DISUSUN OLEH ;
Kelompok : 2
AINUN JARIAH
GUSLAN
ASRIANI
THANIA RAMADANY
PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
Kami jauh dari smpurna ,dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya .oleh karena itu ,keterbatasan waktu dan kemampuan kami ,maka kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat
berguna bagi saya pada khususnya dari pihak lain yang berkepentigan pada umumnya
Tertanda
KELOMPOK 2
i
DAFTAR ISI
LATAR BELAKANG……………………………………………………………………………………………………… i
A. Pendekatan Sosiologi……………………………………………………………………………………………. 1
B.
ii
BAB 1
A. Pendekatan Sosiologis
Sosiologis adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki
ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu, sosiologi mencoba memahami sifat
dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-
perserikatan hidup itu serta kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada
cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. Sementara itu Soerjono Soekarto
mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap penilaian.
Dan sosiologi tidak menetapkan ke arah mana suatu seharusnya berkembang dalam arti memberi
petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan
tersebut. Di dalam ilmu ini juga dibahas tentang proses-proses sosial, mengingat bahwa
pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang
nyata mengenai kehidupan bersama manusia. Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi
adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur,
lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena
sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial
serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut. Agama sebagai gejala
sosial, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama. Sosiologi agama mempunyai
hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat, masyarakat mempengaruhi agama, dan
agama mempengaruhi masyarakat. Oleh karena itu sosiologi dapat digunakan sebagai pendekatan
dalam memahami agama. Karena banyak bidang agama yang baru dapat dipahami secara
proporsional dan tepat setelah menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Besarnya perhatian
agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu
sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Buku yang berjudul Islam Internatif oleh
Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama Islam terhadap masalah
sosial dengan menggunakan lima alasan sebagai berikut:
1, Dalam al-Qur’an atau kitab-kitab Hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu
berkenaan dengan urusan mu’amalah.
3. Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dari ibadah
perseorangan.
4. Memberi kifarat kepada orang-orang yang berhak. Kelima, amal baik dalam bidang
kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari ibadah Sunnah.
1
B. Pendekatan Filosofis Secara harfiah
Secara arfiah, kata filsafat berasal kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan
hikmah. Dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta
berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam kamus umum bahasa Indonesia,
Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam
semesta atau pun menjadi kebenaran dan arti “adanya” sesuatu. Dan pengertian filsafat secara
umum digunakan adalah menurut Sdi Gazalba yaitu: filsafat ialah berpikir secara mendalam,
sistematis, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah, atau hakikat
menjadi segala sesuatu yang ada. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada
intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah menjadi suatu yang berada dibalik
formalnya. Filsafat mencari suatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat
lahiriah dan untuk menemukan hakikat itu dilakukan secara mendalam. Louis O. Kattsof
mengatakan bahwa kegiatan filsafat ialah merenung, tetapi merenunginya bukanlah melamun,
juga bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan, melainkan dilakukan secara
mendalam, radikal, sistematis, dan universal. Berpikir sacara filosofis tersebut selanjutnya dapat
digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari
ajaran agama dapat dimengerti dan difahami secara seksama, dan pendekatan filosofi ini sudah
banyak dilakukan oleh para ahli. Dengan menggunakan pendekatan filosofi seorang akan dapat
memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya. Dengan demikian ketika seorang
mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan
kebosanan, maka semakin pula meningkatkan sikap, penghayatan dan daya spiritualitas yang
dimiliki seseorang. Dan filsafat juga digunakan ilmu-ilmu lain selain agama Islam. contoh: filsafat
sejarah, ekonomi dan lain-lain. Melalui pendekatan filosofi ini, seseorang tidak akan terjebak
dalam pengalaman agama yang bersifat formalistic, yakni mengamalkan agama dengan susah
payah tetapi tidak memiliki makna agama, kosong tanpa arti, yang mereka dapatkan dari
pengalaman agama tersebut hanyalah pengakuan formalistic, misalnya sudah haji, sudah
menunaikan rukun iman yang kelima dan berhenti sampai di situ dan mereka tidak dapat
merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Namun demikian, hendaklah filosofis
tidak berarti menafikan atau menyepelekan bentuk pengalaman agama yang bersifat formal.
Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (formal) memfokuskan
segi lahiriah yang bersifat eksoterik. Bentuk atau kulit itulah yang disebut aspek eksoterik dan
agama-agama dan manifestasinya dalam dunia ini menjadi religius (dengan r kecil), sedangkan
kebenaran yang bersifat absolut, universal dan metahistoris adalah Religius (dengan R besar). Dan
titik Religion inilah titik persamaan yang sungguh-sungguh akan dicapai. Pandangan filsafat yang
bercorak prinialis ini secara metodologis memberikan harapan segar terhadap dialog antar umat
beragama. Karena
dengan metode ini diharapkan tidak hanya sesama umat beragama menemukan transcendent
unity of religion, melainkan dapat mendiskusikannya secara lebih mendalam. Sehingga terbukalah
kebenaran yang betul-betul benar dan tersingkirlah kesesatan yang betul-betul sesat.
2
Dalam lingkup langit kerelatifan dan kudus kebenaran dan kesesatan mungkin saja terjadi pada
sikap kita atau suatu kelompok tertentu yang seakan berada diposisi paling atas sehingga yang
lain diklaim sebagai yang di bawah. Pendekatan yang bercorak orientalis ini, walaupun secara
teoretis memberikan harapan dan kesejukan, namun belum secara luas dipahami dan diterima
oleh sekelompok kecil saja. Dan kenapa hanya oleh segelintir orang, jawabannya bisa dicari dalam
filsafat prenial itu sendiri. Untuk mengikuti aliran ini, seorang sarjana tidak cukup hanya
mengabdikan pikirannya saja, melainkan seluruh hidupnya. Ia menuntut penghayatan total, bukan
hanya sebatas study akademis terhadap persoalan agama bagi aliran ini . study agama dan agama-
agama adalah aktivitas keagamaan itu sendiri, dan mempunyai makna keagamaan. Semua study
agama hanya bermakna kalau ia memiliki makna keagamaan.
C. Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.
menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di
mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Melalui pendekatan sejarah
seorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antar yang terdapat dalam alam
idealis dengan yang ada di dalam alam empiris dan historis. Pendekatan kesejarahan dibutuhkan
dalam memahami agama karena agama turun dalam situasi yang konkrit bahkan berkaitan
dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Kuntawijaya menyimpulkan bahwa pada dasarnya
kandungan al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama berisi konsep-konsep dan yang
kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan. Melalui pendekatan ini seseorang diajak
untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Maka
seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena dapat
menyesatkan orang yang memahaminya.
D. Pendekatan Kebudayaan
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan menyerahkan segenap
potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan,
seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai
kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang
dihadapinya. Kebudayaan yang demikian dapat pula digunakan untuk memahami agama yang
terdapat pada dataran empiriknya atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala
di masyarakat. Pengalaman agama yang terdapat dalam masyarakat tersebut diproses oleh
penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran. Dengan melalui pemahaman
terhadap kebudayaan seseorang dapat mengamalkan ajaran agama.
3
E. Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku
yang dapat diamatinya. Menurut Zakiyah Darajat, perilaku seseorang yang nampak lahiriah terjadi
karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling
mengucapkan hormat kepada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban
untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat
dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama mementingkan bagaimana keyakinan agama
tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya. Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain
akan memahami tingkat keagamaan yang dihayati, difahami dan diamalkan seseorang, juga dapat
digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkat
usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk
memahamkannya. Kita misalnya dapat mengetahui pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji dan
ibadah lainnya.
4
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agama dapat dipahami melalui berbagai
pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Seorang teolog,
sosiolog, antropolog, sejarahwan, ahli ilmu jiwa dan budaya akan sampai pada pemahaman
agama yang benar. Di sini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan
normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan
kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari
agama, karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.
5
DAFTAR PUSTAKA