Pada umumnya dalam pelaksanaan pengajaran katekisasi secara
umum gereja menggunakan metode pengajaran secara monologis,
yaitu pengajar mneyampaikan bahan kepada murid katekisasi. Sebenarnya terdapat juga cara lain misalnya dengan cara dialogis, agar dapat mengetahui psikologi para ketekumen dlam menghayati pelbagai hal terkait bahan pembelajarannya. Namun dari berbagai metode yang digunakan oleh gereja dalam penerapan atau pelaksanaan pengajaran katekisasi tidak terlepas dari tantangan atau kendala-kendala tertentu yang membuat pengajaran itu menjadi kurang sempurna. Berhasil atau tidaknya sebuah pengajaran merupakan sebuah bentuk kerjasama diantara pengajar dan peserta didik. Ketika seorang guru telah mempersiapkan bahan pengajaran dengan baik sebelumnya, namun akibat berbagai kendala yang diterimanya baik dari segi metode maupun dari peserta didik yang kurang serius akan membuat pengajaran itu menjad kurang sempurna. Ketika katekumen memiliki semangat belajar yang tinggi namun pengajar kurang mempersiapkan diri dengan baik, maka pelaksanaan proses tersebutpun akan menjadi kurang sempurna. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah proses pengajaranpun tidak terlepas dari adanya berbagai tantangan-tantangan yang ada. Baik itu dari dalam maupun dari luar. Tantangan dalam penerapan katekisasi antara lain sebagai berikut:
Selama proses pengajaran berlangsung, para katekis dan guru
kurang menguasai metode-metode pengajaran yang kreatif sehingga para pelajar menjadi bosan dan kurang tertarik terhadap pengajaran katekisasi yang ada. Orangtua sebagai tenaga didik yang pertama dan utama dilingkungan keluarga, kurang atau tidak dipersiapkan dengan baik oleh pimpinan jemaat masing-masing. Akibatnya mereka tidak dapat berbuat apa-apa bila menghadapi pemuda dengan segala ulah dan tingkah lakunya yang macam-macam sesuai tuntutan dan kebutuhan serta selera zaman yang semakin modern ini. Orang dewasa Kristen kurang atau tidak melaksanakan tugas dan fungsi mereka sebagai tenaga pembinaan dan pendidikan bagi para pemuda, padahal itulah tugas mereka juga sebagi warga gereja dewasa dalam iman, pengharapan dan kasih. Dalam buku “Buku Pangajari Parguru Manghatindanghon Haporseaon di HKBP” mencoba memaparkan dengan jelas terkait tantangan yang terdapat dalam pelaksanaan proses pengajaran, yaitu bukan hanya dari katekumen sendiri, namun tantangan yang dirasakanoleh pengajar sendiri. Salah satu penyebab munculnya kendala atau tantangan dalam sebuah proses belajar mengajar salah satunya yakni adanya sifat anggap remeh dengan pelaksaan prosesnya. Adapun beberapa bagian yang coba dipaparkan terkait kendala atau tantangan dalam pelaksaan proses katekisasi adalah sebagai berikut: Katekumen menganggap bahwa proses pengajaran katekisasi hanya sebatas untuk kebiasaan aturan yang ada di gereja (sebatas mengisi tuntutan persyaratan). Jika hal ini berakar pada individu setiapkatekumen maka akan terasa sulit dalam pelaksaan proses pembelajaran dan proses perubahan pendiriannya, dan peserta katekisasi itu tidak akan merasa bahwa pertumbuhan imannya itu penting. Katekumen menganggap bahwa merekatelah memiliki bagian dalam kehidupan kekal jika dia telah mengikuti katekisasi. Karena dia berpikir bahwa namanya telah tercatat dalam buku Gereja serta orang akan menganggapnya sebagai orang yang rajin dalam hal gerejawi. Katekumen menganggap bahwa setelah pengikrarkan Pengakuan Imannya dilakukan, maka tidak perlu lagi untuk pergi ke gereja. Karena Ia berpikir bahwa waktu yang digunakannya dalam proses katekisasi sudah menjadi gantinya. Katekumen menganggap bahwa proses katekisasi sama seperti kebiasaan yang dilakukan di sekolah, yaitu hanya sebagai tempat untuk mencari kepintaran dan mengandalkan otak saja. Namun berbeda dengan hatinya yang mana tidak menyadari bahwa katekisasi bertujuan untuk mempelajari dan menghidupi Firman Tuhan. Guru pengajar dan orang tua sering menganggap remeh proses katekisasi, yang mana kebiasaan seperti itulah biasanya lahir proses katekisasi yang dipercepat (nahinipu). Sementara hal itu sering menimbulkan kesulitan / perselisihan dalam Gereja. Bukan hanya tantangan yang tertuis dalam buku tersebut, kelompok juga melihat tantangan yang lain yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberlangsungan proses katekisasi, sehingga proses tersebut dapat menghambat perjalanan pengajaran katekisasi itu sendiri, diantaranya antara lain :
A.Dari dalam Gereja
