Anda di halaman 1dari 15

Sekilas Sejarah Gereja Kristen

Beraliran Protestan di Dunia dan di Indonesia1


Pdt. Boydo Rajiv Hutagalung2

1. Asal Usul Kekristenan dalam Perspektif Teologis


Kekristenan merupakan kepercayaan yang didasarkan atas iman kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang dalam bahasa ajaran (dogma) Kristen diungkapkan sebagai Allah Tritunggal, yakni
Allah yang dalam karya-Nya menghampiri manusia dan terhayati bagaikan Sang Bapa yang
memelihara anak-anak-Nya, bagaikan Sang Anak yang menunjukkan ketaatan total atas
perintah Bapanya serta menunjukkan keteladanan sempurna bagi seluruh manusia, dan
bagaikan Sang Roh Kudus yang Maha hadir membimbing batin, mencerahkan akal, memberi
daya dalam menjalani segala aspek kehidupan.

Kekristenan memiliki akar yang sama dengan agama Yahudi, yakni sama-sama menyembah
Allah Yang Esa dan Maha kuasa. Secara lokal kondisi bangsa Israel yang dijajah oleh
berbagai bangsa seperti Babel, Persia, Yunani, dan Romawi membuat kehidupan mereka
mengalami tekanan yang begitu berat dan kehilangan pengharapan. Israel menanti-nantikan
sosok yang dapat memulihkan kehidupan sosial-politik mereka. Inilah yang disebut
“Pengharapan Mesianik” (Mesias berasal dari bahasa Ibrani Masyiakh yang berarti “Orang
Yang Diurapi/Diberi Kuasa khusus untuk menyelamatkan” atau dengan kata lain “Juru
Selamat”).

Di sisi lain, kehidupan umat Israel yang penuh tekanan itu tidak kunjung membangun
kesadaran beragama yang kokoh namun relevan secara sosial. Malahan muncul kelompok-
kelompok religius yang disebut “Farisi” atau “Ahli Taurat” yang terlalu menekankan pada
kesalehan pribadi dan ketaatan bersifat legalistik yang akhirnya menghasilkan peminggiran
(marjinalisasi) terhadap kelas sosial tertentu. Di sisi lain kelompok religius “Imam-Imam”
terlalu melekat dengan pemerintah penjajah demi mempertahankan “zona agak aman-
nyaman” saat itu, yakni menghindari penindasan dari pemerintah Romawi. Jadi secara sosial-

1
Artikel ini dipersiapkan untuk perkuliahan Sabtu, 17 Nopember 2018 di Fakultas Adab dan Ilmu Budaya,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta
2
Penulis adalah Pendeta Jemaat di Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB) dan saat ini ditugaskan
oleh Institusi GPIB untuk tugas ganda, yaitu 1) studi Pascasarjana konsentrasi Islam Nusantara di UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, dan 2) melayani sebagai gembala di Jemaat ”Immanuel”, Batam khususnya di wilayah
Pos Pelayanan dan Kesaksian yang ada di Pulau kecil bernama Pulau Lingka.

1
religius, kehidupan keimanan saat itu jauh dari kesalehan sosial yang aktual. Pemuka agama
disibukkan dengan urusan ketaatan agama yang legalistik dan tak bersahabat bahkan
menghasilkan diskriminasi sosial. Dalam kondisi inilah, begitu banyak wong cilik yang
mendambakan Sang Ratu Adil yang dapat memperbaharui kehidupan beragama dan sosial
saat itu.

Dari sisi teologis, bukan hanya Israel, namun bangsa-bangsa lain di dunia semakin terjerumus
dalam kehidupan penuh dosa. Saling membenci, saling menguasai, saling membunuh,
merampas hak orang lain, melakukan diskriminasi sosial, dan berbagai ciri kebobrokan moral
lainnya. Dalam pemahaman iman Kristen, Allah harus “turun tangan” untuk menyelamatkan
dunia dengan langsung hadir di dunia, melalui rupa insaniah, Yesus. Allah hadir melalui
Yesus yang merupakan “Firman Allah yang menjadi daging” atau dengan kata lain “Firman
Allah yang menjadi perbuatan”. Maksudnya Allah ingin langsung berkomunikasi, menegur,
menunjukkan teladan, mengajarkan jalan keselamatan yang bukan lagi dengan perantaraan
nabi saja melainkan melalui memperagakan langsung jalan kebenaran dan keselamatan. Di
dalam “peragaan langsung” itu, intinya Yesus menyampaikan bahwa Allah mengasihi
manusia dan mau berdamai dengan manusia yang telah berdosa kepadaNya. Oleh sebab itu
manusia diundang untuk menerima kasih-Nya tersebut dan selanjutnya juga memberi kasih
serta berdamai dengan sesama manusia. Inilah yang disebut sebagai “Kabar Baik” atau Injil.

Sehubungan dengan karya pelayanan kasih, mujizat, dan pengajaran yang disampaikan oleh
Yesus, maka ada sangat banyak yang percaya kepada-Nya dan menjadi pengikut-Nya. Saat
Yesus belum mengarahkan para pengikut-Nya untuk melembagakan diri menjadi sebuah
agama yang berbeda. Yesus sendiri tetap ada dalam garis tradisi Yahudi pada saat itu. Namun
ia membarui ajaran-ajaran yang diterapkan secara kaku dan tidak manusiawi oleh pemuka
agama Yahudi saat itu, ia pun memperdalam semua ajaran keimanan yang esensinya
tereduksi oleh keterbatasan manusia dalam memahami.

