TEOLOGI AGAMA-AGAMA
DI
S
U
S
U
N
OLEH
Nama : Yohanes Kastera
Nim :
Studi Agama adalah studi multi-disipliner tentang keyakinan, perilaku dan lembaga
perilaku dan keyakinan keagamaan di luar titik pandang agama tertentu, dengan
filsafat, dan sejarah agama). kini, kenyataan akan adanya agama-agama lain bukan lagi
masalah di bagian dunia lain yang jauh. Kenyataan ini telah berpindah ke lingkungan
kita sendiri di seluruh pelosok dunia, terlebih lagi di Indonesia sekarang ini. Untuk
mengenal agama-agama lain kita tidak usah menjadi ilmuan atau berkeliling dunia. Kita
tinggal pergi ke tokoh buku, menonton televisi, atau mencarinya di internet. Apa yang
pernah menjadi bahan kajian para ahli kini tertulis secara populer dengan berbagai
ilustrasi menarik dalam berbagai buku agama di tokoh-tokoh buku. Tayangan pada layar
kaca televisi dapat membantu para pemirsa/ masyarakat untuk mendalami berbagai
universitas dimana berbagai mata kulia tentang agama-agama Asia, lebih banyak
Berbagai ajaran dan praktek agama-agama lain tentang nirwanaa atau Karma atau
Brahmana serta tao. Mereka ingin berdiskusi tentang sikap mereka terhadap agama-
aga,a lain, tentqang kebenaran didalam agama-agama lain, dan perbandingannya dengan
agama kristiani. Para mahasiswa itu mulai merasakan bahwa untuk menjadi lebih teguh
Namun pengetahua tentang agama-agama lain yang hidup dan mempengaruhi umat
kristiani di barat tidak diperoleh dari buku-buku atau kuliah. Hal ini bisa diperoleh
melalui dialog dengan tetangga, teman di tempat kerja, atau melalui berbagai macam
organisasi sosial. Dalam hal ini bukan hanya terjadi pertukaran pandangan, akan tetapi
juga terjadi pertukaran manusia. Pada tahun 1960-an Wilfred Cantwell Smith
personal selama puluhan tahun, dan itu menjadi catatan sejarah yang harus di perhatikan
sebagai wahana pengembangan agama pada masa kini maupun masa yang akan datang.
B. Peta Konsep
Critical Survey of Christian Attitudes toward the World Religions (1985). Dalam
dibukukan dan terbit tahun 2002. Itulah mengapa kedua buku ini serupa tak sama. Yang
diresensi ini adalah buku terjemahan bahasa Indonesia dengan judul Pengantar Teologi
Agama-agama. Studi model berteologi dan dialog antar iman sudah terjadi sejak lama.
Penggunaan istilah ini dimunculkan oleh Alan Race dalam Christian and Religious
Pluralism: Patterns in Christian Theology of Religions (1982). Gavin D'Costa juga ikut
menggunakan model ini dalam bukunya Theology and Religious Pluralism: The
Challenge of Other Religions (1986). Tokoh masa kini yang masih merujuk pada model
sikap ini misalnya Marianne Moyaert dalam Fragile Indentities Towards a Theology of
Paul Knitter, dalam No Other Name? masih menggunakan tiga istilah ini. Baru
dalam buku Introducing Theologies of Religions yang dijual kisaran Rp. 70.000 ini,
pluralitas: sebuah fakta semesta dan sebuah pengalaman lekat dan dekat setiap umat
beragama! Sedekat tidur sekamar kos bareng teman yang berbeda agama, bahkan
pengalaman makan bareng dalam rumah. Diversity bahkan harus diterima sebagai fakta
melekat yang tidak terhindarkan! Tantangan dalam konteks banyak agama ialah,
bagaimana memahami ada begitu banyak jalan agama dan bagaimana memahami agama
Kristiani dalam terang berbagai jalan itu. Di mata Knitter, signifikansi buku ini
menyangkut dua hal: peringatan dan undangan. Peringatan, bahwa memiliki sikap yang
serius terhadap agama-agama lain adalah kewajiban. Umat beragama harus memiliki
pada semua agama, agar perjumpaan dengan agama lain dimanfaatkan bagi
pembentukan religiusitas iman sendiri. Penulis yakin, untuk menapaki jalan imannya
sendiri, seseorang perlu berjalan dengan yang lain. Mencerminkan empat model dan
sikap "Teologi Agama-agama" penulis, buku ini ditata atas empat bagian besar yang
masing-masing bagian akan dijelaskan oleh tiga bab. Bagian pertama memperkenalkan
"Model Penggantian: Hanya Satu Agama yang Benar". Bagian kedua mengupas "Model
apa yang dimaksud dengan "Model Penerimaan: Banyak Agama yang Benar, Biarlah
Begitu". Terang Injil yang ingin disampaikan kelompok ini dan patut dihargai adalah
penghargaan tertinggi dan sepenuhnya pada Injil dan Perjanjian Baru. Firman Tuhan
yang tertulis harus menjadi pusat dari kehidupan dan identitas Kekristenan. Teologi
dalam dialog dengan agama lain harus berdasarkan superioritas Injil dan Perjanjian
Baru.
C. Current Issue
Keterbukaan dan Dialog
D. Pembahasan
Sering dikatakan bahwa kalau ada perubahan dalam agama, biasanya datang dari
bawah, dari akar rumput, bukan dari atas, dari pemimpin agama dan birokrat. Dalam
lain sesudah vatikan II, pandangan diatas tidak sepenuhnya benar. Memang konsili
membuka pikiran umat katolik, kemudian hati mereka, terhadap umat beragama lain
dan dengan demikian mendorong berbagai gelombang dialog antar agama di tingkat
lokal. Stimulus dan pandangan-pandangan baru terus bermunculan dalam pikiran dan
berbagai pernyataan publik dari para pastor di pusat Gereja Katolik roma. Salah satu
pendorong utama untuk terus menerus mengadakan dialog adalah sekretariat Vatikan
untuk agama-agama Non-Kristiani, yang dibentuk tahun 1964 oleh Paus Paulus VI
dengan tugas mengamalkan sikap konsili yang baru terhadap agama-agama lain secara
serius. Sebagai hasil dari penerapan visi dan pengalaman dari apa yang terjadi saat
berjumpa dan berbicara dengan mereka dari agama lain, sekretariat itu kemudian sadar
bahwa namanya harus diganti. Di tahun 1989, sekretariat berganti nama menjadi Komisi
Vatikan untuk dialog antar agama. Agama-agama Non-Kristiani seperti Hindu, Budha,
dan islam yang selama ini di pahami secara negatif kini menjadi rekan berdialog.
Namun desakan yang paling kuat dan gigih untuk lebih terbuka terhadap agama-agama
lain sejak Vatikan II datang dari Paus Yohanes Paulus II yang bertakta saat itu.
Walaupun Paus Paulus VI di juluki paus dari Dialog kelihatannya pandanganya tidak
beranjak sedikitpun dari keyakinan bahwa hanya ada satu agama yang benar, Agama
Kristiani, dan bahwa hanya didalam gereja seseorang dapat meraskan satu hubungan
yang autentik dengan Tuhan. Yohanes Paulus II melangkah melampaui ini. Hal ini
terbukti dalam apa yang dikatakannya dan lebih nyata lagi dalam apa yang
diperbuatnya. Ia terus menerus berhubungan dengan umat beragama lain, dari kegiatan-
kegiatan yang tergolong berani untuk mengumpulkan agama-agama yang berbeda untuk
palestina/Israel, dalam keadaan sakit dan lemah, menjelang akhir masa jabatannya
sebagai paus untuk mengusahakan terciptanya komunikasi dengan dan antar umat
muslim dan yahudi, dan memohon pengampunan terhadap berbagai dosa umat katolik
di masa silam.
Barangkali sumber energi utama bagi perjalanan paus untuk berdialog adalah
pemahaman, dan pengalamannya, akan Roh Kudus. Ada yang menyebut bahwa hal
yang berfokus pada roh ini adalah satu Kontribusi tunggal. Yohanes Paulus II terhadap
teologi Agama-Agama Katolik yang sedang berkembang. Bagi Yohanes Paulus, alasan
mendasar mengapa ada begitu banyak harta spiritual dalam agama-agama dunia,
mengapa dibawah permukaan perbedaan mereka yang begitu besar terdapat suatu arus
bawah persatuan, mengapa dialog antar umat beragama begitu penting dan begitu
menjanjikan, adalah kenyataan adanya satu roh yang hidup dan aktif sebelum dan
sesudah kristus, di dalam berbagai usaha dan penemuan religius umat manusia. Paus
mengingatkan sesama umat kristiani bahwa roh ini penuh dengan kejutan karena ia
bertiup kemana ia mau (Yoh. 3:8). ada banyak agama namun hanya satu roh yang
E. Kata Sukar
1. Diversity
Redoptoris Hominis (1979) II,; Baca juga Jhon Paul II’s Encyclical on the Holy Spirit
Dominum et Vivincaniem (1986).