah penelitian tentang naskah-naskah (fisiologi), alat-alat ritus
keagamaan, benda-benda purbakala agama (arkeologi) sejarah agama,
nilai-nilai dari mitos-mitos yang dianut para pemeluk agama, dan
sebagainya.

2. Agama sebagai sasaran penelitian sosial

Ilmu sosial terletak diantara ilmu alam dan ilmu budaya. hanya saja
orang berbeda pendapat mengenai letak yang sebenarnya, apakah ilmu
sosial lebih dekat kepada ilmu alam atau ilmu budaya. Kaum
strukturalis, termasuk didalamnya sebagian antropolog, cenderung
meletakkan ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu budaya. Mereka
melihat, tingkah laku sosial pada dasarnya selalu mengacu kepada
aturan aturan tingkah laku (rule of behavior) yang berdasar atas pola
ideal yang bersumber dari nilai. 5

Karena itu kunci memahami masyarakat adalah memahami nilai yang


ada pada masyarakat itu. Kaum strukturalis memandang begitu
pentingnya nilai itu, sehingga mereka lupa bahwa nilai itu, kaum
strukturalis memandang begitu pentingnya nilai itu, sehingga mereka
lupa bahwa nilai itu sendiri merupakan produk interaksi sosial juga. 

Dalam hal ini, pendapat yang dikemukakan oleh Juhaya S. Praja ada
kesamaan dengan pendapat Harun Nasution dan M. Atho Mudzhar,
akan tetapi Juhaya membagi penelitan agama menjadi dua bidang,
yang pada intinya pendapatnya sama dengan pendapat Harun Nasution
tentang ajaran agama kelompok pertama. Sedangkan penelitian
keagamaan menurut Juhaya adalah penelitian hidup keagamaan, yaitu
penelitian terhadap praktik-praktik ajaran agama yang dilakukan oleh
manusia secara individual dan kolektif.

C. Model-Model Penelitian Keagamaan

Model-model penelitian keagamaan disesuaikan dengan perbedaan antara


penelitian agama dan penelitian hidup keagamaan. Djamari, menjelaskan
bahwa kajian sosiologi agama dengan menggunakan metode ilmiah.
Pengumpulan data dan metode yang digunakan antara lain:

1. Analisis Sejarah

Dalam hal ini, sejarah hanya sebagai metode analisis atas dasar
pemikiran bahwa sejarah dapat menyajikan gambaran tentang unsur-
unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga, dan pendekatan
sejarah bertujuan untuk menemukan inti karakter agama dengan
meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain.

Seperti halnya agama Islam, sejarah mencatat bahwa ia adalah agama


yang diturunkan melalui Nabinya yaitu Muhammad saw berdasarkan
kitab sucinya yaitu Alquran yang ditulis dalam bahasa arab. Islam
diturunkan bukan untuk satu bangsa saja melainkan untuk seluruh
bangsa secara universal. Sedangkan agama lain ada yang hanya
diturunkan untuk satu bangsa saja seperti yahudi untuk ras yahudi saja.

5
https://id.scribd.com/doc/194746198/AGAMA-SEBAGAI-SASARAN-
PENELITIAN-BUDAYA ( diakses pada 12 Maret 2021)
Pendekatan sejarah dalam memahami agama dapat membuktikan
apakah agama itu masih tetap pada orisinalitasnya seperti ketika ia
baru muncul atau sudah bergeser jauh dari prinsip-prinsip utamanya.
Bila hal itu dihubungkan dengan agama islam maka ia dapat
dimasukkan pada kategori agama yang bertahan konsisten dengan
ajaran seperti pada masa awalnya.

Menurut ahli perbandingan agama seperti A. Mukti Ali, apabila kita


ingin memahami sebuah agama maka kita harus mengidentifikasi lima
aspek yaitu konsep ketuhanan, pembawa agama atau nabi, kitab suci,
sejarah agama, dan tokoh-tokoh terkemuka agama tersebut.

2. Analisis lintas budaya

Analisis lintas budaya bisa diartikan dengan ilmu antropologi, karena


dilihat dari definisi antropologi sendiri secara sederhana dapat
dikatakan bahwa antropologi mengkaji kebudayaan manusia. Islam
sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad saw sampai saatnya kini
telah melalui berbagai dimensi budaya dan adat-istiadat. Masing-
masing negeri memiliki corak budayanya masing-masing dalam
mengekspresikan agamanya. Karena itu dari segi antropologi kita
dapat memilah-milah mana bagian islam yang merupakan ajaran murni
dan mana ajaran islam yang bercorak lokal budaya setempat.

