Anda di halaman 1dari 53

TEOLOGI AGAMA-AGAMA

• Teologi Agama-
agama (dalam bahasa
Inggris Theology of
Religions, dalam bahasa
Latin Theologia
Religionum) adalah
cabang dari ilmu
teologi yang membahas
bagaimana kekeristenan
memberi respons teologis
terhadap kenyataan
adanya pluralisme agama
di luar dirinya.
• Fokus studi teologi agama-
agama adalah bagaimana
umat Kristen dan umat
lainnya memandang dan
menilai agama-agama
disekitarnya , serta bagaimana
hubungan yang positif antar-
agama dimungkinkan melalui
teologi yang
dikonstruksi. Salah satu pionir
di dalam teologi agama-
agama adalah teolog Inggris
Theologia religionum
Pada dasarnya merupakan upaya
dari dalam komunitas keagamaan
tertentu untuk melakukan refleksi
atau pemikiran yang runtut tentang
kesadaran baru sebagai upaya
untuk memberi respon terhadap
persoalan pluralisme
Theologia religionum
merupakan usaha untuk
mencari makna teologis
dari pluralisme agama-
agama tersebut. Dan
tugas esensial dari
agama adalah membuat
dirinya relevan dengan
keadaan.
theologia religionum
merupakan respon orang
beragama terhadap
keseluruhan masa depan
masyarakat maupun
agama-agama. Masa depan
menjadi masa depan
bersama.
Latar belakang
• Teologi Religionum
dipandang sebagai salah
satu jaln keluar dalam upaya
yang tulus untuk
mempertahankan kerukunan
antar umat bergama.
Salah satu tokoh penting dari gerakan
religionum, Th. Sumartana dalam buku,
Meretas Jalan Teologia Agama-Agama di
Indonesia, mengatakan bahwa:

“Tantangan keagamaan yang mendasar yang


kita hadapsekarang ini bisa kita ungkap
dengan satu kata, yaitupluralisme. Tidak ada
maksud mengatakan bahwa pluralisme
merupakan satu-satunya tantangan akan
tetapi bitantangan itu tidak diperhatikan
dengan sungguh-sunggumaka agama-agama
akan kehilangan persepsi yang benatentang
dunia dan masyarakat sekarang. Pluralisme
telamenjadi ciri esensial dari dunia
masyarakat sekarang. Duntelah menjadi satu
dan menjadi kampung kecil di mana umat
manusia hidup bersama di dalamnya."
Teologi religionum muncul karena
pada kenyataannya,hal
kemajemukan dalam masyarakat
yang terus berkembang dari masa
ke masa. Perkembangan pluralistik
ini sesungguh-nya membutuhkan
metodologi yang cocok dalam
upaya membangun hubungan
kemasyarakatan yang lebih baik,
dan polpendekatan yang tepat
untuk menjembatani
kemajemuktersebut akan
memberi dampak yang baik pula
dalam kehidupan beragama
• John Titaley mengatakan bahwa teologi
religionum dikembangkan dengan
maksud untuk menemukan makna
keberadaan agama-agama yang lain
Untuk maksud tersebut maka teologi
religionum mengkonsentrasikan diri
pada dua hal: pandangan tentang
Tuhan dan pandangan tentang
sesama." Jadi upaya memperkenal kan
teologi religionum guna memberikan
makna eksistensi dari agama-agama.
Dengan demikian maka setiap agama
dapat dipahami dengan benar dan
tanpa prasangka sehingga dengan
pemahaman tersebut akan
memberikan hubungan yang harmonis
Tipologi Tripolar ( Allan Race ):
adalah sebuah istilah yang intim
dengan deskripsi tantang teologi
religionum dan perkembangannya.
Tipologi tripolar digunakan untuk
memetakan beragam pendekatan
para teolog dan teolog non Kristen
mengenai hubungan kekristenan
dengan agama-agama lain. Istilah
yang dipakai alam tipologi tripolar
adalah

1. Inklusivisme
2. Pluralisme
3. Ekslusivisme
Paul Knitter menciptakan dan
memberikan deskripsi yang
berbeda yaitu :
1.Model Penggantian
2. Model Pemenuhan
3.Model Mutualitas
4.Model penerimaan
1. Inklusifisme
mengklaim bahwa hanya agama,
bahkan ng benar dan satu-satunya
jalan menuju ke Agama lain
dipandang sesat, tidak ada
keselamat- penganut agama lain ke
dalam apa yang dipahaminya. ya,
dengan begitu ia berusaha untuk
memasukkanInklusivismeInklusivism
e merupakan satu dari tiga tipologi
yang di- kemukakan Alan Race
• dalam diskursus teologi agama-
agama sebagaimana yang
disebutkan dalam bagian
sebelumnya. Ini merupakan sikap
atau pandangan yang melihat
bahwa agama- agama lain di luar
kekristenan juga dikaruniai rahmat
dari Allah dan bisa diselamatkan,
namun pemenuhan keselamatan
hanya ada di dalam Yesus Kristus.
