Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PSIKOLOGI DAN STRATEGI DAKWAH BERBASIS PESANTREN

“TINGKAH LAKU KEAGAMAAN DAN ISU-ISU PENYIMPANGAN


KEAGAMAAN”

Dosen Pengampu :

M. Muhsin, M. Pd.

Disusun Oleh :

Bagus Hadi Saputra

Irvan Hakim

Muhammad Alhamid

FAKULTAS TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS AL FALAH AS SUNNIYAH

KENCONG – JEMBER

2023/2024
DAFTAR ISI

HALAMAN UTAMA

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

2. Rumusan Masalah

3. Tujuan Penulisan

PEMBAHASAN

1. Aliran klenik

2. Konversi agama

3. Kristenisasi

4. Konflik agama

5. Radikalisme dan Terorisme

PENUTUP

KESIMPULAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Agama yakni kenyataan terdekat dan sekaligus misteri terjauh. Begitu dekat karena
selalu hadir dalam kehidupan kita sehari-hari, di rumah, televisi, pasar dan kantor –
dimana saja. Begitu misterius karena ia menampilkan wajah-wajah yang tampak
berlawanan: atas nama agama, orang tega membunuh atau melayani sesama tanpa batas,
mengilhami pancaran ilmu tertinggi. Menciptakan gerakan massa paling besar atau
menuntun manusia ke misteri sunyi
paling rahasia memekikkan perang paling brutal atau menebarkan kedamaian paling
sejati.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan aliran klenik ?
b. Apa yang dimaksud dengan konversi agama ?
c. Apa yang dimaksud dengan kristenisasi ?
d. Apa yang dimaksud dengan konflik agama ?
e. Apa yang dimaksud dengan radikalisme dan terorisme ?
3. Tujuan Penulisan
Membantu mahasiswa/i dalam memahami materi tingkah laku keagamaan dan isu-
isu penyimpangan keagamaaan.
PEMBAHASAN

