Anda di halaman 1dari 28

ILMU PERBANDINGAN AGAMA DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA DI

INDONESIA
Arini Lestari
Program studi Aqidah dan Filsafat islam
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,UIN Alauddin Makassar
E-mail: arinilestari2711@gmail.com

Abstract

History in the scientific world. Efforts to get a real view of the phenomenon of human
religiosity, it is appropriate that the approach to religious studies is not limited to theology
alone.However, the phenomenological approach will provide different and more comprehensive
information. Phenomenology of religion is the study of approaches to religion by comparing
various kinds of symptoms from the same field between various religions. So that the science of
comparative religion is very important for a Muslim, because by studying it a Muslim can
understand other religions besides Islam, can respect other religions because he already knows
religious differences in depth. Furthermore, they can find out the advantages of Islam after
being compared with other religions, which can be used as an insight for preaching

Keywords: religion.comparison.science.history.development

Abstrak
sejarahnya dalam dunia ilmiah. Upaya untuk mendapatkan pandangan yang sesungguhnya
tentang fenomena keberagamaan manusia, sudah semestinya pendekatan studi agama tidak
terbatas pada teologi saja. Namun pendekatan fenomenologi akan memberikan keterangan yang
berbeda dan leb ih komperhensif. Fenomenologi agama adalah studi pendekatan terhadap
agama dengan cara memperbandingkan berbagai macam gejala dari bidang yang sama antara
berbagai macam agama. Sehingga ilmu perbandingan agama sangat penting bagi seorang
muslim, karena dengan mempelajarinya seorang muslim dapat memahami agama-agama lain
selain islam, dapat menghormati agama lain sebab telah mengetahui perbedaan agama secara
mendalam. Selanjutnya dapat mengetahui kelebihan agama Islam setelah dibandingkan dengan
agama lain, yang dapat dijadikan sebuah wawasan untuk berdakwah.

Kata kunci: agama,perbandingan,ilmu,sejarah,perkembangan


A. PENDAHULUAN

Ilmu Perbandingan Agama (IPA) sering menimbulkan salah pengertian.


Pertama, seseorang sering memahami IPA sebagai ilmu yang hanya membandingkan
antara agama yang satu dengan agama lain. Padahal tujuan dari IPA bukan sekedar
membanding-bandingkan, tetapi lebih luas dari itu. Bahkan seorang sering mengira
bahwa tugas IPA adalah menilai kesalahan-kesalahan agama lain. Padahal menila
kesalahan-kesalahan agama lain bukanlah tugas dari IPA, tetapi tugas dari Ilmu
Kalam atau Teologi Islam. Kedua, seseorang dengan apriori mengangap bahwa IPA
mendangkalkan aqidah. Sebab seseorang mengira bahwa dengan mempelajari IPA
akan mengurangi keyakinan agama Islam. Padahal justru dengan mempelajari IPA
seorang Muslim akan semakin menemukan mutumanikam keunggulan ajaran agama
Islam dibandingkan ajaran agama lain. Mutumanikam keunggulan ajaran Islam
kurang tampak kalau tidak dibandingkan dengan ajaran agama lain, tetapi justru
tampak cemerlang setelah dibandingkan dengan ajaran agama lain. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka dalam karangan ini akan dikaji Ilmu Perbandingan Agama
secara seksama meskipun dengan ringkas. Dengan demikian dapat mengurangi atau
menghilangkan beberapa sakwasangka tentang Ilmu Perbandingan Agama. Oleh
karena itu pada karangan ini secara singkat akan dibahas pengertian dan nama-nama
Ilmu Perbandingan Agama, obyek Ilmu Perbandingan Agama, metode-metode Ilmu
Perbandingan Agama, perkembangan Ilmu Perbandingan Agama, dan manfaat Ilmu
Perbandingan Agama bagi seorang Muslim(1 djo)

B. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengertian Agama

Di kalangan ahli perbandingan agama terjadi perbedaan dalam mengartikan


“agama”, sehingga istilah agama sampai saat ini masih menjadi pertanyaan, apa
definisi agama itu?. Ternyata untuk menjawabnya secara konprehensif terasa sulit,
karena belum ada rumusan pengertian yang dapat diterima oleh setiap orang dan
setiap golongan. Hal ini diakui sendiri oleh A. Mukti Ali, salah seorang ahli Ilmu
Perbandingan Agama di Indonesia, yang mengatakan bahwa : “Barangkali tak ada
kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain dari kata
‘agama’.Selain kata agama dalam masyarakat Indonesia dikenal juga data dîn dari
dari bahasa Arab dan kata religi dari bahasa Eropa. Perkataan agama yang
dipergunakan oleh bansga Indonesia, secara teknis berasal dari bahasa Sanskerta.
Tetapi secara terminologis untuk memahami pengertian yang dimaksud, perlu
dipelajari adanya berbagai pengaruh, misalnya pengaruh Hindu-Purana, pengaruh
Islam, Nasrani dan adapt-istiadat daerah sehingga memberi batasan tentang
agama, ad- dîn dan religi menurut definisi mungkin lebih sulit atau sama sulitnya
seperti memberi batasan tentang hokum. Hal ini disebabkan oleh karena orang
masih tetap berbeda paham tentang agama itu sendiri, mana yang disebut agama
dan mana yang bukan. Paling sedikit ada tiga alasan untuk hal ini menurut A.
Mukti Ali.1

a) Karena pengalaman agama itu adalah soal batini dan subyektif, juga sangat
individualistis, tiap orang mengartikan agama itu sesuai dengan
pengalamannya sendiri, atau sesuai dengan pengalaman agama sendiri. Oleh
karena itu tidak orang yang bertukar pikiran tentang pengalaman agamanya
dapat membicarakan satu soal yang sama.

b) Bahwa barangkali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosiolan
lebih daripada membicarakan agama. Agama adalah merupakan soal yang sakti
dan luhur.

c) Bahwa konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang
memberikan pengertian agama itu. Orang yang giat pergi ke mesjid atau gereja;
ahli tasawuf atau mistik akan condong untuk menekankan kebatinannya,
sedangkan ahli antropoligi yang mempelajari agama condong untuk
mengartikannya sebagai kegiatan-kegiatan dan kebiasaan-kebiasaan yang dapat
di amati.2

1
Himayah, M. A. (2015). Ibnu Hazm Biografi karya dan Kajiannya Tentang Agama-agama.
Jawa Timur : Lentera.
2
Arifinsyah. (2018). Ilmu Perbandingan Agama dari Regulasi ke Toleransi . Medan :
Perdana Publishing.
Secara etimologi ada beberapa pendapat memberikan makna ‘’agama’’
cukup beragam, diantaranya memaknai ‘’agama’’ bahasa dari sansekerta yang
mempunyai beberapa arti. Suatu pendapat mengatakan bahwa agama berasal dari
dua kata, yaitu a dan gam yang berarti a = tidak kacau (teratur). Ada juga yg
mengartikan a = tidak, sedangkan gam = pergi, berarti tidak pergi, tetap di tempat,
turun menurun.3

Apabila dilihat dari segi perkembangan bahasa, kata gam itulah yang menjadi go
dalam bahasa Inggris dan gaan dalam bahasa Belanda. Adalagi pendapat orang
mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, agama biasanya memang
mempunyai kitab suci. Selanjutnya berikut ini dikemukakan beberapa definisi
agama secara istilah.4

Menurut prof. leube mendefinisikan agama sebagai peraturan ilahi yang


mendorong manusia berakal untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
diakherat. Menurut departemen agama, pada masa presiden soekarno pernah di
usulkan definisi Agama adalah jalan hidup dengan kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa yangberpedoman pada kitab suci dan dipimpin oleh seorang nabi.
Ada 4 unsur yang harus ada pada defenisi agama tersebut yaitu:

a) Agama merupakan jalan/alas hidup.

b) Mengajarkan kepercayaan adanya Tuhan Yang Maha Esa.

c) Mempunyai kitab suci (wahyu).

