FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2022 1. Hubungan antara agama, agama kriten dan etika Kristen adalah. dalam agama seluruh kepribadian manusia terlibat: emosional dan aspek moral dari jiwa manusia di atas segalanya, tetapi aspek intelektual demikian juga. Dan perhatian meluas ke seluruh Dunia Manusia; itu tidak terbatas ke bagian yang dapat diakses oleh indera manusia dan yang dapat Oleh karena itu dipelajari secara ilmiah dan dapat dimanipulasi oleh teknologi. Etika kristen menyelidiki bagaimana seharusnya orang Kristen berperilaku sebagai orang yang telah diperbaharui dalam kristus (memperoleh pembenaran dan pengudusan). Keterikatan antara gereja dan agama perlu dikaji kembali menggunakan etika yang berkembang di dalam masyarakat umum Hubungan ketika aspek ini dapat dijelaskan dalam arti luas dan tidak akan ada habisnya. Keterikatan antara gereja dan agama perlu dikaji kembali menggunakan etika yang berkembang di dalam masyarakat umum (John Goley 1968, v). 2. Pendidikan Agama Kristen adalah suatu proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung pada Roh Kudus, yang membimbing setiap anak pada semua tingkat pertumbuhan melalui pengajaran dan pengalaman sesuai dengan kehendak Allah untuk mengupayakan anak bertumbuh dalam iman dan memiliki perilaku seperti Kristus. PAK dimaksudkan untuk peningkatan potensi spritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman serta taat kepada Tuhan Yesus dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari PAK. Thomas M. Groome (1980), dalam bukunya yang berjudul Christian Religious Education menyatakan bahwa tujuan PAK adalah agar manusia mengalami hidupnya sebagai respon terhadap kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus.” Di Indonesia dalam Sisdiknas dikatakan bahwa PAK tujuannya menumbuhkan dan mengembangkan iman serta kemampuan siswa untuk dapat memahami dan menghayati kasih Allah dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Thomas M. Groome (1980). 3. Agama adalah suatu sistem social. Agama merupakan fenomena universal yang selalu melekat pada diri manusia, karenanya kajian tentang agama selalu akan terus berkembang dan tetap menjadi sebuah kajian penting seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Penelitiann tentang agama telah banyak dilakukan oleh para ahli, baik para teolog, psikolog, antropolog maupun sosiolog. Seiring dengan perkembangan kajian agama, telah banyak definisi agama yang dikedepankan para teoritisi agama namun di antara mereka tidak ada kesepakatan. Keragaman definisi agama tergantung dari sudut mana para teoritisi memandang agama. Teolog melihat agama sebagai seperangkat aturan yang datang dari Tuhan sementara bagi para psikolog, antropolog dan sosiolog melihat agama sebagai ekspresi manusia dalam merespon terhadap permasalahan kehidupan yang melingkupi.Yang menarik adalah bahwa mereka sepakat bahwa agama pada memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Karya tulis ini akan mencoba melihat bagaimana perdebatan para ahli tentang definisi agama serta dan sejauhmana agama memiliki daya rekat sosial dalam masyarakat mejemuk. Sementara itu dalam pandangan teori struktural fungsional, masyarakat dipahami sebagai sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan, perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula pada bagian yang lain. Dari sudut pandang subyektif psikologis, mendefinisikan agama sebagai segama perasaan, prilaku dan pengalaman manusia individu dalam kesunyiannya, sejauh mereka memahami dirinya sendiri berada dalam kaitan dengan segala apa yang dianggap sebagai Tuhan. Lebih jauh, Feuerbach melihat agama sebagai bentuk yang paling awal dan tidak langsung diri manusia Willian James (1971) 4. Tujuan pendidikan agama Kristen, Tujuan umum adalah memperkenalkan Tuhan, Bapa, Putera, dan Roh Kudus dan karya-karyaNya serta menghasilkan manusia yang mampu menghayati imannya secara bertanggung jawab di tengah masyarakat yang pluralistik. Sementara tujuan khususnya adalah menanamkan pemahaman tentang Tuhan dan karyaNya kepada anak, sehingga mampu memahami dan menghayati karya Tuhan dalam hidup manusia, untuk meningkatkan pendidikan iman anak. agar anak memiliki iman yang baik dan benar kepada Allah. Sehingga orang tua sangat berperan untuk membimbing dan mengarahkan anaknya untuk mendalami makna iman, agar anak memiliki iman yang baik dan benar kepada Allah. Orang tua perlu memperlengkapi diri untuk kepentingan Anak dengan cara gereja perluh mengadakan pembinaan kepada orang tua untuk pemahaman tentang iman Kristen yang sesunggunya. Agar dapat mengajar anaknya dengan baik dan benar. (Thomas H Groome, 1980) 5. Pandangan teologis misi terhadap adat waktu itu bersifat bipolar. Satu kutub, mereka berusaha mengerti adat masyarakat, tapi di kutub yang lain terperangkap pada pra- anggapan yang pejoratif. Bagi mereka, kekristenan dari Barat yang dibawa merupakan sebentuk kebudayaan modern yang lebih “baik”, “benar”, “tinggi” dan “beradab” (civilized) daripada kebudayaan lokal di Maluku. Arogansi dan sikap triumfalistik ini ditunjukkan dengan memandang rendah setiap ekspresi kebudayaan lokal, bahkan menyingkirkan sistem kepercayaan (belief system) masyarakat lokal karena dianggap sebagai manifestasi kekuasaan jahat. Pada awalnya, peran terbesar ada pada institusi adat, dengan menggunakan seluruh ritual adatisnya yang mencerminkan kepercayaan mereka kepada para leluhur sebagai pembentuk dan penjaga negeri. Mereka belajar dari sejarah masa lampau saat terjadinya migrasi kelompok masyarakat itu. Bagi mereka, ada yang kurang jika tidak menyertakan leluhur untuk membangun sebuah pemukiman baru. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan cuci negeri perlu meminta kehadiran para leluhur untuk bersama-sama dengan mereka mempersiapkan pemukiman baru yang akan mereka huni. Kekristenan adalah agama Abrahamik monoteistik berasaskan riwayat hidup dan ajaran Yesus Kristus, yang merupakan inti sari agama ini. Agama Kristen adalah agama terbesar di dunia, dengan lebih dari 2,5 miliar pemeluk, atau sekitar 2,6 miliar jiwa[3][4][5] atau hampir 33% dari populasi global, yang disebut "umat Kristen", atau "umat Kristiani". Umat Kristen percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Juru Selamat umat manusia yang datang sebagai Mesias (Kristus) sebagaimana dinubuatkan dalam Alkitab Perjanjian Lama. (Watloly: 2005). 6. Perbedaan antara: pluralitas adalah perbedaan yang seharusnya kita terima. Secara sederhana, pluralitas adalah keberagaman, kemajemukan yang ada di bumi ini. Kita tahu bahwasanya Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda. Menurut Moh. Shofan, pluralitas adalah masyarakat yang beragam, majemuk yang memiliki berbagai suku, agama. DImana pluralisme itu sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan keadaban. (Anton Bakker, 1995) pluralisme seringkali disalahartikan menjadi keberagaman paham yang pada akhirnya memicu ambiguita. Secara teologi, pluralisme tidak menunjuk pada kemajemukan yang dapat diakhiri, melainkan lebih mengacu pada penerimaan terhadap keberagaman yang ada, baik keberagaman dalam bidang kultural, religius maupun politik. menurut Majelis Ulama Indonesia pluralisme agama adalah paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama, dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Jadi tidak hanya agama si A saja yang benar, dan tidak hanya agama si B saja. Jadi pluralisme mengajarkan semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. (Steve Gaspersz, 2007 Secara bahasa toleransi berarti tenggang rasa. Secara istilah, toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati perbedaan antarsesama manusia. Allah SWT menciptakan manusia berbeda satu sama lain. Banyak orang menyebut toleransi sebagai kunci utama perdamaian yang patut dijaga.Hal tersebut penting untuk diperhatikan mengingat bangsa Indonesia mempunyai latar belakang perbedaan yang beragam, mulai keyakian, suku, ras, hingga warna kulit. Salah satu bentuk toleransi adalah toleransi beragama, yang merupakan sikap saling menghormati dan menghargai antar penganut agama lain, seperti: Tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita; Tidak mencela/menghina agama lain dengan alasan apapun; serta Tidak melarang ataupun mengganggu umat agama lain untuk beribadah sesuai agama/kepercayaan masing-masing. (Bevans: 2010).