Hal ini dipandang sebagai gerakan yang menganggu ortodoksi keagamaan Yahudi. Yesus dan
pengikut-Nya dibenci oleh sebagian besar pemuka agama dan juga masyarakat. Para Haters
ini kemudian merancangkan sebuah konspirasi religio-politik untuk menjerat Yesus sehingga
akhirnya pergerakan Yesus dapat dihentikan sama sekali. Inilah kemudian yang dikenal
sebagai peristiwa Penyaliban Yesus atas tuntutan orang Yahudi dan seizing otoritas
pemerintah Romawi. Yesus bukannya tidak bisa melepaskan diri dari semua jeratan politis
2
dan bahkan siksaan fisik yang harus ia terima dari tentara Romawi. Namun secara teologis,
Yesus rela menerima semua pelecehan, penderitaan, dan siksaan itu dalam rangka
pengurbanan diri untuk menebus dosa manusia dan meneladankan kasih tanpa batas.

Pasca penyaliban dan kematian Yesus, ternyata pergerakan Yesus dan murid-murid-Nya
tidaklah terhentikan seperti prediksi para pemuka agama Yahudi. Tanpa disangka oleh
mereka, pada hari ketiga setelah wafat, Yesus bangkit dari kematian dan menampakkan diri
selama empat puluh hari kepada para murid-Nya. Hal ini membangkitkan iman dan semangat
bagi para murid-Nya untuk meneruskan pergerakan Yesus untuk pergi memberitakan Kabar
Baik tentang kasih Allah dan undanganNya agar manusia mau hidup dalam kasih tak terbatas
dengan sesama. Yesus sendiri, pasca kebangkitan-Nya telah memasuki realitas yang baru dan
tidak dapat lagi bersama-sama dengan para murid secara jasmaniah. Ia berjanji akan
menyertai para murid dengan realitas yang baru, yaitu kehadiran Tuhan sebagai Roh Kudus.

Peristiwa kebangkitan semangat penyebaran warta Injil (Kabar Baik) itu semakin membara3
tatkala murid-murid Yesus yang sedang berkumpul di satu ruangan di Yerusalem, lantas
menerima apa yang sudah dijanjikan oleh Yesus sebelumnya, yaitu urapan kuasa Roh Kudus.
Urapan ini kemudian memberikan karunia-karunia khusus nan beragam kepada semua orang
yang percaya kepada Yesus.

Dengan semangat pengikut Yesus memberitakan Injil kemanapun mereka pergi dan di
manapun mereka tinggal. Bagaimana dengan status legal keagamaan mereka? Saat itu
kebanyakan murid Yesus masih ada dalam garis tradisi Yahudi. Mereka pun menjalankan
tradisi keagamaan Yahudi dengan tekun dan pemahaman yang lebih esensial. Akan tetapi
semakin ke depan mereka semakin mengalami tekanan oleh umat Yahudi ortodoks. Pengikut
Yesus ditolak, diancam, dan diejek dengan sebutan “Kristen”. Hal ini terjadi pertama kali di
Antiokhia.4 Demikianlah kemudian pengikut Yesus memutuskan harus keluar dari agama
Yahudi dan menjadi komunitas keagamaan yang mandiri. Mereka pun mengambil nama

3
Pergerakan para murid Yesus ini dapat dianalogikan bagaikan seorang yang sakit parah bertahun-tahun lalu ia
menemukan obat yang begitu mujarab menyembuhkan penyakitnya. Karena ia begitu senang dan bersyukur
telah tersembuhkan, ia dengan semangat mau memberitakan kepada orang lain tentang obat mujarab tersebut. Ia
merasa tidak pantas menyimpan sendiri tentang khasiat obat yang telah memulihkan hidupnya yang dahulu di
ambang ketiadaan harapan. Maka ia dengan sukacita berbagi kepada sesamanya. Ia tidak mempersoalkan
apakah orang lain menerima masukannya tentang obat tersebut. Yang utama baginya ia berbagi pengalamannya
dan tidak egois menyembunyikan rahasia kesembuhan tersebut
4
Kisah Para Rasul 11:6

3
ejekan tadi, yaitu Kristen, menjadi nama identitas. Bagi mereka, apa yang bagi dunia adalah
kutukan (salib adalah simbol kutukan bagi masyarakat Yahudi) namun bagi mereka adalah
kemuliaan dan keselamatan.

Bentuk agama yang “baru” ini masih banyak yang terwarisi dari agama Yahudi namun
dengan bentuk dan pemahaman yang baru sebagaimana telah dibarui oleh Yesus. Nantinya
seiring perkembangan perjumpaan umat Kristen dengan beragam konteks kebudayaan, maka
terjadi pula pengembangan tradisi keagamaan.

