Anda di halaman 1dari 21

2RINGKASAN BUKU

Nama Mahasiswa : DANIEL ELLO


NIM : 20208603
MK : Teologi Agama-agama
Smtr/Tahun ajaran : III (Ganjil) 2021/2022

Identitas Buku
Judul : Pengantar Teologi Agama-agama
Penulis : Paul F. Knitter
Penerbit : PT Kanisius
Cetakan : Ke-7,6,5,4,3
Tebal : 305 Halaman.

================================================================
Ringkasan Bacaan Buku :
Agama Kristen dan Agama-Agama Lain
Di hadapan dan kesungguhan odan vitalitas agama lain, umat Kristiani berjumpa dengan
berbagai masalah dan tantangan global yang pelik yang tidak pernah meraka hadapi
sebelumnya. Pluralismme agama bukan suatu fenomena yang baru, namun kemunculanya
dengan berbagai cara di butuhkan pemikiran yang beru unntuk menghadapinya. Berbagai
cara baru ini menunjuk pada berbagai pemikiran dan wawasan baru tentang kemanusian,
keilahian, dan kekristenan itu sendiri. Disitulah terdapat harapan itu. Buku ini berbica
secara mendalam tentang masalah dan harapan.
Terkadang pendekatan baru tidak mempan. Hal ini karena kualitas informasi dan kualitas
kesadaran baru kita tentang berbagai agama kini memunculkann sederetan pertanyaan yang
tidak pernah di hadapi umat beragama di masa lampau karena mereka terisolasi dengan
agama mereka masing-masing.
Mengapa terdapat begitu banyak agama yang berbeda-beda? Kalau Tuhan itu Esa,
mengapa tidak terdapat satu agama saja. Apakah semua agama berkenan di mata Tuhan –
semua sama-sama evektif dalam usaha menghubungkan manusia dan Ilahi? Apakah
perbedaan lebih menyangkut keragaman warna dari pada isi yang saling bertentangan?
Bagaimana berbagai agama ini saling berhubungan? Lebih khusus lagi, bagaimana agama
saya bisa bisa berhubungan dengan yang lain? Apakah saya bisa belajar lebih banyak dari
mereka daripada dari agama saya sendiri? Mengapa saya menganut satu agama dan bukan
yang lainnya?
Beragam Agama: suatu Pengalaman Baru
Teologi agama-agama diperuntuhkan bagi mereka yang tidak mau duduk manis dan
mengatahkan bahwa apa yang baik bagi orang lain tidak ada faedanya bagi mereka. Ada
beberapa umat kristiani yang merasa gelisah dengan adanya geragaman agama sesudah
sembilan belas abad kegiatan pembritaan injil. Jadi dalam pengalaman saya dalam
mendalami agama-agama lain, para mahasiwa umunya tidak puas hanya dengan menekuni
berbagai ajaran dan praktek-praktek agama lain, mereka ingin berdiskusi tentang sikap
mereka terhadap agama-agama lain, tentang kebenaran didalam agama-agama lain, dan
perbandingannya dengan ajran kristen.

Bab 1. Penggantian Total


Ada banyak pandangan yang berbeda tentang bagaimana model penggantian ini di
terpakan, para misionaris Kritiani selama berabad-abad telah memberitakan dengan penuh
keakinan bahwa adalah kehendak Allah untuk menjadikan semua orang memeluk agama
Kristiani. Pada akhirnya – atau, sesegera mungkin – Allah menghendaki hanya satu agama,
agama Allah: agama Kristiani. Agama-agama lainnya memiliki nilai yang bersifat
sementara saja, kalaupun ada. Pada akhirnya, agama Kristiani akan mengambil alih
semuanya. Jadi di dalam Model Penggantian ini, perimbangan anatara universalitas dan
pertikularitas hubungan Allah dan manusia lebih di titikbertkan pada partikularitas. Kasih
Allah memang universal, untuk semua orang, namun kasih itu di wujutkan melalui
komunitas Yesus Kristus yang partikular dan singular.
Model ini terutama di anut oleh komunitas Kristen beraliran Fundamentalisme atau
Evangelikalisme. Ahli sejarah, Marty Martin, berpendapat: ”Kalau membicarakan agama
di Amerika tanpa aliran Evangelikalisme dan Fundamentalisme sama dengan mengamati
peta Amerika tanpa melihat Rocky Mountains.” Apa yang kelihatan ekstrim dalam
pandangan mereka, sebenarnya, menurut penganut Evangelikalisme, adalah jantung agama
Kristen itu sendiri – terutama kalau jantung itu berdetak di jaman gereja-gereja Reformasi.
Menuduh model ini sebagai model ketinggalan jaman adalah bersembunyi di balik
kenyataan bahwa mereka memang bersuara kuat dan lantang di antara umat Kristiani.
Keragaman dalam satu keluarga
Berdirinya buku kecil yang berjudul”the fundamentals” buku kecil ini mengajak
masyarakat untuk menetang uamat protestan amerikat serikat yang anut paham “
modernitas ” yang bisa merusak dasar-dasar iman dan identitas kristiani.
Penggantian Total:
TIDAK ADA NILAI DALAM AGAMA LAIN
Teologi dari model ini penggantian total yang di bahas di bawah ini menganggap bahwa
ada yang kurang, atau menyimpang, di dalam agama-agama lain. Sikap ini mendorong
banyak misionaris protestan diutus untuk membritakan injil.
Karl Barth: ”bahBiarlah Tuhan Menjadi Tuhan – di Dalam Yesus Kristus !”
1. Kita di selamatkan hanya oleh rahmat istilah alkitab atau teologi yang dipakai
menjelaskan keadaan ini adalah doasa atau kejatuhan manusia. 2. Kita di selamatkan
hanya oleh iman kebaliknya adalah kita diselamatkan bukan oleh perbuatan. 3. Kita di
selamatkan hanya oleh Kristus hanya didalam kristus dan hanya didalam Dia, Allah
berkerja dan mengungkapkan hakikat segala sesuatu 4. Kita di selamatkan hanya oleh
firman Tuhan
” Agama adalah ketidak percayaan!”
Agama adalah ketidakpercayaan dan hal ini merupakan suatu masalah besar bagi manusia
yang tidak bertuhan. ... Dari sudut pandang wahyu, agama jelas merupakan usaha manusia
untuk mengantisipasi apa yang Allah, melalui wahyu-Nya yang akan terlaksana dan yang
sudah terlaksana. Jadi agama merupakan usaha menggantikan karya ilahi dengan hasil
kerja manusia. Realita ilahi yang di tawarkan dan di manifestasiikan kepada kita melalui
wahyu di ganti dengan konsep tentang Allah yang secara albitrer dan di kembangkan oleh
manusia.
Dengan kata lain, tepatnya didalam agama, dan oleh karena agama, manusia tidak
melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan, yaitu mundue selangkah percaya, dan
biarkan Allah menjadi Allah didalam Yesus kristus.
Agama kristiani sebagai Agama yang benar
Meskipun tidak ada bukti empiris, Barth memang memiliki alasan untuk berpendapat
bahwa Agama Kristiani bisa di kaatakan satu-satunya agama yag benar di antara semua
agama laimnya. Di sinilah terletak pemahaman Barth tentang hakikat paradokal tentang
Allah ”hanya oleh iman dan rahmat dan Kristus”. Agama kristiani merupakan agama yang
benar karena merupakan satu-satunya agama yang sadar akan kepalsuan dirinya dan juga
tahu bahwa terlepas dari kepalsuan dan kemusyrikannya itu, umatnya diselamatkan melalui
yesus Kristus
Bersikap serius terhadap Perjanjian Baru dan Yesus
Seorang kristen adalah seorang yang kehidupannya didasarkan kepada kesaksian
penjanjian Baru tentang Yesus Kristus. Mungkin ada beberapa cara memahamiYesus
dalamperjanjian baru , ada banyak gelar yang dikenakan kepadanya, berbagai cara
bagaimana ia menyelamatkan dan apa arti menyakininya sebagai ilahi.
“Jalan Tunggal” bisa di pahami
Apa yang di katujukan oleh Model Penggantian ini sebenarnya adalah semacam
”kompetisi suci” di antara banyak agama dan berbagai anggapan mereka masing-masing
untuk memiliki kebenaran satu-satunya, atau yang final. Kompetisi semacam ini wajar, di
butuhkan, dan bermanfaat seperti halnya di dunia bisnis. Jadi biarkan saja agama-agama ini
bersaing, secara terbuka, jujur, dan tanpa kekerasan. Penganut Evanjelikal yakni bahwa
Yesus akan keluar sebagai pemenang.
Bab 2. Pengantian Parsial
Banyak pengikut Kristen Funndamentalis-Evangelikal-Pentakostal berpendapat bahwa
pendekatan ”pengantian total” terhadap agama-agama lain bukan hanya jelas, tetepi juga
keras. Mereka merasa bahwa pendekatan semacam ini menganggap bahwa di dalam
agama-agama lain tidak ada nilai, tidak ada kehadiran Allah. Agama-agama lain di anggap
buatan manusia sehingga menjadi penghalang, dan bukan saluran, kasih Allah. Dalam
istilah teologi, tidak ada wahyu maupun keselamatan di dalam agama-agama lain. Begitu
keras sehingga banyak penganut Evangelikal pandangan semacam ini tidak sesuai dengan
kenyataan yang mereka lihat dalam agama-agama lain maupun kesaksian Alkitab itu
sendiri.
Allah hadir dalam Agama-agama lain? Ya atau Tidak
Perspektif Evangelikal Baru yang ada pembahasanya di Bab ini lebih bisa di terima.
Mereka yakin benar akan keunikan Yesus dan menolak mengkhianati Injil dalam dunia
modern, namun sejalan dengan itu, mereka juga lebih terbuka, lebih eukumenikal, lebih
bersedia melihat kehadiran Allah di dunia ini. Malah kritik utama mereka terhadap model
penggantian total ini adalah bahwa Model ini gagal menemukan kehadiran Allah yang
sangat nyata di dalam agama-agama lain.
Wahyu : Ya!
Penganut Evanjelikal yang stuju dengan wahyu yang lebih moderat ini mengakui dan
menegaskan dan bahkan senang dengan wahyu sejati Allah di dalam dan melalui agama-
agama lain. Istilah teologi untuk hal ini: ”wahyu asli”, ”wahyu/rahmat pencitaa”, atau
yang lebih di kenal dengan, ”wahyu umum”. Kita bisa melihat alasan-alasanya di dalam
beberapa referensi ini. Di dalam (Rm 1:20; 2:15), (Kis14:16,17) dan (Kis 17:27,28) juga
(Yoh 1:1-14). Jadi Model dalam Evangelikal ini, agama-agama lain bukan sekadar ”buatan
manusia”, seperti yang di katakan Barth, tetepi agama-agama lain ini di kehendaki oleh
Allah, mereke adalah ”wakil” Allah, ”alat” Allah, di mana Allah menjalankkaaan
rencana ilahi-Nya.
Keselamatan: tidak!
Di dalam berbagai teks Perjanjian Baru dan juga tradisi awal agama Kristiani, Yesus tidak
di anggap sebagai salah seorang Juru Selamat tetapi Juru Selamat itu sendiri, bukan
sebagai seorang Anak Allah, salah satu dari anak para ilahi atau setengah ilahi seperti
dalam pantaisme, tetapi satu-satunya Juru selamat dunia, Anak tunggal Allah. Anggapan
eksklusivitas ini merupakan inti ajran Injil, bukan kulit ari yang bisa hilang karena
demitologisasi [artinya di tapsirkan sebagai simbol belaka]. ... Yesus adalah Juru Selamat
satu-satunya, kalau tidak ia bukan sama sekali Juru Selamat.
a. Perjanjian baru ( keselamatan dibawa oleh yesus kristus dan hanya oleh dia dan
keselamatan diperkenalkan hanya oleh Yesus)
b. Bukti yang berasal dari agama itu ssendiri

Hubungan Agama Kristiani Dan Agama-Agama Lain


Atas dasar pendekatan Evangelikal terhadap agama-agama lain yang menyatahkan bahwa
Allah berbicara didalam agama-agama lain (wahyu) namunntidak menyelamatkan melalui
mereka. Menyetujui adanya dialogi dengan agama-agama lain.
Dewan Gereja Se-Dunia: Dialog, Ya! – Teologi, Tidak!

APAKAH UMAT AGAMA LAIN ”TERSESAT”?


Di tahun 1992, sidang umum Persekutuan Evangelikal se-Dunia yang mewakili semua
yang mewakili seluruh umat Evangelikal di seluruh dunia membuat suatu pengakuan yang
berpengaruh: ”’Apakah mereka yang tidak pernah mendengar tentang Yesus Kristus di
selamatkan?’ ... Kami tidak bisa mencampai konsensus bagaimana menjawab ini. Studi
lebih lanjut perlu di adakan.” Ketidak konsesus ini menandakan adanya kegelisahan dan
keretakan di antara para tokoh Fundamentalis dan Evangelikal. Mereka sepakat bahwa
keseslamatan tidak temukan di luar Kristus. Namun, seorang tinggal di pegunungan
terpencil di Nepal dan tidak pernah mendengar Yesus, apakah orang itu akan masuk
neraka? Agaknya ada yang keliru dengan konklusi ini.

Bab 3. Model Pengantian


WAWASAN
Injil sebagai Pusat kehidupan Kristiani
Walaupun tidak semua umat kristiani setuju dengan cara penganut Evanjelikal menafsirkan
Alkitab atau cara mereka menganggap injil sebagai satu satunya sumber dan wahyu Allah,
umat Kristiani umumnya banyak belajar dari cara Alkitab khususnya Perjanjian Baru, dan
mengerakan, dan melestarikan, dan mengarahkan kehidupan dan identitas komunitas
Evangelikal. Mereka mengingatkan umat kristiani bahwa sikap semacam ini merupakan
bagian dari usaha mengungkapkan identitas diri, atau pembagian tugas, dari pengikut
Yesus Kristus, yaitu bahwa umat Kristiani adalah menimba baik kebenaran maupun
kehidupan dari Roh yang mereka temukan dari Firman Tuhan tertulis.
Kenyataan Adanya Kejahatan Dan Kebutuhan Akan Pertolongan
Didalam model penggantian terdapat pesan yang nyaring dan terus-menerus
dudengungkan, yaitu bahwa kejahatn itu nyata dan karena iti pertolongan dibutuhkan.
Yesus Satu-Satunya dan Segalanya
Seorang teolog Evangelikal terkenal, Miroslav Volf, menjelaskan tentang kepastian seperti
apa dan anggapan apa saja yang bisa di perkenalkan oleh Kristiani dalam berhubungabb
dengan umat beragama lain. Ia berbicara suatu ”kepastian sementara” yang secara
paradoksal memang pastinya seperti siafat sementara itu.
Yesus Kristus dalah jalan, kebenaran, dan hidup. Sebagai umat Kristiani kita harus
meyakini hal ini sebagai kebenaranya. Namun, kita tidak bisa meyakinkan sebagai
pengetahuan absolut, kita tidak bisa menerimanya sebagai kebenaran abadi. Manusia
bukan Tuhan, karena itu tidak bisa memiliki kebenaran abadi. ... semua keyakinan
Kristiani adalah keyakinan kita, keyakinan manusia dan karena itu selalu merupakan
keyakinan “sementara”. Kita menegaskan bahwa semuanya benar; tetapi ketegasan itu di
buat secara sementara. Saya menyebutnya ”kepastian sementara”. Ada yang anda sebut,
keabsolutan tentang keyakinan kita: kita tidak bisa melepaskan pendapat kita tetapi kita
hanya bisa menegaskan sebagai kebenaran. Jadi, tempat pijakan kita kuat untuk bekerja
dan berpikir. Namun, kita menegaskan bahwa tampat pijakan kita merupakan kebenaran
dengan cara sementara: kita yakin bahwa keyakinan kita benar. Sikap ini dapat
menghindari kita dari rasa sombong.

Bab 4. Terobosan Konsili Vatiakan Kedua


Model teologi agama-agama Kristiani yang di bahas dalam bagian ini merupakan satu
peralihan dari anggapan bahwa agama Kristiai sebagai ”pengantian” ke ”penyempurnaan”
terhadap agama-agama lain. Model ini merupakan berbagai wawasan dari model
sebelumnya dan menjawab berbagai persoalan yang muncul. Dengan demikian, model
merupakan langkah e depan dalam usaha agama Kristiani membaangun suatu pemahaman
yang berimbang tentang agama-agama lain. Kepada dua keyakinan dasar uamat Kristiani
yang telah kita dengar bersama: bahwa kasih Allah itu universal, di berikan kepada semua
bangsa namun kasih itu juga keluar dan di berikan secara nyata di dalam Yesus Kristus.
KILAS BALIK: SUATU TINJAUAN HISTORIS
Sepanjang pperiode ini, dengan beberapa pengecualian, para teolog dan pemimpin gereja
dan bisa di katakan uamat Katolik kebanyakan, tidak pernah membayangkan – atau tidak
berani membayangkan – bahwa Tuhan bisa menggunakkan agama-agama lain untuk
menawarkan rahmat, wahyu, dan keselamatan. Bahkan para Bapa Gereja, yang mengakui
adanya ”benih Firman” yang di sebarkan sepanjang sejarah, tidak pernah mengatakan
bahwa agama-agama dapat menjadi lahan subur bagi Firman ini. Kalaupun Firman atau
Roh Allah bertumbuh dan menyentuh kehidupan manusia di luar batas-batas gereja, itu
terjadi secara pribadi, melalui semacam penngalaman pribadi atau mistik. Karena hanya
seorang Juru Selamat, maka hanya ada satu agama yang benar. Tuhan tidak bisa memakai
agama lain selain agama Kristen. Sikap ini terus berlangsung sampai tahun 1990-an.
KARL RAHNER: SEORANG PIONER TEOLOGIS
Sekitar tahun 1960-an Karl Rahner mengarahkan teleskopnya itu ke ”agama-agama non-
Kristiani”. Apa yang di lihanya ternyata tidak banyak di lihat olleh umat Kristiani. Di
dalam kuliah perdanaya tahun 1961, ia menjelaskan tentang suatu masalah teologis yang
di rancangkan dengan hati-hati di mana dia menggunakan beberapa doktrin standar Katolik
dan memakainya sebagai bahan untuk membangun sebuah teologi agama-agama yanng
standar revolusioner. Berikut ini suatu tinjaun dari masalah tersebut.
Kodrat itu Dianugrahkan
Kalau mengatakan bahwa Tuhan itu kasih. Dalam 1 Yoh. 3:8, artinya bahwa tuahan itu
mau menjangkau dan merangkul semua manusia dan makluk hidup. Dengan kata lain,
yang lebih tradisional, Tuhan memang mau menyelamatkan semua orang. Namun, Rahner
mengingatkan kita bahwa apa yang Tuhan mau akan Tuhan lakukan. Jadi kalau benar-
benar Tuhan mau menyelamatkan semua orang, Tuhan akan bertindak apa saja yang perlu
agar maksudnya tercapai. Kalau kita tidak mau mengakuinya, kita tidak maupercaya
bahwa Tuhan itu kasih.
Agama Merupakan ”jalan keslamatan”
Rahner meneruskan pandangan dengan membuat anggapan yang, bagi kebanyakan umat
Kristiani, mengejutkan: Rahmat Allah bekerja di dalam agama-agama. Allah menawarkan
pengorbanan diri-Nya di dalam dan melalui kepercayaan, perbuatan dan ritual agama-
agama lain. Alasan Rahner membuat anggapaan seberani itu, sekali lagi, meruapakan
sumber utama lain bagi pengalaman dan teologi Katolik.
Keterbatasan Gereja dan Agama-Agama Lain
Bagi gereja dan misinya, Rahner menggambarakan sesuatu yang bisa menakutkan dan juga
mengilhami sesama umat Kristiani: gereja bukanlah satu-satunya pulau keselamatan dan
kebenaran di tengah-tengah lautaan kehancuraan dosa.
VATIKAN II: SUATU TONGKAT SEJARAH
Kalau Rahner adalah orang pertama yang membuka jalan menuju teologi agama-agama
Kristiani yang baru, Konsili Vatikan Keduan(1962-64) berjalan di atasnya. Konsili ini
berdiri di atas satu tongkat sejarah dari pada apa yang dikatakan gereja Kristiani tentang
agama-agama lain dan hubungan dirinya dengan mereka. Dibandingkan dengan sikap ”Di
luar gereja, tidak ada keslamatan” yang berlangsung dari adad ke-15 sampai abad ke-16,
Vatikan bukan sekedar tongkat sejarah, tetapi simpang dua di jalan. Rahner sendiri
kemudian menyatakan bahwa kebanyakan Uskub yang mengikuti konsili tidak benar-benar
mmahami bahwa jala ini baru dan penuh tuntutan. Seandainya mereka memahami mereka
akan bergerak lebih lambat.
”Segala Sesuatu yang Berharga Bisa Relijius Maupun manusiawi”
Apa yang di katakan umat beragama dengan jelas di dalam Deklarasi tentang Hubungan
Gereja dengan Agama-agama lain Non-Kristiani (Nostra Aiteta [NA]). Walaupun
seharusnya adalah suatu ”tongkat” sejarah, dokumen itu juga menjadi suatu pemikiran
yang sudah di takdirkan. Semula para uskub hanya bermksud menghasilkan satu
pernyataan tentang umat yahudi yang bisa membantu menghadapi dan memperbaiki sikap
Kristiani yang telah menyebabkan terjadinya anti-semitisme; suatu perspekif teologis
tentang Yudaisme di perlukan. Namun, saat uskup-uskub lain yan mewali daerah-daerah di
mana umat Kristiani menjalani kehidupan mereka bersama uamat beragama lain melihat
adanya peluang, mereka juga menghendaki pernyataan itu juga terbuka bagi agama-agama
lain selain Yudaisme. Jadi, apa yang semula di maksudka sebagai tambahan dalam Dekrit
tentang Ekumenisme berubah menjadi suatu ”deklarasi” tersendiri.
Apakah ”Cahaya Kebenaran” ”Jalan Keselamatan” ?
Seperti sudah terbukti, apa yang di katakan Vatikan II tentang agama-agama lain
bergabung bersama teologi Rahner yang baru – dengan dua pengecualian yang mencolok.
Demi kepuasan banyak orang, konsili tidak menerima pandanga Rahner tentang umat
beragama lain sebagai “Kristiani anonim” karena sebutan itu terlalu kontroversi bagi umat
Krstiani dan tidak mengenakkan bagi uamat Non-Kristiani. Tetapi banyak orang lai
kecewa karena konsili tidak menyetujui konklusi Rahner bahwa agama harus di lihat
sebagai kemungkinan,atau kenyataan, ”jalan menuju keselamatan” – alat di mana Allah
menghimpun semua umat manusia kepadanya. Sikap ini merupakan unsur utama dalam
pandangan Rahner tentang agama. Mengapa konsili tidak mendukung? Pertayaan ini
mengundang perdebatan hangat di antara para teolog Katolik.
Dari sejak awal, Vatikan II di rancang oleh Paus Yohanes XXIII sebagai konsili pastoral
daripada doktrinal. Artinya, konsili memilih untuk berbicara kepada umat, buakan kepada
para teolog. Dalam hubungan dengan Agama-agama lain, tujuan konsili adalah
”mengembangkan berbagai sikap saling memahami, menghormati, berdialog, dan bekerja
sama secara baru antara mereka dan agama Kristiani.” Berusaha menghakimi masalah-
masalah teologis yang kontroversial bisa menjadi penghalang bagi agenda pastoral dan
pribadi.
”persiapan bagi Injil”
Oleh karena itu, Vatikan II memang merupakan satu tongkat sejarah tentang sikap
Kristiani terhadap agama-agama lain – suatu tongkat sejarang yang ”setia”. Sementara
menuju ke arah yang tidak pernah terpikirkan oleh umat Krisiani sebelumnya, Vatikan II
juga berusaha agar arah itu tidak menyimpang dari inti Injil dan tempat khusus dari Yesus
Kristus dalam memberitakan kasih Allah kepada semua. Sesudah konsili itu, umat Katolik
– kaum awam, para teolog, dan pastor – berkewajiban meneruskan eksplorasi itu dan
mengembangkan lebih lanjut visi Vatikan II tentang agama-agama lain.

Bab 5. Keterbukaan dan Dialog


Yohanes Paulus II melangkah melampaui ini. Hal ini terbukti dari apa yang di
katakannya dan lebih nyata lagi dalam apa yang diperbuanya. Ia terus-menerus
berhubungan dengan umat beragama lain, dari kegiatan yang tergolong berani untuk
mengumpulkan agama-agama yang berbeda untuk bersama berdoa bagi pendamaian pada
tahun 1986, sampai padaperjalannya ke Palestina/Israel, dalam keadaan sakit dan lemah,
menjelang akhir masa jabatan kepausannya untuk mengusahakan terciptanya
komunikasidengan antar umat Muslim dan Yahudi, dan memohon pengampunan terhadap
berbagai dosa umat Katolik di masa silam.
TIGA LANGKAH KE DEPAN
Jika kita meniliti apa yag tertera di berbagai pernyataan publik yang di buat Vatikan di
bawa pimpinan Yohanes Paulus II tentang agama lain selama beberapa dekade belakangan
ini, ada tiga tema yang menonjol. Ketiganya merupakan langkah kedepen untuk
menelusuri jalan yang di buka Vatikan II.
1. Agama merupakan ”jalan keselamatan”.
Paus sendiri melalui proses ini dalam ensiklinya tentang kerjaan misi, Redemptoris
Missio (The Mission of the Redeemer[RM]), saat dia berbicara tentang Roh Kudus
yang mendiami ”struktur” kondisi manusia, dan kemudian ia menambahkan bahwa
napas Ilahi ini di temukan ”bukan hanya di dalam individu tetapi di dalam
masyarakat, dan sejarah, semua bangsa, budaya, dan agama” (RM 28). Roh
penyelamatan ini berdiam di dalam semua agama. Selanjutnya, di dalam
ensikliknya yang sama, paus memakai bahasa teknis untuk meyatakan bahwa
Tuhan bisa mengulurkan tangan-Nya dan menghimpun manusia kepadanya melalui
”berbagai bentuk mediasi” ini dilibatkan dalam peran meditoris sentral dari
Kristus, namun berbeda dari peran Kristus. Yang jelas, mediasi ini terdapat di
dalam semua agama.
2. Gereja harus dialogis
Thema kedua ini menyangkut umat Kristiani berusaha Kristiani.para pemimpin
Gereja Katolik selalu mengatakan kepada sesama umat bahwa di dalam daftar
pembagian tugas Kristiani ada sebuah butir baru: berdialok dengan umat beragama
lain. Menjadi seorang Kristiani berarti berdialog dengan mereka yang berbeda.
Agar gereja Katolik menjadi Katolik, ia harus menjadi Gereja yang dialogis.
3. Gereja merupakan pelayanan dalam pemerintahan Allah.
Sampai paro abad kedua abad lalu, telogi Katolik mengajarkan bahwa ajaran
semacam ini terjadi hanya di dalam gereja: ajaran itu menyamakan Kerajaan
dengan gereja. ”Gereja” di sini umumny berarti ”Roma Katolik”. (sampai Vatikan
II barulah Gereja Katolik secara jelas mengakui bahwa gereja-gereja Protestan
benar-benar kristiani, yaitu gereja-gereja yang autenik).
MENGEMBANGKAN DIALOG
Kebanyakan usaha masa kini untuk mengembangkan pandangan Katolik agar menjangkau
lebih luas lagi, tanpa memutuskan tali kehidupan dengan tradisi masa lampau, di sebut
”berpaling ke Roh”. Hal ini jelas terlihat dalam diri dua Tokoh utama Katolik: Gavin D’
Costa dan Jacques Dupuis SJ. Keduanya ingin mengkuti jejak Yohanes Paulus II dan
berusaha menunjukan bahwa dengan Roh sebagai. Berangkat dan pusat, uamat Kristiani
bisa terbuka bagi sesama maupun juga lebih setia kepada Injil.
Beberapa Pandangan Katolik Lainya
Sepetri Dupuis, para teolog Katolik lainy berpendapat bahwa kalau seorang Kritiani tidk
lagi menempakan Yesus Kristus sebagai pusat dari apa yang Allah lakukan dalam
keseluruhan sejarah, ia bukanlah seorang kristiani.
Para teolog katolik lainya lebih lanjut mengatakan bahwa kualitas Yesus yang ”definitif”
atau ”kata akhir” (lats word) peting bagi kehidupan umat kristiani, buakan hanya
mengusahakan agar visi Yesus tentang dunia ini dapat terwujut, tetapi juga untuk
menangkal berbagai kejahatan yang telah mengorogoi dunia ini.
Seperti kata Karl-Josef Kuschel: ”seandainya di samping atau di luar Kristus ada inkarnasi
atau penyataan lain yang sama sempurnanya, maka Tuhan akan menjadi teka-teki yang
tidak bisa di pecahka dan kredibilitasnya diragukan. Hal ini senada dengan pikiran Karl
Rahner – kewajara manusia memberi hidup sewajarnya da sepastinya, kepada apa yang
baik dan benar membutuhkan pernyataan kebenaran dan kebaika yang utuh dan definitif –
atau apa yang Rahner sebut seagai ”Juru Selamat absolut” yang absolut itu selalu Tunggal.
Hellwig menjelaskan secara singkat mengapa ia menganggap ”taruhan ini baik” dan
mengapa orang lainbisa menganggapnya baik juga:
Sebagai umat Kristiani, kita memahami kebutuha manusia akan penebusan dari
pementingan diri, sikap kejam terhadap yang lemah, diskriminasi, dan sikap eksklusif.
Penebusan ini terjadi dan melalui Yesus Kristus karena ia telah melaluinya dan
meneruskan di antara para pengkut setianya. Kita dari berbagai pengalaman bahwa saat
manusia melaksanakan kemungkinan yang di sediakan oleh Yesus, terjadilah pertumbuhan
ke arah kepenuhan hidup, pengharapan, komunitas, dan kebahagiaan.
Hellwig menyusn pemikiran ini sebagai peraturan yang menantang baik atau tidak,
tergantung bukan hanya dari siapa Yesus itu tetapi juga bagaimana umat Kristiani hidup
sesuai denga apa yang di ajarkan Yesus.
Berbagai Suara Gelisah dari Asia
Para uskub di Asia terus saja bertanya: bagaimana kita dapat berbicara dan memahami
tentang Yesus secara berbeda dari apa yang di lakukan dalam Gereja-gereja di Eropa dan
Amerika? Bagi mereka jawabanya tidak mudah. Pada umunya mereka berpendapat bahwa
”dalam tradisi Timur jauh biasanya yang di cari adalah kerukunan dan bukan perbedaan”.
Jadi seperti yang di unkapkan oleh Kardinal Julius Darmaatmadja dari indonesia kepada
paus sesudah persidangan para uskub Asia, bangsa-bangsa di Asia lebih senang berbicara
tentang Yesus bukan sebagai ”satu-satunya Anak Allah dan Juru Selamat”, tetapi sebagai
”Guru Kebijakan” (Teacher of Wisdom), Penyembuh (the Healer), Pembebas (the
Liberator), Sahabat penuh kasih terhadap yang miskin, Orang Samaria yang murah hati.
Semua gelar ini mengacu pada kekhususan Yesus tanpa harus menyangkal kekhususn
lainya dan kemungkinan terjadi saling belajar dan bekerja sama dengan yang lainya.

6. Model Pemenuhans
Wawasan dan Pertanyaan
Apakah model ini bisa menyeimbangkan antara peranan agama dan partikularitas Yesus
Kristus dengan kasih Allah yang universal? Apakah model ini benar-benar mengikuti
berbagai arah baru yang di kemukakan sampai tercapainya suatu tujuan?
WAWASAN
Kebenaran dan Rahmat dalam Agama-Agama
Kita tahu bahwa betapa lamban dan hati-hatinya teologi Katolik dalam menggumuli hal ini
sampai pada konklusi bahwa semua agama bisa menjadi ”jalan keslamatan, saluran kasih
Allah yang menyelamatkan”. Kalau seperti kata para teologi Katolik, selalu terjadi
”pengembangan doktrin” sepajang sejarah Kristiani maka inilah suatu perkembangan baru,
yang rupanya akan tempat permanen dan terhormat dalam rentetan bagi kepercayaan
Kristiani.
Dialog Penting bagi Kehidupan Kristiani

 Dialog merupakan kebutuhan dunia.


 Dialog juga merupakan kebutuhan umat Kristiani

PERTANYAAN
Apakah Model pemenuhan Benar-Benar Memberi Peluang Berdialog?
Ini tidak berarti Berdialog menggunakan Model Pemenuhan akan bersikap seerti gajahh
atau memperlakukan agama lain seperiti tikus. Keinginan kebanyakan umat Katolik untuk
bena-benar berdialok tidak menggunakanya sebagai umpan pertobatan adalah tulus. Di
tingkat akar rumput adalah dan berbagai hal yang belum mereka ketahui sebelumnya
mereka telah mengalami tranformasi karena mereka telah berdialok sama umat Budha dan
lainya.
Bagaimana Cara Yesus Menyelamatkan?
Dalam membahas Model Pemenuhan ini, kita telah melihat bagaimana umat kristen
berusah mengutarakan keyakinanya mereka sementara mereka bersedia berdialog.
Masalahnya adalah partikularitas Yesus cenderung lebih menonjol.dari pada universalitas
kasi Allah dan ini merupakann kata akhir umat Kristen dalam berdialog. Jadi tentangan
bagi teologi agama-agama Kristiani adalah bagaimana menyelamatkan, bagaimana Yesus
mengubah kehidupan dan memenuhinya dengan damai dan kuasa kehadiran Allah.
MODEL MUTUALITAS ”Banyak Agama Terpanggil Untuk Berdialog”

Bab 7. Jembatan Filosofis


Jadi, dalam bagian ini, kita berharap bahwa turn naiknya papan jungkat-jangkit akan
berbeda dari apa yang kita bahas dalam bagian terdahulu. Kalau model pemenuhan lebih
menitik beratkaan pada partikular Yesus, model mutualitas agama-agama lain. Kedua
model ini mencari keseimbangan, dan mana di antara keduanya yang lebih bisa
melakukann keseimbangan, dan mana di antara keduanya yang bisa melakukan dengan
lebik baik akan menjadi diskusi yang berkepanjanganya di antara uamat Kristiani.
TIGA PERTANYAAN
Model Mutualitas akan menjawab tiga pertanyaanyang menyangkut baik kekuatan maupun
arahnya. 1. Bagaimana umat Kristiani terlibat dalam dialok yang lebih autentik dengan
umat beragama lain? 2. bagaimana kita bisa menciptakan medan msin ysng setara untuk
dialog? 3.bagaimana kita dapat dengan lebih jelas memahami keunikan Kristus sehigga
dialog bisa terus di pertahankan?
Inilah ruapanya bagaimana umat Kristiani mau bereksperimen dengan menggunakan
model mutualitas untuk memahami agama-agama lain.
TIGA JEMBATAN
Citra yang di sukai para penganut model mutualaitas untuk menggambarkan berbagai
implikasi dari prospek mereka adalah ”menyebrangi [sungai] Rubincon”. Model ini
menganndung umat Kristiani untuk bergerak sehingga seperti yang di lakukan [Julius]
Cecar, mereka berada di medan yang baru yang penuh dengan berbagai kemungkan baru
yang penuh dengan berbagai kemungkinan baru maupun ketidak pastian baru. Apapun
yang masalahnya, walaupun Model ini bukan sesuatu yang sama sekali baru (sehingga
umat Kristiani harus meninggalkan model yang lama), Model ini melakukan Ekplorasi
terhadapp sesuatu yang memang baru (sehigga membutuhkan peninjauan ulang secara
radikal). Akan ada di bahas tiga jembatan yang berbeda tetapi saling mengisi yang
merupakan isyarat bagi umat Kristiani untuk menyebrang ke Model Mutualitas. 1.
Jembatan filosofis historis 2. jembatann religius mistik 3. Jembatan etis-praktis
Jembatan Filosofis Historis
Seorang teolog Kristiani yaitu John Hick, adalah seorang teologi inggris yang perjalanan
spritual dan intelektualnya tealah membuka satu jalan yang dikenal oleh banyak umat
Kristiani. Ia mengalami suatu pertobatan satu ”pertobatan spritual” yang mengejutkan yang
mengubahnya menjadi “seorang Kristiani yang sangat Evangelikal dan Fundamentalis”.
Tetapi pada permulaan1970-an Hick menyuarakan pandanganya tentang apa yang di sebut
revolusi kopernikus di dalam agama Kristiani. Sejak itu suara ini terus berkembang dan
berkumandang di dalam tembok universitas dan gereja. Sebagai seorang filssuf dan teolog,
hick bersuara dengan hati-hati dan sopan, namun teliti. Ia banyak di kritik, kebanyakan
oleh rekan-rekannya sendiri.
Peta Baru Agama-Agama
[Teologi] ini menyangkut suatu ... tranformasi radikal dalam konsepsi tentang iman sejagat
dan tempat dari agama kita di dalamnya. ... [Teologi ini] menurut suatu perubahann para
didigma dari berpusat-pada Kekristenan atau berpusat –pada Yesus ke model iman sejagat
yang berpusat-pada Allah. Di sinilah agama-agama dunia yang besar ini di lihat sebagai
repons yanng berbeda-beda dari amanusia terhadap suatu realitas Ilahi, yang terkadang
dalam perseppsi yang berbeda-beda yang terbentuk dalam lingkungan sejarah dan budaya
yang berbeda-beda.
Menghindari Licinya Tebing Relativisme
Sebagaian besar tokoh dar model mutualitas menjawap tidak. Mereka sadar akan bahaya
dari model mereka ini. Untuk memperlluas gambaran ini, siapa siapa saja yang yakin
bahwa hanya ada satu puncak gunung unntuk semua jalan semua jalan yang berbea-beda
harus berhati-hati terhadap jalan menurun dan ”bertebing licin dari relativvisme”. Seorang
seorang relativis bersiteguh bahwa semua jalan religius, betapapun asing dan aneh
kelihatanya, selalu mengarah ke atas. Akkhirnya, mereka akan tiba pada puncak gunung.
Jadi, jalan apapun yang anda tempuh, berjalanlah terus!
Namun, Hick dan teman filsuf yang berbeda di anjungan filosofis berpendapat: perbedaann
tetap bermasalah – atau bermasalah. Secara sederhana dapat di katakan: kalau banyak
kebaikan dallm agama, banyak juga keburukanya. Oleh karena itu, perbbedaan harus di
ungkapkan. Maka, harus bisa dibedakan antara berbagai jalan agama yang menngarah ke
atas dan yang mengarah ke bawa atau tersesat saat berbalik arah.
Bagaimana dengan Yesus?
Dari keseluruhan pemabahasan pada dasarnya, pemahaman Hick tentang keunikan Yesus
dapat di ringkas dalam kata-kata Latin yang elegan namun dalam terjemahannya
kehilangan elegansiya: di hadapan sesama umat mereka dari agama lain, umat kristiani
bisa dan harus menyaksikan bahwa Yesus adalah totus deus – Tuhan seutuhnya. Namun,
mereka tidak bisa, da tidak boleh menganggap bahwa ia adalah totum Die – Tuhan
keseluruan. Siapa Yesus itu semua yang Ia lakukan dan dan Ia katakan di proleh dari, dan
di nyatakan dari, Roh Ilahi. Namun, siapa Roh Ilahi itu dan apa yang di lakukanya tidak
terbatas hanya kepada Yesus, atau kepadai inkarnasi Ilahi manusia siapa pun. Ini bukan
sekedar pernyataan filosofis. Menurut kebanyak ahli Perjanjian Baru, Yesus juga berpikir
demikian: ”bertentangan dengan berbagai Kristologi yang datangnya kemudian (dan
bisanya sesat), Yesus seperti yang di saksikann Injl dan surat-surat Perjanjian yang lebih
baru tidak mau di anggap sebagai Allah dari semua Allah yang ada.” Dengan demikin,
terbuka kemungkinan bagi berbagai tokoh agama lainnya untuk juga menjadi tous Deus,
atau ”Tuhan seutuhnya.” Kalau jembatan filosoofis ke model mutualitas yang di
kembangkan Hick untuk memahami agama-agama lain tertentu sempit atau menuntut umat
kristiani untuk berpikir sedikir rasional, ada banyak jembatan penyebrangan lainya, seperti
yang akan di bahas dalam Bab berikut, yang terbukti bisa lebar dan mulus.

Bab 8. Jembatan Mistik dan Profetis


Bagi umat Kristiani yang berjalan di atas mistik-religius, apa yang penting bukanya hanya
Ilahi yang tidak terbatas (semua orang tahu itu), tetapi misteri Ilahi adalah realitas yang
sama di rasakan di dalamm agama lain. Namun dalam Bab ini, pemandu utama kita adalah
salah satu pionir terbaik, yang sudah teruji, terpelajar, dan menantang dalam hubugan
dengan dialog antar-agama selama abad yang lalu: Raimundo Panikkar.
Keutuhan Kosmis-Ilahi-Manusia
Apa yang di lihat dari sudut pandang pengalaman mistik adalah sesuatu yang bermanfaat
bagi keanekaragaman yang banyak dan kesatuan yanng mendalam dari semua agama.
Sebagai suatu pangalaan, kita terilhami dengan rasa menjadi satu, terhubung, beresatu, dan
menjadi bagian dari. Yang dengann kita menjadi-satu bukan hanya misteri ilahai yang
transenden; Misteri ini, menurut Pannikar, dialami sebagai menjadi-satu dengan manusia
dan dengan dunia materi.
Satu DAN Banyak
Bukan sekedar ada jalan yang berbeda-beda menuju ke tempat puncak, tetapi puncak itu
sendiri bisa runtuh kalau semua jalan itu hilang. Puncak itu dalam pengertian tertentu
merupakan akibat lereng yang mengarah ke sana ... bukan karena realitas ini [misteri
Terakir] memiliki banyak nama seakan ada satu realitas di luar nama-nama itu. Realitas itu
adalah nama yang banyak itu dan tiap nama merupakan suatu aspek baru.
Bagaimana dengan Yesus
Kristologi yang di segarkan ini bertumpu pada bagaimana Pannikar dan Amaladoss
mmemakai istilah “Kristus”. Pada prinsipnya, meereka menggunakan Kristus sebaagai
sinonim untuk citra yang terdapat di dalam Injil Yohanes dan yang di pakai secara luas
dan kreatif oleh Bapak Gereja: wacana atau Logos.
JEMBATAN ETIS-PRAKTIS
Mereka mengakui adanya berbagai keterbatasan dari semua agama historis, begitu pula
keterbatasan sentrum mistik dalam semua agama yang terus di landa perbedaan. Namun
mereka mengingikan jalan lain untuk melakukan dialog mutualis antar agama karena,
mereka yakin jalan ini sangat penting dan sangat menjanjikan.
Masalah Bersama = Asas Bersama
Kesakitan yang menggorogoti jutaan orang sekarang ini muncul dalam berbagai banyak
bentuk berbeda, namun semuanya saling berhubungan.
 Kemiskinan (powerti)
 Kezaliman (victimasition)
 Kekerasan (violence)
 Patriarki
Yesus Sang Pembebas
Edward Schillebeeckx, salah seorang yang berhasil dan terkenal pada abad lalu,
menggambarkan kerajaan Allah yang di perolehya dari studi yang luas tentang Yesus
sejarah, sebagai berikut.
Kerajaan Allah dalah kehadiiran pennyelamatan Allah, aktif dan mendorong, seperti yang
di yakini dan di terima di antara manusia. Ia merupakan kehadiran yang menyelamatkan. ...
di mana keadilan dan damai di antara manusia dan bangsa-bangsa, pemberantasan
penyakit, dan ketidakadilan, dan penindasan, restorasi kehidupan yang sudah punah atau
seadang mengalami kepunahan, merupakan wujutnya di atas segala-galanya.
Keunikan Yesus Di Pahami Ulang
Dari sudut pandang inilah, kepada umat Kristiani, Pieris memperkenalkan apa yang
memang unik tentang inkarnasib Allah di dalam Yesus. Inkarnasi itu sendiri – yaitu yang
ilahi menjadi manusia – adalah, seperti kata Pieris, tidak unik atau mengagetkan. Padaa
keyataannya, “semua yang di ciptakan oleh Allah itu baik; semua ciptaan adalah tubuh
Allah.

Bab 9. Model Mutualitas.


Wawasan dan Pertanayaan
Sesuai dengai model dengemahami cara model mutualitas memahami Yesus, kita bisa
menemukan empat masalah atau tantangan utama: 1. Kebutuhan akan berbagai jawaban
yang baru; 2. Yesus lebih dari sakramen dari pada kepausan; 3. Kristologi Roh; 4. Apa
yang di sebut kristologi mutualitas.
Kebutuhan atau berbagai jawaban baru
Apakah berbagai cara khusus menginterprestasi ulang keunikan Yesus ini absah dan
berterima di dalam komunitas kristiani, saat ini, bukanlah masalah. Wawasan pertama dari
model mutulitas dalam mendorong semua gereja menerima semacam reinterpretasi dari
bahasa tradisiaonal kristiani tentang Yesus sebagai satu-satunya atau Juru Selamat dan
pembawa wahyu merupakan sebuah kebutuhan.
Yesus sebagai Sakramen
Inilah bagaimana umat Kristiani, khususnya Katolik, selalu memhami sakramen –
bagaimana cara kerjanya dan mengapa sakramenitu penting . ”sakramen”, satu kata yang
bagi umat Kirstisani berarti ”simbol”, memang sangat berpengaruh karena ada sesuatu di
dalam dan di rasakan yang memang benar ada atau yag sudah ada di sana, namun mungkin
belum hadir atau aktif di dalam kehidupan bagaimana seharusnya.
Kristologi Roh
Pada satu pihak, Kristologi Roh menerangkan normativitas [tantaangan dan arti] dari
Yesus kepada manusia pada umumnya. Karena Yesus di berdayakan oleh Allah sebagai
Roh menawarkan keslamatan yang benar, yang relevan, dan karena itu normatif. Di pihak
lain, seperti yang di saksikan oleh Firman agama Yahudi dan Kristiani, Allah sebagai Roh
tealah hadir dan berkarya di dalam dunia untukkeselamatan manusia sejak ”awal mula”,
tanpa hubungan kausal dengan pemunculan historis Yesus.
Kristologi mutualitas
Sesungguhnya Tuhan telah berbicara di dalam Yesus secara penuh, final, dan menantang
secara universal, tetapi Tuhan tidak akan mealakukanya hanya di dalam Yesus. Oeh karena
itu, menjadi suatu kebutuhan untuk memberitakan dan di beritakan.

PERTANYAAN
Menjalarnya Imperialisme?
Alat utama yang di pakai oleh berbagai kelompok yang memiliki privilese untuk menutup
kedok hegemoni mereka melalui satu bentuk bahasa yang kontributif dan kooperetif; agar
keompok-kelompok semacam itu bisa meyakinkan mitra dialog publik mereka bahwa
semua suara setara, maka sedemikian itulah dialog akan mengalihkan perhatian dari
ketidak setaraan distribusi kekuasaan yang mendasari dialog itu.
Menjalarnaya relativisme?
Semua ini menempatkan umat Kristini mutualis dalam dilema. Agar bisa menghindari
relativisme, mereka harus memberi isi yang spesifik dan normatif pada asas bersama.
Apakah Model Mutualitas Ini benar-benar Kristiani?
1. Apakah pandangan ini suatu pengingkaran dari tradisi
Umat Kristiaani menggunakan bahasa simbol semacam itu, dengan semua implikasi
memberi Yesus ”kedudukan”, di dalam dunia yang yang syarat dengan agama lain.
2. Apakah berbagai pandangan baru tentang Yesus ini bisa menolong spritualitas kirtiani?
Jadi alasan mengapa berbagai pandangan tentang Yesus ini tidak bisa di terima di dalam
Peoria agama Kristiani bukan hanya bertentangan dengan kkesaksian perjanjian baruu dan
isi katekismuss, tetapi juga – dan terutama – karena pandangan-pandangan sedemikian
tidak menggemakan apa yang di rasakan umat kristiani di dalam hati mereka tentang
Yesus.

Bab 10. Menciptakan Perdamaian dalam Perbedaan Radikal

Model ini berkembangann selama dua dekade terakir abad ke-20 baik sebagai ”anak
zamanya” (child of its times) maupunsebagai reaksi tehadap berbagai kekurangan model
lainya yang ada di dalam teologi agama-agama Kristiani.
KONTEKS: POSTMODERN KITA
Para postmodernis sangat berhati-hati dan menghindari berbagai aspek dunia
”pencemaran” moderen yang di ringkas berikut ini.

 Keyakinan berlebihan terhadap kemampuan berpikir.


 Data empirikal primer dan terandalkan.
 Penjangkauan terhadap berbagai pandangan mitos-mistik tentang dunia.
 Mencari kebenaran universal.

Kita akan membedakan tiga ungkapan yang berbeda, tetapi saling berhubungan, dari model
ini, yaitu
1. Dasar-dasar pascalibral. Dalam bagian ini, kita akann membahas pekerjaan peletakan
batu pertama dan pembangunan fondasi dari seorang teolog tertentu, George Lindbeck,
yang kemudian mempengaruhi banyak teolog dan kaum awam Kristiani.
2. Banyak agama = banymerupaak keselamatan. Pendorong utama (ke arah ini adalah)
adalah S. Mark Heim.
3. Tologi komparatif. Ungkapan Model Penerimaan ini tidak tergantung dari, teatapi
menggemakan pekerjaan dasar paschaberal dari Lindbeck dan Heim. Tologi ini
menghimbau umat Kristiani dan para teolog untuk mengesampngkan berbagai pelatihan
filosofis dan teologis mereka dan langsung masuk ke studi tentang merangkul agama-
agama lain.
Apologi untuk Apologita
Hal ini, menurut Griffits, menjalankan agama dan dialog begitu penting, menguntungkan,
dan menyenangkan. Dalam masalah agama,, kita berhadapan dengan absolut – yaitu
berbagai alasan komperhensif dan mengungguli.
Tempat Kristus
Oleh karena itu, para pengikut model penerimaan ini, kata-kata ”hanya Kristus”
merupakan kebiasaan Kristiani yang mereka terima tanpa pertanyaan, bukan hanya karena
mereka adalah umat Kristiani yang serius tentang apa yang di warisi sebagai tradisi
mereka, tetapi jugaa mereka adalah para filsuf yang tahu bahwa kalau anda tidak menerima
inti kata-kata ini dengan serius, barangkali Anda sedang membuat pendapat sendiri
tentangnya.

Bab 11. Perbedaan Sejati Memungkinkan Dialog Sejati


BANYAK AGAMA, BANYAK KESLAMATAN
S. Mark Heim adalah seorang yang bis adi katakan menulis dengan hati. Di besarkan
dengan keluarga Kristiani Evangelikal, ia sangat komit dan Kabar Baik dari Yesus; tetapi
karena saat ia berada di Asia Selatan ia tidak hanya belajar dan mengajar, tetapi juga
merasakan kedalaman luar biasa dari agama-agama Asia; ia juga tertarik dengan nilai-nilai
kebaikan agama-agama lain. Bagi Heim kemungkinan yang paling menjanjjikan untuk
mencapai (atau mendekati) keseimbangan adalah Model pennerimaan – tetapi
”penerimaan” di usahakan semaksimal mungkin.
Bukan Hanya Jalan Berbeda, Tujuan pun Berbeda
Bagi Mark Heim, perbedaan antar agama bukann haanya sekedar di bawah kulit, atau
hanya bahasa. Berbagai perbedaan itu menyangkut jiwa mereka, menyangkut tujuan terakir
dan ”pemenuhhan” mereka, lanjut Heim.
Heim tidak mau memaksa salah satu model yang Terakhir pada semua agama. Namun
dalam buku yang di tulisnya sesudah menemukan pandaangan tentang Salvations (banyak
Keselamatan), ia berusa menujukan kepada sesama umat Kristiani bahwa, bertentangan
dengaan berbagai harapan mereka, agama Kristiani memiliki banyak sumnner yang
menolong ynag denga mereka bisa memahami keaneka ragaman tujuaan yang terakir dan
bahkan keanekaragam dari tujuan terakhir Ilahi. Oleh karena itu, ia memberi judul bukunya
The Depth of Riches.
Pentingnya Persahabatan
Untuk berteologi secara komparatif , umat Kristiani akan mampu mengembangkan
persahabatan abadi dengann sesama umat non-Kristiani sebagai cara bermanfaat untuk
berselisish pendapat secara jujur dan mendalam. Teman yang saling belajar satu sama lain
juga saling berselisih pendapat.
Peranan Yesus?
Fredericks sangat eksplisit dalam nasihat-nasihatnya mengatakan bahwa saat para teolog
seperti John Hick mengemukakaann reinterpretasi tentang devinitas Yesus yang mitologis
dan simbolis yang menempatkan Yesus yang mitologis dan simbolis yang menetapkan
Yesus sejajar dengan simbol atau inkarnasi lainya, maka akan ada satu agama yang tidak
akan diakui sebagai agama Kristiani, bukan hanya oleh umat Kristiani, tetapi juga oleh
umat Budha dan Hindu. Oleh karena itu, bagi Fredericks, berkomitmen kepada Yesus
Kristus sebagai anak Allah yang unik tidak mengalami kerapuhan umat Kristiani terhadap
agama-agama lain atau kesedian mereka untuk merasa di goncang dan di transformasikan
oleh berbagai teks dan simbol lainya.

Bab 12. Model Penerimaan


WAWASAN
Kita semua adalah Inklusivis
”Inklusivisme” adalah istilah yang biasa terhubung dengan apa yang di sebut dengan apa
yang di sebut Model Pemenuhan. Model ini merupakan suatu pndekatan yang menegaskan
adanya kebenaran dan kebaikan dalam agama-agama lain, tetapi menilai kebenaran dan
kebaikan itu menurut kriteriaanya [dari Model Pemenuhan] dan kemmudian berusahaa
mengembangkan berbagai nilai agamaa-agama lain itu lebih jauh dengan mengundang
mereka untuk di “liabatkan” atau di “penuhi” olehnya [oleh Model Pemenuhan].
Nilai Perbedaan
Bagi model Penerimaan, sebaliknya. Perbedaan itu sama nilainya dengaan kesamaan.
Sebenarnya, bisa di kaakan bahwa bagi kebanyakan penganut Model Peneriamaan yang
kita temi di bab ini, perbedaan lebih bernilai. Perbedaan bisa lebih menjadi rahmat
kehidupan dan pewahyuan Allah dari pada kesamaan.
Dialog Merintis Jalan Menuju Teologi
Untuk benar-benar membuka diri mereka terhadap ke- liyan-an dan juga mungkin ketidak
sepakat agama-agamaa lain, maka umat kristiani perlu mendengarkan beberapa peringatan
yang di ajukan oleh para teolog komparatif – menjadikan dialog dengan agama-agama lain
sebagai jalan menuju teologi agama-agama.
Apakah Bahasa Merupakan Sebuah Prisma atau Penjara?
Kemungkinan terperangkap dalam agama yang di jelaskan dalam tiga bahaya yang di
ingatkan oleh para kritikus Model penerimaan:
1. Isolasionisme
2. Relatifisme
3. Fideisme
Bisakah Berbagai Keslematan Menyelamatkan Dunia Kita?
Usaha Heim untuk mengemukakan kemungkina ada banyak keslamatan dalam doktrin
Kristiani tentang Trinitas baru setengah lingkaran. Ya umat Kristiani percaya tiga pribadi
ilahi berarti bahwa ada tiga perbedaan sebagai bagian permanen dari hakekat Allah; dan ini
bisa berarti seperti di simpulkan Heim, bahwa hal ini ada dan hidup secara abadi di antara
agama-agama. Tetapi itu hanya setengah lingkaran dari keyakinan Kristiani akan Allah
Tritunggal; setengah lainya adalah keesaan: tiga pribadi ilahi, menurut keyakinan
Kristiani , memeliki kesamaan yang memmampukan mereka saling berhubungan dan
saling menolong sehingga tercapai kesatuan erat antar mereka.
Banyak yang Absolut = Tidak Ada yang Absolut?
Untuk meninggalkan apa yang di sebut sebagai anggapan absolut tentang kebenaran tidak
berarti membuang anggapan partikular maupun universal tentang kebenaran yang melekat
dalam pengalaman religius dan pengalama kebanyakan agama.
Dapatkah Teologi Komparatif ”Bebas-Teologi”?
Ia tidak memberi kemungkinan bahwa keselamatan bisa di sediakan oleh baik Yesus
maupun pengalaman tentang Brahman, juga dalam cara memuaskan dan ”final” bagi umat
kristiani dan umat Hindu (seperti yang di desak oleh S. Mark Heim). Bentuk dialog dengan
pemikiran terbuka yang di ajukan oleh para teolok koomparatif agar sesama umat Kristiani
sama-sama merangkul juga merupakan anjuran yang sama bagi para teolog komparatif
untuk mempertimbangkan dengan lebih teliti lagi tentang keunikan Yesus.
Konklusi yang Inkonklusif
Di dalam konklusi ini, kita meninjau ke belakang untuk melihat adanya pluralisme
Kristiani yang juga merupakan kenyataan yang membingungkan – keragaman kebhinekaan
teologi agama-agama.
Namun setelah meneliti bagaimana umat krisstiani berupayaa menyikapi tantangan ini, di
temukan begitu banyak pandangan dan Model Kristiani yang bahkan bisa membingungkan
dari pada ke-banyak-an (manyness) agama.
Dalam konteks ini saya berupaya mengangkat dan berusaha menjawab pertanyaan-
pertanyaan ini: dapatkah kita mengatakan hal yang sama mengenai pluralisme teologi
Kristiani dengan yang di katakan mengenai pluralisme agama – yaitu bahwa keyataan ini
merupakan masalah yang juga adalahh janji? apakah keagamaan Kristiani merupakan
berkat dan sekaligus sesuatu yang memalukan? Dapatkah kemajemukan pendekatan
Kristiani terhadap agama-agama lain menghasilkan buah, tetapi juga mengecewakan bagi
gereja-gereja?
Di akhir perjalanan ini, saya akan memandang ke belakang dan berusaha menyorot
beberapa bagian Injil khusus yang terkenal yang bercahaya di sentrum tiap model yang
telah di bahas.
1. model penggantian. Kehidupann seseorang, atau agama seseorang, akan berubah
sesudah bertemu Yesus. Banyak hal – paling kurang beberapa hal – akan di gantikan. Ini
wajar saja akibat dari Injil Yesus mau merubah ke arah yang lebih baik (ini berarti
kehidupan dan dunia kita selalu bisa di perbaiki).
Dari model penggantian ini, umat Kristiani belajar bahwa kalau dialog dengan umat
beragama lain selalu lancar dan menyenangkan, itu berarti ada yang salah. Barangkali kita
telah menguragi arti atau melupakan kata-kata “keras” yang juga ada di dalam Injil Yesus
tentanng kasih.
2. Model Pemenuhan. Menurut model pemenuhan, kalau umat krisstiani tidak berusaha
untuk melakukan perbaikan – pemenuhi – terhadap yang lain di dalam dialog, mereka
menyia-nyiakan kuasa dan makna dan makna siapa Yesus itu.
3. Model Mutualitas. Alasan mengapa umat Kristiani perlu terbuka terhadap pemenuhan
melalui dialog, teologi mutualis agama-agama menjawab, adalah karena Allah yang Yesus
wahyukan kepada kita metrupakan suatu Misteri dan Kasih yang akan selalu lebih besar
dari apa yang kita pikirkan.
4. Model Penerimaan. Selalu ada “banyak” kalau kita berbicara tentang “agama” – ini
dalah peringatan radikal dari Model Penerimaan. Atau lebih teologis: Allah menyukai
diversitas. Ya, Allah menyukai persekutuan – tetapi tidak untuk menghancurkan diversitas.
Sekali lagi: yaitu, antara persekutuan dan diversitas. Yesus memanggil kita untuk
bersekutu, tetapi tidak perah dengan mengorbankan diversitas
PENTINGNYA KERJA SAMA ANTAR-AGAMA
Jadi, baik hubungan antar-agama maupun antar-Kristiani, dialog dan teologi akan
membentuk llingkaran yang menghidupkan dan terus-menerus berputar. Baik teologi
(usaha untuk memahami diri sendiri) dan dialog (usaha untuk bertindak dengan dan
memahami orang lain) akan saling menghimbau, saling menghidupkan, saling menantang,
saling mentranspormasikan.

Anda mungkin juga menyukai