d) Dipimpin oleh seorang nabi atau rasul.5

3
Khotima. (2015). Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahami Agama-agama.
Pekanbaru: Asa Riau.
4
Arifinsyah. (2018). Ilmu Perbandingan Agama dari Regulasi ke Toleransi . Medan :
Perdana Publishing.
5
Khotima. (2015). Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahami Agama-agama.
Pekanbaru: Asa Riau.
Agama ialah kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum yang
diwahyukan kepada utusan-utusan-Nya untuk kebahagiaan hidup manusia di
dunia dan di akhirat. Dengan ciri-ciri, sebagai berikut:

a) Mempercayai adanya Tuhan yang Maha Esa

b) Mempunyai kitab suci dari Tuhan Yang Maha Esa.

c) Mempercayai rasul/utusan dari Tuhan Yang Esa

d) Mempunyai hukum sendiri bagi kehidupan penganutnya berupa perintah dan


petunjuk. (hal.4 . buku ilmu perbandingan agama ).6

2. Pengertian ilmu Perbandingan Agama

Ilmu Perbandingan Agama adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
berusaha untuk memahami gejala-gejala keagamaan dari suatu kepercayaan
(agama) dalam hubungannya dengan agama lain. Pemahaman ini mencakup
persamaan (kesejajaran) dan perbedaannya. Selanjutnya dengan pembahasan
tersebut, struktur yang asasi dari pengalaman keagamaan manusia dan pentingnya
bagi hidup dan kehidupan manusia dapat dipelajari dan dinilai.7

Adapun perbandingan agama berusaha untuk memahami semua aspek-aspek yang


di peroleh dari sejarah agama itu, kemudian menghubungkan atau
membandingkan satu agama dengan lainnya untuk mencapai dan menentukan
struktur yang fundamental dari pengalaman-pengalaman dan konsepsi-konsepsi
dengan memilih dan menganalisa persamaan dan perbedaan antara agama-agama
itu. Perbandingan agama membandingkan antara agama dan methodenya dan
konsepsi-konsepsinya untuk mencapai tujuan itu. Oleh karna itu perbandingan
agama mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang fundamental dan universal
dari tiap-tiap agama, yang akan dijawab dengan ajaran agama masing-masing.
Dalam proses perkembangannya, sejarah agama-agama telah di akui kemudian

6
Arifinsyah. (2018). Ilmu Perbandingan Agama dari Regulasi ke Toleransi . Medan :
Perdana Publishing.
7
Amin, M. I., & Utami, E. N. (2019). Pengaruh Mempelajari Ilmu Perbandingan Agama
Terhadapa Mutu Keimanan Mahasiswa IAIN Kudus. jurnal tarbawi, 16(1), 55.
sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang juga dikenal dengan
perbandingan agama, yang dalam bahasa arabnya muqaranatul adyan dan bahasa
inggrisnya comparative religion.8

Menurut Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama adalah salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang berusaha untuk memahami gejala-gejala keagamaan dari suatu
kepercayaan (agama) dalam hubungannya dengan agama lain. Pemahaman ini
mencakup persamaan dan perbezaannya. Kajian ini adalah penting untuk menilai
struktur asas dari pengalaman keagamaan manusia Selain Mukti Ali sendiri ada
beberapa tokoh dunia yang mengkaji seperti Abu Royhan Al-Birruni, Ahmad
Deedat, Zakir Naik, Ibnu Hazm Al-Andalusy, Hasbullah Bakri, dan Abu Ahmadi.
(hal.5. buku 4_bab1)

Abu Royhan Al-Birruni, merupakan ulama muslim terkemukan di bidang Ilmu


Perbandingan Agama. Bukunya yang terkenal adalah Tahqiq Ma lil Hindi min
Maqulah Maqbulah fi al-aql aw Mardhulah yang didalamnya menjelaskan tetang
Agama Hindu. Buku lainnya yaitu Al-rad ‘ala Tsalatsi Firaq min al- Nashra yang
menjelaskan tentang studi agama kirsten. Buku ini ditulis oleh Abu Isa Al-waraq.
Lalu Abu Hasan Al-Amry menulis buku Al-i’lam bu Manaqibil Islam dan Al-Fasl
fi Milal wa al-Ahwa wa An-nihal yang ditulis oleh Al-Qurtuby.(hal.6)

Ahmed Deedat dalam dakwahnya mengusung materi yang bernuansa


comparative religion (Perbandingan Agama) dengan fokus utama pada Kristologi
Islam. Dengan demikian, ia berusaha untuk membentengi umat Islam dari
kristenisasi dan memberikan pemahaman untuk dapat menghadapi misionaris
yang datang ke rumah seorang muslim.(hal.6)

Zakir Naik Nama lengkap beliau ialah Zakir Abdul Karim Naik. Beliau ialah
seorang penulis hal-hal tentang islam serta menulis tentang perbandingan agama
dan beliau juga seorang pendebat handal seperti halnya ahmad deedat, dan profesi
asli beliau adalah seorang dokter medis yang memperoeh gelar dokter di Bachelor
of Medicine and Surgery (MBBS) dari maharashtra. Beliau memulai awal
8
Arifinsyah. (2018). Ilmu Perbandingan Agama dari Regulasi ke Toleransi . Medan :
Perdana Publishing.
karirnya menjadi seorang pendebat dengan berguru dengan gurunya yaitu Ahmad
Deedat, zakir naik berguru saat ahmad deedat sudah keliling benua Amerika,
Eropa dan Australia. Zakir naik menjadi seorang ulama dan aktivis dakwah islam
dalam perbandingan agama pada tahun 1991.(hal.6)9

Ibnu Hazm Al-Andalusy merupakan tokoh ilmu perbandingan agama dengan


Karangannya adalah Al-Fashl fil Milal Wal Ahwa Wa Nihal. Ibnu Hazm
menjelaskan di dalam bukunya tentang pembagian Kristen menjadi dua golongan.
Golongan politeistis dan golongan yang masih berpegangan teguh dengan
ajarannya. Golongan politeistis adalah mereka yang ajarannya telah di
selewengkan oleh Yahudi dan kaum mereka sendiri. Selain itu Ibnu Hazm
mengungkapkan terdapat 78 pasal dalam kitab injil yang saling bertentangan
sehingga dapat di simpulkan bahwa kitab Injil bukanlah berasal dari wahyu.(hal.7)

Kecerdasan Ibnu Hazm terlihat dari pemahamannya terhadap perjanjian lama dan
perjanjian baru yang tergambarkan dalam karya agungnya di atas. Selain itu
karena kritikan yang tajam terhadap umat Kristen dan sumbangan yang besar
terhadap ilmu perbandingan agama, para sarjana barat dan islamis barat
memberikan pengakuan dan pengukuan terhadap karya-karyanya.(hal.7)

Hasbullah Bakri mengatakan bahwa ilmu perbandingan agama adalah ilmu yang
mengajarkan tentang agama-agama, baik yang ada penganutnya di negara kita
atau yang tidak ada penganutnya, baik yang disebut agama missionari ataupun
yang disebut dengan bukan agama missionari.(hal.7)

Abu Ahmadi dalam bukunya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ilmu
perbandingan agama adalah ilmu yang mempelajari tentang bermacam-macam
agama, kepercayaan dan aliran peribadatan yang berkembang pada berbagai
bangsa sejak dahulu hingga sekarang ini.(hal.8)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu perbandingan


agama berusaha mempelajari barbagai macam agama, kepercayaan dan juga

9
Sermada, D. (2011). Pengantar Ilmu Perbandingan Agama . Jawa Timur : Pusat Publikasi
Filsafat Teologi Widya Sasana.
meliputi aliran-aliran dalam aspek kepercayaan dan peribadatan dari pada agama-
agama yang dipelajari yang meliputi persamaan dan perbedaan.10

3. Kedudukan ilmu perbandingan agama

Selain kita mengetahui arti perbandingan agama khususnya bagi kepentingan


islam, maka perlu juga di ketahui kedudukannya.

a) Ilmu perbandingan agama berkedudukan sebagai jembatan yang berusaha


memahami semua aspek-aspek yang di peroleh dari sejarah agama, kemudian
di bandingkan satu agama dengan lainnya untuk mencapai dan menentukan
struktur yang fundamental dari pengalaman-pengalaman dan konsepsi-konsepsi
keagamaan dengan memilih dan menganalisasi persamaan dan perbedaan
antara agama-agama itu dari segi tujuan, metodos dan konsepsi untuk
mencapai tujuan.