Kristus hadir dan bekerja juga di
kalangan mereka yang mungkin
tidak mengenal Kristus secara
pribadi
• Dalam pandangan ini, orang-
orang dari agama melalui atau
rahmat Kristus, di- ikutsertakan
dalam rencana keselamatan
Allah.Liza Wahyuninto dalam
buku, Memburu Akar Pluralisme
Agama, mengatakan bahwa:
Pandangan inklusivisme yang
bertolak belakang dengan
pandangan ekslusivisme.
Menjadi inklusif berarti percaya
bahwa kebenaran tidak menjadi
monopoli agama tertentu, tetapi
juga ditemukan dalam agama-
• Dalam gereja Katolik
terdapat dokumen yang
disebut “Nostra Aetate”
( hasil dari konsili Vatikan II
1962-1965 ) Dokumen ini
adalah sebuah deklarasi
gereja katolik terhadap
agam-agama lain. Gereja
katolik tidak menolak
apapun yang benar dan suci
dalam agama-agama lain,
bahkan menganggap hal
tersebut sebagai pantulan
kebenaran dari kekristenan.
• Dokumen Nostra Aetate
mengungkapkan juga mengenai
pertanyaan abadi yang telah ada di
dalam pemikiran manusia sejak
awal mulanya dan bagaimana
berbagai tradisi keagamaan yang
beraneka ragam telah berupaya
untuk menjawabnya. la
menyatakan jawaban-jawaban
filosofis Agama Hindu dan Budha."
Sikap gereja Katolik yang akhirnya
menerima keberadaan agama-
agama lain dinyatakan dengan jelas
dalam dokumen yang dihasilkan
melalui persidangan Vatikan.
• Gereja Katolik tidak menolak
apa pun yang dalam agama-
agama itu serba benar dan
suci. Dengan sikap hormat
yang tulus, Gereja
merenungkan cara-cara
bertindak dan hidup, kaidah-
kaidah serta ajaran-ajaran yang
memang dalam banyak hal
berbeda dari apa yang diyakini
dan di- ajarkannya sendiri,
tetapi tidak jarang
memantulkan
• Keyakinan Alkitab bahwa
hanya ada keselamatan boleh
menentang agama-agama lain
sebagai ajaran palsu dan tidak
mempunyai keselamatan.
Walaupun tidak sesempurna
yang ada dalam gereja namun
karena anugerah yang
universal itu, maka
keselamatan dalam Kristus pun
ada di sana walaupun tidak
memakai nama Kristus.
• Jadi dalam agama-agama lain, Kristus
yang menyelamatkan itupun ada di
sana tanpa bernama Kristus.
Anonymous Christ Ini yang
dinamakan Carl Rahner sebagai atau
Kristen Anonim atau Kristus tak
bernama dan oleh sebab itu
penganut agama-agama lain adalah
sebenarnya juga orang-orang Kristen
tanpa nama atau Anonymous
Christian. Jadi Kristus tidak serta
merta menjadi milik orang Kristen
saja.
Kaum inklusivis memercayai
bahwa Allah bisa dikenali melalui
setiap tradisi religius dunia, namun
pengetahuan tentang diri-Nya
sepenuhnya dan selengkapnya bisa
ditemukan hanya di dalam
kekristenan.
2. Pluralisme
yang disebutnya sebagai 'umat
Kristen tanpa nama.' Kaum pluralis
percaya bahwa Allah bisa dikenali
melalui setiap tradisi dunia dan
karena itu kekristenan harus
mengambil tempat berdampingan
dengan agama-agama lain sebagai
jalan yang otentik menuju Allah.
