KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-
Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun
merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia saat ini tengah memasuki era globalisasi dengan dampak
negatif dan positifnya, di antara dampak negatif tersebut misalnya terjadi
dislokasi, dehumanisasi, sekularisasi, dan sebagainya. Sedangkan dampak
positifnya antara lain semakin terbukanya berbagai kemudahan dan
kenyamanan, baik dalam lingkungan ekonomi, informasi, teknologi, sosial
maupun psikologi.
Semua orang mungkin sepakat bahwa dalam era globalisasi
tersebut keutuhan manusia ingin tetap terpelihara dengan baik, dan ilmu
pengetahuan sosial diharapkan dapat menjadi salah satu alternative yang
strategis bagi pengembangan manusia Indonesia seutuhnya pada era
globalisasi tersebut. Namun demikian, ilmu pengetahuan sosial yang ada
sekarang ini dinilai sudah mulai kewalahan dan hampir gagal dalam ikut
serta memeberikan kerangka pemecahan sosial yangtimbul dalam era
globalisasi tersebut, hal demikian antara lain disebabkan karena dasar-
dasar dan prinsip-prinsip yang dijadikan landasan dalam ilmu pengetahuan
sosial tersebut berasal dari filsafat barat yang bertumpu pada logika
rasional dan cara berpikir empirik.1
Agama merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah swt. untuk
manusia. Fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi dan
membantu manusia untuk mengenal dan menghayati sesuatu yang sakral.
Lewat pengalaman beragama (religion experience), yaitu penghayatan
kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki kesanggupan, kemampuan dan
kepekaan rasa untuk mengenal dan memahami eksistensi Sang Ilahi. Ini
membuktikan bahwa manusia meyakini akan adanya kekuatan
1
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA, Metodologi Studi Islam, (cet. II; Jakarta:
Rajawali Press, 2008), h. 53
5
2
H. M. Sayuthi Ali, Metodologi Studi Islam, (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 1
3
Drs. H. Muhammad Sayuthi Ali, Metode Peneltian Agama: Pendekatan Teori
dan Praktek, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h.8
4
Drs. H. Muhammad Sayuthi Ali, Metode Peneltian Agama: Pendekatan Teori
dan Praktek, h.9
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah mengenai penelitian sosial dan
agama (merumuskan realitas sebagai medan penelitian sosial dan agama),
maka penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan menjadi
fokus pembahasan dalam makalah ini, yaitu :
1) Bagaimana merumuskan realitas sebagai medan penelitian sosial dan
agama?
2) Bagaimana hubungan penelitian sosial dan agama?
3) Bagaimana persamaan dan perbedaan penelitian sosial dan penelitian
agama?
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Merumuskan Realitas sebagai Medan Penelitian Sosial dan Agama
Realitas berupa fakta dan fenomena. Fakta adalah kejadian yang
muncul dalam kontak budaya di masyarakat. Fakta ada yang dapat diamati
dan ada yang hanya dapat dirasakan. Fakta adalah realitas yang benar-
benar terjadinya atau ada. Fakta dapat diamati dan mendukung hadirnya
realitas. Sedangkan teralitas dapat benar-benar terjadi, akan dan sedang
terjadi. Realitas ini bersifat alamiah sehingga wujudnya pun apa adanya.
Realitas dan fakta tersebut akan memunculkan sebuah fenomena. Maka
tugas penelitian adalah mengolah fenomena tersebut agar menjadi sebuah
data yang akurat.
Realitas sosial dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu: Pertama,
realitas dalam alam kodrat/alam anogranik (fisika/ilmu kealaman) dan
realitas dalam alam organik/alam hayat (biologi). Realitas dalam kedua
alam ini bersifat empiris, kuantitatif, materialistik, dan rasionalistik.
Kedua, realitas dalam gejala-gejala sosial budaya (termasuk gejala
keberagaman). Ini merupakan gejala serupa organik yang bersifat abstrak
dan tak teraba. Lebih-lebih gejala sosial agama yang berkaitan dengan
keyakinan terhadap yang adikodrat (beyond be life).5
Gejala-gejala sosial-agama seperti budaya manusia dalam
bertuhan, kohesi kelompok dalam oraganisasi keagamaan, perilaku ritus
dan sebagainya. Sungguh merupakan gejala yang abstrak dan verbalisme.
Gejala-gejala sosial-agama itu dapat berupa tindakan-tindakan, ucapan-
ucapan/ungkapan-ungkapan, sikap-sikap, simbol-simbol yang dihargai,
cita-cita, emosi-emosi dan pikiran-pikiran yang oleh pelakuya dianggap
memiliki keterkaitan dengan hidup keberagamaannya atau merupakan
perwujudan dari ajaran atau doktrin agama yang diyakini.
Semua gejala keagamaan itu tidak sekedar dilihat bentuk, frekuensi
(intensitas), pola, melainkan (yang lebih penting) adalah pemaknaannya.
Prof. Dr. Imam Suprayogo dkk, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Cet. I;
5
Oleh karena itu, realitas sosial dalam studi-studi sosial pada galibnya lebih
banyak bergumul dengan konsep-konsep atau konstruksi sosial (social
construction).6
Persoalan yang muncul adalah bagaimana cara mendefinisikan
realitas sosial ke dalam suatu konsep, padahal realitas sosial itu bersifat
kompleks dan multidimensional. Maka seorang peneliti harus mengenali
seluruh aspek yang menjadi indikator dari realitas itu lalu melakukan
imajinasi dan abstraksi yang kemudian diformulasikan secara verbal
menjadi rational construction yang disebut konsep. Permbuatan konsep
(konseptualisasi) ini sangat penting, karena perbedaan konsep akan
menghasilkan perbedaan temuan data, dan perbedaan temuan data akan
mengakibatkan perbedaan hasil analisis yang disebut kesimpulan.
Persoalan berikutnya adalah siapakah yang membuat konsep,
peneliti (subjek peneliti) atau yang diteliti (subjek yang diteliti)?
Paradigma kaum strukturalis (paradigma makro) menyatakan bahwa
peneliti yang berdasarkan kepakaran atau berdasarkan teori-teori yang ada,
mestinya harus mengenali, mendefinisikan dan memformulasikan
konsepnya. Realitas sosial tentang kemiskinan misalnya, ditentukan oleh
peneliti berdasarkan konsumsi kalori perhari, keadaan fisik dan fasilitas
yang dimiliki, dan sebagainya.7
Adapun paradigma kaum fenomenologis/interaksionis (mikro)
menyatakan bahwa konsep yang harus dipakai untuk menyatakan secara
definitif terhadap suatu objek harulah menurut pelaku sosial sebagai
realitas.
Etos ilmu pengetahuan sosial adalah mencari kebenaran obyektif,
yaitu upaya untuk mencari kebenaran tentang realitas. Menurut kaum
strukturalis, realitas dan obyektifitas itu ditentukan oleh peneliti
berdasarkan teori yang ada. Karena itu, kebenaran bersifat subjectivied
objectives atau objektif yang subjektif menurut peneliti. Peneliti ibarat ahli
biologi yang melihat bakteri melalui mikroskop.
6
Prof. Dr. Imam Suprayogo dkk, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, h. 24
7
Prof. Dr. Imam Suprayogo dkk, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, h. 25
9
Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan Praktek, (Cet. VIII;
9
10
Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan Praktek, h. 14
12
12
Mattulada, Studi Islam Kontemporer : Sintesis Pendekatan Sejarah, Sosiologi
dan Antropologi dalam Mengkaji Fenomena Keagamaan, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1989), h. 3
13
Prof. Dr. Imam Suprayogo dkk, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, h. 26
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Realitas dalam medan penelitian merupakan kejadian yang muncul dan
benar-benar terjadi dalam kontak budaya di masyarakat. Dalam hal ini,
fakta ada yang dapat diamati dan ada yang hanya dapat dirasakan. Gejala-
gejala sosial-agama seperti budaya manusia dalam bertuhan, kohesi
kelompok dalam organisasi keagamaan, perilaku ritus dan sebagainya.
Sungguh merupakan gejala yang abstrak dan verbalisme. Gejala-gejala
sosial-agama itu dapat berupa tindakan-tindakan,
ucapan-ucapan/ungkapan-ungkapan, sikap-sikap, simbol-simbol yang
dihargai, cita-cita, emosi-emosi dan pikiran-pikiran yang oleh pelakunya
dianggap memiliki keterkaitan dengan hidup keberagamaannya atau
merupakan perwujudan dari ajaran atau doktrin agama yang diyakini.
Perilaku inilah yang akan menjadi objek kajian pada penelitian sosial dan
agama.
2. Penelitian sosial dan agama memiliki hubungan yang sangat erat dan tak
dapat dipisahkan satu sama lain. Sebab, ketika melakukan penelitian
terhadap agama, maka hampir tidak terlepas dari penggunaan pendekatan-
pendekatan atau pun kerangka metodologis ilmu-ilmu sosial. Dalam
konteks ini, secara sosiologis misalnya, agama dianggap sebagai bagian
dari konstruksi realitas sosial. Dengan demikian, penelitian sosial jika
dihubungkan dengan penelitian agama semuanya dapat dikatakan
merupakan paradigma penelitian yang bersifat empiris.
3. Setelah memperhatikan metode-metode yang digunakan dalam penelitian
sosial, semuanya dapat digunakan dalam penelitian agama. Dari sini dapat
dipahami bahwa metodologi penelitian sosial dan agama memiliki
persamaan dan perbedaan. Karena itu, sebagaimana telah dikemukakan di
awal tadi bahwa sebuah penelitian disebut penelitian agama bukan karena
metodenya, melainkan karena objek kajiannya. Dengan demikian, letak
17
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H. M. Sayuthi, Metodologi Studi Islam, Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002.
______, Drs. H. Muhammad Sayuthi, Metode Peneltian Agama: Pendekatan
Teori dan Praktek, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
Faisal, Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, Cet. V; Jakarta: PT. Raja
Grapindo Persada, 2001.
Mattulada, Studi Islam Kontemporer : Sintesis Pendekatan Sejarah, Sosiologi dan
Antropologi dalam Mengkaji Fenomena Keagamaan, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1989.
Nata, Prof. Dr. H. Abuddin, MA, Metodologi Studi Islam, Cet. II; Jakarta:
Rajawali Press, 2008.
Suprayogo, Prof. Dr. Imam, dkk, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Cet. I;
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001.
Mudzhar, Atho, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan Praktek, Cet. VIII;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.