Anda di halaman 1dari 5

KUIS AGAMA

QUIS 1

Apa itu agnotisme metodologis

Ninian Smart sebagaimana dikutip oleh Peter Connolly menyebutkan bahwa agnotisme metodologis
merupakan pendekatan dalam studi agama yang mengarahkan penelitinya untuk tidak membawa suatu
komitmen tentang kebenaran atau akurasi satu atau lebih panangan dunia yang bersifat keagamaan,
dan tidak pula membawa keyakinan tentang kesalahan pandangan dunia tersebut.

Pendekatan ini merupakan jalan tengah yang dianjurkan untuk menjembatani dua subjek peneliti yang
berbedaa, yakni peneliti insider dan peneliti outsider. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan
karakteristik kedua subjek peneliti tersebut terkait ada atau tidaknya komitmen religius. Oleh karenanya
pendekatan agnotisme metodologis dibutuhkan agar para penliti dalam bidang agama (insider dan
outsider) memiliki pikiran yang terbuka (open mind) yang akan bermuara pada epoche fenomologis yakni
imajinasi untuk memasuki dunia orang lain.

Perbedaan peneliti insider dan outsider

Letak perbedaan peneliti dari dalam (insider) dan peneliti dari luar (outsider) adalah pada komitmen
religiusnya. Peneliti insider adalah peneliti studi agama yang mengasumsikan adanya komitmen religius
sebagai bagian dari peneliti. Sedangkan peneliti outsider memiliki pandangna dunia yang nonreligius.
Dengan kata lain penelit insider diartikan sebagai para pengkaji agama yang berasal dari agamanya
sendiri (orang dalam). Sedangkan peneliti outsider adalah para pengkaji agama yang bukan penganut
agama yang bersangkutan (orang luar).

Siapakah Prof. Max Muller

Prof. Max Muller merupakan seorang sarjana sansekerta, filolog, dan orientalis kelahiran Jerman yang
berfokus pada filologi, sansekerta dan berbagai agama di India; mitologi perbandingan, filsafat
perbandingan, dan khususnya studi Veda. Salah satu kontribusi terbesarnya dalam ilmu pengetahuan
adalah memperkenalkan sebuah disiplin ilmu baru bernama science of religion. Muller memberikan
kritik terhadap studi agama pada masanya yang tidak objektif dan terus menerus bertakalid kepada para
teolog yang hanya ingin membuktikan kebenaran agamanya. Disiplin ilmu baru yang diperkenalkannya
ini berfokus pada pengumpulan fakta-fakta, adat istiadat, ritual, dan kepercayaan-kepercayaan dari
seluru agama di dunia dan mengembangkan teori-teori tentang agama-agama tersebut.

Siapakah Prof. Mukti Ali

Prof. Abdul Mukti Ali (23 Agustus 1923 – 5 Mei 2004) adalah mantan Menteri Agama Republik Indonesia
pada Kabinet Pembangunan II yang juga terkenal sebagai cendekiawan muslim dan ulama ahli
perbandingan agama.

Dalam bidang ilmu perbandingan agama, Prof. Mukti Ali berperan penting dalam pembukaan Jurusan
Ilmu Perbandingan Agama atau biasa disingkat Perbandingan Agama di Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri (PTAIN) Yogyakarta pada tahun 1961. Jurusan Perbandingan Agama ini menjadi studi ilmiah
agama resmi pertama di Indonesia.

QUIS 2

Apa yang dimaksud dengan studi agama

Studi agama memiliki sebutan yang bermacam-macam seperti perbandingan agama (comparative
religion); studi perbandingan agama (the study of comparative religion atau comparative study of
relifgion); studi perbandingan agama-agama (comparative study of religions); studi keagamaan (religious
studies) dan lain-lain yang pada prinsipnya merujuk pada studi ilmiah agama-agama yang dipeolopri Max
Muller.