b) Perbandingan agama berkedudukan sebagai pengumpul bahan-bahan dari


berbagai pengalaman keagamaan dan mencapai interpretasi yang menerankan
tentang keperluan orang tentang agama dan kodrat manusia.11

c) Perbandingan agama bagi seorang muslim berkedudukan juga sebagai usaha


untuk mengetahui bagaimana tuhan telah memberi petunjuk kepada ummat
manusia untuk memberikan response atau tanggapan terhadap petunjuk itu.

d) Perbandingan agama berkedudukan sebagai jembatan penghubung antara ilmu


agama yang empiris dengan ilmu agama yang normatif. Variasi-variasi gejala
yang tidak terbilang banyaknya yang dihasilkan oleh sejarah agama, psikologi
agama dan sosial agama, semua itu harus ditatakaitkan dalam sebuah
konstruksi agar lebih mudah dipahami sejarah dalam aspek kehidupannya.12

10
Amin, M. I., & Utami, E. N. (2019). Pengaruh Mempelajari Ilmu Perbandingan Agama
Terhadapa Mutu Keimanan Mahasiswa IAIN Kudus. jurnal tarbawi, 16(1), 56.
11
Zain, A. E., Din, N. B., Nasiruddin, M., Ismail, N. B., & Kamis, M. H. (2017). Menghadapi
Masyarakat Majemuk Di Malaysia Melalui Ilmu Perbandingan Agama. Wardah, 6(1), 48-
50.
12
Bahaf, M. A. (2015). Ilmu Perbandingan Agama. Serang: A-Empat .
4. Sejarah Perkembangan Ilmu Perbandingan Agama dalam Islam

Sejarah Perkembangan lImu Perbandingan AgamaSekalipun Imu


Perbandingan Agama mengalami perkembanganyang pesat pada abad ke-19
terutama pada dekade 60an dan 70an, sebenarnya kemunculan ilmu ini dapat
ditemukan di dalam kebudayaanYunani Kuno dan Romawi Kuno serta dalam
kebudayaarn Islam. Di kalanganbangsa Yunani dan Romawi kuno, rasa tertarik
terhadap agamaagama yang bukan aganmanya sendiri ini sudah dapat ditemukan.
Xenophanes (570475 S.M) telah mengemukakan pandangan kritisnya rerhadap
agama rakyat yang diserangnya melalui dua arah. Pertama, dari sitatnya yang
antrophomortis; can kecdua, dari sifatnya yang immoral. Kajian yang lebih baik
dilakukan oleh Herodorus (484425 S.M) yang mampu menggambarkan bukan
sajakepercayaan asli masyarakat Yunani melainkan juga kepercayaan bangsa-
bangsa lain seperti bangsa Mesir, Babilonia dan Persia Kuno.

Jika metode kritis filosofis Xenopanes menyasar kepada dua arah keyakinan
masyarakat Yunani kuno, maka Herodotus memperkenalkandeskriptit dan
komparatit pemujaan di dalam agama non-Yunani dengan praktek-praktek
keagamaan Yunani. Dua metode inilah yang berkembang didalam studi agama
pada zaman Yunani kuno. Yakni, cara pertama adalah dengan melalui catatan-
catatan perjalanan yang mencakup deskripsi pemujaan di dalam agama yang
bukan Yunani dan perbandingannya denganpraktek-praktek keagamaan Yunani,
dan, cara kedua dengan cara kritik filosofis terhadap agama tradisional.

Karya tulis Herodotus itu meskipun lebih banyak menunjukkancatatan data


daripada menerangkan data, tetapi dia telah memberikan suatu sumbangan besar
bagi studi agama selanjutnya. Dia telah membina prinsip persamaan dewadewa
yang kemudian terkenal sebagai Interuretatio Romaana. Di dalam prinsip ini
Herodorus sambil mempergunakan apa yang sekarang disebut metode
perbandingan telah menunjukkan betapa para dewa yangterdapat di dalam sistem
keagamaan dengan berbagai nama serta sifat yang berbeda-beda itu sebetulnya
memiliki fungsi yang sama. Pandangannyatentang persamaan dewadewa ini
membawa dirinya ke arah catatan teori penyebaran. Dia menyatakan bahwa
orangorang Persia telah meminjam penyembahan kepada Aphroditus dari
kebaktian Astarte di kalangan orangorang Asiria. Begitu Juga nyanyian
penguburan di kalangan orangorang Babilonia itu mirip sekali dengan yang
terdapat di kalangan orangorang Mesir, dan penyembahan kepada dewa Ahys
(dewa dunia bagian bawah) ituadalah meniru praktek keagamaan orangorang
Cyranis. Sehingga di sinimenurut dia faktor imitasi telah memainkan peranan
penting. Herodotus tidak merumuskan suatu teori tentang perbandingan agama,
tetapi diamengusulkan suatu teori yang disebut teori perkembangan tarikh tiga
tarat.Taraf pertama manusia, tarat kedua tarat pahlawan dan tarat ketiga tarat
dewa-dewa.

lde Herodotus tentang teori tarikh tiga taraf ini dikembangkan lebih lanjut oleh
Euhomerus. Menurut Euhomerus dewadewa itu asalnya orang-orang yang
berkuasa yang secara lambat laun diperdewakan. Dalam segi inimite itu adalah
memuja, mengagungkan, memuliakan dikarenakan orangorang besar ini dan
dikarenakan peristiwaperistiwa yang berkaitan dengan kehidupan orang-orang
besar, kelahiran serta kematiannya.

Perkembangan kajian terhadap agama semakin berkembang sejalan dengan


pernaklukan-penaklukan oleh Alexander yang Agung. Pada masa ini bayak karya
studi agamaagama yang dihasilkan. Dengan tampilnya kaumStoics, studi
agamaagama untuk pertama kalinya memperoleh sitat yangbenar-benar
"kosmopolitan. Di samping mengelompokkan agama-agama menurut tempat asal-
usulnya, mereka juga menycbutkan adanya berbagaikepercayaan yang dapat
ditemukan dalam semua agama. Kepercayaan tadi disebut natural religion. Alur
studi kaum Stoics memuncak dalam karya-karya Cicero, De natuera deomum
(Concerning the Nature of the Gods) dan Dedivination (Concerning Divinatione).
Masalah mitologi juga memperolehperhatian mereka. Mitemite mereka jelaskan
dalam istilah-istilah yang allegoris sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan
dewadewa tradisionalsebagai personifikasi dari fenomenatenomena alam. Di
kemudian hari, gemametode semacam ini dapat ditemukan dalam karya Max
Muller dan alirannatune mythologs (mitologi alam) pada akir abad ke-19.

Diantara para pemikir zaman Romawi yang patut disebut karenakaryanya adalah
Varro (11627 S.M) dan Cicero (10643 S.M) yang namanya telah disebut di atas.
Karya Varro yang berjudul Roman Antioutios sebanyak40 jilicd merupakan salah
satu sebuah gudang informasi mengenai agama-agama kuno. Di dalam karyanya
On the Natre of he Gods, Cicero memberikan uraian yang posititf tentang fungsi
agama sebagai disipliner,ajaran etika dan daya integratit. Namun di dalam buku
On Diination, Cicero mengkritik dan bahkan telah mencemooh praktekpraktek
ketuhanan Romawi, padahal ia sendiri sebagai seorang juru ramal resmi. la
dikenalsebagai orang yang mencaci maki dan tidak mengamalkan praktek-
praktekkeagamaan pada zamannya. Hal iniah yang menyebabkan ia
memisahkanmasalah ketuhanan dari masalah lembaga-lembaga keagamaan serta
praktekpraktek keagamaan lainnya. Cicero hidup di dalam suatu zaman
dimanaagama telah banyak kehilangan pengaruhnya di dalam masyarakat. Dan ia
sendiri muncul sebagai seorang skeptis.

