Anda di halaman 1dari 12

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : ARIANA IMA

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 822147649

Kode/Nama Mata Kuliah : MKWU4102/PendidikanAgamaKhatolik

Kode/Nama UPBJJ : 50/SAMARINDA

Masa Ujian : 2022/23.1 (2022.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS TERBUKA
1. Kita hidup dalam situasi dimana telah ada sejumlah agama. Namun
setiap agama memiliki cara, bentuk, makna yang tidak dapat
disamakan satu dengan yang lain. Sebagai orang beriman Katolik,
sikap dasar atas keyakinan akan Allah tidak sama dengan hidup dalam
berbagai pengaturan dalam beragama. Oleh karena itu, kita perlu
memiliki pemahaman untuk
a. Menarik kesimpulan makna agama yang menjadi identitas diri
b. Menarik kesimpulan makna iman yang menjadi isi identitas
diri
c. Menghubungkan arti ber-agama dan ber-iman Katolik dengan
benar.

Tuliskan jawaban Anda minimal 4 halaman dengan disertakan


referensi pedukung, misalnya ajaran gereja/magisterium Gereja. Anda
dapat menambahkan pendapat ahli terkait dengan jawaban Anda.

Agama merupakan bentuk kesadaran manusia yang termanifestasi pada suatu kultur
dimana manusia awalnya terpasung karena keturunan dan membuat kemungkinan
untuk berubah seiring pembentukan kesadarannya. Kesadaran terbentuk oleh dan
dari dirinya sendiri. Menurut Berger, manusia secara ontogenetis dilahirkan dalam
bentuk kedirian yang “belum selesai”. Keberadaannya di-dunia, dengan demikian,
merupakan proses untuk “menjadi manusia”. Manusia, dalam konteks tersebut,
secara terus-menerus melakukan proses eksternalisasi diri. Ia selama proses
tersebut mencurahkan makna-makna ke dalam realitas (Irfan Noor). Maka Agama
menjadi sebuah cerminan bagi setiap individu dalam keseharian yang berhadapan
dengan realitas sosial. Apa yang saya anggap sebagai “terpasung” merupakan
bagian keberhinggaan yang sering di temukan dalam kajiannya Peter L Berger.
Maka ketika seseorang tidak mampu mengurai keterpasungannya dalam realitas
sosial sulit baginya untuk hidup selayaknya individu yang mampu melepaskan
keterpasungannya itu. Hal ini terkait dengan identitas yang ketika dalam pertukaran
simbolik menjadi modal utama dalam berinteraksi. Kultur budaya kita memiliki unsur
pemaksa, anda akan sulit bereksistensi ketika harus berhadapan dengan kelompok
yang secara Sosiologis memiliki homogenitas. Dan hasil dari situasi seperti ini adalah
anomaly. Agama merupakan instrument penyusun keteraturan sosial, agama
mempolarisasi masyarakat pada tiap-tiap diferensiasi dengan berbagai aturan serta
norma yang ditetapkan.
Agama dalam identitas merupakan penanda bahwa eksistensi agama sebagai
katalisator kehidupan manusia itu jelas sangat berarti. Seluruh agama memiliki
aturan jelas serta orientasi dan perilaku dalam menjalankan agama pun sudah
ditetapkan. Artinya agama mempolarisasikan individu sesuai tujuan agama itu
sendiri. Dan ketika seseorang memilih untuk memeluk salah satu agama tentunya
memiliki argumentasi yang kuat, seperti misalnya rasa nyaman, jati diri serta
perlindungan.
Kembali saya singgung kolom KTP tentang agama, sebab bukan sekedar tulisan
Islam, Kristen, Hindu, Budha serta Konghucu, melainkan tersirat identitas kita yang
sangat kuat sebagai individu yang memiliki proyeksi kehidupan, apa jadinya ketika
seseorang tidak memiliki proyeksi tentang kehiduapnnya sendiri. Lagi-lagi
keteraturan sosial kita akan terusik. Saya bisa bayangkan ketika KTP tanpa kolom
agama maka kebebasan itu akan menjadi liar saat seseorang akan keluar masuk
tempat ibadah, tanpa pernah merasa dia bagian dari ibadah tersebut, dan akan
seenaknya mengaburkan agama-agama yang ada dengan ajaran intepretasinya.
Seingat saya, Max Weber mampu mengurai kapitalisme dari bagian yang
menceritakan etos kerja berdasarkan agama, Jadi ketika usulan Pemerintah untuk
menghapus kolom agama dalam KTP berarti pemerintah sendiri yang
menghancurkan identitas rakyatnya, menghancurkan diferensiasi dan meleburkan
tata nilai yang berhasil mengakomodir kehidupan sosial kita. Rakyat masih butuh
identitas, Rakyat masih butuh keteraturan, ingat Bangsa Indonesia bisa hancur
hanya karena 3 hal; 1, Agama di pasung, 2. Ekonomi di kebiri, 3. pemimpin
ber“Onani”. Semoga kesadaran itu bisa tumbuh.
Ada tiga bentuk kerukunan umat beragama yang selalu diperjuangkan oleh
pemerintah,  khususnya melalui Kementerian Agama RI.  Pertama,  kerukunan intern
umat beragama.  Mengapa perlu ada kerukunan intern umat beragama?  Karena
dalam setiap agama, sering kali ada perbedaan faham,  perbedaan aliran,  mazhab, 
sekte, dan sebagainya.  Maka perlu adanya semangat untuk membangun
kebersamaan  dalam perbedaan itu.  Bagaimana dengan agama Katolik? Agama
Katolik tidak punya cabang, tidak punya aliran,  tetapi satu,  utuh dan terstruktur
dari pusat (Vatikan/kepausan) sampai lingkungan-lingkungan (RT/RW). Di bawah
kepemimpinan Sri Paus,  para uskup dan para imam,  agama Katolik memiliki satu
kesatuan yg utuh dan integral di seluruh dunia.  Jadi memang tidak ada yang perlu
dirukunkan, dalam hal ajaran iman.  Kedua,  kerukunan antar umat beragama. 
Dalam hal kerukunan antar umat beragama ini, agama Katolik berpandangan begini:
“Gereja Katolik tidak menolak apa pun yang dalam agama-agama itu (Hindu dan
Budha), serba benar dan suci, meski dalam banyak hal berbeda, tetapi tidak jarang
toh memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi semua orang.” (bdk. NA 2).
Sedangkan terhadap saudara-saudara yg beragama Islam,  dikatakan begini: 
Agama Katolik menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, penuh
belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi.  Kaum Muslimin  juga
menghormati Abraham (dan para nabi). Memang mereka tidak mengakui Yesus
sebagai Allah, melainkan menghormati-Nya sebagai Nabi. Mereka juga menghormati
Maria Bunda-Nya yang tetap perawan. Selain itu mereka mendambakan hari
pengadilan (kiamat), menjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti kepada Allah
terutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa (bdk.NA 3)
Dari kutipan Nostra Aetate tersebut nampak jelas bahwa agama Katolik mengakui
umat agama lain (Islam,  Kristen,  Hindu,  Budha), bukan hanya sebagai teman, 
tetapi sebagai saudara dan menaruh hormat yg tinggi terhadap agama-agama lain. 
Bukan perbedaan yg ditonjolkan,  tetapi persamaan-persamaan yg diutamakan. 
Persamaan-persamaan itulah yg menjadi kata kunci untuk merajut kerukunan antar
umat beragama. Penekanan terhadap kesamaan agama-agama tersebut jelas tidak
bermaksud untuk menggeneralisir bahwa semua agama itu sama saja,  jelas tidak
seperti itu,  tetapi mau berusaha mencari titik temu titik temu sebagai landasan
untuk membangun persaudaraan yg sejati antar umat beragama yg berbeda-beda
itu.  Gagasan baru terhadap agama-agama lain itu juga dapat dilihat dalam
pandangan Karl Rahner,  teolog Katolik paling berpengaruh di abad 20, yg
berpendapat bahwa rahmat Allah bekerja tidak hanya di dalam agama Katolik tetapi
di dalam agama-agama lain. Dengan demikian, agama-agama non-Katolik memiliki
kemungkinan menjadi sarana keselamatan Allah. Setiap orang yg hidup dalam
terang kasih, sesuai dengan pokok-pokok ajaran iman Katolik,  akan mendapatkan
keselamatan juga,  meskipun dia tidak beragama Katolik dan belum dibabtis.  Itulah
yg oleh Karl Rahner disebut sebagai “Kristen Anonim”.  Perintah Yesus: “Kasihilah
sesamamu manusia,  seperti engkau mengasihi dirimu sendiri” (Mat 22:39),  juga
dapat menjadi dasar dalam membangun kerukunan antar umat beragama ini. 
Perintah Yesus itu jelas dan tegas,  bahwa setiap orang Katolik harus mengasihi
sesama manusia, bukan mengasihi hanya sesama orang Katolik saja.  Jadi,  setiap
manusia,  siapapun dia,  apapun agamanya,  harus dikasihi. Tidak akan pernah ada
kerukunan antar umat beragama,  bila kita tidak saling mengasihi satu sama lain. 
Inilah beberapa prinsip dasar dan pandangan agama Katolik terhadap umat
beragama lain. 
Ketiga,  Kerukunan umat beragama dengan pemerintah. Berkaitan dengan
hubungan dengan pemerintah,  agama Katolik mengacu pada ajaran ini: Pertama,
sabda Yesus yg mengatakan; “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu
berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”.
(Mat 22:21). Maksud dari kutipan Injil di atas jelas mau menegaskan bagaimana
seharusnya sikap orang Katolik terhadap pemerintah,  yakni bersikap tunduk dan
patuh terhadap pemerintahan atau negara. Memberikan pajak kepada kaisar adalah
bentuk kepatuhan terhadap kewajiban sebagai warga masyarakat,  bangsa dan
negara, termasuk mematuhi segala bentuk peraturan dan undang-undang yg
berlaku dan yg sudah disepakati besama.  Kedua,  kerukunan umat Katolik dengan
pemerintah juga disampaikan dengan sangat indah oleh Mgr.  Soegijapranata,  yg
juga seorang pahlawan nasional,  dengan semboyannya: menjadi 100% Katolik, 
100% Indonesia. Selogan ini sudah menjadi prinsip dasar bagi setiap orang Katolik  
Indonesia untuk taat setia kepada pemerintah,  sebagai penyelenggara negara.
Semangat mencintai NKRI,  Pancasila,  UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika, 
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kekatolikan di Indonesia.  Hidup
menggereja dan hidup berbangsa,  bernegara itu bagaikan satu keping mata uang
yg memiliki dua sisi yg berbeda. Dua hal yg berbeda tapi ada dalam satu
kesatuan, yg harus dilaksakan secara seimbang dan proporsional.
Kesimpulannya adalah Agama Katolik,  dalam satu komando, memiliki prinsip dan
gagasan yg satu dan sama bahwa kerukunan umat beragama merupakan hal mutlak
perlu dan harus diperjuangkan bersama. Membangun kerukunan umat beragama, 
dalam berbagai bidang kehidupan,  merupakan perwujudan iman Katolik yg konkrit
dan aktual,  sekaligus bentuk partisipasi umat Katolik dalam membangun bangsa
dan negara,  yg kita cintai ini. Salam kerukunan, salam persaudaraan.

2. Beriman dalam Agama Katolik diantar pada pengertian dasariah


di dalam Gereja Katolik. Sebagai pribadi beriman, orang beriman
masuk dalam suatu persekutuan umat beriman, dan yang dalam
persekutuan itu dinaungi oleh Roh Kudus dan dengan bertekun,
berdoa dan berlaku benar, setiap orang beriman akan sampai kepada
persekutuan dengan Para Kudus. Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman terkait
a. Penjelasan atau pengertian Gereja sebagai Umat Allah.
b. Penjelasan atau pengertian Gereja sebagai Tubuh Mistik
Kristus
c. Penjelasan atau pengertian Gereja sebagai Bait Roh Kudus
d. Penjelasan atau pengertian Gereja sebagai persekutuan para
kudus
Tuliskan jawaban Anda maksimal 5 halaman. Jawaban disertai dengan
sejumlah kutipan baik Kitab Suci maupun ajaran Gereja Katolik
(Magisterium)

Gereja sebagai Umat Allah.


Konsep gereja sebagai umat Allah menekankan bahwa gereja bukan organisasi
manusiawi, namun merupakan perwujudan karya Allah yang konkret. Dengan kata
lain, arti gereja sebagai umat Allah, yaitu gereja bukan merupakan organisasi,
namun paguyuban/persaudaraan/keluarga dari orang-orang yang dipanggil oleh
Sabda Allah. Di mana anggota gereja dikumpulkan bersama-sama menjadi umat
Allah dan kemudian menjadi Tubuh Kristus dan hidup dari Tubuh Kristus.
Sebagaimana tercatat dalam buku Pendidikan Agama Katolik SMA 2 karya Stanis
Suliangto dan A. Sugeng Agus Priyono. Gereja sebagai umat Allah juga mengacu
pada persamaan setiap anggota gereja, di mana semua anggota gereja memiliki
kesejajaran dan persamaan status yang fundamental.
Tidak ada kelas atau golongan tertentu dalam lingkup persekutuan anggota
jemaat karena semuanya adalah orang terpilih, orang kudus, murid, dan saudara
seiman.
Keberadaan gereja sebagai umat Allah bukan tanpa alasan, persaudaraan tersebut
bertujuan untuk menjadi saksi sebagai paguyuban religius melalui kegiatan
keagamaan. Misalnya, peribadatan, pewartaan, hingga menjadi garam dan terang
bagi kehidupan sekitar. Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa pengertian
gereja sebagai umat Allah sama dengan ayat Alkitab Kisah Para Rasul 2:41-47,
yang berbunyi:
(41) Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan
pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.
(42) Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan
mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.
(43) Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan
banyak mujizat dan tanda.
(44) Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala
kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,
(45) dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-
bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.
(46) Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam
Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan
makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati,
(47) sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari
Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan

Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus.


Sebutan yang lebih khas Kristiani adalah Tubuh Kristus. Paulus menjelaskan
maksud kiasan itu:
"Sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak -- segala anggota
itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh -- demikian pula Kristus. Sebab
dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi maupun orang Yunani, baik budak
maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi
minum dari satu Roh" (1Kor 12:12-13).
Dengan gambaran "tubuh", Paulus mau mengungkapkan kesatuan jemaat,
kendatipun ada aneka karunia dan pelayanan (lih. ay. 7). Gereja itu satu. Ia
menegaskan, bahwa "mata tidak dapat berkata kepada tangan: Aku tidak
membutuhkan engkau. Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki: Aku tidak
membutuhkan engkau" (ay, 21). Sebab "tubuh tidak terdiri dari satu anggota,
tetapi atas banyak anggota" (ay. 14). Maka ditarik kesimpulan: "Kamu semua
adalah tubuh Kristus dan masing-masing adalah anggotanya" (ay. 27). Hal yang
sama dikatakan dalam surat kepada umat di Roma (12:4-5).
Tetapi dalam surat kepada umat Kolose dan Efesus gagasan ini dikembangkan
lebih lanjut. Dalam Ef 1:23 dikatakan bahwa "jemaat adalah tubuh Kristus, yaitu
kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dari segala sesuatu" (bdk. Kol 1:18.24).
Di sini yang dimaksudkan bukanlah kesatuan antara para anggota jemaat,
melainkan kesatuan jemaat dengan Kristus. Oleh karena itu Kristus juga disebut
"kepala" Gereja (lih. Ef 1:22; 4:15; 5:23; Kol 1:18). Hal itu jelas dari Ef 4:16:
"Kristus adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh -- yang rapi tersusun dan
diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar
pekerjaan tiap-tiap anggota -- menerima pertumbuhannya dan membangun
dirinya dalam kasih."
Dari satu pihak dipertahankan gagasan Paulus mengenai kesatuan dalam jemaat,
yang "diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya". Tetapi dari pihak lain
dengan jelas dikatakan bahwa jemaat itu "menerima pertumbuhannya" dari
Kristus, yang adalah Kepala. Di sini pun masih dipergunakan bahasa kiasan, tetapi
bukan sebagai perbandingan saja. Dengan gambaran tubuh mau dinyatakan
kesatuan hidup antara Gereja dan Kristus. Gereja hidup dari Kristus, dan dipenuhi
oleh daya ilahi-Nya (lih. Kol 2:10).
Perlu diperhatikan bahwa teks-teks Kitab Suci mengenai Tubuh Kristus berbicara
mengenai Kristus yang mulia. Tuhan yang mulia "dengan mengaruniakan Roh-Nya
secara gaib membentuk orang beriman menjadi Tubuh-Nya" (LG 6). "Dialah
damai-sejahtera kita" (Ef 2:14), Dia yang dalam Injil Yohanes telah bersabda:
"Apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang
kepada-Ku" (Yoh 12:32).
Dalam arti sesungguhnya, proses pembentukan Tubuh baru mulai dengan
peninggian Yesus, yakni dengan wafat dan kebangkitan-Nya. Tetapi itu tidak
berarti bahwa sabda dan karya Yesus sebelumnya tidak ada sangkut-pautnya
dengan pembentukan Gereja. Memang tidak dapat ditentukan suatu hari atau
tanggal Yesus mendirikan Gereja. Tidak ada "Hari Proklamasi Gereja". Gereja
berakar dalam seluruh sejarah keselamatan Tuhan, dan terbentuk secara
bertahap.
Dalam proses pembentukan itu wafat dan kebangkitan Kristus, beserta
pengutusan Roh Kudus, merupakan peristiwa-peristiwa yang paling menentukan.
Sebelumnya sudah ada kejadian yang amat berarti, misalnya panggilan kedua
belas rasul dan pengangkatan Petrus menjadi pemimpin mereka. Peristiwa
terakhir itu dalam Injil Matius dihubungkan secara khusus dengan pembentukan
Gereja: "Engkaulah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan
Gereja-Ku" (Mat 16:18). Namun banyak orang berpendapat bahwa sabda Yesus
ini pun tidak berasal dari situasi sebelum kebangkitan-Nya.
Pertama-tama harus dikatakan bahwa sabda Yesus ini hanya terdapat dalam Injil
Matius saja, Dan pada umumnya diterima bahwa Matius menggabungkannya pada
teks yang sudah terdapat pada Markus. Kemungkinan besar Markus pun dengan
sengaja menempatkan pengakuan Petrus ini (Mrk 8:29 = Mat 16:16) di tengah-
tengah Injilnya. Dengan demikian pengakuan iman akan Yesus dikembangkan
secara bertahap: Petrus dahulu (8:29), "Engkau adalah Mesias", dan kemudian
kepala pasukan di bawah salib (15:39), "Sungguh, orang ini adalah Anak Allah".
Cukup mengherankan bahwa sesudah pengakuan Petrus yang begitu jelas, di
kemudian hari para rasul, termasuk Petrus sendiri, masih begitu bingung dan
seolah-olah sama sekali tidak mengetahui siapa Yesus sebenarnya. Mungkin hal
itu mau ditutup oleh Markus dengan larangan Yesus "supaya jangan
memberitahukan kepada siapa pun tentang Dia" (Mrk 8:30). Tetapi larangan ini
juga mengherankan, bahkan membingungkan. Sebab baru saja Yesus bertanya
kepada mereka "Siapakah Aku ini?" Seandainya Yesus tidak mau dikenal orang,
mengapa Ia bertanya mengenai diri-Nya? Mungkin semua ini rumusan Markus
yang memindahkan pengakuan Petrus dari situasi sesudah kebangkitan ke dalam
peristiwa Kaisarea Filipi.
Kendatipun penugasan Petrus dikaitkan secara langsung dengan Gereja, yang
sesungguhnya dibicarakan bukanlah Gereja melainkan Petrus dan peranannya.
Maka akhirnya memang tidak ada satu peristiwa atau kisah pun yang secara
khusus menceriterakan bagaimana Yesus mendirikan Gereja. Gereja berkembang
dalam sejarah keselamatan Allah. Oleh karena itu Gereja sekarang masih tetap
pada perjalanan menuju kepenuhan rencana Allah itu. Gereja bukan tujuan,
melainkan sarana dan jalan yang mengarah kepada tujuan itu.
Gereja sebagai Bait Roh Kudus.
GEREJA adalah tempat Roh Kudus hadir secara penuh di dunia. [KGK 797-
801,809]
Umat Israel beribadah dalam Bait Allah di Yerusalem. Bait ini tak ada lagi. Ia telah
digantikan oleh Gereja, yang tidak terbatas pada tempat tertentu. "Sebab di mana
dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah
mereka" (Mat 18:20). Yang membuat Gereja hidup ialah Roh Kristus: Ia hidup
dalam Sabda Kitab suci dan hadir dalam tanda-tanda suci SAKRAMEN-SAKRAMEN.
Kasih-Nya bergema dalam hati umat beriman dan berbicara dalam doa-doa
mereka. Ia memimpin mereka dan memberikan aneka karunia Ilahi, baik yang
sederhana maupun yang luar biasa. Siapapun yang berada dalam hubungan
dengan Roh Kudus dapat mengalami mukjizat-mukjizat sejati, bahkan hingga hari
ini.

Gereja sebagai persekutuan para kudus.


Di dalam rumusan syahadat iman Katolik (credo), ditegaskan bahwa sebagai umat
beriman, kita pun percaya akan Roh Kudus, Gereja Katolik yang kudus serta
persekutuan para kudus. Istilah “Persekutuan para kudus” (communion
sanctorum) baru dimasukkan ke dalam rumusan syahadat pendek pada abad IV.
Rumusan tersebut dapat dipahami sebagai keadaan, tetapi terutama harus
dipahami sebagai sebuah proses keterlibatan Gereja terhadap hal-hal yang kudus.
Imanlah yang dijadikan dasar persekutuan, adalah iman akan Yesus Kristus dan
Roh Kudus. Itulah sebabnya, Gereja disebut sebagai tubuh Kristus. Para kudus
adalah orang-orang beriman yang telah memperoleh kehidupan kekal di surga,
sebagaimana dijamin oleh Yesus melalui sabda-Nya: “Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-
Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-
Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan
membangkitkan dia pada akhir zaman” (Yohanes 6:53).
Di dalam persekutuan, semua anggota Gereja mampu menjalin persaudaraan dan
berkomunikasi satu dengan yang lain, sehingga menjadi sehati dan sejiwa. Sifat
sehati sejiwa bagi kaum beriman menyiratkan kesatuan, baik kesatuan di dalam
Gereja yang masih mengembara di dunia, maupun dengan anggota Gereja yang
menderita di dalam api penyucian serta Gereja yang mulia dalam kemuliaan
surgawi. Persekutuan Gereja, diikat oleh tubuh dan darah Kristus, yaitu kesediaan
untuk melakukan kehandak Allah, sebagai makanan utama umat beriman. Dengan
demikian, persekutuan para kudus bukan hanya sesuatu yang bersifat fisik atau
lahiriah, tetapi juga yang bersifat rohani, yaitu persekutuan dengan anggota-
anggota Gereja yang telah meninggalkan dunia ini. Iman dan keyakinan terhadap
persekutuan para kudus, merupakan ungkapan iman Gereja untuk dapat
menikmati kesatuan seluruh umat beriman kepada Kristus, di dalam Roh Kudus.
Dalam tradisi Gereja Katolik, terdapat istilah santo, santa, beato, beata. Istilah
tersebut merupakan penghormatan kepada orang-orang tersebut karena kesucian
imannya, jasa serta pengorbanannya. Semua istilah tersebut berarti yang
disucikan.
Santo Stefanus adalah martir pertama. Martir artinya orang yang wafat karena
mempertahankan imannya akan Kristus. Karena iman, kesucian serta
pengorbanannya kepada Kristus dan Gereja, ia diberi gelar santo.
Rumusan syahadat menegaskan bahwa kita mengimani persekutuan para kudus.
Persekutuan para kudus adalah himpunan orang-orang yang semasa hidupnya
menunjukkan nilai-nilai iman, kesucian dan menyerahkan seluruh hidupnya untuk
kemuliaan Allah. Meskipun mereka telah wafat, iman akan Kristus yang satu
menjadi tali pengikat persekutuan dengan Gereja yang masih berziarah di bumi.
Kisah Santo Stefanus juga menunjukkan sifat kudus Gereja, yang berarti bahwa
bukan hanya mereka yang masih mengembara di dunia, melainkan mereka yang
telah berada di dalam surga, karena kekudusan yang telah mereka perjuangkan
selama masa hidup di dunia, sekaligus karena kasih Kristus. Tradisi dan Ajaran
Gereja Katolik tentang Persekutuan Para Kudus: Doa-Doa atau Perayaan Ekaristi
Gereja Katolik mengimani ikatan dengan para kudus di surga. Hal itu tampak di
dalam beberapa doa atau bagian ekaristi, misalnya: litani orang kudus, syahadat
para rasul dan doa syukur agung.
Hari-Hari Khusus, Pada tanggal 1 dan 2 Nopember Gereja Katolik memperingati
arwah umat beriman dan para kudus. Terdapat hari-hari di dalam rentang
sepanjang tahun, Gereja Katolik memperingati para kudus yaitu Santo dan Santa.
Misalnya 4 Nopember (Santo Carolus Boromeus), 13 Juni (Santo Antonius dari
Padua), 7 April (Santo Yohanes Pembaptis de la Salle), dan sebagainya.
Nama Baptis/Nama Pelindung, Ketika menerima baptisan, setiap orang memilih
nama baptis, yang diambil dari nama santo-santa atau para kudus, sebagai
penghormatan sekaligus keteladanan terhadap semangat yang telah ditunjukkan
oleh mereka. Selain sebagai penghormatan, melalui doa dan perayaan ekaristi,
Gereja menyampaikan permohonan kepada Tuhan melalui para kudus.

Anda mungkin juga menyukai