Anda di halaman 1dari 5

NAMA:Pipianti nasir

NIM:2220203870230018

STUDI KAWASAN ISLAM

BAB II

PEMBAHASAN

A.Arti Perbadingan Agama

Kata “Perbandingan” mengandung unsur kepekaan tinggi, yang tidak jarang mengundang kecurigaan,
bahkan permusuhan. Membandingkan suatu dengan sepadannya dapat diartikan menempatkan satu
pihak lebih unggul dari pihak lain. Karena itu perbandingan atau komparasi sering berujung dengan
kompetisi. Hal ini mengakibatkan kebanyakan orang enggan untuk membandingkan hal-hal yang sangat
berharga baginya dengan hal lain. Mereka khawatir kalau-kalau yang dimilikinya kalau-kalau yang
dimilikinya akan dinilai lebih buruk dari milik orang lain. Tidak seorang pun senang jika keluarganya,
bangsanya, dan terlebih negaranya dinilai lebih rendah dari yang lain akibat suatu perbandingan.

Lalu, bagaimana dengan perbandingan agama? Jika perbandingan yang dimaksud untuk menempatkan
suatu agama lebih superior dari yang lain, maka pasti hal ini akan membawa kerah cauan, bahkan
permusuhan. Setiap pemeluk agama akan menilai agamanya yang terbaik dan yang tersempurna jika
dibandingkan dengan agama yang lain. Melihat kenyataan ini, Arnold Toynbee (1889-1975), sejarawan
Inggris, secara gamblang berkata bahwa “Tidak seorangpun dapat menyatakan dengan pasti bahwa
sebuah agama lebih benar dari agama lain”.

Pada sisi lain, suatu agama atau kepercayaan adalah suatu sistem tertentu, atau seperangkat sistem
dimana ajaran-ajaran, my the, ritus, perasaan, penghayatan, pengamalan, lembaga dan beberapa
elemen lainnya merupakan hal yang saling berkaitan dan bertautan, karena itu dalam memahami agama
dan kepercayaan yang ada dalam suatu sistem dirasa sangat penting untuk mengetahui konteksnya yang
khas. Misalnya saja kepercayaan terhadap suatu dewa dalam salah satu agama harus dilihat pada
konteks suatu kepercayaan terhadap sang pencipta dan kehidupan yang transcendent dalam
masyarakat. Lepas dari setuju atau tidak, kita kenal bahwa pada sekitar abad 20-an, salah seorang ahli
ilmu perbandingan agama mengemukakan bahwa karakter suatu agama, dipandangnya sebagai suatu
hal yang bersifat “totalitarian” atau yang lebih baik lagi bersifat “organik”. Ini berarti lalu menimbulkan
suatu masalah apakah kepercayaan atau praktik agama dalam suatu sistem organik dapat
diperbandingkan dalam suatu sistem yang sama dalam suatu sistem organik yang lain, atau tidak? Untuk
ini, harus diakui bahwa setiap agama memiliki keunikan yang membedakan.

Orang dapat mengetahui sangat uniknya suatu agama melalui suatu perbandingan, dan dalam
memperbandingkan ini dapat dengan mencari perbedaan-perbedaannya. Dan inilah sebabnya mengapa
studi agama dan kepercayaan seringkali dimaksudkan sebagai studi perbandingan agama. Sisi
terpenting, seperti yang dikemukakan oleh S.G.F. Brandon, memang disadari bahwa untuk memahami
humanitas yang umum dan juga permasalahannya secara baik dan tepat, kita perlu mengetahui tentang
agama yang dianutnya, politiknya, peraturan ekonominya, dan prestasi ilmiyah serta budayanya karena
selain penilaian aspek-aspek agama yang metafisis, ternyata agama juga merupakan fenomena sosial
yang sangat mendasar. Karena studi ilmu perbandingan agama dapat ditekankan sebagai studi yang
berkaitan dengan perilaku beragama seseorang dalam hubungannya dengan transcedent, dengan
Tuhan, atau dengan apapun saja yang dianggap sakral, kudus, suci, maka dalam perkembangannya yang
nampak bersifat deskriptif, lalu menganut bermacam-macam disiplin seperti sejarah, sosiologi,
antrhopologi, psikologi, dan archeology.

Dan karena studi ilmu perbandingan agama juga ditekankan pada studi yang juga di orientasikan pada
pengakuan kebenaran keyakinan agama, maka ini lebih ditekankan pada theology dan filsafat agama.
Adalah tugas mulia umat beragama secara bersama-sama untuk menginterpretasikan ulang ajaran-
ajaran agamanya untuk dikomunikasikan pada wilayah agama lain. Sehingga mengurangi tensi atau
ketegangan antar umat beragama. Para teolog masing-masing agama dan para juru dakwah serta
misionaris aturannya memang “belajar” memahami relung-relung keberagaman orang lain, hukan untuk
tujuan pindah agama. Tetapi membuka kesempatan untuk lebih bersifal saling memahami dan toleran.