Suasana terbuka dan objektif di dalam studi agama pada masa Yunani dan
Romawi kuno telah berganti menjadi sikap ekslusif dan intoleran pada studi
agama yang dilakukan oleh kelompok Kristen-Yahudi. Sikapdemikian muncul
tidak terlepas daripada perjalanan sejarah dan spiritualbangsa Yahudi yang sealu
dihadapkan dengan siruasi yang menuntrut bersikap detfensif baik secara politis
maupun secara teologis, dimana saat itu kuam Yahudi harus mempertahankan
keberadlaan kaum Yahudi dan keyakinannya dari tekanan kaum dan keyakinan
bangsa lain. Kitab PerjanjianLama menggambarkan kepercayaan dan peribadatan
agamaagama lain dalamsemangat dan konteks polemik, serta bertujuan
memperlihatakankekeliruannya bila dilihat dari perjanjian spiritual Yahweh dan
orangorangyang telah dipilih:Nya. Dalam pandangan kuam Yahudi, semua agama
lain pasti salah. Sikap ekslusif dan intoleran ini jelas tidak
memungkinkantumbuhnya studi yang objektit terhadap agamaagama lain. Sikap
demikan rupanya dilanjutkan oleh Gereja Kristen. Sama seperti halnya
PerjanjianLama, Perjanjian Baru sama sekali tidak memperlihatkan pandangan
yang positif dan objektif tentang agamaagama lain. Dalam pandangan Cereja,
keselamatan harus dicapai hanya melalui iman kepada Yesus Kristus. Di luar itu,
tidak ada keselamatan. Perjanjiam Baru menganggap sangat fatal dan keliru
menjalin hubungan apapun dengan para pemeluk agamaagama lain.Sejarah awal
Gereja Kristen dipenuhi dengan usaha yang gigih danbersungguhsunguh untuk
menyerang agamaagama lain. Teoriteori yang sepenuhnya biblikal menyatakan
bahwa agamaagama non-Kristen merupa-kan karya syetan atau ruhruh jahat
lainnya, yang sering dikemukakan olehpara apologis Kristen abad kedua Masehi,
seperti Justin Martyr, Tatian, Minucius Felix, Tertullian dan Cyprian, semuanya
muncul dalam konteksdan semangat tadi.

Keyakinan Kristen tentang kebenaran agama Kristen dan kepalsuan agama selain
agama Kristen, coba dibuktikan oleh para pemikir Kristen dengan bersandar pada
Etthomerisme. Lactautius (260-340 M) dengan kerasnyamenyatakan di dalam
karyanya berjudul Dainae Institutionmes bahwa dewadewapara penyembah
berhala pacda zamannya telah mati. Pandangan yang samadapat dijumpai dalam
De ldolonm Venitato karya Cyprianus, di dalam Deldolatria karya Tertulianus dan
di dalam De Civitate Dei karya SantoAgustinus. Tetapi pada abad ke6 dan ke-
tradisi Euhomerisme mulaiditinggalkan dalam polemik keagamaan. Sebaliknya
Euhomerisme tudipergunakan dalam mengungkapkan masalah masa lalu termasuk
legenda dan mite kuno untuk merekontruksikan sejarah Kristen. Oleh karena
ituIsidore dari Sevilla (560656 M) di dalam karyanya Etymologica berusaha
menempatkan semua dewadewa agama penyembah berhaa pada salah satu periode
dari 6 periode sejarah dunia. Enam periode sejarah dunia itu terdiridari: periode
dari sejak penciptaan sampai banjir, periode dari banjir sampaiIbrahim, periode
Ibrahim sampai Daud, periode dari Daud sampai pembuangan Babilonia, periode
dari pembuangan Babilonia sampai lahirnya Kristus dan periode dari kelahiran
Kristus ke depan. Pengetahuan Isidore inimemperkaya skema periodesasi ini
dengan suatu perincian berharga mengenai agamaagama Mesir, Asiria, Yunani
dan Romawi.
Paca zaman pertengahan lingkungan Kristen ditandai oleh debat doktrinal,
ancaman perkembangan lslam yang cepat di Selatan dan kemajuanpenyebaran
agama di kalangan sukusuku Jerman dan lainnya di Utara. Sepanjang abad
pertengahan tadi praktis tidak muncul usaha mempelajari ugaunaagama lain,
kecuali untuk tujuan-tujuan menolak dan menaklukkan. Teoriteori biblikal dan
post-biblikal tentang asalusul agama non-Kristen sebagai agama syetan tetap
berlaku dimana-mana, dan sebegitu jauh para filosof serta teolog Kristen sama
sekali tidak memberi kontribusi yang berarti bagi perkembangan studi
agamaagama. Pada periode ini studi agamaagama yang berkembang memiliki
karakter yang sangat apologetik. Karakteristik yang menonjol pada periode ini,
yaitu: pertama, mereka menunjukkan bukti-bukti yang terdapat di dalam kitab
suci, kedua, mereka menggunakanargumentasi yang bersifat akli, dan ketiga,
mereka memantaatkan senjata yang pernah digunakan oleh lawan-lawannya untuk
menyerang kembali mereka.

Situasi yang sangat berbeda ditemukan di kalangan kaum Muslimindi belahan


dunia Timur pada zaman yang sama yakni zaman pertengahan. Sekalipun
motivasi para pemikir Muslim terinspirasi oleh ajaran agama yang diyakininya
dimana di dalam kitab suci alQur an dijelaskan perihal agama-agama lain, tetapi
usaha para penulis Muslim dalam mendeskripsikan agama-agana lain tetap
bersikap objektif. Apa yang mereka lakukan dalam mempelajari agamaagama
selain Islam dipandang sebagai bagian yang takterpisahkan dari studi keislaman
secara komprehensit dan integral, sebab akQur'an memuat banyak sekali tentang
agamaagama selain lslam itu. Setidaknya di dalam alQuran pada surat
alBaqarah/2: 62, surat al-Maaidah/5: 69, dan surat akHajiý 2l: 17, disebutkan lima
agama selain agama Islam, yaitu Musyrik, Shabiah, Majusi, Yahudi, dan Nasrani.

Para pemikir Muslim yang melakukan penulisan tentang agama selain Islam
diantara mereka adalah alThabari (858923 M) yang menulis tentang agama Persia,
al-Mas'udi (w. 956 M) menulis tentang agama Yahudi, Kristen, dan agama India,
aLBiruni (973-1046 M) menulis tentang agama India dan Persia, dan Ibn Hazm
(994-1064 M) yang membahas kitab suci agama Yahudi dan Nasrani. Karya-karya
mereka mendapatkan penghargaan cukup tinggi dalam dunia pengetahuan.
Kehormatan menyangkut penulisanliteratur pertama dalam bidang sejarah agama-
agama pada umumnya diberikan kepada al-Sahrastani (w. 1153 M) karena karya
terkenalnya, al-Milalwa al-Nihal, yang secara objektif dan sistematis menguraikan
agama-agama yang diketahui dan dikenal pada masanya.

Bisa dikatakan bahwa sistematika perbandingan sejarah agama mula-mula


diperkenalkan oleh sarjana Muslim bernama Sahrastani dalam karyanya al-Milal
wa al-Nihal. Setelah memperbandingkan semua agama-agama yang dikenal (tidak
termasuk agama-agama suku), ia mengadakan empat kelompok tipologi. Yaitu:
Islam, Yahudi yang dikelompokkan dalam literary religions Zoroaster dan agama
Mani yang digolongkan quasiliterary religions, Buddha dan Hindu yang
dikelompokkan dalam philosophical and "selfuilled" religions.ASahrastani adalah
sarjana yang menekuni studi agamaagama yang menerapkan metode ilmiah. Pada
masa-masa berikutnya orang Eropa yang pertama-tama menerapkan langkah ini
adalah Roger Bacon (1214-1294).Bacon sebagaimana Sahrastani, membuat
tipologi yang bermaksud untukmencakup seluruh agamaagama dunia. Yaitu:
agama pagan (mereka yang menyembah alam dan gejalagejala alam). Penyembah-
penyembah berhalaagama politheis dan Buddha), agama bangsa Mongol yang
memadukan monoteisme dengan penyembah api dan magi, agama Islam, agama
Yahudi.