• John Hick, misalnya menyerukan
revolusi Copernican dalam teologi
sehingga manusia modern harus
menerima bahwa Allahlah dan
bukan kekristenan yang adalah
pusat dari alam semesta religius,
dan bahwa manusia di mana saja
menyembah Allah yang sama
sekalipun melalui sarana dari ide
dan praktik yang berbeda. Sama
seperti orang banyak yang pada
akhirnya harus menerima bahwa
matahari merupakan pusat alam
semesta.
3.Ekslusifisme
Ekslusifisme berpandangan bahwa
hanya ada satu jalan menuju Allah dan
bahwa jalan itu harus ditemukan di
dalam kekristenan.Oleh karena itu,
agama-agama non-Kristen merupakan
upaya-upaya yang keliru untuk encari
Allah. Ini pada dasarnya merupakan
pandangan Kristen ortodoksi, dan bisa
ditemukan dengan mudah
berkembang dalam konteks situasi
modern melalui para penulis seperti
H. Kraemer, J. H. Bavink, & Neill (1900-
1984), L. Newbigin (lahir 1909) dan J.
N. D. Anderson (lahir 1908).
• Pernyataan modern yang paling berkesan
mungkin ditemukan di dalam Karl Barth.
Barth mengontraskan agama dengan wahyu.
Semua agama, termasuk kekristenan, dapat
didefinisikan sebagai ketidakpercayaan, atau
upaya yang bersumber dari usaha yang sia-
sia untuk menemukan Allah melalui sarana-
sarana dari sumbernya sendiri. Wahyu,
seba- liknya, melawan semua upaya
manusia dan melemparkannya kembali
sepenuhnya pada anugerah Allah di dalam
Yesus Kristus. Semua kaum eksklusivis
memberikan penekanan yang berat pada
sentralitas dan keunikan Yesus Kristus
dibandingkan dengan kaum inklusivis, yang
cenderung pada konsepsi kaum idealis
tentang Kristus, dan kaum pluralis, yang
sama sekali meninggalkan kristologi
1. Model Penggantian: Hanya Satu
Agama yang Benar.
Penganut model ini berkeyakinan
bahwa agama Kristen adalah agama
yang benar. sedangkan agama-agama
lain dianggap tidak benar. Oleh
karena itu, yang harus diperjuangkan
umat Kristen ialah mengganti semua
agama lain. Sikap ini sudah lama
dianut umat Kristen dan para
misionaris yang berkeyakinan bahwa
Allah berkehendak agar setiap orang
menjadi Kristen. Agama-agama lain
hanya me- miliki nilai kebenaran
semu.
Model Penggantian ini menitikberatkan
partikularitas. Kasih Allah memang
universal, untuk semua orang, tetapi
diwujudkan lewat Yesus Kristus yang
partikular dan singular. Tokoh yang
menganut model ini ialah Karl Barth dan
Hendrik Kraemer.Barth menegaskan,
keselamatan hanya ada di dalam Yesus
Kristus dan tidak adapada agama lain atau
di tempat lain. Kraemer juga menegaskan
bahwa agama Kristen adalah agama yang
benar dan semua penganut agama lain
akan men-dapatkan keselamatan dan
kebenaran di dalam Yesus Kristus. Sampai
sekarang,model ini dianut oleh penganut
Fundamentalisme maupun
• Kraemer juga menegaskan bahwa
agama Kristen adalah agama
yang benar dan semua penganut
agama lain akan men-dapatkan
keselamatan dan kebenaran di
dalam Yesus Kristus. Sampai
sekarang,model ini dianut oleh
penganut Fundamentalisme
maupun Evangelicalisme.Salah
satu tokoh penting
Evangelicalisme adalah Billy
Graham yang sangatbersemangat
untuk mewujudkan kejayaan
kekristenan.
2. Model Pemenuhan: Yang Satu
Menyempurnakan yang lain.

Model ini merupakan satu peralihan dari


anggapan bahwa agama Kristen perlu
menggantikan semua agama lain
menjadi agama Kristen untuk
menyempurnakan agama agama lain.
Penganut model ini berkeyakinan bahwa
kasih Allah universal, diberikan kepada
semua bangsa tapi secara partikular
diberikan secara nyata di dalam Kristus.
Yesus juga ada di dalam agama-agama
lain dan umat Kristen perlu berdialog
Dengan mereka dan bukan sekadar
mengajak masuk ke agama Kristen.
