Anda di halaman 1dari 8

Jadenia Annabella Chandra - 2440036604 - LB66

Humaniora / Hubungan Internasional

1. Manusia adalah makhluk sosial yang tumbuh dan berkembang dari pengaruh manusia lain.
Dasar manusia mengetahui buruk atau baik dibatasi oleh ajaran interaksi sosial salah satunya
agama. Dalam kehidupan manusia, sebagai individu yang berakal, agama menjadi salah satu
landasan awal pembelajaran norma-norma (Mulyadi, 2019). Norma tercipta agar kehidupan
manusia berjalan dengan baik. Agama juga menjadi jawaban penentu atas apa yang dianggap
baik ataupun buruk yang menjadi mula pembentukan norma (Tim CBDC, 2022).

Tentunya, walaupun zaman berubah, sebagai seorang kristen, kehidupan beragama tetap
berlandaskan Firman Tuhan. Sebagai manusia ciptaanNya, kita harus taat dan mengikut pada
perintah, perbuatan dan karakter-Nya. Dalam kehidupan beragama, pembentukan karakter
menjadi hal yang terdampak paling utama. Karakter yang tumbuh dari kehidupan beragama
akan terlihat dari bagaimana seorang individu berfungsi, bersikap, berpikir, dan bertindak.
Karakter seorang Kristen adalah kasih sebagaimana Allah adalah kasih, maka, kita harus
berfungsi dengan kasih. Hal ini tertulis dalam ayat 1 Yohanes 4 : 7-8.

References :
Mulyadi. (2019, July 17). AGAMA DAN PENGARUHNYA DALAM KEHIDUPAN. UIN
Imam Bonjol Padang.
Tim CBDC Binus University. (2022). Character Building Agama (CHAR6015).

2. Agama dan aliran kepercayaan pada dasarnya memiliki kesamaan secara hakikat dalam
mempercayai, menghidupi, dan memegang sesuatu teologi (Ceprudin, 2015). Keduanya juga
mempercayai bahwa kehidupan ini diciptakan, berjalan dan terkoneksi dengan sosok yang
superpower (Tim CBDC, 2022). Selanjutnya, pada dasarnya, perbedaan agama dan aliran
kepercayaan nampak pada ritual dan pengakuan eksistensi dari lembaga hukum suatu negara.
Di Indonesia singkatnya, agama yang diakui memiliki sistem memuliakan-Nya dan
melakukan kehendak-Nya. Sedangkan, aliran kepercayaan condong fokus kepada olah batin
dan fisik. Selain itu, walau sama-sama mempercayai sosok superpower atau Tuhan, agama di
Indonesia dinaungi oleh Kementerian Agama sedangkan aliran kepercayaan dinaungi oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, perbedaan dapat terlihat pada ritual.
Nampak terlihat dari contoh agama Kristen yang beribadah di hari Minggu, juga memiliki
perayaan Natal dan Paskah. Sebaliknya, aliran kepercayaan tidak memiliki ritual atau ibadah
khusus.

References :
Ceprudin. (2015). Persamaan Hak Penganut Agama dan Kepercayaan di Indonesia [Thesis].
Universitas Kristen Satya Wacana.
Tim CBDC Binus University. (2022). Character Building Agama (CHAR6015).

3. Manusia dan alam memiliki kehidupan yang berhubungan dan bersifat saling melengkapi.
Sejatinya, manusia adalah makhluk sosial yang bergantung hidup dengan sesamanya. Selain
itu, baik manusia dan alam adalah ciptaan yang dikehendaki-Nya. Manusia pada dasarnya
adalah makhluk berakal budi yang berguna untuk mencari ilmu pengetahuan. Kekuatan ini
perlu dibatasi oleh nilai dan moral agar tidak arogan. Dengan kehidupan saling, manusia akan
menunjukan perasaan dan pemikiran berbeda. Kehidupan saling ini adalah salah satu cara
Tuhan mengenalkan diri lewat sesama. Terdapat pada Roma 12 : 10, dimana Tuhan
berfirman untuk saling mengasihi ditengah perbedaan dan ketidak idealan sesama kita, dari
ayat ini kita dapat belajar terlebih Tuhan yang adalah kasih sudah mengasihi kita, maka
kasih-Nya yang ada dalam kita juga memampukan kita semakin mengenal Tuhan lewat
mengasihi orang lain terlepas situasi dan kondisi yang tidak ideal. Begitu juga dengan alam,
contohnya, Allah berkomunikasi lewat hujan yang diturunkan untuk mengairi pekerjaan
manusia (petani).

References :
Alkitab

Atabik, Ahmad . (2015). KONSEP PENCIPTAAN ALAM. Studi Komparatif-Normatif Antar


Agama-Agama, 3.
Tim CBDC Binus University. (2022). Character Building Agama (CHAR6015).

4. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak formalisme agama terealisasikan lewat penghayatan


agama yang realis dan legalis. Dalam kehidupannya, formalisme agama akan menekankan
sistem keagamaan yang mengekang secara prinsip dan hukum. Pada prakteknya, para
penganutnya akan radikal dan ekstrim sebagai bentuk standart religius dan hidup saleh.
Mereka akan memandang agama dan dunia bertetangan sehingga dalam berperilaku, mereka
akan membela radikal prinsip yang mereka pegang, menolak perbedaan, berulang sehingga
menjadi terbiasa, tertanam menjadi budaya dan disebar secara pengajaran, sehingga rasa
untuk berefleksi hilang. Dampak dari formalisme agama seperti radikalisme cenderung
negatif dan layak dikritik karena berpengaruh pada perpecahan yang ekstrem. Maka dari itu,
saran dari penulis adalah diperbaiki dari akar hingga buahnya, dengan cara pengajaran dan
pembelajaran agama hingga masing-masing individu berubah secara kultur dan prinsip.

References :
Suraji, R. (2017). FORMALISME KEHIDUPAN BERAGAMA. Studi Kasus Gereja Katolik
Keuskupan Purwokerto.

Tim CBDC Binus University. (2022). Character Building Agama (CHAR6015).

5. Agama adalah sesuatu hal yang manusia yakini dalam mencari tujuan dan berintegritas
dalam menjalani suatu landasan hidup (Journal Portal - Universitas Islam Indonesia).
Sedangkan sains merupakan sesuatu teori atau ilmu yang terafirmasi oleh prakteknya. Seiring
dengan perkembangannya, kata ini pun ikut berkembang menjadi percobaan, kajian, ataupun
observasi. Hal ini juga dapat diartikan sebagai teori sistematis alam dan fisik.

Agama dan sains di kenal dalam satu garis yang sama dari sisi epistemologi. Namun, mereka
juga memiliki perbedaan dari kerasionalan, sistematika, hingga metodenya. Sedangkan,
agama lebih kaku, bersifat tetap/mutlak, dan berpegang teguh akan dogma. Dengan
perbedaan dan persamaan yang ada, pada dasarnya mereka bisa saling melengkapi. Namun
pada kehidupannya kerap terjadi pertentangan karena para pengikutnya mempercayai
kebenaran yang mutlak pada teori mereka sehingga tidak dapat dikritisi.

Dapat kita gali lebih dalam bahwa hubungan agama dan sains dapat berguna untuk saling
melengkapi dalam memprediksi cuaca. Agama dapat menjelaskan bahwa semua alam
semesta termasuk yang didalamnya termasuk manusia adalah ciptaan Allah. Lalu, manusia
yang diberi akal budi dapat menjelaskan lebih detail lagi dengan menyambungkan teori
dengan fenomena serta keadaan yang sudah ada.

Dengan banyaknya kekurangan dari kedua sisi agama dan sains, dapat diambil kesimpulan
bahwa dua hal ini adalah teori yang bisa saling melengkapi. J. Habermas menyatakan bahwa
harus ditumbuhkannya rasa ingin saling belajar. Perlu digaris bawahi bahwa, manusia pada
dasarnya adalah makhluk berakal budi yang berguna untuk mencari ilmu pengetahuan, perlu
dipayungi oleh nilai dan moral. Sebaliknya, para penganut agama dapat belajar untuk
semakin terbuka dan tidak kaku karena ilmu pengetahuan diperlukan untuk dasar berpikir
(Fios, F. et al., 2021). Sedangkan, penganut ilmu sains juga dapat mengembangkan teori baru
untuk kehidupan manusia. Kedua hal ini harus bertumbuh dan tersebar sesuai kadar masing-
masing agar menguntungkan sesama.

References :
Arifudin, I. (2016). Integrasi Sains dan Agama serta Implikasinya terhadap Pendidikan
Islam. Edukasia Islamika, 161-180.

Tim CBDC Binus University. (2022). Character Building Agama (CHAR6015).