2. Gereja Kristen Perdana


Terminologi Gereja
Sebelum kita membahas tentang perkembangan Gereja Kristen mula-mula, perlu diuraikan
terlebih dahulu bahwa kata “Gereja” mengandung dua makna. Yang pertama ialah makna
teologis. Dalam bahasa Indonesia kita mengenal kata “Gereja” yang berasal dari bahasa
Portugis “Igreya”. Kata Igreya berasal dari bahasa Yunani Ekklesia (Alkitab Kristen pada
bagian Kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani). Kata Ekklesia memiliki arti
harafiah “dipanggil keluar”. Jadi Gereja atau Ekklesia secara teologis bermakna “Komunitas
yang dipanggil keluar dari kegelapan dosa untuk masuk ke dalam terang pengharapan.”5
Selain itu dalam bahasa Inggris kita juga sering mendengar gereja disebut “Church”. Kata ini
berasal dari bahasa Yunani Kuriake, yang arti harafiahnya “terhisap kepada Tuhan” Maka
secara teologis, gereja atau Kuriake bermakna “Komunitas yang terhisap kepada Tuhan”. Jadi
ketika dikatakan Gereja, maka sesungguhnya orang Kristen akan cenderung mengartikannya
sebagai dirinya sendiri dan persekutuan manusianya.

Pengertian istilah Gereja yang kedua adalah berkaitan dengan makna fisik dan kelembagaan.
Di sinilah kita memahami bahwa jika dikatakan “Kamu dari Gereja mana?” maka ini
bermakna asal institusi gerejawi. Atau jika dikatakan, “Pak pendeta ada di Gereja!” maka ini
bermakna tempat atau bangunan gedung. Untuk bahasan kita saat ini, kita akan membahas
Gereja dalam pengertian persekutuan, mazhab maupun kelembagaannya.

5
Surat I Petrus 1:3 dan 2:9

4
Asal-Usul Berdirinya Gereja
Kapan “Gereja berdiri” (maksudnya persekutuan umat Kristen)? Dalam pemahaman ajaran
Kristen, Gereja terbentuk tepat ketika sejumah murid mengalami peristiwa turunnya Roh
Kudus (Hari Pentakosta). Gereja terbentuk ketika urapan Roh Kudus terjadi dan orang-orang
di dalamnya tidak hanya berkumpul tetapi juga melakukan sesuatu kebaikan untuk orang lain.
Saat terbentuknya Gereja Perdana, tidak hanya orang berlatar belakang Yahudi saja yang
tergabung di dalamnya, melainkan orang-orang dari suku bangsa dan bahasa lain. Hal ini
dinyatakan ketika peristiwa Pentakosta, para murid secara ajaib menjadi bisa berbahasa asing
sesuai dengan keberadaan orang-orang yang sedang ada di Yerusalem saat itu. Akibat
kekaguman atas peristiwa ini dan kemampuan mereka memahami inti berita Kristen
berdasarkan bahasa mereka sendiri maka banyak orang dari berbagai kalangan menerima
iman Kristen. Mereka masuk Kristen dengan memberi diri mereka dibaptis6.

Dinamika Gereja Mula-mula


Orang-orang percaya perdana atau gereja mula-mula beribadah di rumah-rumah. Adapun
ritual ibadah mereka sangat sederhana namun penuh suasana kekeluargaan.7
 Mereka secara rutin berkumpul di rumah salah satu atau beberapa anggota yang
kediamannya cukup luas.
 Mereka berkumpul untuk mendengarkan pengajaran yang disampaikan oleh para
Rasul atau murid-murid Yesus
 Mereka juga bernyanyi memuji Tuhan dan berdoa bersama untuk mendoakan satu
sama lain dan mendokan sesama Kristen di tempat lainnya ataupun mendoakan
kondisi masyarakat mereka
 Mereka membawa makanan dan minuman untuk dikumpulkan dan makan-minum
sehidangan bersama.
 Mereka saling berbagi dan menolong. Jika ada yang memerlukan bantuan finasial atau
apapun, maka anggota yang lain tidak enggan memberi atau mengumpulkan apa yang
mereka punya untuk digunakan mendukung anggota yang membutuhkan

Meskipun kehidupan persekutuan umat Kristen berlangsung damai dan tidak berniat
melakukan keburukan bagi orang lain, namun mereka tidak disukai oleh orang Yahudi yang

6
Baptis merupakan ritual yang dimaknai “Oleh Yesus kita dibersihkan dari dosa”. Seiring pembersihan ini
seseorang disambut masuk secara sah menjadi bagian dari komunitas pengikut Yesus yang disebut dengan
istilah “Persekutuan Orang Kudus”
7
Kisah Para Rasul 2:41-47

5
menganggap Kristen sebagai bidat. Mereka suka mengejek, menangkap dan menganiaya
orang Kristen. Tak hanya dari orang Yahudi, warga dan pemerintah Romawi pun ikut
menindas mereka. Abad kedua merupakan masa-masa penindasan bagi pengikut Kristen yang
luar biasa.

Akhirnya Penindasan berakhir sekitar tahun 312. Tahun 312 Kristen diakui oleh Kaisar
Constantinus sebagai salah satu agama resmi Bahkan kemudian Kaisar tersebut masuk
Kristen. Lebih lanjut, tahun 380 gereja diakui sebagai agama negara oleh Kaisar Theodosius
dan semua warga diminta memeluk agama Kristen.

Sejak menjadi agama resmi maka jumlah penganut agama Kristen bertambah, ibadah
semakin tidak muat di rumah-rumah sehingga orang Kristen mulai beribadah di gedung-
gedung gereja. Seiring kemantapan bangunan dan keluasan pekerjaan untuk melayani
peribadahan, maka Gereja memerlukan struktur yang lebih terorganisir dan hal ini juga yang
memunculkan adanya jabatan-jabatan untuk pekerjaan peribadatan gerejawi. Ada beberapa
jabatan utam yang bisa diketahui, yaitu Uskup (yang berperan mengawasi keberadaan satu
ataupun beberapa komunitas jemaat), Penatua (yang berperan untuk mengawasi ajaran dan
memperhatikan kehidupan umat agar mengamalkan iman Kristen dengan tepat), Diaken
(yang berperan untuk mengurusi perihal sosial orang-orang sakit, para janda, lansia, yatim –
piatu, dll).

Dengan semakin meluasnya penyebaran agama Kristen, anggota gereja semakin banyak dan
gereja (sebagai lembaga dan gedung) pun semakin bertambah. Untuk menjamin urusan
peribadatan dan kehidupan mengamalkan kasih dan pekabaran Injil, maka gereja-gereja yang
ada dikelompokkan di bawah lima wilayah utama yang masing-masing dipimpin oleh
seorang Uskup atau Patriark, yaitu : Uskup di Roma, Uskup di Konstantinopel, Uskup di
Aleksandria, Uskup di Antiokhia, Uskup di Yerusalem. Sistem lima wilayah dan lima
pimpinan ini disebut “Pentarki” ; Pente = lima; archein = untuk memerintah)

Skisma Pertama Gereja


Tak dapat terhindarkan, ketersebaran tersebut memiliki konsekuensi terbentuknya pola-pola
ibadat dan pemahaman iman yang berbeda-beda satu sama lain. Kehadiran pemimpin wilayah
juga mendekatkan pemimpin kepada aspek kekuasaan, terutama dengan hadirnya pemerintah
yang sering berkonsultasi dengan pemimpin gereja. Tahun 1054 terjadi perpecahan besar
6
antara Gereja di daerah Barat (berbahasa Latin) dan gereja Timur (berbahasa Yunani). Gereja
menjadi terpecah dua. Penyebabnya :
- Persaingan antara Paus Roma dan Patriark Konstantinopel yang memandang dirinya
lebih utama dalam Pentarki. Paus Leo IX, dari Patriark Roma mengklaim diri sebagai
pemegang otoritas atas “empat patriark timur” lainnya
- Penyisipan klausa “filioque” dalam Formula Syahadat Kristen (Pengakuan Iman)
Nicea yang dilakukan oleh Gereja Barat. Bunyinya, “Roh Kudus adalah Tuhan,
menjadi sama ilahi dengan Allah dan Kristus. Ia keluar dari sang Bapa dan dari sang
Anak (Filioque) dan bersama-sama dengan Bapa dan Anak disembah dan
dimuliakan.” Kalimat ini tidak diakui oleh Gereja Timur.

Akibatnya, terjadilah Skisma dan gereja di bagian Barat menggunakan nama “Katolik” yang
artinya “Umum” untuk menegaskan jati dirinya sebagai Gereja yang umum di dunia.
Sementara gereja di Timur menggunakan nama “Ortodoks” yang artinya “yang berpikiran
secara benar” untuk menegaskan jati diri sebagai Gereja dengan garis pemikiran dan tradisi
yang benar.8

Gereja Ortodoks Timur9


Ada beberapa catatan mengenai ciri Gereja Ortodoks Timur :
 Mereka meyakini bahwa merekalah yang mencerminkan bentuk Kristen yang paling
asli
 Beberapa Gereja Ortodoks yang utama : Gereja Yunani, Rusia, Armenia, Koptik,
Syria.
 Berpedoman kuat pada “Tradisi Suci” yang terdiri dari : Kitab Suci, Formula
Pengakuan Iman (Credo), tulisan para pujangga gereja perdana, penggunaan patung
atau gambar suci. Tradisi Suci ini tidak dapat diubah karena bagi mereka jika diubah
ini akan menjadi pengkhianatan atas masa lalu.
 Bagian dalam gedung gereja menekankan symbol-simbol. Misalnya keempat sudut
gedung berarti simbol empat Kitab Injil, Kubah gereja menyimbolkan surga dan lantai
gereja menyimbolkan dunia., terdapat Ikonostasis atau tabir atau tirai yang dipenuhi
dengan gambar-gambar suci yang memisahkan altar kudus dengan anggota jemaat
dan hanya dapat dimasuki oleh Imam selam Liturgi Kudus berlangsung
8
Michail Keene, Kristianitas, (Yogyakarta : Kanisius,2006), 63
9
Ibid., 65

7
Gereja Katolik Roma10
Ada beberapa catatan mengenai ciri Gereja Katolik Roma :
 Mempercayai sosok Uskup Roma (diberi gelar Paus /Latin : Papa artinya Bapak)
sebagai pengganti langsung Rasul Petrus. Yang menjadi Paus pertama diyakini adalah
Rasul Petrus.
 Fondasi keagamaannya : pengajaran Yesus dan Rasul-rasulNya + Tradisi Gereja
 Di dalam dan luar Gedung Gereja Katolik terdapat banyak simbol-simbol : bejana
tempat air suci yang ada di pintu bagian dalam gedung gereja, Salib yang memiliki
corpus atau patung Tubuh Yesus, altar, tabernakel tempat menyimpan sakramen yang
disusuhkan dari hosti dan anggur kudus, patung Maria, lilin-lilin nazar

Untuk selanjutnya membahas gereja Protestan, kita tidak lagi membahas gereja Ortodoks
karena konteks Reformasi Protestan adalah mengikuti alur Gereja Barat atau Gereja Katolik
Roma.

3. Gereja Kristen Abad Pertengahan : Reformasi Protestan


Konteks Reformasi Protestan
Setelah gereja menjadi agama Negara, lama kelamaan gereja menjadi terlalu melekat dengan
Negara dan bersikap tidak kritis terhadap kondisi pemerintahan. Gereja pun menjadi terlalu
banyak mengurus hal-hal organisatoris. Di bidan ajaran, akibat gereja terlalu banyak bertemu
dengan konsep Filsafat Yunani maka menjadi sangat banyak pertanyaan mengenai dasar
iman Kristen dari sudut pandang Filsafat Yunani yang menuntut pemahaman iman harus
dijelaskan secara sangat logis, rasional, bahkan empiris terukur.

Gereja abad pertengahan (sejak awal abad ke 14) tiba pada pengajaran yang melenceng dari
kebenaran Alkitab. Di antaranya :
1) Paus menetapkan berbagai ajaran gereja yang tidak hanya bersumber dari Alkitab tapi juga
dari tradisi;
2) menetapkan gereja (paus) yang memiliki dan menentukan keselamatan manusia serta
untuk memperoleh keselamatan iman tidak cukup, harus disertai syarat perbuatan;

10
Keene, Kristianitas,65

8
3) pejabat gereja menunjukkan perilaku jauh dari kesucian dan dari ketergantungan penuh
pada rahmat Allah, di mana banyak pejabat yang hidup dalam kemewahan dan perbuatan
amoral;
4) Alkitab tidak dapat dibaca oleh warga gereja karena hanya tersedia dalam bahasa Latin dan
hanya boleh dibaca oleh kaum klerus atau rohaniwan.
5) peristiwa penjualan surat penghapusan siksa (indulgensia) di Jerman oleh Johann Tetzel.
Dikatakan bahwa apabila seseorang membeli surat penghapusan siksa yang dikeluarkan oleh
gereja, maka dosa pasti dihapuskan dan keselamatan akan lebih terjamin. Padahal sebenarnya
penjualan surat itu bertujuan untuk mengumpulkan dana pembangunan gedung gereja raksasa
St.Petrus, di Roma. Namun dibungkus dengan bahasa yang rohani serta berisi janji palsu dan
ancaman.

Kejanggalan-kejanggalan tersebut membuat keresahan pada banyak umat Kristen. sehingga


banyak orang berniat membaharui dan memurnikan kehidupan dan ajaran gereja.Sehubungan
dengan kemelencengan ini, John Wycliffe di Inggris dan Jan Hus di Cekoslowakia mulai
mempertanyakan kekuasan Gereja Katolik dan praktik-praktik korupsi di dalamnya.11 Namun
mereka malah dikutuk sebagai bidah. Sejak kritik mereka, semangat kritis ini tetap terpelihara
kepada banyak anggota jemaat ataupun kalangan intelektual.

Beberapa Tokoh Reformasi Protestan


A. Martin Luther
Ia adalah biarawan dari Ordo Agustinus bernama Martin Luther (1483-1546) yang
memprotes Gereja Katolik dengan menyusun 95 dalil (pernyataan), lalu ditempel di pintu
gerbang gereja Wittenberg pada 31 Oktober 1517. Tanggal ini kemudian diperingati gereja-
gereja Protestan sebagai Hari Reformasi Gereja. Sejak itu lahir aliran Kekristenan yang
disebut Protestan. Kata “Protestan” merujuk kepada surat protes yang disampaikan para
tokoh Reformasi gereja.

Dampak dari protes Luther ialah ia diekskomunikasi dari Gereja Katolik. Namun Luther
bersikeras untuk menolak doktrin dan praktik religius yang tidak mempunyai dasar Alkitab.
Semakin banyak simpatisan Luther sehingga kemudian berdirilah Gereja Lutheran di atas
fondasi perspektif pengajaran dan kepercayaan Luther.

11
Keene, Kristianitas,65

9
Mulai dari Luther, semakin banyak muncul tokoh yang berusaha mereformasi Gereja agar
kembali sesuai dengan ajaran Alkitab. Di antaranya : Yohanes Calvin dan Ulrich Zwingli.
Ketika agama Lutheran menyebar dari Jerman ke luar, maka bentuk aliran Protestan
berkembang. Zwingli menegaskan bahwa praktik-praktik agama Katolik, sepeti :
penghormatan kepada santa/santo, selibat, kehidupan membiara, indulgensi, dan absolusi
semuanya adalah ciptaan manusia belaka.12 Sementara itu Calvin mengembangkan
pemahaman Protestan ke dalam pemerintahan kota yang mematuhi prinsip-prinsip Alkitab.

Yang menjadi pusat reformasi Luther adalah ajaran gereja. Hal ini dapat diringkaskan dalam
tiga semboyan “ 3Sola”:
- Sola Gratia = hanya karena anugerah-Nya  keselamatan diperoleh bukan karena
amal, kekuatan dan perbuatan baik sendiri melainkan oleh karena iman terhadap
anugerah (pemberian gratis) oleh Tuhan
- Sola Fide = hanya karena iman kepada Yesus  keselamatan hanya ada di dalam
Yesus bukan tergantung amal baik ataupun tergantung pemberian gereja
- Sola Scriptura = Hanya Alkitab  dalam kehidupan beriman, otoritas utama panduan
hidup beriman adalah landasan Alkitab. Hal ini ditegaskan sebagai kritik terhadap
gereja Katolik yang mengekankan sumber-sumber lain seperti tradisi dan pemikiran-
pemikiran teologi tokoh-tokoh tertentu melampaui kebenaran Alkitab sendiri. Para
Reformator menekankan bahwa iman dan tindakan orang percaya kepada Yesus
selalu harus didasarkan pada Alkitab.

Selain itu berbeda dengan Gereja Katolik Roma, Gereja Lutheran (dan Protestan lainnya)
dicirikan dengan penekanannya pada unsur “Pemberitaan Firman” dan “Pelayanan
Sakramen”. Sakramen yang diakui tidak lagi berjumlah tujuh seperti di Katolik melainkan
hanya dua saja, yaitu baptisan kudus dan perjamuan kudus, sebab hanya dua itulah yang
memiliki landasan Alkitabiah. Reformasi lain yang dilakukan oleh Luther adalah Alkitab
yang pada Katolik saat itu hanya boleh dibaca oleh kaum klerus, oleh Luther diterjemahkan
ke bahasa Jerman dan umat boleh memilikinya. Nyanyian Gerejawi yang semula di Katolik
hanya oleh paduan suara, kini semua umat terlibat. Jabatan imam ditiadakan dan ditegakkan
imamat am semua orang percaya.

12
Keene, Kristianitas,69

10
Prinsip reformasi Luther adalah : apa yang berlawanan dengan Alkitab harus dihapuskan.
Tetapi, sebaliknya apa yang tidak nyata-nyata bertentangan dengan Alkitab tidak perlu
diubah (disebut adiafora), contohnya : tata ibadah.

B. Yohanes Calvin
Pada tahun 1535, di Kota Jenewa, Swiss, Dewan Kota memihak pada gerakan Reformasi
Gereja dan melepaskan diri dari GKR. Dewan Kota saat itu tidak hanya mengurusi hal-hal
politik, tetapi juga tanggungjawab atas kehidupan gerejawi. Mereka pun memanggil Calvin
dan seorang teolog lainnya, Guillaume Farel, untuk membenahi kehidupan gerejawi di kota
itu. Jadi Calvin pada masa itu, berbeda dengan Luther, ia tidak hanya mereformasi gereja
namun juga seluruh kota. Calvin dan Farel sempat terlalu ketat mengatur kehidupan gerejawi
dan mengawasi kemurian iman penduduk kota. Akibatnya mereka dipecat dari Jenewa.
Setelah itu, Calvin pun hijrah ke kota Strasburg, Swiss, atas undangan Martin Bucer (teolog
reformatoris juga seperti Calvin), untuk melayani jemaat di sana. Di Strasburg Calvin belajar
banyak tentang tata ibadah dan pengorganisasian gereja. Pengalaman ini justru
memperlengkapi Calvin sehingga ia tidak hanya fokus memperbaharui ajaran, tetapi ia
juga memperbaharui gereja baik dalam ajaran, tata ibadah dan musik, disiplin
gerejawi, tata gereja dan jabatan gerejawi (pengorganisasian).

Pada th.1541 Calvin dipanggil lagi ke Jenewa untuk melayani di sana. Pada saat itulah Calvin
menerapkan segala hal yang ia pelajari dari Strasburg, di sana pula ia mengembangkan segala
pemikiran teologisnya dan bahkan sampai akhir hayatnya (27 Mei 1564) ia melayani di sana.

Setelah Calvin wafat, jemaat-jemaat pengikut Calvin tersebar pertama-tama di Swiss dan
Perancis lalu ke berbagai wilayah Eropa dan Amerika. Demikianlah terbentuk dan tersebar
denominasi Calvinis (Reformed). Dan dari Calvinisme di Belandalah kemudian dibawa dan
dikembangkan di Indonesia.

Titik tolak teologi/ajaran Calvin adalah keyakinannya akan Kedaulatan Allah dan
kemuliaan Allah (Gloria Dei). Calvin menegaskan bahwa Allah menciptakan dunia dan
manusia untuk kemuliaan-Nya. Oleh sebab itu segala yan terjadi di dunia ini dan segala yang
dikerjakan manusia sudah seharusnya hanya bertujuan untuk memuliakan Tuhan. Namun
karena manusia telah jatuh ke dalam dosa, akibatnya kita tidak mampu melaksanakan tugas
11
untuk memuliakan Tuhan. Agar bisa kembali memuliakan Tuhan, maka Ia terlebih dahulu
mengampuni dan membenarkan manusia (justificatio).