Kita ketahui bahwa Gereja memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran katekisasi. Disamping itu, gereja juga yang menjadi penyedia sarana prasarana dalam proses pembelajaran itu. yang menjadi tantangan pada saat pembeajaran katekisasi adalah kurangnya persiapan yang dilakukan oleh pengajar katekisasi (katekhein) sehingga proses pembelajaran tidak efektif. Tidak hanya itu, penyediaan fasilitas yang kurang memadai juga salah satu tantangan dalam pembelajaran katekisasi. Ketidak cukupan jumlah pengajar katekisasi juga merupakan tantangan, hal ini dikarenakan sedikitnya pengajar katekisasi dibandingkan dengan jumlah peserta katekisasi itu sendiri. B.Dari Luar Gereja Pengaruh tantangan dalam pembelajaran katekisasi bukan hanya diterima dari dalam gereja saja, melainkan dari luar gereja juga. Hal ini dapat dibuktikan melalui perkembangan zaman sekarang ini. Bisa kita lihat bahwa hampir tidak ada lagi orang yang tidak menggunakan Handphone sebagai media komunikasi, penggunanaan handphone dalam proses pembelajaran katekisasi sering kali disalahgunakan sehingga menyebabkan peserta katekumen menjadi tidak mengerti tentang apa yang disampaikan oleh pengajar katekisasi (tidak fokus), bukan hanya itu, pergaulan yang tidak memiliki batasan juga dapat menjadi sebuah tantangan yang akan dihadapi oleh peserta katekisasi. Beberapa kasus kasus yang terjadi ditengan tengah gereja saat ini (HKBP) menurut hasil wawancara dengan peserta katekisasi antara lain : A . Anto Siregar Anto Siregar merupakan salah satu peserta katekisasi di HKBP Bongbongan, yang saat ini masih mengikuti proses belajar katekisasi sidi. Peserta katekisasi yang sekarang ini berjumlah 40 orang dengan pengajar mereka adalah Gr. P. Simanungkalit. Saudara Anto mengatakan bahwa proses pembelajaran katekisasi yang ia ikuti sekarang sangat baik karena melalui pembeajaran tersebut, mereka semakin menyadari bahwa katekisasi tidak semata-mata menjadi seseorang itu menjadi anggota jemaat gereja melainkan sebuah proses dimana Iman yang dimiliki mengalami pertumbuhan ke arah yang lebih dewasa. Katekisasi yang ia ikuti sudah berjalan kurang lebih satu tahun. Mereka melakukan pembelajaran pada hari sabtu dan minggu yang waktunya tidak menetap, namun yang pasti pembelajaran katekisasi itu dimulai pada pukul 15.30-17.00 Wib. Saudara Anto mengatakan bahwa banyak pembelajaran dan pengetahuan yang didapat melalui proses belajar katekisasi diantaranya adalah pengetahuan akan pengakuan iman rasuli baik dalam bahasa batak maupun bahasa indonesia, mengetahui sejarah gereja, kesepuluh Firman Tuhan, Doa Bapa kami beserta artinya, dan lain lain. Disamping semangat yang ia miliki, ia juga menyadari bahwa ada kekurangan dalam proses pembelajaran tersebut, bukan hanya dari teman teman yang kurang antusias mengikuti nya, melainkan dari pengajar katekisasi juga yang kadang kala tidak hadir / tidak mengajar mereka sendiri. Hal ini sangat disayangkan oleh saudara Anto, dimana semangat yang harusnya memotivasi dia untuk belajar, haruslah menjadi sebuah penyesalan/ ketidak semangat an beliau mengikuti proses pembelajaran itu. B.Juniveri Turnip Saudara juniver turnip juga salah satu peserta katekisasi di HKBP Bongbongan, yang mana sampai saat ini ia masih mengikuti proses pembelajaran tersebut. Menurut saudara Juniver turnip, yang menjadi kasus / permasalan yang terjadi ditengah tengah gereja nya saat ini, dalam proses pembelajaran adalah kurang tegasnya pengajar katekisasi digerejanya terhadap permasalahan ketidak hadiran dari setiap peserta katekisasi (masalah absen). Ia merasa bahwa adanya pengkhususan terhadap beberapa peserta katekisasi dalam hal kehadiran. Ia mengatakan bahwa ada beberapa teman yang kehadirannya kurang memadai/cukup, sehingga munculnyan anggapan bahwa seharusnya ia tidak lagi boleh sama sama belajar dengan yang lain. Hal ini memicu terjadinya pilih kasih terhadap peserta katekissi antara yang satu dengan yang lain. III. Penutup Pengajaran menjadi rantai bagi pembinaan warga gereja. Sedangkan peneguhan sidi dipandang sebagai akhir dari suatu tahapan pembinaan formal yaitu katekisasi dan juga awal dari keterlibatan seseorang dalam kegiatan pembinaan ditengah kehidupan gereja secara luas. Namun hal tersebut bukanlah menjadi bagian akhir dari proses pembinaan yang dijalaninya. Setelah melalui proses pengajaran maka ia akan menyatakan janjinnya untuk terlibat dalam seluruh kegiatan peribadahan, pembinaan dan pelayanan serta kesaksian. Dalam pelaksanaannya pengajaran katekisasi dan peneguhan sidi merupakan satu kesatuan yang penting.