3.  Eksperimen

Penelitian yang menggunakan eksperimen agak sulit dilakukan dalam


penelitian agama. Namun, dalam beberapa hal,eksperimen dapat
dilakukan dalam penelitian agama, misalnya untuk mengevaluasi
perbedaan hasil belajar dari beberapa model pendidikan agama.

4. Observasi partisipatif

Dengan partisipasi dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasi


perilaku orang-orang dalam konteks relegius. Baik diketahui atau tidak
oleh orang yang sedang diobeservasi. Dan diantara kelebihannya yaitu
memungkinkannya pengamatan simbolik antar anggota kelompok
secara mendalam. Adapun kelemahannya yaitu terbatasnya data pada
kemampuan observer.

5. Riset survei dan analisis statistic

Penelitian survei dilakukan dengan penyusunan kuesioner, interview


dengan sampel dari suatu populasi. Sampel bisa berupa organisasi
keagamaan atau penduduk suatu kota atau desa. Prosedur penelitian ini
dinilai sangat berguna untuk memperlihatkan korelasi dari karakteristik
keagamaan tertentu dengan sikap sosial atau atribut keagamaan
tertentu.

Penelitian survei dapat digunakan paling kurang untuk tujuh tujuan:

a) Digunakan untuk maksud penjagaan ( eksploratif )

b) Untuk menggambarkan ( deskriptif )

c) Untuk penjelasan (explanotory) atau penegasan penegasan


(conformatory) yakni untuk menjelaskan hubungan kausal dan
pengujian hipotesis

d) Untuk keperluan penilaian (evaluasi)

e) Untuk digunakan sebagai bahan atau landasan bagi penelitian yang


bersifat operasional

f) Sebagai upaya untuk mengembangkan indikator-indikator social

6. Analisis isi

Dengan metode ini, peneliti mencoba mencari keterangan dari tema-


tema agama, baik berupa tulisan, buku-bukukhotbah, doktrin maupun
deklarasi teks, dan lainnya. Umpamanya sikap kelompok keagamaan
dianalisis dari substansi ajaran kelompok tersebut.

7. Penelitian kasus dan lapangan

Tujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang


keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial;
individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Ciri-cirinya antara lain:
a) Penelitian kasus dan penelitian mendalam mengenai unit sosial
tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan
terorganisasi dengan baik mengenai unit tersebut.

b) Cenderung untuk meneliti jumlah unit yang kecil, tetapi mengenai


variabel-variabel dan kondisi-kondisi yang berjumlah besar

8. Penelitian Korelasional

Tujuannya untuk mendeteksi sejauhmana variasi-variasi padasuatu


faktor dengan variaisi-variasi pada satu atau lebih faktor lain
berdasarkan koefisiensi korelasi. Ciri-cirinya antara lain:

a) Cocok dilakukan bila variabel-variabel yang diteliti rumit dan/atau


tak dapat diteliti dengan metoede eksperimental atau tak dapat
dimanipulasikan.

b) Studi macam ini memungkinkan pengukuran beberpa variabel dan


saling hubungannya secara serentak dalam keadaan realistiknya

9.  Penelitian Kausal-Komparatif

Tujuannya untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat


dengan cara berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada
mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data
tertentu. Ciri-cirinya antara lain:

a) Bahwa data dikumpulkan setelah semua kejadian yang


dipersoalkan berlangsung (lewat masanya). Peneliti mengambil
satu atau lebih akibat (sebagai dependen variabel) dan menguji data
itu dengan menelusuri kembali ke masa lampau untuk mencari
sebab-sebab saling hubungan dan maknanya.6

a) Konstruksi Teori Penelitian Keagamaan

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta


mengartikan konstruksi adalah cara membuat (menyusun) bangunan-
bangunan (jembatan dan sebagainya); dan dapat pula berarti susunan
6
http://dolmaprinting.blogspot.com/2019/03/model-penelitian-keagamaan.html ( diakses pada
12 Maret 2021)
dan hubungan kata di kalimat atau di kelompok kata. Sedangkan teori
berarti pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan
mengenai suatu peristiwa (kejadian); dan berarti pula asas-asas dan
hukum-hukum umum yang dasar suatu kesenian atau ilmu
pengetahuan. Selain itu, teori dapat pula berarti pendapat, cara-cara,
dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.

Selanjutnya, dalam ilmu penelitian teori-teori itu pada hakikatnya


merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya
suatu hubungan positif antara gejala yang diteliti dari satu atau
beberapa faktor tertentu dalam masyarakat, misalnya kita ingin
meneliti gejala bunuh diri.