Model ini dianut oleh arus
utama, seperti Protestan,
Anglikan, Ortodoks Yunani, dan
Katolik Roma. Kon Vatikan II
menegaskan bahwa ada sinar
kebenaran di dalam agama-
agama buka Kristen, tetapi
kepenuhan penyataan Allah
hanya ada melalui gereja yang
mengenal Yesus Kristus.
• Salah satu tokoh terkenal yang
menganut model ini ialah seorang
teolog Katolik yang bernama Karl
Rahner. Setelah melakukan studi
yang mendalam tentang
kekristenan, ia akhirnya
berkeyakinan bahwa dunia Tuhan
lebih l daripada dunia agama
Kristen. Ia mengajarkan bahwa
Tuhan mengasihi dan ingin
menyelamatkan semua orang. Oleh
karena itu, Tuhan akan memakai
semua can untuk menyelamatkan
semua orang. Untuk itu, Tuhan
menghadirkan diri-Nya di dalam
agama-agama lain. Orang dari
agama lain yang menerima anugerah
Yesus Kristus adalah orang Kristen
3. Model Mutualitas: Banyak
Agama Terpanggil untuk Berdialog
Penganut model mutualitas
menolak keabsolutan agama
Kristen dan berkeyakinan bahwa
agama Kristen setara dengan
agama-agama lain. Model ini
berpihak pada kasih dan kehadiran
Allah yang universal di dalam
agama-agama lain. Sesuai dengan
Namanya maka model ini
menekankan adanya mutualitas,
yaitu sikap saling menghargai
kesetaraan dan kesediaan untuk
saling berbicara dan saling
Model ini menyadari bahwa
pendekatan dengan ajaran adalah hal
yang mustahil untk berdialog dengan
umat beragama lain, oleh karena itu
ditawarkan tiga jemabatan dialog
yaitu jembatan filosofis historis yang
menyatakan ada satu kenyataan Ilahi
di balik dan di dalam agama, jembatan
religius mistik yang menyakini
kehadiran Allah dalam pengalaman
mistik semua agama, dan jembatan
etis praktis yang menegaskan
pentingnya kepedulian agama pada
masalah-masalah kemanusiaan.
4. Model Penerimaan: "Banyak
Agama yang Benar, Biarlah Begitu“
Model yang terakhir ini lahir dan
berkembang pada dua dekade
terakhir abad -20 sebagai anak
zamannya di era postmodernisme.
Postmodernisme mendesak agama
agar keluar dari kepicikan dan
monolognya, dan perlu memiliki
warna dan suara khas di tengah
arus nihilisme posmo, tetapi tidak
perlu menjadi hegemonik di tengah-
tengah pluralitas.
Model ini berusaha mengembangkan
posisi partikularitas Kristen maupun
agama-agama lain yang dihargai
sepenuhnya, namun ada keterbukaan
dan relasi dengan agama-agama lain.
Model ini berusaha mencari
keseimbangan yang baik dengan
tidak menjunjung superioritas
agama-agama, tidak mencari
persamaan yang membuat semua
agama valid, tetapi dengan cara
menerima perbedaan nyata semua
agama. Adanya perbedaan adalah
peluang untuk mengadakan dialog
Seorang tokoh model ini, George
Lindbeck (teolog Postliberal, lihat
bab 3), menangkap semangat
postmodernisme dengan
mendorong dialog sebagai suatu
kebijakan. Ia membuat ilustrasi
hidup bertetangga. Tiap-tiap
keluarga memiliki halaman dan
pagar di samping dan di belakang.
Pagar yang ada harus dijaga
bersama-sama tidak runtuh. Tiap-
tiap orang menjaga halamannya dan
berdialog dengan tetangganya dari
halamannya sendiri.
• Model terbaru dalam religionum
1. Theultimate dan penulmate ( Mark
Heim )
Heim membangun teologinya mengenai
agama lain dengan menggabungkan dua
posisi dalam tipologi tripolar, yaitu
inklusivisme dan pluralisme . Berangkat
dari kesadaran dan afirmasi mengenai
perbedaan yang hakiki antara satu
agama dengan yang lain, Heim
berpandangan bahwa per. bedaan tiap
agama disebabkan oleh perbedaan
konsep keselamatan atau jalan akhir
yang secara unik dimiliki oleh setiap
agama.
Jadi, keselamatan bukannya tunggal,
melainkan jamak. Orang Kristen
menuju surga, orang Buddhis
menuju nirwana. Bagi Heim,
kepelbagaian agama bukan hanya
menunjukkan jalan yang berbeda,
tetapi tujuan akhirnya juga berbeda.
Pandangan ini berbeda dengan
tipologi tripolar dengan konsep
keselamatan tunggal yang dituju
semua agama.
Bagi Heim, keyakinan orang Kristen
mengenai persekutuan dengan Allah
Tritunggal dan perjalanannya menuju
surga adalah theultimate, sedangkan
konsep agama Buddha adalah
penultimate. Pengertian penultimate
Heim sebagai kategori... "[yang]
meliputi keragaman cara, bagaimana
peziarah pada jalan agama-agama
lain sampai pada kebahagiaan dan
pemenuhan di dalam Yang Ilahi,
tetapi dengan cara yang sangat
berbeda dari pengertian Kristiani
tentang persekutuan dengan Trinitas"
2. Pluralisme Dialektis ( Anselm Min )

Anselm Min menolak polarisasi dalam


tipologi tripolar, dengan menggunakan
argumentasi filsafat Hegel-Marx tentang
dialektika. Oleh karena inu, Min
memperkenalkan pendekatannya
sebagai pendekatan pluralisme dialektis.
Perangkat dialektika Min bukanlah
antara agama yang satu dengan agama
yang lain, melainkan antara praktik
dengan teon, yaitu adanya proses
diferensiasi dan kontradiksi aktual dalam
relasi nyata agama-agama, sehingga
menghasilkan perubahan-perubahan.
• Pendekatan Min berangkat dari kesadaran
dan penghargaan terhadap partikularitas
setiap agama, dengan perbedaan yang
tidak dapat direduksi. tantangan
perjumpaan agama bukanlah pada tataran
teoretis, melainkan praktik dalam ruang
bersama. Dengan berprinsip demikian, Min
mengritik kaum pluralis yang berusaha
mencari kesamaan atau dasar bersama
secara intelektual. Usaha tersebut
dipandang Min sebagai hal yang sia-sia,
meskipun dia tidak mengingkari
kemungkinan-kemungkinan kesamaan itu.
Hal yang terpenting bagi Min adalah
mendorong agama-agama yang berbeda
untuk memiliki relasi satu sama lain pada
level-level eksistensi sosial dan menemukan
• Dalam kebersamaan itu agama-
agama perlu memperhatikan
empat hal: sensibilitas pluralisme,
dialog antar-iman yang mutual,
keadilan sosial yang disertai
penghargaan, dan solidaritas
melampaui perbedaan.
Pluralisme dialektis percaya dan
memiliki harapan bahwa
dialektika sejarah akan
bertransformasi dan
menghasilkan perbedaan yang
radikal, menjadi makna baru
tentang solidaritas.
3. Hospitalitas Pneumatologis ( Amos
Yong )
Melalui buku Hospitality and the Other,
Yong mengembangkan Teologi Agama-
Agama yang mengritik tipologi tripolar
karena dianggap terlalu kristosentris.
Yong berupaya menggunakan kerangka
trinitarian dan secara khusus melihat
bagaimana Roh Kudus berperan dalam
Teologi Agama- Agama.
Gagasan utama Yong adalah melihat Roh
Kudus sebagai kehadiran dan aktivitas
universal Allah, serta berupaya
memandang dunia agama-agama di
dalam kerangka tersebut.
• Dalam pandangan Yong, dasar teologi
Kristen mengenai agam adalah peristiwa
Pentakosta, yang melibatkan seluruh
ciptaan melalui banyak bahasa, kanunia,
dan bentuk. Oleh karena itu, peristiwa
Pentakosta telah men buka pelbagai
prakrik Kristen di dalam dunia yang
plural, dan juga mendam banyaknya
praktik tradisi religius yang berbeda-
beda.
• Peristiwa ini pulalah yang memanggil
setiap agama untuk mengembangkan
hospitalitas dalam relasi an agama. Dasar
hospitalitas itu bukan sekadar keputusan
manusia, tetapi m cerminkan hospitalitas
Allah dalam Kristus dan karya Roh Kudus,
unn teruskan kepada dunia.
Berkait dengan kebutuhan dialog, Yong
mengajukan empat prinsip pitalitas
Pertama, dialog harusnya terjadi, baik
secara doktrinal maupun pr Kedua, dalam
dialog itu setiap tradisi keagamaan
memberi penghargaan ke partikularitas
agama lain, serta dipanggil untuk
berbicara dan juga mende Ketiga,
konversi dimungkinkan sebagai sebuah
proses dan bukan menja empat, dialog
memungkinkan setiap tradisi keagamaan
saling belajar. Kem prinsip itu diharapkan
menjadi piranti suatu bangunan etik
global demi ke perdamaian, dan
kebenaran, serta teraktualisasi dalam
upaya membang munitas adil,
membangun ekonomi global dan
4. Pendekatan Pasca Kolonial
( Kwok Pui Lan )
Kwok Pui Lan adalah seorang
teolog feminis yang memakai
pendekatan pasca- kolonial dalam
berteologi. Pertama-tama, Kwok
meletakkan pemikirannya
mengenai istilah agama sebagai
sebuah warisan kolonialisme
Barat pembedaan antara agama
dengan religiositas dalam agama
yang membuat suku.
• Dengan pendekatan itu, ia
mencurigai studi agama-
agama sebagai bagian dari
strategi kolonialisme.
Selanjutnya, Kwok menyoal
pemisahan antara religius dan
sekuler dari Barat, yang
menurutnya tidak cocok
diterapkan dalam konteks
Asia. Terakhir, Kwok bersikap
kritis terhadap istilah
sinkretisme sebagai warisan
Barat, dan lebih suka dengan
konsep hibriditas.
• Dengan ketiga dasar
pemikiran di atas, Kwok
menegaskan perlunya
pendekatan pascakolonial
tentang perbedaan agama,
yang melampaui pendekatan
sebelumnya. Pendekatan ini
berminat pada dialog pada
tataran aksi ketimbang
verbal akademis dan
dogmatis untuk karya
pembebasan - terutama
perempuan - dan
pemberdayaan masyarakat.
5. Hibriditas agama ( Fletcher )
Jeannine Hill Fletcher menekankan
perlunya kekristenan melepaskan
diri dari eksklusivitas. Eksklusivitas
yang dimaksudkan Fletcher di sini
adalahs esensi dari apologi tripolar
bahwa kalaupun ada tiga posisi,
pada akhirnya pendulum seo- logi
Kristen yang dibangun di atas
tipologi tripolar akan berujung juga
pada eksklusivisme.
• bagi Fletcher, premis utama
yang perlu dibangun dalam
Teologi Agama-Agama
adalah kesadaran mengenai
ketidak-terbatasan Allah
yang merupakan sumber
segala yang ada, sekaligus
nu- juan dari segala yang
ada. Ketidakterbatasan Allah
itu merupakan suatu misteri,
sehingga manusia tidak
mampu menjangkau misteri
itu secara menyeluruh
melalui keyakinan agamanya
• Oleh karena itu, Fletcher mengajukan tiga
isu mendasar dalam berbicara mengenai
relasi Kristen dengan agama-agama lain:
(1) Perlu strategi tertentu untuk berelasi
dengan orang beriman lain dan belajar
dari perspektif mereka;
(2) dalam berelasi dengan orang beriman
lain, kekristenan memiliki perspektif
unik karena mengalami kehidupan Yesus
dari Nazaret, dan
(3) strategi apa pun yang ditempuh.
haruslah menyadari bahwa berelasi
dengan umat beriman lain selalu dalam
konteks tertentu, baik secara personal,
sosial, politis, maupun religius
6. Mutual Indwelling and
Interpenetrate ( Joas Adiprasetya )
Adiprasetya mengusulkan suatu teologi
agama-agama perikoresis, yang
terbangun dalam empat dimensi yang
saling terhubung.
Pertama, unity of reality, yakni
menyatunya semua realitas, entah ilahi
atau non-ilahi, dalam arti persekutuan.
Agama memang bermacam-macam.
retapi pada prinsipnya merupakan suatu
realitas persekutuan.
Kedua, dimensi khora, yaitu ruang yang
memberi kemungkinan setiap agama
untuk mengambil peran dalam metafora
tarian dan saling mengisi kekosongan.
Ketiga. Dimensi relasi personal
bahwa dalam ketaatan kepada
Allah Tritunggal, misalnya, seorang
Kristen tetap berelasi dengan
tradisi agama lain tanpa
kehilangan personalitasnya.
Keempat. dimensi possible,
terkait realitas Indonesia dengan
ratusan agama suku selain yang
diakui pemerintah. Menurut
Adiprasetya, perikoresis membuka
kemungkinan untuk melakukan
suatu gerak perikoretik dalam
kekayaan agama-agama suku
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai