PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
a. Kita dapat mengetahui makna Islam inklusif.
b. Kita dapat mengetahui hal-hal yang termasuk dalam pendekatan
(perbandingan) agama.
c. Kita dapat mengetahui pluralitas dan pluralisme di Indonesia.
d. Kita dapat mengetahui hubungan agama Kristen dan agama Islam.
BAB 2
PEMBAHASAN
Islam Inklusif adalah islam yang bersifat terbuka. Terbuka disini tidak
hanya masalah berdakwah atau hukum, tetapi juga masalah ketauhidan, sosial,
tradisi, dan pendidikan. Dengan adanya sifat keterbukaan, seorang muslim
dapat belajar serta menghargai perbedaan pendapat dari agama lain.
Misalnya, bagaimana tata cara beribadah dari agama lain. Akan tetapi seorang
muslim harus yakin akan kebenaran agamanya sendiri yaitu agama Islam.
Perbedaaan pendapat merupakan order of nature ( ketentuan alam) atau
dalam bahasa Al-Qur’an adalah sunatullah. Perbedaan pandangan, keyakinan,
dan agama merupakan fenomena alamiah. Dalam Al-Qur’an dinyatakan,
Kalau saja Allah menginginkan, niscaya dia akan menciptakan manusia satu
bangsa yang monolitik. Tapi mereka senantiasa menunjukkan perbedaan (QS
11: 118). Perbedaan pendapat ini terkadang meruncing sampai ke titik
perseteruan. Untuk mempertahankan posisi masing-masing, tidak jarang
agama atau interpretasi teks keagamaan dijadikan sarana legitimasi
( mengesahkan atau membenarkan).
Dengan adanya sifat keterbukaan ini, tentang perbedaan pendapat seorang
muslim diharapkan juga mempunyai sifat toleransi mengenai budaya, adat,
dan kesenian dalam agama lain serta seorang muslim dapat mengurangi
konflik antar umat beragama.
2
3
b. Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif adalah pendekatan yang berupaya untuk
menjelaskan sebuah agama dengan menitikberatkan kebenaran
doktrinal, keunggulan sistem nilai, otentisitas teks, serta fleksibilitas
ajarannya sepanjang masa. Pendekatan ini dengan sendirinya akan
menggunakan cara-cara yang bersifat persuasif apologetik dalam
mempertahankan keunggulannya. Dalam membandingkan suatu
agama dengan agama lain, penekanan unsur-unsur “ kelemahan dan
kekurangan” pihak lain selau ditonjolkan.
Sebagai bangsa yang beragama, kita hendaknya memetik buah dari studi
perbandingan agama dengan memperdalam pengetahuan tentang agama-
agama. Walaupun pendekatan normatif tetap perlu untuk memperkukuh iman,
pendekatan deskriptif pun tidak kurang pentingnya untuk menghindari konflik
agama. Perlu digaris bawahi bahwa salah satu syarat tercapainya kerukunan
antar pemeluk agama adalah saling pengertian antar umat beragama.
1
Dr. M. Amin Abdullah, Studi Agama,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,1996), cet. 1 hal 5.
6
2.4 HUBUNGAN AGAMA KRISTEN DAN AGAMA ISLAM
Hubungan antara umat Islam dan Kristen bukanlah sebuah fenomena baru.
Fenomena itu semakin nyata di masa kini dibanding beberapa dekade atau
bahkan abad yang lalu. Seperti kita semua ketahui, pertemuan antara umat
Islam dan Kristen sudah setua umur Islam itu sendiri. Pada umumnya, Islam
memandang Kristen sebagai ahlul kitab yang harus dihormati.
Rujukan tradisional pertama mengenai kehidupan Nabi Muhammad Saw,
Sirah Rasulullah (Riwayat hidup Rasulullah) karya Ibn Ishaq (767 M/150 H)
misalnya, menuturkan lima contoh penting terkait perjumpaan Nabi
Muhammad Saw dan kaum muslim generasi pertama dengan orang Kristen
diantaranya adalah perjumpaan Nabi Muhammad Saw dengan pendeta
Buhaira ketika Baginda Nabi (masih berumur 12 tahun) yang diajak pamannya
ke Suriah. Ketika itu pendeta Buhaira melihat “tanda kenabian” Nabi
Muhammad Saw. Kemudian, pendeta Buhaira meminta untuk menjaga dan
melindungi Baginda Nabi dari segala marabahaya. Dan yang kedua adalah
perjumpaan Nabi Muhammad Saw dengan Waraqah (seorang alim Kristen
yang mengkaji berbagai kitab suci) ketika Nabi Muhammad Saw baru saja
diangkat menjadi Nabi.
Sepanjang perjalanan sejarah, hubungan yang telah menjadi sumber
kebaikan bagi keduanya ini juga telah menjadi sumber kesalahpahaman,
ketidakpercayaan, dan konflik. Sebagai penyebab utama ketegangan hubungan
antara kedua komunitas beragama ini berakar dari sikap interaksi yang
superior-inferior. Penganut kedua agama ini mengklaim diri sebagai pengikut
agama yang lebih unggul dan dengan demikian masing-masing menyatakan
bahwa agama mereka adalah satu-satunya agama yang dapat diterima dan
merupakan satu-satunya jalan menuju keselamatan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Islam Inklusif adalah islam yang bersifat terbuka. Terbuka disini tidak
hanya masalah berdakwah atau hukum, tetapi juga masalah ketauhidan, sosial,
tradisi, dan pendidikan. Untuk pendekatan studi (perbandingan) agama dibagi
menjadi dua kategori yaitu pendekatan deskriptif adalah pendekatan yang
menguraikan secara komprehesif aspek-aspek kesejarahan, struktur, doktrin,
dan lain-lain tanpa terlibat dalam pemberian penilaian (value judgment).
Pendekatan normatif adalah pendekatan yang berupaya untuk menjelaskan
sebuah agama dengan menitikberatkan kebenaran doktrinal, keunggulan
sistem nilai, otentisitas teks, serta fleksibilitas ajarannya sepanjang masa.
Pluralitas berarti keadaan masyarakat yang majemuk (beragam) yang
didasari oleh keunikan dan kekhasan. Sedangkan pluralisme berarti pluralisme
sendiri merupakan satu paham yang menyamakan kedudukan setiap
keyakinan/ajaran. Orang yang menyakini pluralisme memandang semua
ajaran itu merupakan ajaran kebenaran yang tujuannya sama.
3.2 SARAN
7
DAFTAR PUSTAKA
Imarah, Muhammad. 1997. Islam dan Pluralitas. Jakarta: Gema Insani Pers.