Hidayatulloh, H. (2016). Realasi Ilmu Pengetahuan dan Agama. Proceedings of the


ICECRS, 1(1). https://doi.org/10.21070/picecrs.v1i1.627

6. Seiring perkembangan zaman yang terjadi begitu cepat, banyak juga isu kontemporer yang
hadir di tengah masyarakat seperti :

Agnotisme menjadi akar tantangan dari tantangan lain. Konsep tentang Tuhan maupun
agama begitu dinamis dalam sejarah peradaban manusia. Menurut pemaham prinsip ini,
ketidakadaan eksistensi Tuhan dapat terbuktikan lewat ilmu pengetahuan. Namun, eksistensi
Tuhan tidak terbatas lewat ilmu manusia manapun. Pernyataan tersebut dapat diperkuat
dengan iman tiap individu. Dimana sebagai seorang beragama, dalam kehidupan beriman,
kita harus yakin dengan segenap hidup kita dan berintegritas tidak menghidupi prinsip dunia.

Materialisme menjadi argumen yang dihdupi dengan kenyataan bahwa dalam menjalani


kehidupan membutuhkan aspek material. Penganutnya akan hidup dari pandangan, pemikiran
hingga berespon dari aspek material. Sebagai seorang yang beragama, kita harus kembali
merefleksikan dimana kita meletakan keberhargaan kita. Sedangkan, pada faktor eksternal,
hal ini mendapat pengaruh dari individu lain, dimana jika para individu pada sebuah
kelompok beradu gengsi, maka ini akan mempengaruhi tiap individu beradu material.
Selanjutnya, dengan pengaruh globalisasi, setiap individu akan semakin mudah berbelanja
dan tidak punya rasa cukup, maka dari itu, kita juga harus menjaga pikiran dan prinsip
keberhargaan diri bukan terletak pada barang-barang ataupun orang lain serta mengenal
kebutuhan diri kita sendiri.

Seks bebas menjadi isu dalam era globalisasi. Budaya dari berbagai tempat akan semakin
cepat menyebar, berkembang dan tertanam pada suatu tempat. Lalu, jika sudah tertanam,
sekelompok sosial akan menjadi mudah menormalisasi suatu hal. Pada dasarnya ketika suatu
perbuatan sudah menjadi kebiasaan dan dilakukan oleh sekelompok orang secara terus
menerus, maka pandangan akan lumrah untuk dilakukan semakin meningkat dan
meninggalkan norma budaya asli karena terkesan kolot dan kaku. Sebagai seorang yang
beragama, kita dapat menjaga pergaulan kita, yaitu pergaulan yang sama-sama bertumbuh
dalam pengenalan Firman. Selain itu, kita dapat menjaga dengan memperkenalkan dan
menumbuhkan awareness dengan topik seks bebas mengakibatkan hal-hal buruk dari segi
kesehatan maupun aspek lainnya.

References :
Alkitab

Apriliana, G. & Kementrian Hukum dan HAM. (2016, December 28). Maraknya Budaya
Seks Bebas di Era Globalisasi: Suatu Refleksi
Moral. https://www.balitbangham.go.id/detailpost/maraknya-budaya-seks-bebas-di-era-
globalisasi-suatu-refleksi-moral

Tim CBDC Binus University. (2022). Character Building Agama (CHAR6015).

Darnoto, D. (2020, June 24). Pergaulan Bebas Remaja di Era Milenial Menurut Perspektif
Pendidikan Agama Islam | Darnoto | Tarbawi : Jurnal Pendidikan Islam.
https://ejournal.unisnu.ac.id/JPIT/article/view/1189/pdf

Faisal, Faisal. (2019). AGNOSTISISME MODERN. TAJDID : Jurnal Ilmu Keislaman dan
Ushuluddin. 20. 22-30. 10.15548/tajdid.v20i1.164.
7. Pada mulanya, manusia adalah makhluk yang berdosa. Konsekuensi dosa terhadap tiap
individu adalah secara pikiran dan hati manusia akan menjadi corrupted. Pikiran dan hati
yang corrupted adalah akar segala standar, ekspektasi, dan asumsi yang merusak. Standar
dunia adalah tolak ukur keberhasilan seseorang lewat hal-hal dunia seperti kekayaan,
ketampanan, kecantikan, keterkenalan, seseorang dapat lulus, menikah, memiliki anak,
memiliki nilai bagus, gaji tinggi, karir yang cemerlang, dan masih banyak lagi. Materi
kekayaan dunia seperti gaji tinggi, dapat memakai barang mewah, memiliki rumah mewah,
dan lainnya sudah lama berakar menjadi tolak ukur keberhasilan seseorang sehingga banyak
individu yang mengejar standar tersebut. Lalu, ekspektasi, dimana kita mengharapkan orang
terdekat kita seperti orang tua, pasangan, teman, dapat memberikan materi dunia sehingga
kita merasa kepenuhan secara hati terisi. Tentunya jika materi tidak sesuai ekspektasi kita,
kita akan kecewa dan merasa tidak dikasihi, padahal tentunya pemikiran masing-masing
orang pun berbeda dalam memberikan kasih. Terakhir, asumsi yang merusak adalah buah
dari pikiran kita sendiri. Contohnya, takut dianggap gagal atau tidak diterima bila tidak
memakai materi mewah, lalu fear of missing out bila tidak sanggup ikut makan di tempat
makan mewah. Ketakutan dari asumsi kegagalan pada dasarnya adalah buah pemikiran kita
sendiri. Sebaliknya, sebagai seorang Kristen, dalam Firman jelas bahwa Allah mengasihi dan
menerima kita tanpa syarat ataupun standar, bahkan Tuhan rela untuk turun ke dunia dan
menebus dosa manusia. Selanjutnya, kepenuhan diri juga tidak berasal dari situasi kondisi
luar termasuk perbuatan orang lain. Terakhir, hidup manusia tidak akan damai jika hidup
dalam ketakutan. Ketakutan berasal dari kuasa jahat yang pada dasarnya mencuri,
membunuh, dan membinasakan (termasuk kedamaian atau sukacita manusia). Maka dari itu,
materi juga akar segala dosa dan menghambat pertumbuhan religius. Hidup dan sadar bahwa
kepenuhan kita adalah Firman yang adalah Allah itu sendiri adalah kunci.

References :
Alkitab

Tim CBDC Binus University. (2022). Character Building Agama (CHAR6015).

Tim Kementrian Agama (2021). Mengenal Yang Benar dan Tinggal di dalam Yang Benar.
https://kemenag.go.id/read/mengenal-yang-benar-dan-tinggal-di-dalam-yang-benar-
pvzgm
8. Dalam era globalisasi ini, pertukaran budaya menjadi mudah, cepat, dan cenderung tidak
tersaring. Budaya dalam suatu tempat dapat dengan cepat terpengaruh budaya lain tumbuh
karena rasa lumrah. Terlebih lagi pada diri saya yang tinggal di ibu kota, tentunya banyak
kesenjangan yang dapat saya lihat dan alami sendiri. Contohnya, pada lingkungan di PIK
yang akhir-akhir ini banyak digandrungi masyarakat. Banyaknya bar di PIK diminati banyak
anak muda juga. Anak muda yang datang cenderung datang untuk minum-minuman keras
serta menyetir kendaraan di bawah umur. Hal ini sudah menjadi kebiasaan yang tertanam
oleh banyak kelompok sehingga dipandang lumrah. Contoh hukum agama yang jelas
terlanggar dari hal ini adalah tidak menaati otoritas, dalam hal ini adalah hukum
(pemerintah). Hal ini tentu mereka lakukan karena merasa mampu secara materi dan nyaman
dengan kemewahan serta kemudahan akses akan apapun juga.

Sebagai seseorang yang tumbuh beragama Kristen, saya banyak menyadari bahwa banyak
standart dan prinsip dunia yang berlawanan dengan agama yang saya anut. Menjadi seorang
yang beragama, tentunya perlu rasa radikal dalam diri sendiri. Radikal yang saya maksud
adalah tidak setengah-setengah dalam mengikut Tuhan. Mengikut Tuhan berarti memikul
salib dan mengikut perintahNya juga. Arti memikul salib dan mengikut perintahNya adalah
tentu tidak mudah dalam berproses, menjadi berbeda dengan dunia dalam mengikuti
perintahNya. Hidup mewah pada prakteknya cenderung berlawanan dengan perintahNya
seperti foya-foya, tidak taat hukum, dan lain-lain. Mengikut perintahNya memiliki resiko
dijauhi orang-orang yang tidak seprinsip dalam. Hidup serba mewah di era ini menjadi
persaingan yang begitu dahsyat dan menjadi standar seseorang sukses dan menjadi syarat
seseorang dapat diterima. Tentunya untuk hidup serba mewah, banyak hal yang berlawanan
dengan agama seperti berfoya-foya juga hidup dari standar dan penerimaan manusia. Maka
dari itu, sebagai seorang yang beragama, baiklah kita hidup sesuai FirmanNya yang menjaga
kita dari kefasikan dan kepenuhan sementara.

References :
Alkitab

Tim CBDC Binus University. (2022). Character Building Agama (CHAR6015).


Tim Kementrian Agama (2021). Mengenal Yang Benar dan Tinggal di dalam Yang Benar.
https://kemenag.go.id/read/mengenal-yang-benar-dan-tinggal-di-dalam-yang-benar-
pvzgm

Anda mungkin juga menyukai