Teori integrasi atau kohesi sosial dari Emile Durkheim (seorang ahli
sosiologi Perancis kenamaan), yang mengatakan adanya hubungan
positif antara lemah dan kuatnya integrasi sosial dan gejala bunuh diri
dari pengertian – pengertian tersebut, kita dapat memperroleh suatu
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Ksnstruksi teori adalah
susunan atau bangunan dari suatu pendapat, asas-asas atau hukum –
hukum mengenai sesuatu yang antara suatu dan lainnya saling
berkaitan, sehuingga membentuk suatu bangunan.

Adapun penelitian berasal dari kata teliti yang artinya cermat, seksama,
pemeriksaan yang dilakukan secara saksama dan teliti, dan dapat pula
berarti penyelidikan, tujuan pokok dari kegiatan penelitian ini adalah
mencari kebenaran-kebenaran objektif yang disimpulkan melalui data-
data yang terkumpul. Kebenaran – kebenaran objektif yang diperoleh
tersebut kemudian digunakan sebagai dasar atau landasan untuk
pembaruan, perkembangan atau perbaikan dalam masalah-masalah
teoritis dan praktis bidang-bidang pengetahuan yang bersangkutan.

Dengan demikian, penelitian mengandung arti upaya menemukan


jawaban atas sejumlah masalah berdasarkan data-data yang terkumpul.
Berikutnya, sampailah kita kepada pengertian agama. Telah banyak
ahli-ahli ilmu pengetahuan seperti antropologi, psikologi, sosiologi,
dan lain-lain yang mencoba mendefinikan agama. R.R. Maret salah
seorang ahli antropologi Inggris, menyatakan bahwa agama adalah
yang paling sulit dari semua perkataan untuk didefinisikan karena
agama adalah menyangkut lebih daripada hanya pikiran, yaitu perasaan
dan kemauan juga, dan dapat memanifestasikan dari menurut segi-segi
emosionalnya walaupun idenya kabur.

Namun demikian, mendefinisikan agama dapat juga dilakukan,


meskipun sangat minimal, sebagaimana yang telah diberikan E.B.
Taylor yaitu agama adalah kepercayaan terhadap kekuatan gaib.

Definisi agama dengan lebih lengkap dikemukakan J.G. Frazer.


Menurutnya agama adalah suatu ketundukan atau penyerahan diri
kepada  kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia yang dipercaya
mengatur dan mengendalikan  jalannya alam dan kehidupan
manusia.  Lebih lanjut Frazer mengatakan bahwa agama terdiri dari
dua elemen yakni yang bersifat teoritis dan yang bersifat praktis. Yang
bersifat teoritis berupa kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan yang
lebih tinggi daripada manusia, sedangkan yang bersifat praktis ialah
usaha manusia untuk tunduk kepada  kekuatan-kekuatan tersebut
serta  usaha menggembirakannya.7

Harun Nasution, guru besar filsafat dan teologi islam, berdasarkan


analisisnya terhadap  berbagai kata yang berkaitan dengan
agama  yaitu al-din, religi dan kata agama itu sendiri sampai pada
kesimpulan pada intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di
atas  ialah ikatan. Agama mengandung  arti ikatan-ikatan yang harus di
pegang  dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh yang
besar sekali terhadap  kehidupan manusia sehari-hari.  Ikatan ini
berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia.

Harun Nasution selanjutnya menyebutkan ada empat unsur penting


yang terdapat dalam agama, yaitu :

7
http://tangansfm.blogspot.com/2017/03/telaah-konstruksi-penelitian-
agama.html ( diakses pada 12 Maret 2021)
1. Unsur kekuatan gaib yang dapat mengambil bentuk dewa, tuhan,
dan sebagainya.

2. Unsur keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan


hidupnya di akhirat nanti amat bergantung  kepada adanya
hubungan baik dengan kekuatan gaib yang di maksud.

3. Unsur respons yang bersifat emosional dari manusia yang dapat


m`engambil bentuk perasaan takut, cinta dan sebagainya.