Perkembangan selanjutnya dari studi agama di dalam dunia Islamtidak


menunjukkan perkembangan yang meningkat malahan menurun menjadi kajian
agama yang bersitat apologis karena terseret oleh semangatkajian orang Kristen
terhadap agama yang cenderung menyerang danmencemooh agamaagama lain
termasuk agama Islam. Akibat gencarnyaserangan orangorang Kristen terhadap
agama Islam, maka karya-karya studiagama dari para sarjana Muslim cenderung
defensif dan apologis. Beberapakarya tulis yang bersifat demikian yang lahir
antara lain: alAjuibah alkakhirahAn alAsilah alFajirah karya Ahmad Sanhaji
(1235 M), alJauab as Sahih Liman Baddala Dinal Masih karya lbnu Taymiyah
(1328 M), Hidayat al-Hayara karya Ibnu Qayvim (1350 M), dan alFariq Bain at-
Makhlhuk wa al-Khaliq karya Abdurrahman Basajizacdah (1322 M).

Di saat kajian studi agama di dunia Islam mengalami kemandekan, di5arat


mengalami masa pencerahan. Pada masa pencerahan inilah geliat kegiatan studi
agama mulai tumbuh lagi. Pada masa ini studi agama pada dasarnya masih tetap
memandang agama-agama non-Kristen terdiri atasagama Yahudi, Islam dan
paganisme. Tetapi, dua fenomena mulai tampil ke permukaan: pertama,
munculmya kembali perhatian terhadap mitologi klalsik, dan kedua, dilakukan
perjalanan-perjalanan eksplorasi. Semangathumanisme rennaissarns didasarkan
pada keyakinan bahwa orang dapat berkembang dengan baik melalui bimbingan
tokohtokoh budaya klasik, dan dengan demikian mengambil gerakan sastra yang
luas. Nilai-nilai rennaisans pada dasarnya lebih bersifat estetik daripada agamis,
sehingga dalam mempelajari agamaagama lebih banyak berpusat pada mitologi-
mitologinya.Eksplorasieksplorasi yang dilakukan pada abad ke-l5 hingga ke-l7
telah memperkenalkan orang-orang Kristen dengan dunia yang jauh berbeda,
sebuah dunia paganisme yang selama ini hampirhampir tidak
memperolehperhatian sama sekal. Dengan demikan, pengetahuan tentang
agamaagama lain lambat laun mulai tersebar di dunia Barat.

Salah satu tokoh yang memberi kontribusi penting pada kajian agama agama pada
masa rennaisans ialah Lord Herbert dari Cherbury (1585-1643 M). sebagai
seorang rasionalis yang hidup pada masa perkembangan pesat ilmu pengetahuan
alam Lord Herbert berpandangan bahwa Tuhanbukan hanya sebagai pencipta
alam tetapi juga yang menciptakan hukum alam yang mengaturnya. Sehingga,
fungsi Tuhan dianggap bermanfaat bukan hanya bagi sekelompok manusia
tertentu, melainkan bagi seluruh manusia disegala tempat dan waktu. Dalam hal
ini Lord Herbert adalah salah seorang rasionalis yang mula-mula menyatakan
secara sistematis bentuk-bentuk prinsip dewa dalam agama. Yang menjadi dasar
teorinya adalah hubunganicde insting alam dengan "pengertian umum. Agama itu
seharusnya memiliki pengertian umum, oleh karena agama itu dijumpai pada
segala bangsa dan di dalam segala periode. Di dalam karyanya De Religions
Gentilium ia telah mencoba membuat lima pokok garis besar:

1. Bahwa ada suatu Supreme Human yang memiliki sebelas sifat, yaitu:memberi
anugerah, ada dengan sendirinya, sebab pertama, tenaga dantujuan semua benda,
abadi, baik, adil, bijaksana, tak terbatas, beradadimana-mana dan merdeka.

2. Bahwa adalah kewajiban seseorang untuk menyembah Zat Yang MahaAgung


iru.

3. Keutamaan dan kesalehan membentuk bagian yang pokok daripenyembahan


demikian.

4. Dosa terhadap Supreme Human ini harus ditobati dan harus diperbaiki.

5. Dunia diperintah secara moral. Dikatakan bahwa kehidupan yang akan datang,
manusia akan menerima balasan yang semestinya dari perbuatannya.

Di dalam sejarah studi agama teori Lord Herbert ini adalah pentingdikarenakan
sejak dia dan seterusnya srudi agama secara bertahap telahmenjadi lebih ilmiah
serta lebih objektif.

Semangat renaissans yang melahirkan nilai dan ajaran Deisme,rasionalisme dan


skeptisisme membawa kepada kebudayaan relativisme.Deisme menolak agama
pada otoritas tertentu, karena memandang agama sebagai kriteria umum yakni
"validitas universal". Rasionalisme menganggapagama sebagai hasil dari
pemikiran manusia, karena manusía merupakanmakhluk berpikir. Dan,
skeptisisme menolak keunggulan agama Nasrani atasagamaagama yang lain.

Gambaran baik dari semangat renaissans yang dijumpai pada diri pengkaji agama
ada pada diri Giambatista Vico (1688-1744 M). Karyanya yang terkenal berjudul
New Science (1725) adalah suatu sintesis dari berbagai teori sebelumnya. Isi buku
tersebut secara singkat adalah mensekulerisasikan sejarah kehidupan manusia dan
sejarah agama. Melihat zamannya, Vico telah jauh berkembang, telah mendahului
teoriteori sosial yang dikemudian hari diutarakan oleh Hegel, Comte, Marx dan
Max Muller. Vico berkeyakinan bahwa segala perubahan yang sering terjadi di
dalam sejarah manusia adalah perubahan yang dibuat oleh manusia. Perbedaan
antara sistem sosial dan sistem keagamaan bukan dikehendaki oleh Tuhan,
melainkan disebabkanoleh karena perubahan pikiran dan keinginan manusia
sendiri. Proses ini menimbulkan munculnya tiga periode zaman yang saling
berganti di dalam perkembangan sejarah manusia, yaitu zaman Tuhan, zaman para
pahlawan,cdan zaman manusta. Laman ketuhanan menandakan permulaan
masyarakatdimana muncul istilah keluarga. Penguburan dan agama. Zaman para
pahlawan ditandai dengan munculnya para pahlawan di saat para
penguasapatriarkhat melebarkan sayap kekuasaannya terhadap keluarga atau
kelompok lain. Dari usaha ini menimbulkan perbedaan-perbedaan sosial,
pertentangan kelas dan peperangan yang terus politik menerus. Akhirnya bahasa
mitis yang berkuasa pada masa ketuhanan pada zaman ini berubah menjadi
bersifat kiasan. Dan Zaman manusia bahasa telah terbentuk dan telah menjacdi
jelas dan pasti. Juga di dalam periode ini mite-mite itu menjadí berangsuranagsur
hilang. Agama memperoleh fungsinya sebagai penegak prinsipprinsip moral
masyarakat. Sekaligus agama itu telah menjadi sasaran tekanan munculnya
skeptisisme dan akhirnya digantikan oleh filsafat.

