Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pada era globalisasi ini, umat beragama dihadapkan pada serangkaian
tantangan baru yang tidak terlalu berbeda dengan apa yang pernah dialami
sebelumnya. Pluralisme agama dan konflik intern adalah fenomena nyata.
Di masa lampau kehidupan keagamaan relatif lebih tenteram dari pada
kehidupan agama di masa sekarang. Di Indonesia, agama berkembang
dengan pesat yang diawali oleh perkembangan agama Hindu, Buddha,
Islam, dan Kristen. Perkembangan agama di Indonesia cenderung lebih
cepat karena sifat asli bangsa Indonesia selalu terbuka dengan ajaran-
ajaran dari luar. Dari sekian agama yang berkembang di Indonesia, agama
Islam adalah agama yang paling banyak pemeluknya.
1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Apa pengertian Islam inklusif?


b. Apa saja yang termasuk dalam pendekatan studi (perbandingan)
agama?
c. Bagaimana pluralitas dan pluralisme di Indonesia?
d. Bagaimana hubungan agama Kristen dan agama Islam?

1.3 TUJUAN
a. Kita dapat mengetahui makna Islam inklusif.
b. Kita dapat mengetahui hal-hal yang termasuk dalam pendekatan
(perbandingan) agama.
c. Kita dapat mengetahui pluralitas dan pluralisme di Indonesia.
d. Kita dapat mengetahui hubungan agama Kristen dan agama Islam.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ISLAM INKLUSIF

Islam Inklusif adalah islam yang bersifat terbuka. Terbuka disini tidak
hanya masalah berdakwah atau hukum, tetapi juga masalah ketauhidan, sosial,
tradisi, dan pendidikan. Dengan adanya sifat keterbukaan, seorang muslim
dapat belajar serta menghargai perbedaan pendapat dari agama lain.
Misalnya, bagaimana tata cara beribadah dari agama lain. Akan tetapi seorang
muslim harus yakin akan kebenaran agamanya sendiri yaitu agama Islam.
Perbedaaan pendapat merupakan order of nature ( ketentuan alam) atau
dalam bahasa Al-Qur’an adalah sunatullah. Perbedaan pandangan, keyakinan,
dan agama merupakan fenomena alamiah. Dalam Al-Qur’an dinyatakan,
Kalau saja Allah menginginkan, niscaya dia akan menciptakan manusia satu
bangsa yang monolitik. Tapi mereka senantiasa menunjukkan perbedaan (QS
11: 118). Perbedaan pendapat ini terkadang meruncing sampai ke titik
perseteruan. Untuk mempertahankan posisi masing-masing, tidak jarang
agama atau interpretasi teks keagamaan dijadikan sarana legitimasi
( mengesahkan atau membenarkan).
Dengan adanya sifat keterbukaan ini, tentang perbedaan pendapat seorang
muslim diharapkan juga mempunyai sifat toleransi mengenai budaya, adat,
dan kesenian dalam agama lain serta seorang muslim dapat mengurangi
konflik antar umat beragama.

2
3

2.2 PENDEKATAN STUDI (PERBANDINGAN) AGAMA


Kalau disimak, kata “ perbandingan” mengandung unsur kepekaan tinggi,
yang tidak jarang mengundang kecurigaan, bahkan permusuhan.
Membandingkan sesuatu dengan sepadannya dapat diartikan menempatkan
satu pihak lebih unggul dari pihak lain. Karena itu perbandingan atau
komparasi sering berujung dengan kompetisi. Hal ini mengakibatkan
kebanyakan orang enggan untuk membandingkan hal-hal yang sangat
berharga yang dimilikinya dengan hal lain. Mereka khawatir kalau-kalau yang
dimilikinya akan dinilai lebih buruk dari milik orang lain. Tidak seorang pun
senang jika keluarganya, bangsanya, dan terlebih negaranya dinilai lebih
rendah dari yang lain akibat suatu perbandingan.
Untuk pendekatan studi (perbandingan) agama dibagi menjadi dua
kategori yaitu:
a. Pendekatan Deskriptif
Pendekatan deskriptif adalah pendekatan yang menguraikan secara
komprehesif aspek-aspek kesejarahan, struktur, doktrin, dan lain-lain
tanpa terlibat dalam pemberian penilaian (value judgment). Sebagai
contoh, doktrin panteisme ( keberadaan Tuhan di tiap obyek), dan
reinkarnasi dalam agama Hindu, doktrin empat kebenaran utama dan
delapan jalan menuju keselamatan dalam ajaran Buddha, doktrin umat
pilihan bagi kaum Yahudi, doktrin trinitas dalam agama Kristen, dan
doktrin berakhirnya utusan Tuhan dengan datangnya Nabi
Muhammad Saw. Dalam Islam, kesemuanya dijelaskan tanpa
mengutak-atik nilai kebenaran atau kekeliruan didalamnya. Setiap
penelitian agama yang menggunakan pendekatan deskriptif ini harus
sanggup (paling tidak untuk sementara) menanggalkan keterikatannya
terhadap agama yang dianutnya untuk menjamin pemaparan atau
analisis yang obyektif.
4

b. Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif adalah pendekatan yang berupaya untuk
menjelaskan sebuah agama dengan menitikberatkan kebenaran
doktrinal, keunggulan sistem nilai, otentisitas teks, serta fleksibilitas
ajarannya sepanjang masa. Pendekatan ini dengan sendirinya akan
menggunakan cara-cara yang bersifat persuasif apologetik dalam
mempertahankan keunggulannya. Dalam membandingkan suatu
agama dengan agama lain, penekanan unsur-unsur “ kelemahan dan
kekurangan” pihak lain selau ditonjolkan.

Sebagai bangsa yang beragama, kita hendaknya memetik buah dari studi
perbandingan agama dengan memperdalam pengetahuan tentang agama-
agama. Walaupun pendekatan normatif tetap perlu untuk memperkukuh iman,
pendekatan deskriptif pun tidak kurang pentingnya untuk menghindari konflik
agama. Perlu digaris bawahi bahwa salah satu syarat tercapainya kerukunan
antar pemeluk agama adalah saling pengertian antar umat beragama.

2.3 PLURALITAS DAN PLURALISME DI INDONESIA


Pluralitas berarti keadaan masyarakat yang majemuk (beragam) yang
didasari oleh keunikan dan kekhasan. Keanekaragaman agama yang hidup di
Indonesia, termasuk di dalamnya keanekaragaman paham keagamaan yang
ada di dalam tubuh intern umat beragama adalah merupakan kenyataan
historis yang tidak dapat disangkal oleh siapapun.
Proses munculnya pluralitas agama di Indonesia dapat dipahami secara
empiris historis. Secara kronologis dapat disebutkan bahwa dalam wilayah
kepulauan Nusantara, hanya agama Hindu dan Buddha yang dahulu dipeluk
oleh masyarakat, terutama di pulau Jawa. Candi prambanan dan candi
borobudur merupakan saksi sejarah yang paling otentik. Kenyataan demikian
5

tidak menepikan tumbuh berkembangnya budaya animisme dan dinamisme,


baik di pulau Jawa maupun di luar Jawa.
Islam bukannya agama terakhir yang masuk di wilayah kepulauan
nusantara. Ketika kepulauan Nusantara memasuku era penjajahan Eropa,
terutama penjajahan Belanda, sekitar abad 16, agama Kristen Protestan dan
agama Kristen Katholik juga ikut menyebar secara luas. Semula penyebaran
itu berpusat di wilayah nusantara di luar pulau Jawa, dan baru abad ke 18
mulai ke wilayah pulau Jawa secara lebih luas. Dalam sensus Nasional1
tercatat-catat hanya ada lima agama besar dunia, yaitu agama Hindu, Budha,
Islam, Kristen Protestan,dan Kristen Katholik yang tumbuh subur berkembang
di Indonesia.
Sementara pluralisme sendiri merupakan satu paham yang menyamakan
kedudukan setiap keyakinan/ajaran. Orang yang menyakini pluralisme
memandang semua ajaran itu merupakan ajaran kebenaran yang tujuannya
sama. Pluralisme ini sangat melenceng dari pemahaman berketuhanan disetiap
ajaran agama. Misalnya di Indonesia, orang yang beragama Hindu
memercayai ada banyak dewa untuk disembah, tentu tidak akan setuju jika
orang yang beragama Islam juga memercayai bahwa ada banyak dewa yang
harus disembah, karena agama Islam menyakini bahwa hanya ada satu Tuhan
yang wajib disembah.
Paham pluralisme ini sangat jelas bertentangan dengan apa yang menjadi
akidah dari setiap agama. Pemahaman ini sangat fatal jika diterapkan di
Indonesia. Karena, mencampur adukkan pemahaman antara ajaran yang satu
dengan ajaran yang lain akan menghilangkan ciri khas dari setiap ajaran
khususnya di indonesia.

