Anda di halaman 1dari 4

NAMA : YOHANNA LESTARI

NIM : 4171240009
KELAS : FISIKA NONDIK 2017
MATA KULIAH : PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PROTESTAN
TUGAS

BAB 6
MENCIPTAKAN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Kerukunan adalah sikap saling mengakui, menghargai, toleransi yang tinggi antar umat
beragama dalam masyarakat multikultural sehingga umat beragama dapat hidup rukun, damai
dan berdampingan. Multikulturalisme mengandung dua pengertian yang sangat kompleks
yaitu mult yang berarti plural dan kulturalisme berisi pengertian kultur atau budaya.
Eksklusivisme merupakan sikap yang hanya mengakui agamanya sebagai agama yang paling
benar dan baik. Inklusivisme adalah sikap yang dapat memahami dan menghargai agama lain
dengan eksistensinya. Tetapi tetap memandang agamanya sebagai satu-satunya jalan menuju
keselamatan. Misalnya untuk agama Kristen, dapat mengakui keberadaan agama lain tetapi
keselamatan hanya terjadi melalui Yesus Kristus. Dasar pemersatu dari semua kelompok
agama yang berbeda yaitu: dalam tubuh Pancasila. Dan semboyan Bhineka Tunggal Ika
(Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu) terbukti mampu menjembatani semua kelompok yang
berbeda tersebut.
Orang Kristen yang ditempatkan di tengah masyarakat yang majemuk harus
menggarami dan menerangi dunia, sepeti yang diajarkan oleh Yesus kepada kita dalam
Matius 5:14-15. Dijelaskan bahwa orang Kristen terutama Mahasiswa harus mampu
menciptakan toleransi, persaudaraan, persahabatan, antar umat beragama, antar suku, antar
ras didorong oleh kasih dari Tuhan Yesus Kristus dalam masyarakat yang berbeda tersebut.

A. Bentuk-bentuk hubungan antar umat beragama


1. Sikap Eksklusivisme
Eksklusivisme adalah sikap yang hanya mengakui agamanya sebagai agama paling
benar dan baik. Ini adalah sikap fanatisme yang akan melahirkan berbagai akibat buruk antara
lain timbulnya perpecahan, perseteruan antara umat beragama dan berbagai konflik lainnya.
Didalam Yohanes 4:16 Yesus mau mengatakan kemutlakan dirinya sebagai Jalan, Kebenaran,
dan Hidup, termasuk kemutlakan bahwa menuju sorga hanya ada satu pintu mutlak, yakni
Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah pribadi Allah yang sudah ada sebelum dan sesudah
adanya agama-agama muncul didunia, Yesus Kristus meliputi semua Jagad Raya, alam
semesta dan agama-agama yang ada. Yesus Kristus juga dalam kapasitasnya sebagai Allah
yang universal mutlak menjadi pintu masuk surga bagi semua bangsa. Dalam hal ini Yohanes
3:16 tidak pernah menunjuk pada satu agama tertentu saja, tetapi bagi dunia ini. Itu sebabnya
kita tidak boleh bersikap eksklusivisme dalam keberagaman kita.
2. Sikap Inklusivisme
Inklusivisme adalah sikap yang dapat memahami dan menghargai agama-agama lain
dengan segala eksistensinya. Tetapi orang yang inklusivisme ini tetap memandang agamanya
sendirilah sebagi agama satu-satunya jalan menuju keselamatan. Menurut Yohanes 14:6
kebenaran itu adalah Yesus Kristus atau Pribadi Allah sendiri. Bukan agama Kristen yang
mengukur agama-agama di luar Kristen, hanya kebenaranlah yakni Allah sendir yang dapat
menghakimi agama lain benar atau salah. Kebenaran agama kita sendirilah yang berhak kita
ukur dan tentukan berdasarkan keyakinan dan pernyataan Allah kepada kita sendiri. Oleh
karena ini kita harus memandang agama kita sendirilah agama paling benar dan membawa
kita kepada keselamatan sejati. Soal kebenaran agama lain, hanya kebenaran itu sendirilah
yang tahu dan dapat mengukurnya
3. Pluralisme
Pluralisme adalah sikap yang menerima, menghargai dan memandang agama lain
sebagaimana yang baik dan benar serta memiliki jalan keselamatan. Dalam perspektif
pandangan seperti ini, maka tiap umat beragama akan terpanggil untuk menerima hubungan
solidaritas, dialog dan kerjasama dalam rangka mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan
lebih berpengharapan. Yesus mengajarkan kepada kita dalam Matius 5:37 katakan ya
kepadaNya dan katakan tidak kepada tidak. Memang tentu saja kita harus menghormati setiap
agama dan keyakinan orang lain namun dalam rangka keselamatan kita tidak mungkin
toleran, sebab sudah paku mati bagi kita, bahwa keselamatan itu tidak kita temukan di luar
Tuhan Yesus Kristus.