Calvin & Luther tidak sepaham dengan GKR (pada masa itu) yang mengajarkan bahwa
keselamatan diperoleh berdasarkan kerjasama antara karunia Allah dan perbuatan baik
manusia. Calvin & Luther menekankan bahwa keselamatan diperoleh hanya karena kasih
karunia melalui iman. Lantas apakah tidak diperlukan lagi perbuatan baik? Bukankah cukup
percaya saja pada Yesus sudah pasti selamat? Calvin & Luther menanggapi hal ini dengan
penjelasan bahwa manusia yang sudah diampuni dan dibenarkan karena iman
selayaknya melakukan perbuatan baik sebagai ucapan syukur atas keselamatan cuma-
cuma yang dikaruniakan Tuhan. Perbuatan baik adalah tanda dan komitmen hidup
baru karena demikianlah pantasnya sikap seorang yang telah diselamatkan. Apabila
seseorang yang sudah menerima keselamatan namun tidak serius berbuat baik, maka hal ini
menandakan bahwa hidupnya adalah kehidupan yang tidak bersyukur dan tidak
mencerminkan kehidupan orang yang diselamatkan.

Salah satu pokok ajaran Calvin yang khas adalah pengudusan (sanctificatio). Ia
menekankan bahwa setelah diampuni dan dibenarkan karena iman, maka manusia harus
berusaha sedapat mungkin menjaga dan mengupayakan kekudusan hidup (hidup baru).
Memang manusia tidak akan pernah sampai pada kekudusan sempurna. Namun menjaga
kekudusan hidup adalah buah dari hidup yang diselamatkan oleh Kristus. Dengan demikian
Hukum Taurat memiliki peranan bukan lagi sebagai syarat keselamatan melainkan sebagai
pedoman bagi manusia yang sudah diampuni dan dibenarkan untuk dapat mengatur
kehidupannya sesuai kehendak Allah.

Gereja, menurut Calvin, adalah persekutuan orang-orang yang telah diselamatkan berkat
kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus, yang telah dibenarkan kendati tetap masih bisa
berdosa. Gereja adalah tempat yang bisa ditemukan di mana saja, asalkan di sana Firman
Tuhan diberitakan dan Sakramen dilayankan. Calvin juga berpendapat bahwa memang
keselamatan hanya dari Allah saja, sehingga tidak butuh imamat khusus untuk menyalurkan
keselamatan pada manusia (ingat imamat am orang percaya; kita semua dapat langsung
berhubungan dengan Allah, tanpa perantara manusia lainnya). Namun demikian Allah
berkenan memanggil dan menyediakan orang-orang yang ditugaskan-Nya untuk
memberitakan Firman, melayankan Sakramen, dan yang menjadi gembala dalam menuntun
12
dan membina warga gereja. Demikianlah, Calvin menekankan perlunya gereja memiliki
seperangkat jabatan gerejawi untuk melaksanakan fungsi utama gereja serta tata gereja untuk
mengatur penatalayanan agar berlangsung secara teratur. Pada masa Calvin ada empat
jabatan gerejawi, yaitu : gembala atau pendeta (pastor), pengajar (doctor), penatua
(presbyter), dan syamas atau diaken (diacon). Dengan adanya jabatan penatua, maka unsur
warga gereja kembali dilibatkan dalam penatalayanan gerejawi, setelah cukup lama oleh
GKR hanya kaum klerus atau rohaniawan yang berperan. Kesatuan antara pendeta dengan
para penatua-diaken disebut majelis gereja (consistorium).

Sementara itu untuk penataan gereja digunakan kombinasi pola sentralistis dan pola otonomi
jemaat. Artinya, ada hal-hal yang harus dipercayakan pada badan yang lebih luas (kesatuan
antara jemaat lokal = sinode) dan ada hal-hal yang menjadi kewenangan jemaat lokal (yang
diputuskan oleh musyawarah presbyterium) untuk mengatur dirinya. Pola ini dikenal sebagai
presbyterial-synodal.

Sejak masa reformasi gereja, gereja Protestan sendiri mengalami pemecahan-pemecahan lagi
disebabkan adanya keragaman penafsiran terhadap Alkitab dan keragaman penekanan ajaran.
Beberapa aliran gereja yang ada (selain yang telah disebutkan di atas) adalah : Anglikan,
Mennonite, Baptis, Metodis, Pentakostal, Kharismatik, Injili, Bala Keselamatan.13 Atas
keterbatasan waktu kita tidak sempat untuk membahas satu persatu.

Disamping itu ada pula yang agak jauh dari Kekristenan seperti Aliran Milenaris (Adventis,
Saksi Jehova, Mormon) dan Aliran Berciri Ilmu Pengetahuan (Christian Science,
Scientology, Gerakan Zaman Baru)

4. Perkembangan Gereja Kristen Beraliran Protestan di Indonesia


Sejarah Kekristenan di Indonesia dimulai abad ke 7 dengan kedatangan mazhab gereja timur
Nestorian di Pancur (Deli Serdang) dan Barus (Mandailing,Tapanuli Tengah), namun jejak
perkembangannya tidak ditemukan lagi. Baru pada tahun 1511 Kekristenan Mazhab Katolik
masuk dimulai dari Aceh(oleh ordo Karmelit) lalu 1534 di kepulauan Maluku (oleh ordo
Yesuit, Tokoh yang ternama merintis adalah Fransiskus Xaverius). Sementara kekristenan
mazhab Protestan Calvinis masuk pada awal abad 17 seiring kedatangan VOC, yakni Serikat

13
Lihat Jan S.Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta : BPK Gunung Mulia,2013)

13
Dagang yang ditugaskan pemerintah Belanda untuk mengembangkan perdagangan di Hindia
Belanda. Sejak 1602 – 1799, satu-satunya gereja di Indonesia adalah gereja Protestan.

Pada masa VOC, penginjil-penginjil ditolak memberitakan injil demi menjaga keamanan
orang asli Indonesia. Mereka takut akan terjadi pemberontakan dan berakibat buruk bagi
perekonomian. Pada masa VOC mereka hanya melakukan perawatan kerohanian bagi orang-
orang Belanda yang berdagang di Indonesia, paling jauh orang-orang pribumi yang menjadi
Kristen setelah menjadi pegawai VOC. Tidak ada upaya memberitakan injil kepada orang-
orang pribumi. VOC lebih mementingkan urusan perdagangan. Kalau ada yang masuk
Kristen, kebanyakan adalah demi mencari perlindungan politik kepada Belanda atau ingin
mengangkat martabat seperti orang Eropa. VOC tidak memberikan pengajaran dan teladan
iman kepada orang Indonesia

Tahun 1800 pemerintah Belanda langsung yang memerintah di Hindia Belanda. Dikenallah
yang disebut sebagai Gereja Negara (Nederlandsch Hervormde Kerk) yang di Indonesia
disebut De Protestansche Kerk in Nederlands-Indie (Gereja Protestan Indonesia). Lalu mulai
dibuka kesempatan bagi pekabaran Injil oleh badan penginjilan (zending), seperti NZG
maupun penginjil perorangan.
 GPI mengembangkan kemandirian dengan membentuk gereja-gereja bagian :
- GMIM – 30 Sept 1934
 GPIG
GPIBT
GPID
- GPM – 6 Sept 1935
GPI PAPUA
- GMIT – 31 Okt 1947
- GPIB – 31 Okt 1948
 Pekabaran Injil dilakukan juga oleh badang-badan penginjilan seperti :
- NZG
- RMG
- Dari Amerika Utara  Kemah Injil
- Pentakosta
- Advent

14
- Metodis
- Baptis
Terbentuk DGI pada 25 Mei 1950 untuk mengkordinasi gereja-gereja di Indonesia. Namun
dalam perkembangannya, denominasi lain membentuk badan keesaan sendiri-sendiri.

Perkembangan gereja Protestan di Indonesia sampai saat ini masih cukup dinamis.Memang
ada banyak denominasi yang berkembang di Indonesia saat ini. Dua di antaranya yang
sepengamatan penulis perlu diberi catatan ialah :
i. Gereja denominasi Kharismatik. Meskipun denominasi ini masuk belakangan di
Indonesia, namun banyak sekali warga Kristen yang menjadi anggotanya. Hal ini
didukung dengan model peribadatan yang tergolong sangat kontemporer, khotbah-
khotbah yang disisipkan nuansa humor, dan penekanan pada kelimpahan berkat
atau kesuksesan. Banyak orang muda yang tertarik dengan denominasi ini. Sampai
saat ini denominasi ini masih terus bertambah.
ii. Gereja Protestan denominasi Calvinis. Denominasi Protestan yang paling tua
masuk di Indonesia ini semakin mengalami pembaharuan di berbagai bidang.
Belakangan ini, denominasi Calvinis sangat aktif dalam melakukan karya sosial
dan menguatkan penjangkauan ke pedalaman-pedalaman. Pelayanannya juga
bukan sekadar ibadah melainkan berbagai kegiatan lainnya yang relevan.

5. Penutup
Hal yang banyak tidak diketahui oleh saudara beragama berbeda ialah bahwa ternyata di
dalam tubuh agama Kristen sendiri memiliki banyak sekali aliran. Tiap aliran memiliki corak
ibadah, bentuk pelayanan, penekanan teologi yang berbeda-beda. Misalnya gereja Protestan-
Calvinis yang cenderung tenang dalam beribadah, sementara kelompok kharismatik
cenderung lebih semangat dan bertepuk tangan. Oleh sebab itu satu gedung/lembaga gereja
sangat mungkin tidak sama dan berbeda kebiasaan.

Hal ini biasa kurang dipahami sehingga ada tuntutan untuk membangun satu gereja saja per
wilayah setempat. Di sinilah letak kesulitannya,sebab belum tentu gereja a memiliki corak
ibadah dan teologi yang sama dengan b.

Dengan menyadari keragaman aliran gereja maka kita kembali disadarkan bahwa kita tidak
boleh terlalu cepat mengambil kesimpulan atas satu kelompok Kristen pasti begitu juga..
15

Anda mungkin juga menyukai