Semangat kajian sekuleristik yang dikembangkan oleh Vico ini dilanjutkan oleh
sarjana seperti Voltaire (1694-1778 M) yang mengobarkan api peperangan
terhadap agama sekalipun baginya agama itu dibutuhkan hanya dibutuhkan oleh
masyarakat bukan zaman pencerahan yang beranggapan bahwa kalau tidak
berngama maka orang tidak akan mampu berprilaku moralistik. David Hume pun
(1711-1776 M) setali tiga uang dengan Voltaire menganggap bahwa agama bukan
lahir dari wahyu dan akal,melainkan muncul dari kondisi kejiwaan seperti
kekhawatiran akan kebahagiaan, rasa takut akan kesengsaraan yang akan datang,
rasa ngeri akankematian, haus akan balas dendam, rakus akan makanan dan
kebutuhan-kebutuhan lainnya. Karena kebutuhan psikologis inilah manusia
menciptakan dewadewa yang banyak sesuai dengan banyaknya kebutuhan-
kebutuhan hidupnya yang banyak. Kalau kemudian kepercayaan politheis itu
menjadi monotheis itu lebih disebabkan oleh kepentingan statistik daripada
pertimbangan dan dorongan akal. Setiap generasi telah menambahkan dewa-dewa
pada pantheonnya sampai mencapai jumlah yang tidak terbatas.Kemudian semua
dewadewa itu bercampur menjadi satu. Oleh karena itu politheisme dan
monotheisme keduaduanya bercdasarkan pandangan dunia yang palsu. Filosof
tidak dapat menerima keduanya. Dan tokoh terakhir yang mengusung semangat
sekuleristik dalam kajian agama yang patut disebutkan ialah Agust Comte (1798-
1857 M). Dengan gagasan sosiologisnya, ia membuat tingkatan bentuk kehidupan
manusia. Tingkatan pertama bersifatteologis, tingkat kedua metafisik dan tingkat
ketiga ilmiah atau positifistik. Pada tingkatan teologis masyarakat masih
bergantung terhadap kekuatan alam dan oleh karenanya muncul pemujaan
terhadap benda-benda alam atautethisisme (pemujaan terhadap binatang).
Masyarakat demikian berkembang sampai akhir abad perrtengahan. Pacda
tingkatan kedua masyarakat mengganti dewa-dewa yang memiliki wujud visual
diganti derngan Tuhantuhan gaib atau dengan "logos menurut para teolog.
Masyarakat yang demikian merupakan masyarakat yang hidup pada masa
'revolusi Barat" dimana peranan kaum wanita semakin menonjol, kemajuan
industri semakin berperan, Negaralebih berkembang, gereja telah hancur, kesenian
rumbuh subur, hukum telah disesuaikan dengan keburuhan zaman. Dan akhirnya
sampai pada tingkatanpositif padda waktu sains dikenal sebagai satusatunya
sumber pengetahuan sejati.

Antara tahun 1859 hingga tahun 1869 terlihat perkembangan yang sangat cepat
dalam bidang studi agama-agama, suatu situasi yang diwakili oleh sebuah
perkataan "evolusi'". Sebelum 1859 belum ada metode yang handal untuk
mempelajari bahan-bahan yang tersedia. Sepuluh tahun kemudian,berkat
perkembangan-perkembangan yang terjadi selama dekade tersebut, metode tadi
adalah metode evolusi. Dekade ini dimulai dengan terbitnya buku Darwin, The
Origin of Species. Sesudah tahun 1869 muncul istilahperbandingan agama"
(comparative religion), sebagai padanan kata bagi istilah ilmu agama" (the science
of religion). Imu agama pada masa itu lebihmenekankan metode induktit dan
historis untuk menjawab persoalan yang terkait dengan hubungan agama dan
ilmu. Dari sinilah Max Muller mulai mempopulerkan istilah the Science of
Religion. Istilah ini sebenarnya sudahdigunakan sebelumnya oleh sarjana Prancis
Prosper Leblanc, la sciemce des Teligions, dan juga Emile Burnouf, Les Religions
et leur interpretation chretienne, pada tahun 1864.

Setelah dipopulerkan oleh Max Muller nama Perbandingan Agama menjelma


secara bertahap menjadi satu disiplin ilmu baru. Dengan nama ini Max Muller
bermaksud ingin menekankan bahwa ilmu baru ini terlepas darifilsafat agama dan
terutama terlepas dari ilmu teologis. Disiplin ini harusbersifat deskriptif, ilmiah
dan objektif. Imu Perbandingan Agama harus menghindar dari watak yang
bersifat normatif dan subjektif yang terdapatpada studi agamaagama sebelumnya.
Di dalam proses perkembangannyaIImu Perbandingan Agama ini kemudian
mendapat penghargaan dan kedudukan akademik. Untuk pertama kali yang
mengadakan jabatan dosen dalam IImu Perbandingan Agama ini adalah
Universitas Geneva, Swis pada tahun 1873. Demikian juga di Universitas Zurich
membentuk jabatan dosen dalam mata kuliah History of Religions dan Biblical
Geogaphy. Dan beberapa tahun kemudian pusat pengajaran lImu Perbandingan
Agama berpusat di Universitas Basel Swis, dimana guru besar Van Oralli dan
Alfred Bartholot telah bertindak sebagai tuan rumah Kongres Internasional
Sejarah Agama Kedua yang diselenggarakan tahun 1904. Tidak lama setelah di
Swiss, di Belanda membuka pusat kajian perbandingan agama terutama setelah
fakultas Theologia berpisah dari Universitas negeri seperti Universitas
Amsterdam, Groningen, Leiden dan Utrecht pada 1 Oktober 1877. Sejak itulah
sejarah agama dinyatakan sebagai pelajaran yang netral dan ilmiah dengan guru
besarnya C.P. Tiele. Sedangkan di Perancis College de Grance sejak Desember
1897 telah membina jabatan dosen dalam sejarah agama dan sebagai pencetusnya
adalah Albert Boville. Juga dalam tahun 1879 di Lyons telah dibangun Musec
Guimot sebagai museum dan perpustakaan dunia bagi sejarah agama yang
kemudian dipindahkan ke Paris setelah Fakultas Teologia Katolik membuka seksi
Imuilmu Agama pada tahun 1886. Paris sekarang telah menjadi pusat studi sejarah
agama sehingga pada tahun l1900 di kota iniuntuk pertama kalinya
diselenggarakan Kongres Internasional Sejarah Agama-agama yang bertindak
sebagai Presiden Kongres adalah Allbert Meville serta mengangkat Presidern
Kehormatan bagi Max Muller dn C.P. Tiele.
Ada dua sarjana Eropa yang biasanya disebut sebagai "bapak Imu Perbandingan
Agama. Yang pertama adalah seorang Belanda ahli Mesir, C.P. Tiele, dan kedua
adalah ahli filologi kelahiran Jerman namun hidup di Inggris, yaitu Friedrich Max
Muller (1823-1900 SM). Tetapi Max Mullermerupakan tokoh yang lebih
universal. Karyanya banyak ditulis pada dekade 1859-1869. Melalui bukunya,
Introduction to the Science of Religion (1873), Max Muller menampilkan diri
bukan saja sebagai seorang sarjana tetapi juga sebagai pembela IImu
Perbandingan Agama sebagai ilmu baru. Karena alasan ini banyak yang
memilihnya sebagai "bapak Imu Perbandingan Agama di dunia Barat daripada
Tiele. Muller mampu meyakinkan dunia Barat bahwa dalam persoalan agama-
sebagaimana dalam bicang bahasa-orang yang hanya tahu satu agama, sebenarnya
tidak tahu apa-apa tentang agama.(hal.4-14. Buku ilmu perbandingan agama.13

5. Metode perbandingan agama dalam ilmu lain

Sekarang akan dibahas tentang metode yang dipergunakan untuk memahami


agama. Agama sudah terdapat pada semua lapisan masyarakat dan seluruh tingkat
kebudayaan sejak awal permulaan sejarah umat manusia. Kenyataan ini
merangsang timbulnya minat para ahli untuk mengamati dan mempelajari agama,
baik sebagai ajaran yang diturunkan melalui kewahyuan maupun sebagai bagian
dari masyarakat. Lingkungan dan kebudayaan, baik sebagai pemilik pribadi
maupun kelompok. Minat orang untuk mengamati dan mempelajari agama itu
didasarkan atas anggapan dan pandangan bahwa agama sebagai sesuatu yang
berguna bagi kehidupan pribadinya dan umat manusia. Tetapi selain itu ada juga
yang didasarkan atas pandangan yang negatif dengan anggapan yang sinis
terhadap agama, karena agama baginya adalah merupakan khayal, ilusi dan
merusak masyarakat.

Demikianlah agama telah berada ditengah-tengah manusia sepanjang sejarahnya.


Ia merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari pribadi dan masyarakat.

13
Bahaf, M. A. (2015). Ilmu Perbandingan Agama. Serang: A-Empat .
Tidak ada agama dan juga tidak ada struktur masyarakat yang dapat dianggap
sebagai suatu gejala yang terpisah sama sekali satu sama lain, demikian kata
Edward H. Winter.

Berikut ini akan membahas beberapa metode yang berkaitan dengan Ilmu
Perbandingan Agama:

a) Metode Fenomenolog

Pendiri metode ini, yaitu Edmund Husserl, menganggapnya hanya sebagai


disiplin filsafat murni dengan tujuan membatasi dan menambah
penjelasanpenjelasan yang murni psikologis dari proses pemikiran. Segera
pendekatan fenomenologis itu dipergunakan untuk menerangkan lapangan-
lapangan seni, hukum, agama, dan sebagainya. Fenomenologi agama
dikembangkan oleh Max Scheler, Rudolf Otto, Jean Hering, dan Gerardus van
der Leeuw. Tujuannya adalah untuk melihat ide-ide agama, amalan-amalan,
dan lembaga-lembaganya dengan mempertimbangkan “tujuannya”, namun
tanpa menghubungkan dengan teori-teori filosofis, teologis, metafisis atau
psikologis.

Ada empat macam studi secara fenomenologis ini. Pertama, adalah


fenomenologi agama secara umum, yang juga disebut morfologi agama. Yaitu
deskripsi fakta-fakta keagamaan secara teratur, suatu perbandingan diantara
satu dengan lainnya untuk membedakan yang sama dan yang tidak sama. Suatu
pengklasifikasian yang rasional atas dasar analisis yang bersifat empiris dan
kategorisasi yang bersifat deskriptif. Pada prinsipnya dalam fenomenologi
agama secara umum seperti mendapatkan tempat.

Kedua, adalah fenomenologi agama khusus. Studi ini melahirkan suatu


kumpulan fenomena yang pokok-pokok. Seperti disatu pihak bermacam-
macam dewa tumbuh-tumbuhan, bermacam-macam korban yang berbeda-beda,
aneka ragam tipe syaman. Di lain pihak bisa juga pemilihan kumpulan
fenomena itu dengan cara menetapkan data keagamaan yang ada dalam
masyarakat atau kelompok masyarakat. Seperti pada agama suku bangsa Afrika
tertentu. Dalam hal ini pengertian fenomena diselidiki dalam hubungan
masyarakat dengan masyarakat atau kumpulan masyarakat tertentu.

Ketiga adalah fenomenologi agama refleksi. Disini sebagian merupakan


metodologi dan sebagian merupakan teologi. Kedua prosedur ini dipakai dalam
memperinci dan menganalisis. Demikian juga persoalan yang fundamental dari
sesuatu studi agama seperti hubungan antara masalah-masalah nonagamawi
ataupun melulu mengenai fenomena agama.

Keempat adalah fenomenologi agama eksistensialis. Di sini titik tolaknya


adalah melulu mengenai kehidupan manusiawi dengan segala sifat-sifat yang
dimilikinya, kualitasnya, kemungkinan-kemungkinannya serta
permasalahanpermasalahannya. Studi ini langsung tertuju kepada cara dimana
manusia dalam lingkungan yang berbeda-beda sejak mula-mula masyarakat
berburu sampai masyarakat industri zaman modern telah menanggapi secara
agamawi terhadap segala permasalahan yang dijumpainya. Terutama dalam hal
ini, baik agama ataupun nonagama, orang dapat memperkembangkan potensi
kesadaran diri yang dimilikinya.

b) Metode Sosiologi

Dari segi sosiologi, pendekatan terhadap agama telah melahirkan berbagai


teori. Diantara teori-teori itu, yang sangat terkenal adalah teori tingkatan. Teori
ini dikemukakan oleh August Comte. Comte biasanya dianggap sebagai pendiri
ilmu sosiologi modern. Teori ini umumnya sebenarnya secara subtansial
berdasarkan pada suatu pandangan khusus terhadap agama.Penyelidikan agama
secara sosiologis sebenarnya telah menerapkan adanya pengaruh masyarakat
atas agama dan gejala-gejalanya dan sebaliknya juga pengaruh agama atas
masyarakat dan gejala-gejala kemasyarakatan. Di satu pihak idealisme sering
kali tidak mempertimbangkan dipengaruhinya agama oleh faktor-faktor
kemasyarakatan, tetapi dilain pihak banyak pemikiran dan marxistis membuat
kesalahan untuk semata-mata mau mencap agama sebagai satu gejala sosial
saja.Memang kaum Marxis materialistis kelihatan tidak sangsi memaksakan
pendapatnya tentang agama ini. Mereka cenderung meneliti hal-hal yang
berhubungan terutama dengan ritual, pengalaman-pengalaman agama, dan juga
lembaga-lembaganya. Disamping itu mereka juga memusatkan perhatian
kepada ajaran ajaran dan cerita-cerita keagamaan.

Hal ini saja sebetulnya sudah merupakan satu problem bagi kaum komunis
dalam menetapkan teorinya kalau mereka insaf bahwa, teori itu adalah hasil
dari suatu teori yang lebih awal yang tingkatannya lebih tidak duniawiah
tentang agama. Teori itu tidak diakui dan tidak cocok bagi kebudayaan-
kebudayaan lain, seperti persoalan tentang Cina modern, tentang status agama
mereka menurut orang Markis.

c) Metode Ilmiah

Suatu aliran menekankan bahwa untuk mendekati agama itu semestinya


sui generis yang sama sekali tidak dapat dibandingkan atau dikaitkan dengan
metode-metode yang terdapat dalam pelbagai bidang pengetahuan lainnya.
Aliran lain menyatakan bahwa sekalipun bagaimana dan apa pun masalah yang
diteliti, metode yang sah untuk dipergunakan adalah metode “ilmiah”. Istilah
“ilmiah” disini dipergunakan dalam arti ganda.Dalam arti sempit, ia
menunjukkan metode yang dipergunakan pada ilmu-ilmu alam. Sedangkan
dalam arti yang luas, ia menunjuk pada suatu prosedur yang bekerja dengan
disiplin yang logis dan utuh dari premis-premis yang jelas. Tetapi, sebetulnya
pada dua pendekatan ini terdapat kekurangan.

Dalam lapangan agama sebenarnya harus dikembangkan metode baru yaitu


metode “sintesis”. Berkenaan dengan aliran kedua yaitu aliran yang
berpendapat bahwa meneliti agama haruslah dengan cara “ilmiah”. Kita
mempunyai alasan untuk menentang pluralisme bahkan dualisme dalam
masalah-masalah metode dari ilmu pengetahuan.

Kebenaran adalah satu, kosmos adalah satu, oleh karena itu pengetahuan juga
satu. Pengahayatan ini sangat penting. Sekalipun kita tidak setuju dengan
interpretasi positif dari prinsip ini, kita harus menggabungkannya pada
metodologi kita yang didasarkan pada tuntutan ganda. Tuntutan yang pertama
adalah bahwa metode itu harus disatukan. Ini merupakan keharusan. Semua
idealisme dan naturalisme termasuk materialisme bangun dan jatuh bersama-
sama dengan monisme metodologis.

Namun demikian, untuk memahami suatu kebenaran adalah satu hal, dan
untuk memiliki kebenaran itu adalah satu hal lain. Kita harus realistik bahwa
pengetahuan kita tentang segala sesuatu itu adalah sebagainya saja, dan bahwa
hanya Tuhanlah yang mengetahui keseluruhannya. Tuntutan yang kedua adalah
bahwa metode itu mencukupi untuk sasaran yang diteliti. Dan ini cocok dengan
prinsip yang pertama, yaitu satunya metode.

d) Metode Antropologi

Antropologi telah memusatkan perhatiannya kepada kebudayaan-


kebudayaan primitif yang tidak bisa tulis baca dan tanpa teknik. Dengan
demikian untuk melakukan praktek antropologis, diperlukan teknik-teknik
tertentu.