B. Islam dan Perbandingan Agama Lain

Perkembangan pendidikan dan kemajuan ulmu pengetahuan, kesemuanya itu merubah pandangan dan
pikiran orang Islam diseluruh dunia dan sekaligus merupakan rennaisance orang Islam dalam lapangan
ilmu pengetahuan, penertiban, kehidupan agama dan sebagainya. Dengan perkembangan tersebut para
sarjana Islam memperbaharui polemik mereka terutama terhadap aktivitas missi Kristen. Pada
umumnya polemik-polemik yang diadakan oleh kaum Muslim merupakan reaksi terhadap literatur-
literatur yang diterbitkan oleh orang-orang Kristen.

Sejarah hubungan antara Islam dan kristen telah melalui masa yang panjang dan diliputi oleh suasana
setempat. Isi polemik antara Islam dan kristen pada umumnya meliputi permasalahan-permasalahan
sebagai berikut:

· Kristologi (Islam tidak menyinggung pribadi Yesus sebagai kristus)

· Kenabian Muhammad SAW terutama mu’jizatnya

· Kedudukan Bybel sebagai wahyu

· Ajaran Paulus yang dogmatis

· Masalah Moral

Dalam kenyataannya materi politik antara abad pertengahan dan abad dua puluh meliputi hal yang
sama, namun sudah tentu terdapat pemikiran baru yang terdapat dalam penerbitan mutakhir. Karena
adanya pemikiran baru, maka sekalipun pokok pembicaraan sama. Namun ada perobahan dalam
interpretasi. Dalam beberapa hal terdapat perhatian umat Islam terhadap penemuan baru. Adanya
penemuan baru tersebut dipergunakan oleh umat Islam untuk membahas kitab suci Kristen.

Dalam hal toleransi, Nabi Muhammad pernah memberi suri tauladan yang sangat inspiring dihadapan
para pengikutnya. Sejarah mencatat bahwa nabi pernah dikucilkan dan bahkan diusir dari tanah
Makkah. Beliau terpaksa hijrah ke Madinah untuk beberapa lama dan kemudian kembali ke Makkah.
Peristiwa ini disebut dengan fatkhul Makkah. Dalam peristiwa yang penuh kemenangan ini, Nabi tidak
mengambil langkah balas dendam kepada orang-orang yang telah mengusirnya.

Dengan titik tolak pandangan tersebut umat Islam pada tempatnya bersikap menghargai agama orang
lain. Menghargai agama orang lain tidak identik dengan pengakuan akan pengakuan kebaikan dan
kebenaran agama tersebut.

C. Faktor Perbedaan dan Kesamaan Keyakinan

Manusia mempunyai naluri sebagai hewan yang beraqidah, atau secara naluriah, manusia adalah hewan
yang beragama. Aqidah agama ini merupakan suatu yang tidak bisa dipisahkan sejak awal pembentukan
psichis dan mental manusia. Aqidah ini tidak biasa berdiri sendiri dan terlepas dari proses pembentukan.

Karena tantangan Islam pada periode klasik kedua (± abad ke-8 sampai dengan abad ke-12) bercorak
intelektual spekulatif heelenisme dan gnotisisme Persi. Maka telogi yang berkembang dalam wacana
pemikiran Islam juga dipengaruhi oleh sifat tantangan itu. Karena sifat yang demikianitu, orang akan sia-
sia menemukan formulasi teuhid sosial yang komprehensif dan utuh. Bahkan pada masa modern, corak
intelektual dari kajian tentang tauhid masih terus berlangsung.

Berbagai macam hasil studi telah sama-sama menguatkan bahwa adanya aqidah (keyakinan agama) ini
berdiri dibelakang kemajuan kemajuan yag muncul, dan juga berdiri di belakang penemuan-penemuan
materiil yang dicapai oleh manusia. Entah itu dalam lapangan ilmu pengetahuan, hasil-hasil prcobaan,
methode-methode struktur social, politik dan ekonomi. Maka tak heran bila aqidah agama ini saling
berbeda.

Faktor-faktor kehidupan yang ada hubungannya dengan cara memahami alam dan kehidupan. Sehingga
ilmu pengetahuan yang dicapai oleh setiap kemajuan corak lama ini merupakan bagian dari aqidah
agama yang sangat diyakini oleh anggota-anggota masyarakat. Maka dari itu ilmu pengetahuan campur
aduk jadi satu dengan aqidah agama. Sehingga agama dilunturi dengan kesamaran-kesamaran mistikd
an tasawuf.

Sebagaimana filsafat pada dasarnya adalah kerja otak saja. Tapi karena filsafat ini berbaur dari satu
masyarakat ke lain masyarakat. Akhirnya timbul bermacam-macam filsafat yang juga ikut melunturi
agama. Tidak ada filsafat yang benar-benar murni dan mndetail/melulu sebagai filsafat. Tergantung dari
jauh dan dekatnya dengan agama atau aqidah. Cina pada zaman dahulu karena letak geografisnya
berada di daerah tepian iklim panas dan dingin, Cina termasuk daerah yang ramai. Solidaritas dan kerja
sama keluarga merupakan faktor umum yang menumbuhkan aqidah agama di sana. Sedang loyalitas
keluarga dianggap sebab yang paling nyata yang membentuk politik China. Tiga agama yang ada disana
yaitu Kong Hu Chu, Tao dan Budha berkisat tentang mencari hakekat hidup bahagia diats dunia dengan
cara yang simpel tanpa macam-macam keyakinan.

Dalam masalah loyalitas keluarga melingkupi keluarga dalam pengertian yang kecil dan keluarga yang
besar yaitu negara. Kong Hu Chu memusatkan perhatian pada moral dan loyalitas keluarga sebagai
sarana untuk mencapai kebahagiaan diatas bumi ini. Taoisme mementingkan keseimbangan jiwa dan
raga antara manusia dan naluri. Sedang Budha mementingkan pada pembebasan jiwa.

D. Problem dan Prospek Perbandingan Studi Islam

Pada dataran normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbeban oleh misi keagamaan yang
bersifat memihak, romantis, dan apologis, sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis,
empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu
kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.

Kendala lain menyangkut perbandingan agama adalah tingkat objektivitas peneliti yang melakukan
perbandingan. Kata Hierke Gaard (1813-1855), filosof agamawan asal Denmark, yang setujui banyak
orang, “Berlaku netral terhadap studi agama-agama hampir tidak mungkin. “salah satu sebabnya,
seseorang peneliti tidak akan dapat memahami, apalagi mendalami agama tanpa yang bersangkutan
terlibat secara emosional dan spiritual dengan agama tersebut. Disamping itu seorang peneliti tidak
akan mungkin dapat menghayati dan memahami secara mendalam lebih dari sat agama.

Menurut Bambang Sugiharto, tantangan yang dihadapi setiap agama sekarang ini sekurang-kurangnya
ada tiga. Pertama, dalam menghadapi persoalan kontemporer yang ditandai dis orientasi nilai dan
degradasi miralitas agama ditantang dengan tampil sebagai suara moral yang otentik. Kedua, agama
harus menghadapi kecenderungan pluralisme, mengolahnya dalam kerangka “theologi” baru dan
mewujudkannya dalam aksi-aksi kerjasama plural. Ketiga, agama tampil sebagai pelopor perlawanan
terhadap segala bentuk penindasan dan ketidak adilan (Bambang Sugiharto dan Andito (ed) 1998: 29-
30). Untuk mengatasi kerancauan diatas, pakar-pakar studi agama lalu membagi pendekatan studi
agama (yang juga mencakup studi perbandingan agama) ke dalam dua kategori:

1) Pendekatan Deskriptif

Pendekatan ini menguraikan secara komprehensif aspek-aspek kesejarahan, struktur, doktrin, dan lain-
lain elemen tanpa terlibat dalam pemberian penilaian (Value judgment). Cara ini kemudian
dikembangkan oleh pakar-pakar dialog antar agama dengan menggunakan istilah intelektual conversion
(beralih) agama pada tingkat pemikiran, bukan pada tingkat imani yang hakiki.

2) Pendekatan Normatif

Pendekatan ini menjelaskan sebuah agama dengan menitik beratkan kebenaran doktrinal, keunggulan
sistem nilai, ontetisitas teks, serta fleksibelitas ajaranya sepanjang masa. Pendekatan ini dengan
sendirinya akan menggunakan cara-cara yang bersifat persuasif Apologetik dalam mempertahankan
keunggulannya. Dalam membandimgkan suatu agama dengan agama lain, penekanan unsur-unsur
“kelemahan dan kekurangan” pihak lain selalu ditonjolkan.

Walaupun pendekatan normatif tetap perlu untuk memeperkukuh iman, pendekatan deskriptif pun
tidak kurang pentingnya untuk menghindari konflik agama. Perlu digarisbawahi bahwa salah satu syarat
tercapainya kerukunan antar pemeluk agama adalah saling pengertian antar umat beragama.

Dalam konteks negara kita, umat Islam Indonesia yang jumlahnya terbesar dibanding yang ada di
negara-negara lain harus mampu memberi contoh dalam membina kerukunan antar umat beragama
dan sekaligus memelopori pendekatan antar sekte Islam demi tercapainya suatu ummah seperti yang
digambarkan oleh Al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Amin. 1996. Studi Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Abud, Abdu Al-Ghany. 1992. Aqidah Islam Vs ideologi modern. Ponorogo: TriMurti Press.

Daradjat, Zakiah. 1984. Perbandingan Agama Jilid II. Jakarta: Proyek Pembinaan IAIN.

Hakim, Atang Abd. dan Jaih Mubaroh. 1999. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Maarif, A. Syafi’i. 1997. Islam dan Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat. Yogyakarta: Pustaka Peljar.

Nata, Abuddin.1998. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Shihab, Alwi. 1997. Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama. Bandung: Mizan.

Anda mungkin juga menyukai