1
Dr. M. Amin Abdullah, Studi Agama,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,1996), cet. 1 hal 5.
6
2.4 HUBUNGAN AGAMA KRISTEN DAN AGAMA ISLAM
Hubungan antara umat Islam dan Kristen bukanlah sebuah fenomena baru.
Fenomena itu semakin nyata di masa kini dibanding beberapa dekade atau
bahkan abad yang lalu. Seperti kita semua ketahui, pertemuan antara umat
Islam dan Kristen sudah setua umur Islam itu sendiri. Pada umumnya, Islam
memandang Kristen sebagai ahlul kitab yang harus dihormati.
Rujukan tradisional pertama mengenai kehidupan Nabi Muhammad Saw,
Sirah Rasulullah (Riwayat hidup Rasulullah) karya Ibn Ishaq (767 M/150 H)
misalnya, menuturkan lima contoh penting terkait perjumpaan Nabi
Muhammad Saw dan kaum muslim generasi pertama dengan orang Kristen
diantaranya adalah perjumpaan Nabi Muhammad Saw dengan pendeta
Buhaira ketika Baginda Nabi (masih berumur 12 tahun) yang diajak pamannya
ke Suriah. Ketika itu pendeta Buhaira melihat “tanda kenabian” Nabi
Muhammad Saw. Kemudian, pendeta Buhaira meminta untuk menjaga dan
melindungi Baginda Nabi dari segala marabahaya. Dan yang kedua adalah
perjumpaan Nabi Muhammad Saw dengan Waraqah (seorang alim Kristen
yang mengkaji berbagai kitab suci) ketika Nabi Muhammad Saw baru saja
diangkat menjadi Nabi.
Sepanjang perjalanan sejarah, hubungan yang telah menjadi sumber
kebaikan bagi keduanya ini juga telah menjadi sumber kesalahpahaman,
ketidakpercayaan, dan konflik. Sebagai penyebab utama ketegangan hubungan
antara kedua komunitas beragama ini berakar dari sikap interaksi yang
superior-inferior. Penganut kedua agama ini mengklaim diri sebagai pengikut
agama yang lebih unggul dan dengan demikian masing-masing menyatakan
bahwa agama mereka adalah satu-satunya agama yang dapat diterima dan
merupakan satu-satunya jalan menuju keselamatan.
BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Islam Inklusif adalah islam yang bersifat terbuka. Terbuka disini tidak
hanya masalah berdakwah atau hukum, tetapi juga masalah ketauhidan, sosial,
tradisi, dan pendidikan. Untuk pendekatan studi (perbandingan) agama dibagi
menjadi dua kategori yaitu pendekatan deskriptif adalah pendekatan yang
menguraikan secara komprehesif aspek-aspek kesejarahan, struktur, doktrin,
dan lain-lain tanpa terlibat dalam pemberian penilaian (value judgment).
Pendekatan normatif adalah pendekatan yang berupaya untuk menjelaskan
sebuah agama dengan menitikberatkan kebenaran doktrinal, keunggulan
sistem nilai, otentisitas teks, serta fleksibilitas ajarannya sepanjang masa.
Pluralitas berarti keadaan masyarakat yang majemuk (beragam) yang
didasari oleh keunikan dan kekhasan. Sedangkan pluralisme berarti pluralisme
sendiri merupakan satu paham yang menyamakan kedudukan setiap
keyakinan/ajaran. Orang yang menyakini pluralisme memandang semua
ajaran itu merupakan ajaran kebenaran yang tujuannya sama.

3.2 SARAN

Kami selaku penulis telah melakukan pengamatan, mencari, dan


membaca beberapa buku sebagai referensi kami dalam penulisan makalah ini.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini. Kami mohon maaf jika terdapat kesalahan
dan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan saran yang membangun dalam melengkapi makalah ini.
Semoga bermanfaat bagi para pembaca.

7
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Amin. 1996. Studi Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Goddard, Hugh. 2013. Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen. Jakarta: Serambi Ilmu


Semesta.

Mustamin, Muhammad F.(2014). Beda Pluralitas dengan Pluralisme. Tersedia:


http://www.muhfauzinm.blogspot.com /2014/01/beda pluralitas dengan
pluralisme.(5 Januari 2014).

Imarah, Muhammad. 1997. Islam dan Pluralitas. Jakarta: Gema Insani Pers.

Shihab, Alwi. 1998. Islam Inklusif. Yogyakarta: Mizan.


8

Anda mungkin juga menyukai