Menurut Van Baal, agama tidak dijumpai secara umumnya, melainkan secara
satu persatu, selaku agama satu suku, satu bangsa, sejemaah, segereja, dan
sebagainya. Sebab itu setiap agama harus diteliti sebagai satu sistem yang
meliputi segala seluk beluk yang berhubungan dengannya. Juga harus selalu
didasari bahwa agama adalah satu perwujudan sosial, walaupun yang percaya
atau yang tidak percaya itu adalah pribadi-pripadi. Namun, isi kepercayaan,
tradisi, mitologi, dan upacara-upacara semuanya didapati dari nenek moyang,
kalau agama itu primitif, atau tradisional, dari guru-guru agama, atau dari
pendeta-pendeta setempat, kalau agama itu berdasar atas kitab-kitab tertentu
pada zaman dahulu. Setiap agama memiliki satu sistem yang disusun dari adat
istiadat, upacara dan tradisi-tradisi yang diwarisi dari generasi ke generasi. Dan
memang setiap generasi mengadakan sedikit-sedikit perubahan atau tambahan
terhadap warisan itu, tapi adalah jelas, bahwa setiap generasi dan individu ,
mulai menerima agamanya selaku warisan pendahulunya. Itulah pemahaman
Van Baal terhadap agama berdasarkan kitab suci. Metode antropologi hanya
tepat untuk digunakan meneliti agama primitif itu saja.

e) Metode Teologi

Metode teologi yaitu suatu pendekatan yang normatif, subyektif terhadap


agama adalah pendekatan teologis. Pada umumnya pendekatan ini dilakukan
dari dan oleh penganut sesuatu agama dalam usahanya menyelidiki agama lain.
Maka pendekatan ini bisa juga disebut pendekatan atau metode tekstual, atau
pendekatan kitabi, maka ia selalu menampakkan sifatnya yang apologis dan
deduktif.

f) Metode Perbandingan

Seorang ahli sosiologi yang paling berpengaruh sejak akhir abad ke-19,
adalah Max Weber. Ia melihat adanya hubungan yang nyata antara ajaran
protestan dan munculnya kapitalisme. Ia telah memperkirakan adanya
hubungan dalam ajaranCalvinisme tentang Ascetisme dunia ini yang telah
menciptakan suatu disiplin yang rasional dan karya etis berbarengan dengan
menabung yang akan dipakai untuk penanaman modal. Namun demikian,
Weber mengakui bahwa teorinya yang seperti itu harus dites. Akan tetapi harus
diakui, bahwa sumbangan pemikirannya yang utama adalah uraian-uraiannya
yang sangat sistematis mengenai adat istiadat dan kebudayaan lain dari
sosiologi. Tulisannya tentang Islam, Yahudi, agama-agama India dan Cina
sangat berpengaruh. Begitu juga ia telah menghidangkan berbagai kategori
dalam bidang agama, yang sudah dijadikan alat perbandingan dengan
bermacam-macam materi perbandingan pula. Denga demikian, ia dianggap
sebagai pendiri yang sejati dari sosiologi perbandingan. Dan oleh karena
perhatiannya yang khusus terhadap agama, maka ia juga dianggap sebagai
tokoh besar dalam bidang perbandingan agama.(hal3,4,5,6,7,8. Buku metode
perbandingan)
Faedah Mempelajari Ilmu Perbandingan Agama Mukti Ali dalam bukunya
Ilmu Perbandingan Agama, mengemukakan bahwa faedah mempelajari ilmu
perbandingan agama bagi seorang muslim adalah:

a) Untuk memahami kehidupan batin, alam pikiran, dan kecenderungan hati


berbagai umat manusia.

b) Untuk mencari dan menemukan segi-segi persamaan dan perbedaan antara


agama Islam dengan agama-agama yang bukan Islam. Hal ini sangat berguna
untuk perbadingan, untuk membuktikan dimana segi-segi dari agama Islam
yang melebihi agama-agama lain, berguna juga untuk menunjukkan bahwa
agama-agama lain, berguna juga untuk menunjukkan bahwa agama-agama
yang datang sebelum Islam itu adalah sebagai pengantar terhadap kebenaran
yang lebih luas dan lebih penting.

c) Untuk menumbuhkan rasa simpati terhadap orang-orang yang belum mendapat


petunjuk tentang kebenaran, serta menimbulkan rasa tanggung jawab untuk
menyiarkan kebenaran yang terkandung dalam agama Islam kepada
masyarakat. Ilmu ini bukan hanya berguna bagi para mubaligh, tapi juga para
ahli agama Islam, karena pikiran lebih tajam dengan mempelajari berbagai
agama dengan cara membanding dan akan mudah memahami isi dan
pertumbuhan.14

C. KESIMPULAN

agama berasal dari dua kata, yaitu a dan gam yang berarti a = tidak kacau
(teratur). Ada juga yg mengartikan a = tidak, sedangkan gam = pergi, berarti tidak
pergi, tetap di tempat, turun menurun agama sebagai peraturan ilahi yang mendorong
manusia berakal untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan diakherat. Menurut
14
Rongan, P. O. (2017). Metode Perbandingan Agama Dengan Ilmu Lain. jurnal metode
perbandingan, 4(2), 3-8.
departemen agama, pada masa presiden soekarno pernah di usulkan definisi Agama
adalah jalan hidup dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yangberpedoman pada kitab suci dan dipimpin oleh seorang nabi. Ilmu Perbandingan
Agama adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berusaha untuk memahami
gejala-gejala keagamaan dari suatu kepercayaan (agama) dalam hubungannya
dengan agama lain. Pemahaman ini mencakup persamaan (kesejajaran) dan
perbedaannya. Selanjutnya dengan pembahasan tersebut, struktur yang asasi dari
pengalaman keagamaan manusia dan pentingnya bagi hidup dan kehidupan manusia
dapat dipelajari dan dinilai.

Kedudukan ilmu perbandingan agama yaitu ,Ilmu perbandingan agama


berkedudukan sebagai jembatan yang berusaha memahami semua aspek-aspek yang
di peroleh dari sejarah agama,Perbandingan agama berkedudukan sebagai
pengumpul bahan-bahan dari berbagai pengalaman,Perbandingan agama bagi
seorang muslim berkedudukan juga sebagai usaha untuk mengetahui bagaimana
tuhan telah memberi petunjuk kepada ummat manusia,Perbandingan agama
berkedudukan sebagai jembatan penghubung antara ilmu agama yang empiris dengan
ilmu agama yang normatif.Berikut ini akan membahas beberapa metode yang
berkaitan dengan Ilmu Perbandingan Agama: Metode Fenomenolog, Metode
Sosiologi, Metode Ilmiah, Metode Teologi,Metode Perbandingan

D. SARAN

Kami berharap bagi pembaca bila menemukan kekeliruan atau kata yang mempunyai
makna yang menyinggung ataupun salah dalam penerapan dalam kehidupan
pembaca/bertentangan maka kami mohon maaf ,karena kami mohon maaj ,karena
kami pembuat jurnal ini hanya ciptaan yang masih memiliki kekurangan.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. I., & Utami, E. N. (2019). Pengaruh Mempelajari Ilmu Perbandingan Agama
Terhadapa Mutu Keimanan Mahasiswa IAIN Kudus. jurnal tarbawi, 16(1), 55-
56.
Arifinsyah. (2018). Ilmu Perbandingan Agama dari Regulasi ke Toleransi . Medan :
Perdana Publishing.
Bahaf, M. A. (2015). Ilmu Perbandingan Agama. Serang: A-Empat .
Halim, I. A. (2015). Ilmu Perbandingan Agam dan Dialog Keberagaman. jurnal ilmiah
agama dan sosial budaya, 38(2), 259-260.
Himayah, M. A. (2015). Ibnu Hazm Biografi karya dan Kajiannya Tentang Agama-
agama. Jawa Timur : Lentera.
Khotima. (2015). Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahami Agama-agama.
Pekanbaru: Asa Riau.
Rahmadi. (2015). Pemikiran Metodologis A.Mukhti Ali Tentang Penelitian Agama.
jurnal pemikiran metodologis, 14(2), 112-114.
Rongan, P. O. (2017). Metode Perbandingan Agama Dengan Ilmu Lain. jurnal metode
perbandingan, 4(2), 3-8.
Sermada, D. (2011). Pengantar Ilmu Perbandingan Agama . Jawa Timur : Pusat
Publikasi Filsafat Teologi Widya Sasana.
Wahyuni, D. (2019). Doa dalam Persfektif Fenomenologi Agama. jurnal ilmu
perbandingan agama, 10(1), 25.
Zain, A. E., Din, N. B., Nasiruddin, M., Ismail, N. B., & Kamis, M. H. (2017).
Menghadapi Masyarakat Majemuk Di Malaysia Melalui Ilmu Perbandingan
Agama. Wardah, 6(1), 48-50.

Anda mungkin juga menyukai