Mengkaji agama secara ilmiah (studing religion) berarti menjelaskan fenomen-fenomena keagamaan
yang dipraktikan oleh para pemeluknya, baik dalam aspek penghayatan/pengalaman keagamaan;
hubungan sosial; perilaku budaya; ekonomi dan politiknya yang berkaitan dengan pemahaman dan
aktivitas keagamaannya dengan seperangkat pendekatan atau metode ilmiah tertentu.

Menurut Dadi Darmadi, studi agama mempelajarai fenomena keagaamaan, bagaimana agama dipahami
bukan hanya sebagai ajaran moral atau sistem keyakinan tapi juga kenyataan sosial atau tradisi yang
hidup di tengah masyarakat.
Secara lebih dalam Ninian Smart mengklasifikasi karakteristik studi ilmiah agama antara lain bersifat
aspektual, polimetodis, pluralistik, dan tanpa batas yang tegas. Bersifat aspektual berarti agama harus
diperlakukan sebagai salah satu aspek eksistensi. Jadi, fenomena arang bersikap dan bereaksi secara
religious diangkat oleh studi agama. Bersifat polimetodis berarti studi agama menggunakan berbagai
metode dan disiplin ilmu yang berbeda untuk menangani aspek-aspek di atas. Oleh karenanya peneliti
studi agama perlu memahami pendekatann sejarah; sosiologi; psikologi; fenomoelogi dan lain-lain. Studi
agama juga bersifat pluralistic karena ada banyak agama dan tradisi keagamaan dan akan tampak.
Sementara sifat tanpa batas yang tegas berarti studi agama tidak menggeneralisasi definisi yang baku
tentang agama karena satu definisi mungkin akan menjelaskan beberapa elemen istimewa dari agama
tertentu dan tidak mencakup agama-agama lain.

Apa perbedaan agama dan adat?

Agama dalam literatur klasik secara etimologi sering disebut sebagai ruang kosong dalam diri manusia
yang membutuhkan sinar atau petunjuk yang oleh sebagian sarjana modern disebut sebagai
spiritualitas. Sementara itu adat berasal dari Bahasa Arab yang berarti tradisi atau kebiasaan.
Masyarakat Nusantara pra kolonial belum membedakan adat dan agama. Beberapa literatur klasik
menyebutkan bahwa adat merupakan istilah untuk menyebut keseluruhan praktik yang mencakup
kebiasaan, tradisi, agama, hukum, dan lain sebagainya. Pengertian adat pada masa itu mencakup segala
praktik sehari-hari masyarakat, termasuk berziarah ke kubur, berkunjung ke tempat sakral, percaya pada
kekuatan alam selain manusia, dan beragam praktik lainnya tanpa ada pembakuan ke satu peristilahan
tertentu, baik adat, agama, tradisi, atau budaya.

Baru pada masa kolonial masyarakat nusantara mulai mampu membedakan adat dan agama setelah
beberapa momen sejarah seperti polemik adat dan agama dalam masyarakat Minangkabau, Sumatera
Barat pada 1803-1837. Perbedaan keduanya semakin ditegaskan pada masa kebijakan Politik Etis yang
dipelopori penasehat Belanda bernama Snouck Hurgronje. Ia menyarankan pemerintah Belanda untuk
berafiliasi dengan kelompok adat dan membatasi ruang kelompok agama yang dianggap mengancam
politik Belanda. Dalam dunia akademik, kebijakan ini menginisasi lahirnya studi tentang hukum adat
yang dipelopori Van Vollenhoven. Ia mengompilasi hukum adat yang dipahami sebagai segala bentuk
hukum yang berlaku dalam masyarakat lokal tertentu selain dari hukum agama.

Tokoh lainnya yang berperan menegaskan perbedaan adat dan agama adalah Albertus Kruyt. Ia
memperkenalkan istilah animisme sebagai konsep yang menjelaskan praktik masyarakat lokal yang tidak
atau belum memeluk “agama dunia”. Adat berlabel animisme ini diklaim mengandung aspek
keagamaan, tetapi kurang memadai untuk disebut agama.