A. Aliran Klenik
Penyimpangan tingkah laku dalam kehidupan banyak terjadi, sehingga sering
menimbulkan keresahan masyarakat. Norma keagamaan merupakan salah satu bentuk
norma yang menjadi tolak ukur tingkah laku keagamaan seseorang, kelompok atau
masyarakat.
Tradisi merupakan norma yang proses perkembangannya berlangsung secara
otomatis. Karena prosesnya cukup lama, sehingga sering tidak diketahui suatu perbuatan
dilakukan pada waktu tertentu yang diyakini kebenarannya. Norma yang dalam tradisi ini
tidak lagi bersifat rasional
melainkan bersifat tradisional dogmatik dan supernatural. Sedangkan norma formal
sumbernya dapat berupa undang-undang, peraturan ataupun kebijaksanaan formil dari
pengusaha masyarakat yang materinya merupakan tolok ukur salah benarnya tingkah laku
dalam kehidupan masyarakat.
Klenik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan
kepercayaan akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal. Bagi penganut
agama masalah yang berkaitan dengan hal-hal yang gaib umumnya diterima sebagai
bentuk keyakinan yang lebih bersifat emosional, ketimbang rasional. Karena itu tak jarang
dimanipulasi dalam bentuk kemasan yang dihubungkan dengan kepentingan tertentu.
Secara redaksional materi ajaran termuat dalam kitab suci dan Risalah Rasul
yang harus dimaknakan dengan pesan maupun pedoman yang termuat di dalam
perintah-Nya. Namun, mengingat kurun waktu penyampaian langsung ajaran tersebut
hanya diterima oleh umat terdahulu atau generasi awal, maka
generasi selanjutnya harus puas menerima ajaran melalui perantara tokoh dan
agamawan.
Sebagai manusia biasa, para agamawan memiliki latar belakang sosio-kultural,
tingkat pendidikan, maupun kapasitas berbeda. Dalam kondisi seperti itu terbuka peluang
timbulnya “salah tafsir” dalam memahami pesan kitab suci
maupun risalah rasul.
B. Konversi Agama
Dalam menjalani kehidupan di dunia,manusia membutuhkan agama sebagai petunjuk atau
pedoman hidup. Manusia biasanya menganut agama berdasarkan keturunan yaitu
menganut agama sesuai dengan agama orang tuanya. Ketika seorang anak lahir, maka anak
tersebut akanmenganut ajaran agama yang diajarkan orang tuanya. Keberagaman agama
yang ada di Indonesia akan memberikan peluang bagi seseorang untuk melakukan
perpindahan agama. Perpindahan agama dapat terjadi baikdari agama non-Islam ke agama
Islam ataupun sebaliknya. Perpindahan agama yangdilakukan seseorang disebut dengan
konversiagama.
Konversi agama merupakan proses perubahan pandangan atau keyakinan dalam kehidupan
seseorang dari satu agama atau kepercayaan ke agama yang lain. Hal ini sebagaimana yang
dikatakan oleh Zakiah Daradjat, bahwa konversi agama merupakan suatu perubahan
keyakinan yang terjadi padadiri seseorang yang berlawanan dengan arah keyakinan semula
yang dianutnya.2 Konversi agama bukanlah hal yang baru. Konversi agama sudah terjadi
semenjak zaman dahulu.
Bahkan, pada zaman Rasulullah Saw, banyak orang-orang kafir yang tersentuh hatinya
untuk berpindah ke agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Ketika seseorang
sudah berpindah agama, maka orang tersebut harus bisa meninggalkan seluruh ajaran
agama yang dianut sebelumnya, kemudian mengamalkan ajaran agama yang baru
dianutnya. Orang yang melakukan perpindahan agama berarti sudah betul-betul yakin
dengan pilihannya. Mereka harus dapat menyesuaikan diri dengan nilai-nilai dan tata cara
beribadah pada agama Islam yang baru dianutnya.
Pada dasarnya, pembicaraan tentang konvensi agama merupakan pembicaraan yang
menyangkut tentang batin seseorang yang sangat mendasar. Proses konversi agama ini
sebagaimana yang digambarkan oleh Jalaluddin, bagaikan memugar sebuah gedung lama
yang dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan bangunan baru yang lain sama sekali
dari bangunan sebelumnya. Demikian juga halnya yang terjadi pada diri seseorang atau
kelompok orang yang mengalami proses konversi agama ini. Segala bentuk kehidupan
batinnya yang semula mempunyai pola sendiri berdasarkan pandangan hidup yang
dimilikinya (agama), maka setelah terjadi konversi agama pada dirinya secara spontan pola
lama ditinggalkan sama sekali.
Segala bentuk perasaan batin terhadap kepercayaan lama seperti: harapan,
rasa bahagia, keselamatan, kemantapan menjadi berlawanan arah, kemudian timbullah
gejala-gejala baru berupa perasaan serba tidak lengkap dan tidak sempurna. Gejala ini
menimbulkan proses kejiwaan, baik dalam bentuk merenung dan sebagainya, sehingga
mengakibatkan timbulnya tekanan batin, penyesalan diri, rasa berdosa, cemas terhadap
masa depan, perasaan susah yang ditimbulkan oleh kebimbangan.
Secara etimologis kata “konversi” berasal dari kata “konversion” yang berarti
“tobat, pindah atau beralih agama”. Dalam Kamus Bahasa Inggris kata “konversi” berasal
dari kata “konvertion” yang berarti“berubah.” Sementara ditinjau dari segi etimologis,
para pakar berbeda pendapat dalam memberikan argumennya tentang konversi.
Umpamanya, Jalaluddin memberikan pengertian konversi agama adalah suatu perubahan
yang terjadi pada diri seseorang yang dipengaruhi oleh kondisi kejiwaaan, sehingga
perubahan tersebut dapat terjadi secara berproses atau mendadak. Sedangkan Zakiah
Daradjat, mengatakan konversi agama merupakan suatu perubahan keyakinan yang terjadi
pada diri seseorang yang berlawanan dengan arah keyakinan semula yang dianutnya
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa konversi agama yang penulis
maksud dalam makalah ini adalah suatu tindakan yang terjadi pada diri seseorang atau
sekelompok orang yang berpindah dari suatu sistem kepercayaan (agama) yang
berlawanan dari kepercayaan sebelumnya yang ia anut.
C. Kristenisasi
Kristenisasi dapat diartikan sebagai usaha-usaha (gereja, badan pekabaran Injil, dan orang
Kristen) untuk mengkristenkan (bangsa-bangsa, dunia, semua orang baik yang belum Kristen
maupun yang sudah Kristen). Gereja Roma Katolik biasanya memakai istilah missie, sedang
Gereja Protestan mema- kai istilah zending (Kuiper, 2003: 9). Istilah missie diartikan sebagai
berikut: Misi berasal dari kata Latin ‘mittere’ yang berarti mengutus; maka misi adalah
perutusan (da’wah). Tugas membawa Kabar Gembira sampai ke ujung bumi ini telah
diperintahkan Kristus kepada semua orang beriman: ‘Maka pergilah kamu, jadikanlah segala
bangsa muridKu, dan permandikanlah mereka atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus’
(Mt. 28, 19).
Maka setiap umat Kristen yang sehat serta giat akan menjalankan misi suci memperkenalkan
Kristus dengan perbuatan dan perkataan (Caraka, 1975: 166).

Istilah lain yang cukup popular bagi kristenisasi adalah pekabaran Injil (Berkhof, 1987: 76;
PENINJAU,V, No. 3-4: 295) atau penginjilan (Ellis, 1989: 6; Wongso, t.th., 75). Berkaitan
dengan istilah pekabaran Injil dan penginjilan di atas, D.W. Ellis mendifinisikan pekabaran
Injil atau penginjilan sebagai berikut:
Penginjilan adalah: Upaya orang Kristen melayankan kabar kesukaan ikhwal Yesus Kristus
kepada seseorang, sedemikian rupa, sehingga ia berpaling dari dosa-dosanya dan percaya
kepada Allah melalui AnakNya –Yesus Kristus, dengan kuasa Roh Kudus. Dengan demikian
ia dapat menerima Yesus Kristus sebagai Juru selamatnya, lalu taat dan melayani Dia sebagai
Rajanya dalam persekutuan gereja (Ellis, 1989: 110).
D. Konflik agama

Sejarah kehidupan umat manusia tidak pernah sunyi dari konflik, mulai dari konflik suku
sampai kepada konflik agama. Beberapa di antaranya terjadi dalam waktu cukup lama, seperti
konflik antara Islam dengan Kristen yang dikenal dengan perang Salib. Perang Salib
merupakan perang terbesar dalam sejarah umat Islam dan Kristen. Kebencian kedua pemeluk
agama ini belakangan sering berakar pada peristiwa sejarah masa lalu. Meskipun potensi
perbedaan dari sisi lain sudah ada sebelumnya, namun pengaruh perang Salib yang
dikobarkan oleh Paus Urbanus II pada tahun 1095, dengan mengirimkan pasukan secara
besar-besaran guna „mendirikan kerajaan Latin di Tanah Suci dan penghancuran terhadap
kaum Muslimin sebagai kekuatan politik dan militer telah memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap ketegangan umat Islam dan Kristen sampai kapanpun.

Persoalan lain yang menjadi akar sejarah konflik antar agama disebabkan oleh

pendudukan kaum Muslim di Spanyol dan Sisilia.5 Kejadian ini berawal dari sekelompok
tentara pengintai Islam menyeberang dari Afrika Utara ke ujung paling selatan Spanyol pada
Juli 710 M. Laporan kegiatan mata-mata ini menimbulkan minat baru untuk menyerang
Islam. Perjumpaan dua kekuatan di Sisilia merupakan perjumpaan yang paling menentukan
bagi hubungan Islam dengan Barat. Apalagi pada masa itu tentara Islam mengancam Roma
dan memaksa Paus Johannes VIII selama 2 tahun untuk membayar pajak kepada mereka.

Fenomena inilah yang kemudian memicu konflik tidak henti-hentinya antara Islam dengan
Barat Kristiani. Gerakan politik ini selalu melekat pada pemerintahan Islam di sepanjang
sejarah, termasuk di Spanyol. Intrik-intrik ini membuat Islam di Spanyol mengalami pasang
surut. Dunia Kristen Latin juga merasakan pengaruh Islam melalui Sisilia. Serangan pertama
ke Sisilia terjadi pada tahun 652 di kota Sisacusa. Akan tetapi pendudukan orang-orang Arab
di Sisilia tidak berlangsung lama. Kebangkitan kembali Kerajaan Byzantium mengakibatkan
berakhirnya semua pendudukan atas wilayah-wilayah penting. Byzantium menggandeng
Gereja untuk menguasai wilayah-wilayah Islam. Peperangan dengan menggunakan atribut
Gereja ini kemudian menjadi perang Kristen melawan Islam yang banyak menyita waktu.

Ketika Barat-Kristiani mengalami renaissance dalam bidang kebudayaan dan politik abad 14
sampai abad 16 M yang kemudian berlanjut dengan fajar budi (enlightment) pada abad ke 17
M, tantangan Islam terutama melalui kerajaan Turki Usmani masih cukup kuat. Pada saat itu
kerajaan Turki masih mengepung Eropa bahkan sampai kepada menduduki pintu gerbang
Wina, Austria. Tetapi sesudah tahun 1683 M, ketika orang-orang Austria berhasil mengusir
tentara Turki dari sana, maka seterusnya kekuasaan Turki Usmani yang menakutkan bagi
mereka tidak terdengar lagi. Kekalahan Turki ini telah menjadikan Islam semakin tidak
ditakuti lagi di Eropa, karena tidak ada kerajaan besar yang kuat, wilayah yang dulunya
dikuasai oleh kerajaan Turki saling memerdekakan diri dan kekacauan demi kekacauan terus
melanda daerah-daerah tersebut.

Kekalahan kerajaan Islam telah menjadikan Barat sebagai penguasa panggung dunia, apalagi
pada abad ke 18 dan abad ke 19 Barat perlahan-lahan bangkit menguasai dunia, satu demi
satu daerah Eropa yang dulunya di kuasai oleh Islam kembali ditaklukkan, bahkan negara-
negara Islam yang dulunya sangat kuat, pada abad ke 19 sudah banyak menjadi daerah koloni
bagi bangsa-bangsa Eropa. Faktor utama penaklukkan negara-negara Islam tidak saja
dilatarbelakangi oleh misi Kristen, tetapi juga dirangsang oleh melimpah ruahnya
sumberdaya alam pada negara-negara Islam, dan ini sebagai alasan kuat terjadinya
penaklukkan. Kasus yang terjadi pada negara-negara Islam di Eropa dan Timur Tengah,
seperti yang dirasakan olah bangsa Palestina yang dibuat terkatung-katung oleh Inggris di
tengah para imigran Yahudi.

Kasus ini telah menuai masalah bagi bangsa Palestina sampai sekarang.Kendatipun persoalan
Palestina tidak kunjung selasai, namun pada abad ke 20 M, banyak negara Islam mampu
memerdekakan diri dari kolonial Barat, bahkan tidak ada negara Islam sekarang yang masih
dijajah oleh bangsa Barat pasca perang dunia ke 2. Bagi negara-negara yang telah merdeka,
mereka berusaha menghidupkan kembali kebudayaan dan politik Islam yang telah hilang.
Kekecewaan dalam segala bidang, terutama yang disebabkan oleh kolonialisasi Barat, yang
kemudian mengakibatkan kegagalan ideologi pemerintahan Islam pasca penjajahan kemudian
ditambah lagi oleh krisis politik, ekonomi, termasuk budaya menjadi pemicu munculnya
kebangkitan baru Islam.

Perjuang untuk melepaskan diri dari yang berbau Kristen Barat telah membangkitkan
semangat berlebihan oleh kelompok ekstremis Islam. Beberapa kasus yang berujung pada
konflik vertikal seperti yang pernah terjadi di Poso, meskipun pada awalnya disebabkan oleh
kesenjangan ekonomi dan kepentingan politik. Eskalasi politik meningkat cepat karena
mereka yang bertikai membawa isu-isu agama untuk memperoleh dukungan yang cepat dan
luas. Agama dalam kaitan ini bukan pemicu konflik, karena isu. agama itu muncul
belakangan.

E. Radikalisme dan Terorisme

Yaitu paham atau aliran yang menghendaki pembaruan sosial atau politik dengan cara keras
dan drastis. Seperti halnya fundamentalisme, maka radikalisme juga dianggap sebagai
gerakan yang ekstremisme dan eksklusivisme. Gerakan yang dilatarbelakanginya menjadi
cocok untuk dikaitkan dengan terorisme. Radikalisme sebagai paham atau aliran, sebenarnya
berpeluang muncul dalam berbagai kehidupan. Radikalisme pada dasarnya merupakan
gerakan pendobrak terhadap kondisi yang mapan, karena didorong oleh keinginan untuk
menciptakan suatu kondisi baru yang diingini dengan cara yang cepat.

Dengan demikian, radikalisme tidak selalu berkonotasi negatif. Bila kondisi baru tercipta dan
bermamfaat bagi peningkatan peradaban dan kehidupan manusia, barangkali radikalisme
dapat diterima. Sebaliknya, bila gerakan tersebut menimbulkan malapetaka, maka
radikalisme akan mendatangkan kecaman.

Merujuk tujuan yang menjadi target adalah politik, sebenarnya terorisme sama sekali tidak terkait
dengan agama. Namun, akhir-akhir ini mulai berkembang suara bernada “miring” untuk mengaitkan
terorisme dengan gerakan keagamaan. Silang pendapat mengenai terorisme tampaknya memang
sulit untuk dihindarkan, karena berbagai tuduhan yang dialamatkan seakan sudah terbakukan dalam
persepsi masing-masing. Titik awal dari terorisme sering dikaitkan dengan fundamentalisme,
khususnya Islam.
PENUTUP
KESIMPULAN
Hubungan manusia dengan sesuatu yang dianggap adikodrati (supernatural) memang
memiliki latar belakang sejarah yang sudah lama dan cukup panjang. Kesimpulan ini dapat
dilihat dari berbagai pernyataan para ahli yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda,
termasuk para agamawan yang mendasarkan pendapatnya pada informasi kitab suci
masing-masing.
Berdasarkan informasi kitab suci, hubungan antara makhluk ciptaan dengan
Sang Pencipta. Pada batas-batas tertentu, barangkali permasalahan agama dapat dilihat
sebagai fenomena yang secara empiris dapat dipelajari dan diteliti. Tetapi di balik itu
semua ada wilayah-wilayah khusus yang sama sekali tak mungkin atau bahkan terlarang
untuk dikaji secara empiris.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 1997. Psikologi Dakwah. Bumi Aksara, Jakarta.

Ariyanto M. Daradjat. 2005. “KRISTENISASI(Tinjauan Teologi Kristen).” Jurnal SUHUF.


1: 61-74.

Hidayat Indra. 2016. “KONVERSI AGAMA DAN PERMASALAHANNYADALAM


KEHIDUPAN MODERN.” Jurnal AL-MURSHALAH, . 1: 70.

Mubarok, Achmad. 2002. Psikologi Dakwah. Pustaka Firdaus, Jakarta.

Muriah, Siti. 2000. Metodologi Dakwah Kontemporer. Mitra Pustaka, Yogyakarta.


Nairazi. 2018. “Psikologi Agama.” Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam.
3: 56.

Prayoga Ari & Mohammad Sulhan. 2019. “Pesantren Sebagai Penangkal Radikalisme dan
Terorisme.” DIRASAT: JURNAL MANAJEMEN DAN PENDIDIKAN ISLAM. 2: 169.

Yunus Firdaus M.,. 2014. “KONFLIK AGAMA DI INDONESIAPROBLEM DAN SOLUSI


PEMECAHANNYA.” Jurnal Substantia. 2: 221.

Anda mungkin juga menyukai