B. Kerukunan Hidup Beragam


Kerukunan hidup umat beragama adalah suatu kondisi sosial dimana semua golongan
agama dapat hidup bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk
melaksanakan kewajiban agamanya sehingga masing-masing pemeluk agama dapat hidup
dalam keadaan rukun dan damai. Triologi Kehidupan Hidup beragama yakni:
1. Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
Sebagai umat beragama yang baik, kita wajib mengetahui, memahami dan mau
menghargai perbedaan antara lain dengan umat beragama yang lain. Sikap menghargai dan
menghormati perbedaan ajaran dan gaya hidup umat beragama lain bukan berarti harus
menerima dan menyetujui ajaran agama lain. Sebagai orang Kristen kepercayaan kita tidak
boleh mendua. Kita tidak boleh berpura-pura, tetapi harus mampu menyaksikan iman kita
dengan berani dan tegas, mampu menunjukkan identitas sebagai orang Kristen yang tepat.
Namun dalam pergaulan hidup yang wajar, kita wajib memelihara kerukunan hidup antar
umat beragama yang berbeda.
2. Kerukunan Hidup Intern Umat Beragama Yang Sama
Menurut Rasul Paulus bahwa jemaat Kristen wajib memelihara kesatuan dalam
keberlainan dalam kesatuan. Artinya, bahwaumat Kristen harus menghargai perbedaan dalam
persekutuan. Perbedaan tidak harus pertentangan dan perpecahan.
3. Kerukunan Hidup Umat Beragama Dengan Pemerintah
Menurut pandangan Kristen bahwa pemerintah adalah merupakan wakil Allah di dunia.
Dalam Alkitab dilukiskan ada dua jenis pemerintah yakni:
Pertama, Pemerintah yang berasal dari Allah atau sebagai wakil Allah (Roma 13:1-17).
Kedua, Pemerintah sebagai tempat kediaman roh-roh jahat atau pemerintah Babel atau
pemerintah kekacauan (Wahyu 13:1-18). Hidup rukun antara umat beragama dengn
pemerintah nampak dalam sikap yang wajar dan positif. Umat Kristen wajib menaati dan
melaksanakan semua aturan dan program yang sudah ditetapkan pemerintah tetapi umat
Kristen juga wajar memberi sumbangan pemikiran positif terhadap kebijaksanaan-
kebijaksanaan pemerintah.

C. Toleransi Umat Beragama


Toleransi beragama bukan berarti toleransi beriman. Artinya setiap agama tidak berarti
harus menyetujui kepercayaan orang lain. setiap agama harus tegas dan teguh pada ajaran
kepercayaan. Agama Kristen sendiri mengajarkan agar setiap murid Yesus tidak takut
mengakui nama Yesus Kristus. Dalam program toleransi beragama, prinsip yang dianut
adalah bahwa setiap penduduk dijamin kemerdekaannya untuk memeluk agama dan
kepercayaannya serta diberikan kebebasan melaksanakan ibadah menurut agama dan
kepercayaannya masing-masing sebagaimana dengan tegas dinyatakan dalam UUD 1945
pasal 29 ayat 2.
D. Beberapa Faktor Yang Mengganggu Kerukunan Hidup Beragama
1. Sikap Mental Negatif
2. Faktor SARA (Suku Agama Ras dan Antar Golongan)
3. Faktor Perbedaan Tingkat Kebudayaan
4. Faktor Mayoritas dan Minoritas Golongan Beragama

E. Umat Kristen Dan Dialog atau Musyawarah


Dialog dan musyawarah dapat terjadi jika ada kesadaran untuk mengadakan percakapan
pergaulan dan pertukarn nilai yang dimiliki oleh masing-masing dan kemudian berusaha
memberi diri untuk dikenal serta mengenal pihak lain.

F. Sikap Kristen yang benar terhadap yang beragama lain


Menurut iman Kristen bahwa orang-orang bukan Kristen adalah juga sesama. Mereka
juga adalah ciptaan Tuhan, Allah hadir ditengah-tengah kehidupan mereka. Allah bebas
menggerakan hati mereka. Demikian juga Kristus, tidak hanya terbatas dalam dunia Kristen.
J.Neuner berkata bahwa: Kristen adalah hidup Kristus. Dia sanggup menemui setiap manusia
dalam keadaan hidup dan keadaan hati masing-masing.

1. Sikap Kreatif dan Kritis


Sikap kreatif dan kritis dalam kehidupan dan pergaulan antar sesama menunjukkan
kehidupan yang dewasa dan bertanggung jawab. Rasul Paulus mengajar bahwa tugas orang
Kristen tidak hanya sekedar memberitakan dan mengajarkan Firman Tuhan kepada
sesamanya. Tetapi lebih dari pada itu bahwa orang Kristen juga diminta bersedia menegur
orang lain asal cara menegur itu dengan penuh hormat dan kasih (1 Tim 4:11,5:1-2).
2. Sikap Dialogis dan Simpatik
Menyaksikan iman Kristen kepada orang-orang yang beragama lain tidak cukup dengan
memberitakan Injil secara sepihak, melainkan orang Kristen juga harus mampu mendengar
dan memberi perhatian terhadap iman orang lain yang beragama lain. Huston smith, 1958
mengatakan bahwa di dalam mendekati orang-orang non-Kristen, gereja harus mendengar
kepada iman-iman kepercayaan agama lain. Kita harus mendengar kepada mereka karena
persekutuan masa kini tidak akan terjadi jika hanya dengan suatu tradisi, sebab setiap hari
dunia berkembang, sehingga kita tidak dapat hanya mempertahankan tradisi kita.

Anda mungkin juga menyukai