4. Unsur paham adanya yang kudus  dan suci yang dapat mengambil


bentuk kekuatan gaib, kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama
yang bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.

b) Metode Penelitian Agama

Perlu diketahui bahwa kekurangan dari penelitian agama terdahulu


ialah dikarenakan beberapa sebab sebagai berikut: (1) kebanyakan
pemikir
ahli agama di Indonesia memiliki ciri pemikiran spekulasi teoritis,
sehingga tidak mampu untuk memecahkan masalah, (2) tidak adanya
penggunaan metode empiris serta penguasaan tentang pengetahuan
sosial dalam melakukan suatu penelitian agama, sehingga para ahli
agama tersebut tidak mampu memahami kondisi masyarakat yang
religius, (3) pemakaian metode deduktif yang menimbulkan
kekecewaan bagi masyarakat terhadap perilakunya dalam kehidupan
yang tidak sesuai dengan agama yang ia yakini. Ketiga kekurangan di
atas menunjukkan bahwa diperlukan adanya kerjasama antara
penelitian agama dengan penelitian lain, diantaranya ialah penelitian
sosial. Namun perlu diperhatikan dalam penelitian sosial bahwa fakta-
fakta sosial biasanya mengandung interpretasi, yang tergantung dari
hipotesis dari peneliti. Para ahli memahami bahwa pada umumnya di
bidang ilmu-ilmu sosial, tidak perlu seseorang lebih dahulu
berpengalaman sebagai ahli dalam suatu bidang untuk kemudian
menyelidikinya. Misalnya saja, tidak perlu berpengalaman lebih
dahulu dalam bidang kejahatan untuk kemudian menyelidiki persoalan
kriminalitas. Dalam penelitian sosiologi agama pun demikian, tidak
perlu seorang sosiolog terlibat dalam salah satu agama ketika ia
meneliti suatu agama tertentu. Kalaupun ia beragama, dia akan
berusaha untuk menjauhkan diri dari latar belakang agamanya, agar
terjamin sisi keobyektifan dari penelitiannya. Berbeda dengan
penelitian-penelitian di atas, dalam penelitian agama perlu ditekankan
adanya suatu unsur yang mampu memaksimalkan pendekatan empiris,
unsur tersebut ialah sikap agamis. Agama dari seseorang merupakan
suatu hal yang bersifat pribadi dan dalam, sehingga hanya dapat
diamati dengan berhati-hati. Seorang peneliti yang secara teknis sangat
baik dalam melakukan penelitian, belum pasti ia dapat menemukan
persoalan-persoalan agama pada seseorang yang sedang ditelitinya
kecuali kalau peneliti tersebut juga beriman serta berefleksi, baik
dalam situasi sementara penelitian yang sedang dilakukan, maupun
juga dalam kehidupan sehari-hari. Apabila peneliti tersebut bukan
seorang yang beragama, maka ia hanya sanggup mengambil
kesimpulan melalui ungkapan-ungkapan kepercayaan dan gejala-gejala
agamiah yang sedang diteliti, bukan iman atau agama yang diteliti.
Dalam penelitian sosiologi atau psikologi, hasil yang ditemukan
melalui pemahaman gejala-gejala tersebut, sudah merupakan hasil
penelitian yang cukup memuaskan. Namun dalam penelitian agama,
ungkapan-ungkapan dan gejala-gejala tersebut tidak dapat diterima
dengan begitu saja. Dalam penelitian agama, refleksi dari seorang
peneliti perlu dipraktekkan. Penelitian agama tidak mungkin dilakukan
apabila peneliti itu tidak tahu seluk-beluk persoalan pokok agama yang
sedang ditelitinya. Oleh karena itu, seorang peneliti dalam bidang
agama harus mampu beragama dan berefleksi atas agamanya. Di
sinilah perbedaan antara penelitian agama dengan penelitian lainnya.
Dengan kata lain, dalam melakukan penelitiannya, seorang peneliti
agama menghadapi kenyataan yang ada dalam lapangan itu dengan
perspektif agamis dan sikap agamais, yang menunjukkan bahwa
peneliti tersebut merupakan subyek yang terlibat dalam penelitian
imannya sendiri. Metode lain yang digunakan dalam penelitian agama
ialah dengan memanfaatkan metode ilmu-ilmu sosial. Terdapat tiga
corak utama dalam penelitian sosial, yakni: penelitian deskripsi,
eksplorasi, dan verifikasi. Adapun yang membedakan antara ketiga
corak penelitian tersebut ialah peranan hipotesis dalam pelaksanaan
penelitian. Penelitian deskriptif tidak memiliki hipotesis; penelitian
eksploratis baru membentuk hipotesis pada akhir penelitian; sedangkan
dalam penelitian verifikatif, hipotesis merupakan titik tolak untuk
diuji. Dari ketiga corak penelitian sosial di atas, metode penelitian
deskripsi merupakan metode yang cocok untuk diterapkan dalam
penelitian agama. Hal ini dikarenakan, seperti yang telah dijelaskan di
atas bahwa penelitian agama tidak bermaksud untuk mengembangkan
teori-teori baru tentang agama, umat dan sebagainya, namun bertujuan
untuk melukiskan salah satu kelompok sosial dan gejalagejala dalam
masyarakat dan gejala-gejala dalam masyarakat agama. Metode
tipologi yang banyak digunakan oleh ahli sosiologi juga dapat
diterapkan dalam penelitian agama. Maksud dari metode ini ialah
berisi klasifikasi topik dan tema sesuai dengan tipenya, lalu
dibandingkan dengan topik dan tema-tema yang mempunyai tipe yang
sama. Dalam penelitian agama, dapat digunakan untuk
mengidentifikasi lima aspek atau ciri agama, lalu dibandingkan dengan
aspek dan ciri yang sama dari agama lain. Sehingga dengan demikian
akan muncul pemahaman dari seorang peneliti yang lebih rinci. Aspek
dan ciri agama yang dapat diambil ialah (1) Tuhan dari tiaptiap agama,
yakni sesuatu yang disembah oleh pengikut agama tersebut, (2) Nabi
dari setiap agama, yaitu orang yang membawa ajaran agama, (3) Kitab
dari setiap agama, yakni dasar peraturan yang diterangkan oleh agama
yang ditawarkan kepada manusia untuk dipercaya dan diikuti, (4)
keadaan sekitar waktu munculnya Nabi dari tiap agama dan orang-
orang yang didakwahinya, karena tentunya setiap Nabi memiliki cara
penyampaian yang berbeda-beda dalam mendakwahkan ajarannya, dan
(5) orang-orang yang dihasilkan oleh suatu agama tertentu, sebagai
hasil nyata dari proses dakwah yang dilakukan dari seorang Nabi. 8
Kelima aspek dan ciri agama tersebut setidaknya mampu memberikan
wawasan yang luas bagi para peneliti dalam melaksanakan penelitian
agama di Indonesia.

Penutup
Dari berbagai uraian di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut: (1) pelaksanaan penelitian agama ialah untuk melukiskan
salah satu kelompok sosial, gejala-gejala dalam masyarakat atau salah satu
kelompok agama, bukan untuk mengembangkan teori-teori baru tentang
agama, umat beragama dan sebagainya; (2) terdapat metode yang khas dari
penelitian agama, yakni metode sintesis yang merupakan gabungan dari
metode doktriner dengan metode ilmiah, (3) perlunya kerjasama yang baik
antara penelitian agama dengan penelitian lain, karena sedikit banyaknya
dalam penelitian agama membutuhkan data yang berasal dari penelitian
lain
tersebut, dan (4) hasil penelitian agama memberikan kontribusi yang besar
terhadap berbagai disiplin ilmu, termasuk pengembangan konsep
pendidikan Islam, dimana hasilnya dapat dijadikan sebagai acuan atau
paradigma alternatif dalam usaha pengembangannya.

Daftar Pustaka

http://abiavisha.blogspot.com/2013/02/model-penelitian-keagamaan.html?
m=1

https://www.academia.edu/24048662/PENELITIAN_AGAMA_DAN_PENEL
8
A. Mukti Ali, “Metodologi, Ilmu Agama Islam”, dalam Taufik Abdullah dalam M. Rusli
Karim, Metodologi Penelitian Agama: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
2004), hlm. 62-69.
ITIAN_KEAGAMAAN_SERTA_PENGERTIAN_KONSTRUKSI_TE
ORI_PENELITIAN_AGAMA

http://lufinurmawan.blogspot.com/2015/05/makalah-metodologi-studi-islam-
tentang_4.html?m=1

http://islamiceducation001.blogspot.com/2015/05/agama-dan-metode-
penelitian-agama.html?m=1

http://makalahkampus15.blogspot.com/2017/11/makalah-msi-penelitian-
agama-dan.html?m=1

http://dolmaprinting.blogspot.com/2019/03/model-penelitian-
keagamaan.html

https://media.neliti.com/media/publications/195086-ID-penelitian-agama-
menurut-h-a-mukti-ali-d.pdf

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34138/1/METODO
LOGI%20PENELITIAN%20AGAMA

http://tangansfm.blogspot.com/2017/03/telaah-konstruksi-penelitian-
agama.html

A. Mukti Ali, “Metodologi, Ilmu Agama Islam”, dalam Taufik Abdullah


dalam M. Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama: Suatu
Pengantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), hlm. 62-69.

Anda mungkin juga menyukai