Pemisahan tegas adat dan agama ini berlanjut hingga berdirinya negara Indonesia. Negara
mendefinisikan agama dalam undang-undang sebagai kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
memiliki nabi, kitab suci, dan komunitas lintas bangsa. Akibatnya, kelompok masyarakat yang tidak
berafiliasi dengan agama yang diakui tidak mendapat hak kewarganegaraan yang setara dengan yang
dinikmati para pemeluk “agama dunia”.

Mengapa kita perlu mengkaji agama secara ilmiah


Kajian agama secara ilmiah diperluhkan untuk menjelaskan fenomena-fenomena keagamaan yang
dipraktikan oleh para pemluknya baik diamati dari aspek penghayatan/pengalamana keagamaannya;
hubungan sosial; perilaku budaya; ekonomi; dan politiknya yang berkaitan dengan pemahaman dan
aktivitas keagamaannya. Kajian ini juga diperluhkan untuk meminimalisir anasir-anasir yang sangat
fundamental terhadap agama dari justifikasi-justifikasi yang sekadar ditujuakn untuk memperkuat
keyakinan atas agama tersebut.

Bagaimana agama dapat dikaji dan diteliti

Kajian dan penelitian ilmiah atas agama dapat menggunakan beberapa pendekatan antara lain;

a. Pendekatan historis
Dengan pendekatan ini peneliti dapat memahami asala-usul dan perkembangan ide dan pranata
keagamaan secara historis dengan menilai peranan kekuatan yang dimiliki agama untuk
memperjuangkan (mempertahankan) dirinya.
b. Pendekatan Teologis
Dengan pendekatan ini, seorang penganut agama tertentu ketika membuat studi teologis akan
melakukan studi internal terlebih dahulu untuk melestarikan dan mempromosikan keunggulan
agamanya. Selanjutnya peneliti dapat berperan sebagai outsider terhadap agama lain untuk menilai
dan menghakiminya dengan ukuran agama atau keyakinan peneliti. Akan tetapi pendekatan ini akan
bersifat apologis dan polemsi.
c. Pendekatan fenomelogis
Dalam pendekatan ini peneliti adalah seorang outsider yang berusaha memahami agama orang lain
dengan cara masuk ke dalam; menanggalkan dan meluruhkan (epoche, stoping) segala asumsi,
praduga, penilaian, dan pengetahuan sebelumnya mengenai agama yang hendak dopahami, dan
membiarkan objek berbicara tantang dirinya sendiri hingga dapat diketahu dengan jelas intisari
(eidos) objek tersebut.
d. Pendekatan Komparatif
Dalam pendekatan ini peneliti akan membandingkan agama-agama dengan menempatkan gejala-
gejala keagamaan yang parallel dari agama-agama yang dikaji secara berdampingan dan
membandingkan gejala-gejala itu untuk mengetahui strukturnya.
e. Pendekatan Parenial
Dalam pendekatan ini peneliti dapat memahami bahwa agama merupakan suatu bentuk dalam
artian perwujudan yang pasti bersifat formal, khusus, dan terbatas, meskipun ia memiliki kebenaran
internal yang bersifat transenden dan universal.
f. Pendekatan Dialogis
Pendekatan ini mengedepankan dialog dengan para penganut agama-agama yang dipelajari
g. Pendekatan Sosioligis
Pendekaan ini bermaksud mencari relevansi dan pengaruh agama terhadap fenomena sosial. Dalam
hal ini seorang penliti studi agama akan mengamati keterkaitan antara agama dan masyarakat
dengan pendekatan ini.
h. Pendekatan Antropologis
Dalam pendekatan ini penelitia studi agama akan diarahakn untuk memahami kebudayaan-
kebudayaan manusia yangn berhubungan dengan agama dan mengetahui bagaiman agama
memberi pengaruh terhadap budaya dan sebaliknya.
i. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini digunakan peneliti untuk mengkaji pengaruh agama terhadap kejiwaaan pemeluk
agama atau sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai