Disusun Oleh :
Danditya Lombo
Feybrianty Pusungunaung
Namira Indah Arahmayani
Putri Dwi Undap
Gebby Purukan
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pluralisme Agama”
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Untuk itu, kepada
para pembaca, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, demi
kesempurnaan penulisan berikutnya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca.
Penyusun
PENDAHULUAN
Sekarang ini, baik penganut agama Yahudi, Kristen, Islam maupun Hindu-
Budha tidak bisa lagi melepaskan tanggung jawab dan keterlibatan mereka dalam
percaturan politik.Apa yang kita sebut sekularisasi hanya berlaku dalam aturan
administratif formal. Sedangkan dalam level aktualnya tokoh dan lembaga
keagamaan semakin terlibat aktif di dalamnya. Keterlibatan agama dalam politik
akan menjadi positif bahkan sangat di perlukan selama pemuka agama bisa
menjaga martabat keluhuran agama tersebut dan bukan menggunakannya untuk
kepentingan khusus. Maka dari itu prularisme agama harus disikapi dengan positif
agar dapat menciptakan kerukunan beragama.
Namun, pada proses ideologisasi dan manipulasi peran suci agama selalu saja
terjadi dari zaman ke zaman karena secara sosiologis agama memiliki kekuatan
untuk menciptakan solidaritas kelompok guna menyaingi dan mengalahkan
kelompok lain. Kenyataan secara sosiologis agama selalu muncul dalam format
plural. Pada zaman klasik perkembangan sebuah agama bisa saja terpisah dari yang
lain. begitu pun secara teologis, adalah suatu kewajaran bahkan keharusan. jika
masing masing penganut agama mengklaim ajarannya sebagai yang paling benar,
dan menjanjikan satu-satunya jalan keselamatan. Namun dewasa ini kita mau
tidak mau harus mengakui bahwa planet bumi di huni oleh manusia dengan ragam
bahasa, etnis, budaya dan agama. Janji-janji keselamatan dan bimbingan moral
serta ajaran budi luhur tidak secara eksklusif dimiliki oleh suatu agama tertentu,
melainkan berbagai hal terdapat kemiripan dan bahkan persamaan antara agama
yang satu dengan agama yang lain.
PEMBAHASAN
A. Definisi Pluralisme Agama
Menurut asal katanya pluralisme berasal dari bahasa inggris, pluralism.
Apabila menunjuk dari wikipedia bahasa inggris, maka definisi pluralism adalah:
“in the social sciences, pluralsm is a framewrk of interaction in wich groups show
sufficient respect and tolerance of each other, that they fruitfully coexist and
interact without conflict or assimilation.” Atau dalam bahasa indonesia: “suatu
kerangka interaksi yang mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan
toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembaruan atau
pembiasaan).
B. Pluralisme Agama-agama
1. Islam dan Pluralisme Keagamaan
Islam disamping memiliki doktrin-doktrin eksklusif sebagaimana agama
yahudi dan kristen, juga memiliki doktrin- doktrin inklusif- pluralis, yang
menghargai dan mengakui kebenaran agama lain, sebagimana dalam al-
qur’an 2: 120. Tidak seperti pada kedua agama sebelumnya yang memiliki
babakan sejarah pergeseran sikap keagamaan eksklusif, inklusif, dan
pluralis, dalam islam teologi inklusif- plural telah diteladankan pada tingkat
praksis oleh rasulullah ketika menjadi pemimpin politik dan agama di
Madinah.
Al- qur’an memberikan apresiasi bahwa masyarakat dunia terdiri dari
beragam komunitas yang memiliki orientasi kehidupan masing-masing.
Komunitas- komunitas terseebut harus menerima kenyataan akan
keraggaman sehinggga mampu memberkan toleransi. Tuhan memberiikan
umatnya beragam karena keraggaman merupakan bagian dari sunntullah.
Hal iini terbukti dengan diberikannya pilihan-pilihan yang bisa diambil
olehm manusia apakah akan mengimani atau mengingkari kebenaran tuhan
( al- qu’an, 18: 29) serta watak karahmatan tuhan yang terbatas ( al- qur’an,
5: 118).
Islam pluralis, dipandang sebagai pengembang secara liberal dari islam
inklusif, dimana bagi penganut paham ini semisal Fritjhof Schuon,
berpandangan bahwa setiap agama pada dasarnya terbentuk oleh perumusn
iman dan pengalaman iman. Ketika islam misalnya mengharuskan seseorang
memiliki iman terlebih dahulu ( tawhid) baru disusul pengalaman iman (
amal salih) maka dalam perspektif kristiani seseorang harus lebih dahulu
memiliki pengalaman iman baru disusul perumusan iman.
2. Kristen dan Pluralisme Keagamaan
Dalam dunia Kristen, pluralisme agama pada beberapa dekade terakhir
diprakarsai oleh John Hick. Dalam hal ini dia mengatakan bahwa menurut
pandangan fenomenologis, terminologi pluralisme agama arti sederhananya
ialah realitas bahwa sejarah agama-agama menunjukkan berbagai tradisi
serta kemajemukan yang timbul dari cabang masing-masing agama. Dari
sudut pandang filsafat, istilah ini menyoroti sebuah teori khusus mengenai
hubungan antartradisi dengan berbagai klaim dan rival mereka. Istilah ini
mengandung arti berupa teori bahwa agama-agama besar dunia adalah
pembentuk aneka ragam persepsi yang berbeda mengenai satu puncak
hakikat yang misterius.
3. Budhha dan Pluralisme Keagamaan
Dengan mencontoh pandangan Sang Buddha tentang toleransi beragama,
Raja Asoka membuat dekret di batu cadas gunung ( hingga kini masih dapat
di baca ) yang berbunyi : “… janganlah kita menghormat agama kita sendiri
dengan mencela agama orang lain. Sebaliknya agama orang lain hendaknya
dihormat atas dasar tertentu. Dengan berbuat begini kita membantu agama
kita sendiri untuk berkembang disamping menguntungkan pula agama lain.
Dengan berbuat sebaliknya kita akan merugikan agama kita sendiri di
samping merugikan agama orang lain. Oleh karena itu, barang siapa
menghormat agamanya sendiri dengan mencela agama lain – semata – mata
karena dorongan rasa bakti kepada agamanya dengan berpikir ‘ bagaimana
aku dapat memuliakan agamaku sendiri ‘ maka dengan berbuat demikian ia
malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu toleransi dan
kerukunan beragamalah yang dianjurkan dengan pengertian, bahwa semua
orang selain mendengarkan ajaran agamanya sendiri juga bersedia untuk
mendengarkan ajaran agama yang dianut orang lain… “
4. Katholik dan Pularisme Keagamaan
” … dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama
dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang
iman serta perihidup Kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan
harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya” (NA 2).
A. Kesimpulan
Pluralisme agama menjadi dasar sejarah bagi terciptanya semangat dan
dinamika dalam agama-agama untuk mampu menjawab isu-isu kontemporer.
Pluralitas mengacu kepada adanya kebersamaan dan keutuhan. Dengan demikian,
kita tidak lagi dapat membatasi diri pada pembicaraan tentang pluralitas itu sendiri.
Banyak sekali perubahan penting yang terjadi didepan kita, yang melampaui batas-
batas nasional dan regional. Perubahan ini juga terkait dengan globalisasi yang
dialami oleh para penganut agama-agama. Walaupun ada faktor perbedaan di antar
agama-agama, terdapat sejumlah kesamaan yang cukup berarti diantara mereka.
Pengertian saling ketergantungan telah mengukuhkan suatu paradigma tentang
kesatuan dalam bentuk baru. Lantas agama membawa dampak yang luas terhadap
seseorang, baik dalam hal pemenuhan kebutuhan fisik,ekonomi,politik dan agama.
Dengan memahami arti pluralisme agama dengan positif maka akan terciptanya
kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat.
B. Saran
Dengan berakhirnya makalah yang kami buat ini, kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi para
pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA