Anda di halaman 1dari 17

NOSTRA AETATE

Pernyataan tentang Hubungan Geraja Dengan Agama-Agama Bukan Kristen


Nostra tate atau Pernyataan tentang Hubungan Gereja dengan Agama-Agama Bukan Kristen, adalah salah satu dokumen yang paling kontroversial yang dihasilkan dari Konsili Vatikan II. Dimana dokumen ini disetujui oleh para Uskup dalam sebuah pemungutan suara 2.221 berbanding 88, dan diresmikan oleh Paus Paulus VI pada tanggal 28 Oktober 1965. Dokumen ini terdiri atas 5 Artikel Terbitnya dokumen ini menandai suatu sikap dan pandangan yang Baru Gereja Katolik dalam hubungan nya dengan Agama-agama lain. Dokumen ini juga menjadi evaluasi historis dan teologis Gereja Katolik dimasa lalu dalam hubungannya dengan agama-agama yang lain di masa lalu. Semakin erat pluralisme dalam hubungan antar bangsa dan terjalinnya komunikasi serta dialog antar umat beragama menciptakan kesepahaman secara moral dan teologi, dan membawa kita pada suatu rekonsiliasi. Pembaharuan pandangan Gereja Katolik tercermin dari sikap yang memandang positif tradisi dan filosofi kebenaran dan kesucian serta nilai-nilai keselamatan yang diyakini agama-agama lain, dengan merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran yang memang meskipun dalam beberapa hal berbeda, namun tetap memancarkan kebenaran dan mengimani adanya satu kekuatan yang Maha Tinggi, seperti yang diyakini agama Hindu dan Budha. Dengan kata lain, Gereja apapun yang benar dan suci dalam agama-agama. Dan yang terpenting seperti yang tertuang pada Bagian IV Nostra Aetate, adalah pengakuan Gereja Katolik bahwa adanya ikatan yang erat antara umat Kristiani dengan Umat Yahudi keturunan Abraham, sekaligus menghapus pandangan yang menyatakan bahwa seolah-olah Umat Yahudi ditolak oleh Allah, dan tidak membebankan kematian Kristus sebagai sebagai kesalahan dari seluruh umat Yahudi. Dengan ini juga Gereja Katolik tidak mendukung antisemitisme yang dilakukan kapanpun dan oleh siapapun. Dokumen Nostra Aetate Adalah sebuah terobosan yang fundamental dimana Gereja Katolik tidak lagi bersifat Tradisional dalam memandang ajarannya. Hal ini juga menghapus stigma di masyarakat tentang Gereja yang eksklusif dan hidup dalam pandangannya sendiri. Dokumen ini juga adalah sebagai tanda sebuah kedewasaan dan ciri Gereja Katolik yang tumbuh dan berkembang dan menjadi fondasi dalam pembaharuan hidup Gereja dan bermasyarakat, yang menjalin hubungan yang erat dengan agamaagama lainnya. Daftar isi dokumen

Pendahuluan Berbagai agama bukan Kristen Agama Islam

Agama Yahudi Persaudaraan Semesta Tanpa Diskriminasi


Pernyataan ini diawali dengan penjelasan mengenai semakin eratnya penyatuan dan hubunganhubungan antar bangsa dan antar pelbagai bangsa berkembang serta satu asal dan tujuan akhir dari semua bangsa, yakni Allah. Dokumen ini mengungkapkan juga mengenai pertanyaan abadi yang telah ada di dalam pemikiran manusia sejak awal mulanya dan bagaimana berbagai tradisi keagamaan yang beraneka ragam telah berupaya untuk menjawabnya. Dokumen ini menyatakan jawaban-jawaban filosofis Agama Hindu dan Budha dan menyatakan dengan pasti: "Gereja Katolik tidak menolak apa pun yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus, Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi semua orang." Bagian ketiga melanjutkan dengan pandangan Gereja Katolik yang menghargai umat Islam, dilanjutkan dengan mengungkapkan beberapa hal kesamaan antara Islam dengan Kristen dan Katolik: menyembah Allah satu-satunya, Allah yang hidup dan berkuasa, Penuh belas kasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, Yang telah bersabda kepada manusia; para Muslim menghormati Abraham dan Maria, dan bahwa mereka menghormati Yesus sebagai nabi dan bukan Allah. Sinode mendorong seluruh kaum Kristiani dan Muslim untuk melupakan pertikaian dan permusuhan dari masa lalu dan bekerja sama untuk membela dan mengembangkan keadilan sosial bagi semua orang; nilai-nilai moral maupun perdamaian dan kebebasan. Bagian keempat berbicara mengenai "ikatan rohani" antara Umat Perjanjian Baru (kaum Kristiani) dengan Umat Yahudi Keturunan Abraham. Dokumen menyatakan bahwa meskipun beberapa pemuka agama Yahudi dan para pengikut mereka telah mendesakkan kematian Kristus, namun kesalahan ini tidak dapat serta merta dibebankan sebagai kesalahan seluruh orang Yahudi (baik yang hidup ketika itu maupun sekarang). Lebih lanjut Konsili menyatakan bahwa "orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh Allah atau terkutuk". Pernyataan ini juga menentang segala unjuk-rasa antisemitisme yang dilakukan kapan pun dan oleh siapa pun. Bagian kelima menjelaskan bahwa seluruh menusia diciptakan menurut citra kesamaan Allah, dan Gereja mengecam segala diskriminasi antara orang-orang, atau penganiayaan berdasarkan keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama. PERNYATAAN TENTANG HUBUNGAN GEREJA DENGAN AGAMA-AGAMA BUKAN KRISTIANI PAULUS HAMBA BERSAMA DEMI KENANGAN ABADI 1. Pendahuluan USKUP ALLAH SUCI

PARA BAPA-BAPA

HAMBA KONSILI

Pada jaman kita bangsa manusia semakin erat bersatu dan hubungan-hubungan antara pelbagai bangsa berkembang. Gereja mempertimbangkan dengan lebih cermat, manakah hubungannya dengan agamaagama bukan kristiani. Dalam tugasnya mengembangkan kesatuan dan cinta kasih antar manusia, bahkan antar bangsa, gereja disini terutama mempertimbangkan manakah hal-hal yang pada umumnya terdapat pada bangsa manusia, dan yang mendorong semua untuk bersama-sama menghadapi situasi sekarang. Sebab semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi.[1] Semua juga mempunyai satu tujuan terakhir, yakni Allah, yang penyelenggaraan-Nya, bukti-bukti kebaikan-Nya dan rencana penyelamatan-Nya meliputi semua orang[2], sampai para terpilih dipersatukan dalam Kota suci, yang akan diterangi oleh kemuliaan Allah; di sana bangsa-bangsa akan berjalan dalam cahaya-Nya[3]. Dari pelbagai agama manusia mengharapkan jawaban tentang teka-teki keadaan manusiawi yang tersembunyi, yang seperti di masa silam, begitu pula sekarang menyentuh hati manusia secara mendalam: apakah manusia itu? Manakah makna dan tujuan hidup kita? Manakah yang baik dan apakah dosa itu? Dari manakah asal penderitaan dan manakah tujuannya? Manakah jalan untuk memperoleh kebahagiaan yang sejati? Apakah arti maut, pengadilan dan pembalasan sesudah mati? Akhirnya apakah Misteri terakhir dan tak terperikan itu, yang merangkum keberadaan kita, dan menjadi asal serta tujuan kita? 2. Berbagai agama bukan kristen Sudah sejak dahulu kala hingga sekarang ini diantara pelbagai bangsa terdapat suatu kesadaran tentang daya-kekuatan yang gaib, yang hadir pada perjalanan sejarah dan peristiwa-peristiwa hidup manusia; bahkan kadang-kadang ada pengakuan terhadap Kuasa ilahi yang tertinggi atau pun Bapa. Kesadaran dan pengakuan tadi meresapi kehidupan bangsa-bangsa itu dengan semangat religius yang mendalam. Adapun agama-agama, yang terikat pada perkembangan kebudayaan, berusaha menanggapi masalahmasalah tadi dengan faham-faham yang lebih rumit dan bahasa yang lebih terkembangkan. Demikianlah dalam hinduisme manusia menyelidiki misteri ilahi dan mengungkapkannya dengan kesuburan mitosmitos yang melimpah serta dengan usaha-usaha filsafah yang mendalam. Hinduisme mencari pembebasan dari kesesakan keadaan kita entah melalui bentuk-bentuk hidup berulah-tapa atau melalui permenungan yang mendalam, atau dengan mengungsi kepada Allah penuh kasih dan kepercayaan. Buddhisme dalam pelbagai alirannya mengakui, bahwa dunia yang serba berubah ini sama sekali tidak mencukupi, dan mengajarkan kepada manusia jalan untuk dengan jiwa penuh bakti dan kepercayaan memperoleh keadaan kebebasan yang sempurna, atau entah dengan usaha sendiri entah berkat bantuan dari atas mencapai penerangan yang tertinggi. Demikian pula agama-agama lain, yang terdapat diseluruh dunia, dengan pelbagai cara berusaha menanggapi kegelisahan hati manusia, dengan menunjukkan berbagai jalan, yakni ajaran-ajaran serta kaidah-kaidah hidup maupun upacara-upacara suci. Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam agama-agama ini. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-

ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni jalan, kebenaran dan hidup (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya.[4] Maka Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta perihidup kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang terdapat pada mereka. 3. Agama Islam Gereja juga menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup dan berdaulat, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang telah bersabda kepada umat manusia. Kaum muslimin berusaha menyerahkan diri dengan segenap hati kepada ketetapanketetetapan Allah juga yang bersifat rahasia, seperti dahulu Abraham iman Islam dengan sukarela mengacu kepadanya telah menyerahkan diri kepada Allah. Memang mereka tidak mengakui Yesus sebagai Allah, melainkan menghormati-Nya sebagai Nabi. Mereka juga menghormati Maria Bunda-Nya yang tetap perawan, dan pada saat-saat tertentu dengan khidmat berseru kepadanya. Selain itu mereka mendambakan hari pengadilan, bila Allah akan mengganjar semua orang yang telah bangkit. Maka mereka juga menjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti kepada Allah terutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa. Memang benar, disepanjang zaman cukup sering timbul pertikaian dan permusuhan antara umat Kristiani dan kaum Muslimin. Konsili suci mendorong mereka semua, supaya melupakan yang sudahsudah, dan dengan tulus hati melatih diri untuk saling memahami, dan supaya bersama-sama membela serta mengembangkan keadilan sosial bagi semua orang, nilai-nilai moral maupun perdamaian dan kebebasan. 4. Agama Yahudi Sementara menyelami Misteri gereja, Konsili suci ini mengenangkan ikatan rohani antara Umat perjanjian Baru dan keturunan Abraham. Sebab Gereja Kristus mengakui bahwa menurut rencana ilahi penyelamatan yang bersifat rahasia awal mula iman serta pemilihannya sudah terdapat pada para Bapa Bangsa, Musa dan para Nabi. Gereja mengakui, bahwa semua orang beriman kristiani, putera-putera abraham dalam iman[5], terangkum dalam panggilan Bapa bangsa itu, dan bahwa keselamatan Gereja dipralambangkan secara misterius dalam keluarnya bangsa yang terpilih dari tanah perbudakan. Oleh karena itu Gereja tidak dapat melupakan, bahwa ia telah menerima Wahyu Perjanjian Lama melalui bangsa itu, dan bahwa karena belas-kasihan-Nya yang tak terhingga Allah telah berkenan mengadakan Perjanjian Lama dengannya. Gereja tetap ingat, bahwa ia menerima santapannya dari akar zaitun yang baik, dan bahwa cabangcabang zaitun yang liar, yakni kaum kafir, telah dicangkokkan pada pohon zaitun itu[6]. Sebab Gereja

mengimani, bahwa Kristus, Damai kita, melalui salib telah mendamaikan bangsa Yahudi dan kaum Kafir dan telah menyatukan keduanya dalam diri-Nya[7]. Selalu pula Gereja mengenangkan kata-kata rasul paulus tentang sesama sukunya: mereka telah diangkat menjadi anak, dan telah menerima kemuliaan, dan perjanjian, dan hukum Taurat dan ibadah dan janji-janji; mereka keturunan para bapa leluhur, yang menurunkan Kristus menurut daging (Rom 9:4-5), Putera Perawan Maria. Gereja mengingat juga, bahwa dari bangsa Yahudi lahirlah para Rasul, dasar dan saka guru Gereja, begitu pula amat banyak murid pertama, yang mewartakan Injil Kristus kepada dunia. Menurut Kitab suci Yerusalem tidak mengenal saat Allah melawatnya[8], dan sebagian besar orangorang Yahudi tidak menerima Injil; bahkan banyak juga yang menentang penyebarannya.[9] Tetapi, menurut Rasul, orang-orang Yahudi tetap masih dicintai oleh Allah demi para leluhur, sebab Allah tidak menyesalkan kurnia-kurnia serta panggilan-Nya[10]. Bersama dengan para nabi dan Rasul itu juga Gereja mendambakan hari yang hanya diketahui oleh Allah, saatnya semua bangsa serentak akan menyerukan Tuhan, dan mengabdi-Nya bahu-membahu (Zef 3:9).[11] Maka karena sebesar itulah pusaka rohani yang diwariskan bersama oleh umat Kristiani dan bangsa Yahudi, Konsili suci ini bermaksud mendukung dan menganjurkan saling pengertian dan saling penghargaan antara keduanya, dan itu terwujud terutama melalui studi Kitab suci dan teologi serta dialog persaudaraan. Meskipun para pemuka bangsa Yahudi beserta para penganut mereka mendesak kematian Kristus[12], namun apa yang telah dijalankan selama Ia menderita sengsara tidak begitu saja dapat dibebankan sebagai kesalahan pada semua orang Yahudi yang hidup ketika itu atau kepada orang Yahudi zaman sekarang. Walaupun Gereja itu umat Allah yang baru, namun hendaknya orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh Allah atau terkutuk, seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab suci. Maka hendaknya semua berusaha, supaya dalam berkatekese dan mewartakan Sabda Allah jangan mengajarkan apa pun, yang tidak selaras dengan kebenaran Injil dan semangat Kistus. Selain itu Gereja, yang mengecam segala penganiayaan terhadap siapapun juga, mengingat pusaka warisannya bersama bangsa Yahudi. Gereja masih menyesalkan kebencian, penganiayaan, pun juga unjuk-unjuk rasa antisemitisme terhadap bangsa Yahudi, kapan pun dan oleh siapa pun itu dijalankan, terdorong bukan karena motivasi-motivasi politik, melainkan karena cinta kasih keagamaan menurut Injil. Kecuali itu Kristus, seperti selalu telah dan tetap masih diyakini oleh gereja, demi dosa-dosa semua orang telah menanggung sengsara dan wafat-Nya dengan sukarela, karena cinta kasih-Nya yang tiada taranya, supaya semua orang memperoleh keselamatan. Maka merupakan tugas Gereja pewarta: memberitakan salib Kristus sebagai lambang cinta kasih Allah terhadap semua orang dan sebagai sumber segala rahmat. 5. Persaudaraan semesta tanpa diskriminasi

Tetapi kita tidak dapat menyerukan nama Allah Bapa semua orang, bila terhadap orang-orang tertentu, yang diciptakan menurut citra kesamaan Allah, kita tidak mau bersikap sebagai saudara. Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan sesama manusia saudaranya begitu erat, sehingga Alkitab berkata: Barang siapa tidak mencintai, ia tidak mengenal Allah (1Yoh 4:8). Jadi tiadalah dasar bagi setiap teori atau praktik, yang mengadakan pembedaan mengenai martabat manusia serta hak-hak yang bersumber padanya antara manusia dan manusia, antara bangsa dan bangsa. Maka Gereja mengecam setiap diskriminasi antara orang-orang atau penganiayaan berdasarkan keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama, sebagai berlawanan dengan semangat kristus. Oleh karena itu Konsili suci, mengikuti jejak para Rasul kudus Petrus dan Paulus, meminta dengan sangat kepada Umat beriman kristiani, supaya bila ini mungkin memelihara cara hidup yang baik diantara bangsa-bangsa bukan Yahudi (1Ptr 2:12), dan sejauh tergantung dari mereka hidup dalam damai dengan semua orang[13], sehingga mereka sungguh-sungguh menjadi putera Bapa di sorga. [14] Semua itu dan setiap hal yang diungkapkan dalam pernyataan ini telah berkenan kepada para Bapa Konsili suci. Adapun kami, dengan kuasa kerasulan yang diserahkan kristus kepada Kami, bersama para Bapa yang terhormat, mengesahkan, menetapkan serta mengundangkannya dalam roh Kudus. Dan kami memerintahkan, agar apa yang telah ditetapkan bersama dalam Konsili ini diumumkan demi kemuliaan Allah.

Selama tahun 1950an, studi teologi dan biblikal Roma Katolik mulai memasuki pembaharuan sejak setelah Konsili Vatikan Pertama hingga memasuki abad kedua puluh. Liberalisme ini muncul dari para teolog seperti Yves Congar, Karl Rahner, dan John Courtney Murray yang mencari cara untuk mengintegrasikan pengalaman manusia modern dengan dogma Kristiani, tokoh lainnya adalah Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI) dan Henri de Lubac yang juga menginginkan pengertian yang lebih akurat akan Injil dan menganggap para Bapa Gereja mula-mula sebagai sumber pembaharuan. Pada waktu yang sama, para uskup sedunia menghadapi tantangan yang sangat besar dari perubahan politik, sosial, ekonomi, dan teknik. Beberapa uskup mengusulkan perubahan dalam struktur dan praktek gerejawi untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Di antara pengusul ini yang paling terorganisasi adalah kelompok uskup Belanda dan Jerman yang dikenal sebagai para Uskup Rhine. Konsili Vatikan Pertama telah berakhir hampir satu abad sebelumnya secara prematur akibat pecahnya perang Perancis-Prussia. Dalam konsili ini, isu-isu mengenai pastoral dan dogma tidak dapat dibahas akibat perang tersebut, dan hanya sempat menghasilkan suatu dogma mengenai Infabilitas Paus. Paus Yohanes XXIII kemudian secara tidak terduga memutuskan untuk menghimpunkan Konsili hanya dalam waktu kurang dari tiga bulan setelah pengangkatannya pada 1959. Dalam sebuah dialog mengenai konsili, ia diwawancarai mengapa konsili ini perlu dilakukan. Paus dilaporkan membuka sebuah jendela dan berkata, "Saya ingin membuka jendela dari Gereja sehingga kita

bisa melihat keluar dan mereka yang ada di luar bisa melihat ke dalam." Ia mengundang pula gereja-gereja Kristen lainnya untuk mengirimkan pengamat ke Konsili tersebut. Undangan ini disambut baik oleh kedua gereja Protestan dan Ortodoks. Gereja Ortodoks Rusia di bawah kekhawatiran akan Pemerintahan Komunis Soviet, menyambut undangan tersebut hanya ketika telah diyakinkan bahwa Konsili ini akan bersifat apolitik.

[sunting] Sidang-Sidang

Sebuah Sidang pada Konsili

Persiapan Konsili, yang memakan waktu lebih dari dua tahun, dilaksanakan oleh 10 Komisi Khusus, dibantu oleh orang-orang dari media massa dan Christian Unity, serta sebuah Komisi Sentral sebagai koordinator keseluruhan. Kelompok ini kebanyakan terdiri dari anggota Kuria Romawi. Komisi menghasilkan 987 proposal konstitusi dan dekrit (dikenal sebagai schemata atau Skema) yang ditujukan untuk dimintakan persetujuan Konsili. Pada awalnya diharapkan bahwa kelak pada saat Konsili terlaksana, akan dibentuk suatu Komisi baru yang akan melanjutkan pekerjaan Komisi Persiapan ini. Namun demikian, keseluruhan Skema yang telah dipersiapkan itu tidak disetujui sama sekali oleh anggota Konsili dan membuat sama sekali Skema yang baru. Sidang-Sidang Umum Konsili dilaksanakan pada musim gugur selama empat tahun kemudian (dalam 4 sidang) pada 1962 hingga 1965. Di luar masa sidang, Komisi-Komisi Khusus Konsili dibentuk untuk membicarakan dan memeriksa hasil-hasil kerja para uskup dan mempersiapkan sidang berikutnya. Sidang dilaksanakan dalam Bahasa Latin di Basilika Santo Petrus, di mana diskusi dan pendapat dinyatakan sebagai "rahasia". Hasil Konsili sesungguhnya dikerjakan dalam pertemuan-pertemuan komisi lainnya (mungkin dilaksanakan dalam bahasa lain), serta dalam pertemuan informal dan pertemuan sosial lainnya di luar konsili yang sesungguhnya. Sebanyak 2.908 pria (dianggap sebagai para Bapa Konsili) tercatat memiliki hak suara dalam Konsili tersebut. Mereka ini termasuk seluruh Uskup dan para Superior dari Ordo-Ordo Religius pria. Sebanyak 2.540 orang mengambil bagian dalam Sidang Pembukaan, sehingga

menjadikannya sebagai pertemuan terbesar Konsili di sepanjang sejarah gereja. Jumlah yang hadir adalah bervariasi di setiap Sidangnya antara 2.100 hingga lebih dari 2.300 roang. Sebagai tambahan, sejumlah periti (Latin untuk para "ahli") juga hadir sebagai konsultan teologi. Kelompok periti ini kemudian memiliki pengaruh yang sangat besar seiring dengan perjalanan Konsili. Sebanyak 17 gereja-gereja Ortodoks dan denominasi Protestan juga mengirimkan pengamat-pengamat mereka.

[sunting] Sidang Pertama (Musim Gugur 1962)


Paus Yohanes membuka Konsili pada 11 Oktober 1962 dalam sebuah Sidang Umum yang dihadiri oleh para Bapa Konsili dan wakil-wakil dari 86 negara dan badan-badan internasional. Setelah Misa, Paus memberikan amanatnya kepada para Uskup yang berkumpul dengan judul Gaudet Mater Ecclesia (Latin untuk "Bunda Gereja Bersuka cita"). Dalam pidatonya, ia menolak pemikiran mengenai para "nabi-nabi akhir zaman yang selalu meramalkan akan bencana" di dunia dan pada masa depan Gereja tersebut. Paus juga menekankan bahwa sifat Konsili adalah Pastoral ("Penggembalaan"), bukan Doktrinal. Ia juga memperingatkan bahwa Gereja tidak perlu mengulang maupun merumuskan kembali doktrin-doktrin dan dogmata yang telah ada, tetapi Gereja harus mengajarkan pesan-pesan Kristus dalam tren dunia modern yang cepat berubah. Ia mendesak para Bapa Gereja untuk "menunjukan belas kasih, bukan kecaman" dalam dokumendokumen yang akan mereka buat. Dalam lokakarya pertama mereka, dalam waktu kurang dari 15 menit, para uskup telah mengadakan pemungutan suara atas permintaan Para Uskup Rhine mengenai agenda Sidang, apakah akan mengikuti agenda yang telah dipersiapkan oleh Komisi Persiapan ataukah akan membuat sebuah agenda yang baru yang akan dibicarakan di antara para anggota Sidang terlebih dahulu, baik dalam kelompok-kelompok nasional dan regional, maupun dalam pertemuan informal. Usulan ini tampaknya cukup wajar, namun mayoritas delegasi tidak menyadari bahwa para uskup Rhine telah mempersiapkan suatu rencana mengenai bagaimana mereka menginginkan jalannya Konsiil. Dalam struktur Komisi Konsili yang baru kemudian atas usulan para Uskup Rhine, prioritas dari isu-isu yang akan dibicarakan menjadi berubah. Isu-isu yang dibicarakan selama sesi-sesi Sidang adalah termasuk mengenai liturgi, komunikasi misa, gereja-gereja Ritus Timur, serta sumber-sumber Wahyu Ilahi. Skema mengenai Wahyu Ilahi kemudian ditolak oleh sebagian besar uskup, dan Paus Yohanes terpaksa harus campur tangan untuk memerintahkan penulisan kembali mengenai skema ini. Setelah penundaan sidang pada 8 Desember 1962, sidang berikutnya tahun 1963 mulai dipersiapkan. Namun demikian, persiapan-persiapan ini diwarnai dengan wafatnya Paus Yohanes XXIII pada 3 Juni 1963. Paus Paulus VI yang terpilih pada 21 Juni 1963 segera mengumumkan bahwa Konsili harus berlanjut, dan dalam haluan yang telah ditetapkan pada Sidang sebelumnya oleh Paus Yohanes.

[sunting] Sidang Kedua (Musim Gugur 1963)


Dalam bulan-bulan sebelum Sidang Umum Kedua, Paus Paulus melakukan sejumlah perbaikan untuk memecahkan masalah organisasi dan prosedur yang telah ditemukan selama periode

pertama. Hal ini termasuk mengundang pengamat tambahan dari kaum awam Katolik dan NonKatolik, serta mengurangi jumlah skema yang diusulkan menjadi 17 saja; dengan demikian keseluruhan Skema menjadi lebih umum, sehingga dapat mempertahankan sifat Pastoral Konsili. Akhirnya, Paus juga menghapuskan ketentuan kerahasiaan Sidang Umum. Amanat pembukaan Paus Paulus pada 29 September 1963 menekankan kembali sifat Pastoral Konsili, dan menetapkan empat tujuan Konsili:

untuk lebih mendefinisikan sifat dasar gereja dan tugas pelayanan para uskup; untuk memperbaharui gereja; untuk mengembalikan kesatuan di antara kaum Kristiani, termasuk meminta maaf akan kontribusi Gereja Katolik pada masa lampau terhadap perpecahan itu; serta untuk memulai dialog dengan dunia modern.

Selama masa Sidang ini, para uskup menyetujui konstitusi tentang liturgi suci (Sacrosanctum Concilium) dan dekrit tentang upaya-upaya komunikasi sosial (Inter Mirifica). Sidang dilanjutkan dengan skema mengenai Gereja, Uskup dan Keuskupan, serta Ekumenisme. Pada 8 November 1963, Joseph Kardinal Frings mengkritik Kongregasi untuk Doktrin Iman (sebelum 1908 dikenal sebagai Holy Roman and Universal Inquisition), dan dengan segera dibalas oleh pembelaan diri yang berapi-api dari Sekretaris badan tersebut, Alfredo Kardinal Ottaviani. Silang pendapat ini dianggap sebagai kejadian paling dramatis selama Konsili. (Sebagai catatan, penasihat teologi Kardinal Frings adalah Joseph Ratzinger muda, sekarang Paus Benediktus XVI, yang kemudian menjadi Kardinal yang mengepalai Kongregasi tersebut di Tahta Suci). Sidang Kedua berakhir pada 4 Desember 1963.

[sunting] Sidang Ketiga (Musim Gugur 1964)


Di antara periode Sidang Kedua dan Ketiga, proposal Skema direvisi kembali berdasarkan komentar-komentar dari para Bapa Konsili. Sejumlah topik dikurangi menjadi usulan pernyataan fundamental untuk disetujui dalam Sidang Ketiga, dengan Komisi Paskakonsili yang akan menangani implementasi peraturan-peraturan tersebut. Delapan pengamat religius wanita dan tujuh wanita awam diundang dalam Sidang Ketiga, bersama-sama dengan undangan tambahan pria awam. Selama Sidang yang dimulai pada 14 September 1964 ini, para Bapa Konsili mengerjakan sejumlah besar proposal. Skema mengenai Ekumenisma (Unitatis Redintegratio), gereja-gereja Katolik Ritus Timur (Orientalium Ecclesiarum), serta konstitusi tentang Gereja (Lumen Gentium) disetujui dan diumumkan secara resmi oleh Paus. Sebuah votum atau pernyataan mengenai sakramen pernikahan dimunculkan sebagai pedoman bagi komisi untuk merevisi Hukum Kanonik tentang isu-isu beragam akan yurisdiksi, seremonial, dan pastoral. Para uskup mengusulkan skema ini dan meminta persetujuan yang cepat, namun tidak segera diputuskan oleh Paus pada Konsili tersebut. Paus Paulus memerintahkan para Uskup untuk menunda topik kontrasepsi artifisial (keluarga berencana) yang akan dibahas sebuah komisi ahli kepastoran dan awam yang telah ditunjuknya.

Skema mengenai tugas dan pelayanan para pastor serta tugas misi Gereja ditolak dan dikembalikan kepada komisi-komisi untuk ditulis ulang sama sekali. Pekerjaan dilanjutkan untuk sisa Skema lainnya, terutama sekali untuk masalah Gereja di dunia masa kini dan kebebasan beragama. Terjadi kontroversi mengenai revisi dekrit kebebasan beragama dan mengakibatkan kegagalan pengambilan suara akan dekrit ini pada Sidang Ketiga. Paus Paulus menjanjikan untuk segera meninjau skema ini pada masa Sidang berikutnya. Paus Paulus menutup Sidang Ketiga pada 21 November dengan mengumumkan perubahan tata cara Ekaristi dan secara resmi mengumumkan Maria sebagai "Bunda Gereja" seperti yang telah sering diajarkan.

[sunting] Sidang Keempat (Musim Gugur 1965)


Sebelas Skema masih belum selesai pada akhir Sidang Ketiga dan komisi-komisi bekerja untuk melakukan finalisasi. Skema 13, mengenai Gereja di Dunia Modern (Gereja di Dunia Dewasa Ini) direvisi oleh sebuah komisi yang dengan dibantu oleh orang-orang awam. Paus Paulus membuka Sidang terakhir ini pada 14 September 1965 dengan mendirikan sebuah Konferensi Para Uskup. Struktur yang lebih permanen ini ditujukan untuk mempertahankan kerja sama yang erat antara para uskup dengan Paus setelah Konsili berakhir. Urusan pertama dalam Sidang Keempat adalah pertimbangan mengenai dekrit kebebasan beragama, merupakan yang paling kontroversial di antara semua dokumen konsili. Hasil pemungutan suara dalah 1.997 yang menyetujui dan 224 menolak (selisihnya kemudian semakin melebar ketika para uskup menyetujui dekrit kebebasan beragama Dignitatis Humanae tersebut). Pekerjaan utama selama sisa periode Sidang adalah untuk 3 dokumen, yang seluruhnya disetujui oleh para Bapa Konsili. Dokumen Konstitusi Gereja di Dunia Dewasa Ini (Gaudium et Spes) dengan revisi-revisi pastoral dan menghasilkan dokumen lebih meluas, diikuti oleh Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja (Ad Gentes) dan Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan para Imam (Presbyterorum Ordinis). Konsili juga menyetujui dokumen-dokumen lainnya yang telah dibicarakan dalam SidangSidang sebelumnya; termasuk Dekrit tentang Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja (Christus Dominus), Dekrit tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (Perfectae Caritatis), Dekrit tentang Pembinaan Imam (Optatam Totius), Pernyataan Pendidikan Kristen (Gravissimum Educationis), serta Dekrit Kerasulan Awam (Apostolicam Actuositatem). Salah satu dokumen yang paling kontroversial adalah Nostra tate, yang menegaskan kembali dokumen Konsili Trente abad keenambelas, bahwa para Yahupada masa Kristus (tanpa pandang bulu) dan para Yahupada masa kini tidak memikul tanggung jawab akan pembunuhan Kristus lebih besar daripada kaum Kristen (lihat Catechism of the Council of Trent, Article IV). Petikan terkenal dari Nostra tate[1]:
"Meskipun para pemuka bangsa Yahudi pada masa itu beserta para penganut mereka mendesakkan kematian Kristus, namun penderitaanNya tidak dapat begitu saja dibebankan

sebagai kesalahan semua orang Yahudi pada masa itu tanpa pandang bulu, maupun orang Yahudi zaman sekarang. Sekalipun Gereja adalah umat Allah yang baru, namun jangan sekali-kali menyimpulkan bahwa Kitab Suci menggambarkan bahwa orang Yahudi itu dibuang atau dikutuk oleh Allah. Gereja mendorong agar semua berusaha supaya dalam berkatakese dan mewartakan Sabda Allah jangan mengajarkan apa pun yang tidak selaras dengan kebenaran Injil dan semangat Kristus. Selain itu, Gereja juga menolak setiap penganiayaan terhadap siapapun juga. Gereja mengingat pusaka warisannya bersama-sama dengan bangsa Yahudi, dan tergerak bukan oleh alasanalasan politik melainkan tergerak oleh cinta kasih Injil, Gereja menyatakan menentang segala kebencian, penganiayaan, sikap anti-Semit, yang dilakukan terhadap bangsa Yahudi, kapan pun dan oleh siapa pun." Lebih lanjut mengenai topik ini dapat ditemukan di artikel Rekonsiliasi Kristen-Yahudi.

Peristiwa penting pada hari-hari terakhir Konsili adalah tindakan Paus Paulus dan Patriark Athenagoras dari Ortodoks yang mengekspresikan penyesalan akan hal-hal yang telah lalu yang menyebabkan Skisma Besar gereja barat-timur. Deklarasi ini dikenal sebagai Pernyataan Bersama Katolik-Ortodoks 1965. Pada 8 Desember, Konsili Vatikan Kedua secara resmi ditutup, dengan para uskup menyatakan ketaatan mereka terhadap segala dekrit Konsili. Untuk memperlancar pelaksanaan hasil karya Konsili, Paus Paulus:

telah membentuk sebelumnya Komisi Kepausan untuk Media Komunikasi Sosial, yang akan membantu para uskup dan penggunaan pastoral akan media-media ini; mendeklarasikan hari peringatan selama 1 Januari hingga 26 Mei 1966 untuk mendorong kaum Katolik mempelajari dan menerima keputusan-keputusan konsili dan mempergunakannya sebagai pembaharuan spiritual mereka; mengubah pada 1965 nama dan prosedur untuk Holy Office, menggantinya dengan nama Kongregasi Kudus untuk Doktrin Iman, dan nama-nama dan wewenang dari departemen lainnya pada Kuria Romawi. membuat permanen lembaga sekretariat Promotion of Christian Unity bagi agama non-Kristen dan bagi mereka yang belum percaya.

[sunting] Hasil Konsili

[sunting] Ikhtisar Dokumen Konsili Vatikan II


Konsili Vatikan II menghasilkan 16 Dokumen, terdiri dari 4 Konstitusi, 9 Dekrit, dan 3 Pernyataan:

# 1

Nama Dokumen Sacrosanctum Concilium

Jenis Konstitusi Liturgi Suci

Mengenai

Diumumkan pada Sidang II (4 Desember 1963) Sidang II (4 Desember 1963) Sidang III (21 November 1964) Sidang III (21 November 1964) Sidang III (21 November 1964) Sidang IV (28 Oktober 1965) Sidang IV (28 Oktober 1965) Sidang IV (28 Oktober 1965) Sidang IV (28 Oktober 1965) Sidang IV (28 Oktober 1965) Sidang IV (18 November 1965) Sidang IV (18 November 1965) Sidang IV (7 Desember 1965)

2 Inter Mirifica

Dekrit Konstitusi Dogmatis Dekrit

Upaya-Upaya Komunikasi Sosial

3 Lumen Gentium Orientalium Ecclesiarum Unitatis Redintegratio

Gereja

Gereja-Gereja Timur Katolik

Dekrit

Ekumenisme Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius Pembinaan Imam

6 Christus Dominus

Dekrit

7 Perfect Caritatis

Dekrit

8 Optatam Totius Gravissimum Educationis

Dekrit

Pernyataan

Pendidikan Kristen Hubungan Gereja dengan AgamaAgama bukan Kristiani Wahyu Ilahi

10 Nostra tate

Pernyataan Konstitusi Dogmatis Dekrit

11 Dei Verbum Apostolicam Actuositatem

12

Kerasulan Awam

13 Dignitatis Human

Pernyataan

Kebebasan Beragama

14 Ad Gentes Presbyterorum Ordinis

Dekrit

Kegiatan Misioner Gereja

Sidang IV (7 Desember 1965) Sidang IV (7 Desember 1965) Sidang IV (7 Desember 1965)

15

Dekrit Konstitusi Pastoral

Pelayanan dan Kehidupan para Imam

16 Gaudium et Spes

Gereja di Dunia Dewasa ini

Pranala luar Dokumen-dokumen Vatikan II dalam bahasa Indonesia

[sunting] Gereja
Mungkin hasil Konsili yang paling terkenal dan paling berpengaruh adalah Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Lumen Gentium. Pada bab pertama berjudul "Misteri Gereja", terdapat sebuah pernyataan terkenal:
"Itulah satu-satunya Gereja Kristus yang dalam Syahadat Iman kita akui sebagai gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Sesudah kebangkitanNya, Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan, dan ia bersama para rasul lainnya dipercayakan untuk memperluas dan membimbing Gereja dengan otoritas, dan Gereja itu didirikan untuk selamalamanya sebagai "tiang penopang dan dasar kebenaran". Gereja itu, yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai sebuah perhimpunan hidup dalam Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Santo Petrus dan oleh para Uskup yang berada dalam satu persekutuan dengan dia, walaupun, di luar persekutuan itu pun terdapat banyak unsur-unsur yang kudus dan kebenaran, yang sesungguhnya merupakan karunia-karunia khas bagi Gereja Kristus dan mendorong ke arah kesatuan katolik".

Pada bab kedua berjudul "Umat Allah", Konsili mengajarkan bahwa kehendak Allah untuk menyelamatkan bukan sekedar individu (atau satu demi satu) tetapi juga dalam suatu kesatuan jemaat. Dalam hal ini, Allah telah memilih bangsa Israel sebagai umatNya, mengadakan perjanjian dengan bangsa ini, sebagai persiapan dan gambaran akan suatu perjanjian dalam Kristus yang akan membentuk suatu Umat Allah yang baru, yang satu, bukan dalam daging, tetapi dalam Roh, yang disebut sebagai Gereja Kristus (Lumen Gentium, 9). Semua orang dipanggil sebagai milik Gereja. Tidak semua orang sepenuhnya tergabung dalam Gereja, tetap "Gereja mengerti bahwa ia terhubung dalam berbagai cara dengan semua orang yang dibaptiskan, semua yang diterima di dalam nama Kristus, namun demikian tidak menyatakan iman Katolik dalam keseluruhannya atau tidak berada dalam satu kesatuan atau persekutuan di bawah penerus Santo Petrus" (Lumen Gentium, 15). Dan bahkan hubungan dengan "semua yang belum menerima Injil" di antara kaum Yahudi dan Muslim juga disebutkan secara eksplisit (Lumen Gentium, 16). Gagasan membuka diri kepada kaum Protestan telah menyebabkan kontroversi besar sekali di antara kelompok Tradisionalis Katolik.

Judul bab ketiga "Susunan Hirarkis Gereja" secara tegas menggambarkan isinya yang menguraikan peranan para uskup dan Paus di Roma. Pada bab-bab berikutnya mengenai kaum awam: ajakan akan hidup kudus, religius, peziarahan iman, dan Bunda Gereja. Bab mengenai ajakan akan hidup kudus merupakan bab yang signifikan karena mengindikasikan bahwa kekudusan bukanlah hanya menjadi bagian dari para imam tetapi bahwa semua oran Kristen dipanggil untuk hidup kudus. Tentu saja masalah ini selalu menjadi topik ajaran Gereja, tetapi banyak dari para Bapa Konsili merasa bahwa hal ini telah semakin hilang di kalangan jemaat. Bab mengenai Maria adalah subyek yang menjadi sumber perdebatan. Pada awalnya subyek ini akan dipisahkan dari dokumen konsili, mempertahankan sifat ekumenis dari dokumen Gereja dalam pengertian "non-ofensif" bagi kaum Protestan, yang tidak menyetujui pemujaan kepada Maria. Namun demikian, para Bapa Konsili tetap bersikukuh, dengan dukungan Paus, bahwa tempat Maria adalah di dalam Gereja, dan perlakuan terhadap Maria harus dimunculkan dalam Konsitusi Gerejawi.

[sunting] Liturgi
Salah satu isu pertama yang dipertimbangkan dalam konsili dan masalah yang segera memiliki efek terhadap kehidupan individu Katholik adalah revisi atas liturgi/tata cara ibadah. Gagasan umumnya adalah (dari Konstitusi mengenai Liturgi Suci):
"Bunda Gereja sangat menginginkan, supaya semua orang percaya dibimbing ke arah keikutsertaan yang sepenuhnya dalam perayaan-perayaan Liturgi. Keikutsertaan seperti ini sesungguhnya dituntut oleh liturgi sendiri. Kaum Kristiani yang telah dibaptiskan adalah bangsa yang terpilih, imamat yang rajawi, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri (1 Pet 2:9; 2:4-5); dan oleh karenanya keikutsertaan dalam liturgi adalah menjadi hak dan kewajiban mereka."

"Keikutsertaan aktif" yang diinginkan Vatikan II ini melebihi apa yang pernah diijinkan ataupun direkomendasikan para Paus sebelumnya. Para Bapa Konsili menetapkan pedoman untuk mengarahkan jalannya revisi terhadap liturgi tersebut, termasuk mengijinkan dengan sangat terbatas penggunaan bahasa lokal/daerah/pribumi ketimbang bahasa Latin. Para uskup kemudian menetapkan bahwa adat istiadat lokal dapat secara hati-hati dimasukkan sebagai bagian dari liturgi. Implementasi dari perintah Konsili mengenai liturgi dilaksanakan melalui sebuah Komisi Kepausan Khusus di bawah otoritas Paus Paulus VI (yang kemudian menjadi satu dalam Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Ketertiban Sakramen) dan oleh konferensi nasional masingmasing keuskupan, yang diharapkan untuk berkolaborasi membentuk sebuah penerjemahan bersama.

Lihat juga Misa Paulus VI

[sunting] Injil dan Wahyu Ilahi


Konsili menghendaki pemulihan kembali peranan sentral Injil dalam kehidupan keagamaan dan devosi dari Gereja, yang dibangun atas dasar hasil karya para Paus sebelumnya dalam usaha membentuk suatu pendekatan modern atas analisis dan interpretasi Injil. Sebuah pendekatan baru untuk interpretasi Injil disetujui oleh para Uskup. Gereja secara berkelanjutan harus menyediakan terjemahan Kitab Suci dalam bahasa ibu para kaum percaya. Lebih jauh, kaum imam dan awam harus menjadikan studi Kitab Suci sebagai gaya hidup mereka. Hal ini menegaskan kembali pentingnya Kitab Suci seperti diperlihatkan dalam Providentissimus Deus oleh Paus Leo XIII dan tulisan-tulisan para Santo, Pujangga Gereja, dan para Paus selama sejarah Gereja; sekaligus menyetujui interpretasi Injil yang dipelajari secara historis sebagaimana ensiklik Paus Pius XII pada 1943, Divino Afflante Spiritu.

[sunting] Para Uskup


Peranan para Uskup di Gereja juga diperbaharui maknanya, khususnya sebagai kumpulan Dewan, yang meneruskan pengajaran oleh para Rasul dan memimpin Gereja. Eksistensi Dewan ini hanyalah jika berada di bawah penerus Santo Petrus. Dengan demikian, konsili memberikan kepada gereja, dua sifat kepemimpinan yang terpisah, yaitu Dewan Para Uskup dan Paus. Hal ini diperjelas dalam Catatan Penjelasan Pendahuluan yang ditambahkan kepada Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium) dan dicetak pada akhir naskah tersebut. Catatan ini menerangkan: "Tentang Dewan ("Collegium"), yang tidak dapat tanpa kepala, ... dan di dalam Dewan itu Kepalanya tetap menjalankan tugas seutuhnya selaku Wakil Kristus dan Gembala Gereja Semesta. Dengan kata lain cara pandang atas pembedaan bukanlah antara Paus (di satu pihak) dengan Dewan Para Uskup (di lain pihak), melainkan antara Paus (sebagai dirinya sendiri) dengan Paus bersama-sama para Uskup." Di berbagai negara, para Uskup telah memiliki konferensi regular untuk mendiskusikan masalahmasalah bersama. Konsili mewajibkan penetapan konferensi episkopal seperti itu dan mempercayakan kepada mereka tanggung jawab untuk melaksanakan adaptasi yang diperlukan terhadap norma-norma umum kondisi setempat (lihat juga Dekrit tentang Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja Christus Dominus, 18). Keputusan-keputusan konferensi tersebut akan mengikat bagi para Uskup dan Keuskupan mereka hanya jika diterima oleh dua pertiga suara dan diperkuat oleh Tahta Suci. Konferensi Regional, seperti Konferensi Waligereja Amerika Latin (CELAM), muncul untuk membantu mempromosikan pada tingkatan regional atau kontinental, tetapi tidak memiliki kekuatan suara.

[sunting] Kritikan akan Konsili dari dalam tubuh Gereja Katolik

Lihat juga Katolik Tradisionalis

Banyak dari kaum Katholik yang sangat konservatif (atau sering disebut Katolik Tradisionalis) berpendapat bahwa Konsili Vatikan II atau interpretasi apapun akan dokumen-dokumen konsili tersebut, menjauhkan Gereja dari prinsip-prinsip penting dari iman Khatolik historis; termasuk:

kepercayaan bahwa Gereja Katolik adalah satu-satunya gereja Kristiani yang dibangun oleh Yesus sendiri; kepercayaan bahwa gagasan modern akan kebebasan beragama adalah kesalahan; tekanan yang pantas untuk "Empat Hal Terakhir" (Kematian, Pengadilan, Surga, dan Neraka); kepercayaan bahwa setiap kitab dari Kitab Suci adalah sempurna; ketaatan kepada skolastisisme.

Dalam kontradiksi terhadap pendapat kebanyakan orang Katolik bahwa Vatikan II adalah sebuah "musim semi yang baru" bagi Gereja, para pengritik memandang bahwa Konsili adalah penyebab utama berkurangnya iman kepercayaan Katolik dan hilangnya pengaruh Gereja di dunia barat. Mereka berpendapat lebih lanjut bahwa Vatikan II mengubah fokus gereja dari menyebarkan kabar keselamatan jiwa menjadi memperbaiki situasi keduniawian umat manusia (lihat Teologi Kebebasan). Salah satu respon yang berasal dari para Katolik konservatif arus utama terhadap kritikan tersebut adalah bahwa pengajaran sesungguhnya dari Konsili dan interpretasi resmi dari dokumen-dokumennya hars dipisahkan dari perubahan yang lebih radikal yang telah dilakukan atau diajukan oleh para anggota gereja yang liberal selama 40 tahun dalam "semangat Vatikan II". Mereka menyetujui bahwa perubahan-perubahan tersebut adalah bertentangan dengan hukum kanon dan tradisi Gereja. Sebagai contoh, seorang Katolik konservatif arus utama kemungkinan setuju bahwa para imam liberal yang memperkenalkan elemen-elemen baru nonKatolik pantas dikutuk, tetapi mereka juga akan sekaligus memberi catatan bahwa penyalahgunaan ini adalah pelanggaran terhadap Dekrit tentang Liturgi Suci dan dokumen resmi Gereja akan perayaan Misa. Pada 22 Desember 2005, Paus Benediktus XVI dalam kotbahnya di hadapan Kuria Romawi menentang mereka yang menginterpretasikan dokumen-dokumen Konsili sebagai "tidak berkelanjutan dan rapuh". Interpretasi yang benar, menurutnya, adalah bahwa sebagaimana dinyatakan pada awal dan akhir Konsili oleh Paus Yohanes XXIII dan Paus Paulus VI. Pada awal konsili, Paus Yohanes XXIII menyatakan bahwa Konsili dimaksudkan untuk "menyebarkan doktrin-doktrin secara murni dan menyeluruh, tanpa pengurangan maupun penyimpangan", dan ia juga menambahkan "Adalah tugas kita untuk tidak hanya menjaga harta yang berharga ini, seakan-akan ini adalah barang kuno, tetapi juga kita harus setia, siap sedia, dan tanpa takut berkarya sesuai dengan kebutuhan zaman kita. Doktrin yang pastinya tidak perlu diubah ini, yang harus dihormati dengan setia, harus dipelajari secara mendalam dan dihadirkan dalam bentuk yang cocok dengan zaman kita. Kebenaran doktrin yang mulia adalah satu hal, dan bagaimana caranya doktrin itu dilaksanakan supaya tetap utuh dan sama-adalah hal lainnya." Setelah mengutip pendahulunya ini, Paus Benediktus kemudian menyatakan: "Di manapun interpretasi ini telah menjadi pedoman yang disambut oleh Konsili, hidup baru telah bertumbuh dan buah-buah telah menjadi matang. ... Hari ini kita melihat bahwa benih yang baik, walaupun tumbuh perlahan-lahan, tetaplah bertumbuh, dan biarlah syukur kita yang amat besar bagi karya kerja Konsili juga tetap bertumbuh demikian."

[sunting] Pranala luar

(Indonesia) Dokumen Konsili Vatikan II dalam Bahasa Indonesia

[sunting] Naskah Vatikan

(Inggris) Vatican II Texts from the Vatican o (Inggris) Dei Verbum o (Inggris) Lumen Gentium o (Inggris) Sacrosanctum Concilium o (Inggris) Gaudium Et Spes (Inggris) Overview of the Decrees of the Council (Inggris) Vatican II Texts from the Eternal Word Television Network (Inggris) Vatican II Texts from Christus Rex

[sunting] Komentar

(Inggris) Leo Darrach, The Development of the Mass since 1960 (Inggris) Xavier Rynne, The New Yorker, 25 Desember 1965, "Letter from Vatican City" (Inggris) Reasons for the Second Vatican Council (Inggris) Why was Vatican II needed? Why we need it today. (Inggris) What did the Second Vatican Council do for us? (Inggris) After the Council: Living Vatican II (Inggris) Open Windows: Why Vatican II Was Necessary (Inggris) What Did the Second Vatican Council Do For Us? Fr. Ian Ker, Oxford (Inggris) Vatican II through the eyes of the pre-eminent English-speaking Council Father (Inggris) To Whose Competence Does It Belong to Interpret Vatican II? (Inggris) The Spirit of Vatican II, Jubilee Optimism, and the Oath against Modernism (Inggris) The Neo-Modernist Rupture in the Council and in the New Rites, Part I (Inggris) Part II: The Incommutability of Ecclesiastical Tradition (Inggris) Vatican II and the Correlation-Causation Fallacy (Inggris) Making the True Vatican II Our Own (Inggris) What are Roman Catholics to think of Vatican II? On the doctrinal authority of the pastoral council. By Fr. Raymond Taouk.

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Konsili_Vatikan_II&oldid=5410918" Kategori:


Konsili Gereja Katolik Roma Tahta Suci

Anda mungkin juga menyukai