NIM : 2021.02.506
(STT STAR)
T.A 2022/2023
PENDEKATAN UNTUK MENJALIN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
DALAM PERSPEKTIF KRISTEN
Dalam iman dan teologi Kristen, istilah kerukunan diartikan sebagai hakikat hubungan antara
orang-orang percaya dengan Tuhan ataupun hubungan antar orang-orang percaya yang dengan istilah
persekutuan (kinonia). Istilah lain ialah hubungan antar gereja Tuhan adalah keesaan gereja (oikumene).
Kedua istilah tersebut bersifat indikatif dan imperatif. Bersifat indikatif karena gereja adalah esa.
Persekutuan dan keesaan sudah menjadi bagian dari hakikat gereja. Sedangkan imperatif karena
persekutuan maupun keesaan tersebut, harus dengan sungguh-sungguh serta terus-menerus diperjuangkan
perwujudnyataan agar semakin penuh sampai kedatangan Kritus Kembali. 1
Di dalam masyarakat yang plural khususnya Indonesia, baik itu suku-suku, bahasa-bahasa, dan
termasuk agama-agama sangat penting untuk tercipta kerukunan atau kedamaian atau kenasionalisme.
Kerukunan memiliki prinsip hidup kebersamaan dari pertemuan beberapa unsur yang berbeda dan
kerukunan bersikap toleransi. Toleransi dan kerukunan antar umat beragama membutuhkan kejujuran,
kesabaran jiwa, kebijaksanaan dan tanggung jawab yang bisa menimbulkan perasaan solider. Dalam hal
ini, prinsip kerukunan dan sikap toleransi agama harus menyentuh jiwa, saling menghargai, saling
membangun jiwa kegotongroyongan, saling menghormati dan saling menghargai antar penganut agama-
agama yang berbeda.
Untuk menanggapi terciptanya kerukunan dalam agama-agama yang berbeda dengan pemahaman
spiritual yang berbeda, perlu adanya pluralitas agama-agama yaitu sikap menerima, mengakui dan
memelihara perbedaan yang di antara agama-agama, sehingga tidak timbul konflik terlebih dalam
mengatasi tantangan-tantangan dari pihak ekstrim yang mengancam dan berbahaya. Untuk menjalin
kerukunan antar umat beragama yang plural maka perlu adanya pendekatan.
Adapun pendekatan untuk menjalin kerukunan antar umat beragama dalam perspektif Kristen
menurut Adolv B. Marpaung, M.Min, M.Th dalam bukunya Merajut Kerukunan Menuai Kedamaian,
hlm. 186-190 yaitu pendekatan dari sudut teosentris dan pendekatan dari sudut kristosentris. 2
Pendekatan teosentris adalah pendekatan terhadap agama-agama yang melihat Allah sebagai
pusat daripada Kristus. Pendekatan ini merupakan pengakuan kebesaran dan kebebasan Allah yang
bertujuan untuk menghindari pemahaman eklusif di dalam diri Yesus Kristus dan membangun
1
Adolv B. Marpaung, Merajut Kerukunan Menuai Kedamaian, (Pematangsiantar: L-SAPA, 2014), hlm. 162-163
2
Adolv B. Marpaung, Jiwa Kerukunan Masyarakat Sipirok, (Pematangsiantar: L-SAPA, 2010), hlm. 186 dan 188
hubungan yang baik terhadap agama-agama lain. Dengan demikian, peralihan pusat perhatian dari
Yesus Kristus menjadi berpusat kepada Allah membuka jalan untuk melakukan dialog terhadap
agama lain. Contoh pendekatan teosentris ini dilakukan oleh teologi Ortodok yang berusaha
memahami dan menabiskan kebaikan sebagai bagian dari kebenaran. Teolog ortodoks berpegang
pada prinsip Allah yang tidak dapat dibatasi (Kis. 10:34-45). Kristus tidak dapat dibatasi oleh ruang
dan waktu. Rohnya hidup, berbicara, dan bertindak dimana-mana dan hal inilah yang menjadi dasar
bagi pendekatan yang positif dari orang-orang Kristen Ortodoks terhadap penganut agama-agama
lain. Perspektif mereka adalah seluruh kehidupan berpusat pada Allah. 3
a. John Hick
John Hick adalah seorang Filsuf dan juga teolog asal Inggris. 4 Hick memulai pendirian
perspektifnya dari teori revolusi astronomi Copernikus berpendapat bahwa matahari adalah pusat
dari planet lainnya dan bukan bumi. 5 Oleh sebab itu, menurutnya kita harus menganggap bahwa
seluruh agama harus berpusat pada Allah, dan bukan pada agama Kristen ataupun agama lainnya.
Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa Allah, sebagaimana tercemin dalam aneka ragam
peradaban, menjadi nyata dalam agama-agama yang berbeda. Namun, sekalipun ada perbedaan
dalam wahyu, kita dapat percaya bahwa di mana-mana Allah esa sedang bekerja mencetak pada
jiwa manusia (pressin in upon the human spirit)6. Dalam ranah pemikiran ini ditemukan gerakan
inklusivisme menuju pluralitas agama. Dan orang Kristen yang melihat dirinya sebagai pusat kini
beralih melihat Allahlah yang menjadi pusat yang cahayaNya menmbus semua agama-agama. 7
b. Paul Knitter
Paul Knitter adalah murid dari Karl Rahner yang memiliki pemahaman bahwa agama-agama lain
adalah sah dan jalan keselamatan. Baginya, Allah adalah pusat keselamatan. Knitter menawarkan
sebuah dialog yang normatif teosentris. Menurutnya, biarlah semua agama bertemu di dalam
perbedaan pandangan mereka terhadap Allah sumber matahari terang Yang Maha Tinggi. 8
Sehingga Allah yang menjadi titik temu dalam upaya untuk menjalin dialog, dan bukan Yesus
yang menjadi pusat perhatian (pemikian yang soteriologi). 9 Pemikiran Knitter menghasilkan suatu
3
Harold Coward, Pluralisme, Tantangan Bagi Agama-Agama, (Yogyakarta: KANISIUS, 1985), hlm. 52-55
4
Ibid., hlm. 57
5
Adolv B. Marpaung, Jiwa Kerukunan Masyarakat Sipirok, (Pematangsiantar: L-SAPA, 2010), hlm. 186
6
Harold Coward, op.cit., hlm. 59
7
Adolv B. Marpaung, Jiwa Kerukunan ..., op.cit., hlm. 187
8
Ibid.
9
Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama. Dialog Multi-Agama dan Tanggung Jawab Global, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2006), hlm. 24
arah pendekatan multi-normatif-teosentris yang berpusat pada keselamatan dan didasarkan pada
prinsip tanggung jawab global terhadap kesejahteraan manusia dan lingkungan. 10
10
Adolv B. Marpaung, Jiwa K*erukunan ..., op.cit., hlm 187
11
Harold Coward, op.cit., hlm. 68
12
Nicholas J. Woly, Perjumpaan di Serambi Iman, (Jakarta: BPK Gunung Mulia; 2008), hlm. 7
13
Adolv B. Marpaung, Jiwa Kerukunan ..., op.cit., hlm. 188
14
Nicholas J. Woly, op.cit., hlm. 7
15
Harold Coward, op.cit., hlm. 74
16
Adolv B. Marpaung, *Jiwa Kerukunan ..., op.cit., hlm. 189
Kristen atau gereja, tetapi pada Allah yang menghendaki setiap orang diselamatkan. Dengan
itu, kristologi Kung menekankan bahwa Yesus bukan terbatas untuk kelompok yang
dibangun atas nama agama tetapi Dia adalah untuk semua orang yang membangun
kehidupannya atas dasar iman dan semua agama dipandangnya memiliki tiang iman sehingga
dengan demikian unsur inklusif terdapat dalam pemahaman seperti itu dan mendorong upaya
merajut kerukunan di tengah pluralitas agama.
17
Harold Coward, op.cit., hlm. 62
menuntun domba-domba lainnya. Sehingga dengan pemahaman demikian, dapat membantu
dalam upaya berdialog dengan agama lain. Namun, pemahaman ini tidak dapat tercapai jika
bersikap keras bahwa Yesus adalah penyelamat bagi umat yang percaya, karena tidak semua
agama dapat menerima bahwa Yesus adalah penyelamat. Dengan demikian, dalam
melakukan pendekatan harus ada sikap yang dapat diterima. Dengan demikian, saya setuju
dengan pendekatan kristosentris Hans kung yang melakukan pendekatan teosentris terlebih
dahulu, kemudian pendekatan kristosentris.