Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENDEKATAN MEMAHAMI AGAMA


(ANTROPOLOGIS,FEMINIS DAN FENOMENOLOGIS)

Disusun Oleh :

Kelompok 5 :
Farhan Wahyuudi (12170513703)
Viki Alfarizi (12170511620)

Administrasi Negara
Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Qasim Riau
Tahun Ajaran 2021/202

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan rasa syukur atas kehadirat ALLAH SWT dengan rahmat dan
karuniah-Nya makalah ini telah selesai kami susun sebagai penunjang dan tambahan dalam
kegiatan belajar. Shalawat beserta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabatnya, para tabi’in dan tabi’atnya, juga tak
lupa kepada kita selaku umatnya, Amin.
Makalah ini kami susun sebagai penunjang tambahan dalam kegiatan belajar khusus untuk
mahasiswa kelompok kerja makalah ini, dan umumnya mahasiswa/i Program Studi
administrasi negara.
Kami ucapkan terima kasih kepada ibu Dosen yona fitri.ME yang telah membimbing kami.
Dengan menggunakan makalah ini semoga kegiatan belajar dalam memahami dan dapat lebih
menambah sumber-sumber pengetahuan. kami sadar dalam penyusunan makalah ini belum
bisa dikatakan mencapai tingkat kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran tentu kami
butuhkan. Mohon maaf apabila ada kesalahan cetak atau kutipan-kutipan yang kurang
berkenan.Terimakasih.

PEKANBARU,23 OKTOBER 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan ……………………………………………………………………….…….1
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Antropologis....................................................................................2
2.2 Pendekatan Feminis............................................................................................10
2.3 Pendekatan Fenomenologis.................................................................................13

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................17
3.2 Saran...................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................18

iii
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara di dalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya
sekadar menjadi lambang kesalehan atau berhenti Sekedar disampaikan dalam kotbah,
melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam
memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama
yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teori normatif dilengkapi dengan
pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual,
dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Berkenaan dengan pemikiran di atas, maka pada bab ini pembaca akan diajak untuk
mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam emahami agama. Hal demikian
perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat
dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut,
tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan
akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak
boleh terjadi.
Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis normatif, antropologis,
sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan, dan pendekatar filosofis. Adapun yang dimaksud
dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu
bidang ilmu yang se¬lanjutnya digunakan dalam memahami agama1. Dalam hubungan ini,
Jalaluddir Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai
paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan
kerangka paradigmanya. Karena itu, tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu
penelitian ilmu sosial, penelitian legalistik atau penelitian filosofis.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa yang di maksud dengan pendekatan Antropologis?
b) Apa yang di maksud dengan pendekatan Feminis?
c) Apa yang di maksud dengan pendekatan Fenomenologis?
1.3 Tujuan
a) Untuk Mengetahui definisi pendekatan dalam memahami agama.
b) Untuk mengetahui macam-macam penedekatan dalam memahami agama.
c) Untuk mengetahui analisis dari pembehasan pendekatan dalam memahami agama.

1 Muhammadnurhadi,2011

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Antropologis
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia", dan logos yang berarti
ilmu.Kata antropologi dalam bahasa Inggris yaitu “anthropology” yang didefinisikan sebagai
the social science that studies the origins and social relationships of human beings atau the
science of the structure and functions of the human body.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa antropologi adalah ilmu tentang
manusia khususnya tentang asal usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan
kepercayaannya pada masa lampau, ilmu tentang organisme manusia dan tentang manusia
sebagai obyek sejarah alam.
Menurut Koentjaraningrat antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada
umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang
dihasilkan.  
Menurut Akbar S. Ahmad (dalam Hasan Baharun, Akmal Mundiri, dkk), antropologi adalah
sebuah ilmu yang didasarkan atas observasi yang luas tentang kebudayaan, menggunakan
data yang terkumpul, dengan menetralkan nilai, analisis yang tenang (tidak memihak).
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan suatu pengertian
bahwa antropologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang manusia dari segi
keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang
dihasilkannya, sehingga di antara satu manusia dengan yang lainnya berbeda-beda.
Dalam dunia ilmu pengetahuan makna dari istilah pendekatan adalah sama dengan
metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu yang menjadi
perhatian atau masalah yang dikaji. Bersamaan dengan itu, makna metodologi juga mencakup
berbagai tekhnik yang digunakan untuk melakukan penelitian atau pengumpulan data sesuai
dengan cara melihat dan memperlakukan masalah yang dikaji. Dengan demikian, pengertian
pendekatan atau metodologi bukan hanya diartikan sebagai sudut pandang atau cara melihat
sesuatu permasalahan yang menjadi perhatian, tetapi juga mencakup pengertian, metode-
metode atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan tersebut.
Menurut Abudin Nata, “Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat di artikan
sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak
akrab dan dekat dangan masalah-masalah yang di hadapi manusia dan berupaya menjelaskan
dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yangdi gunakan dalam

2
disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah di gunakan pula untuk memahami
agama”.
Islam adalah agama samawi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat Jibril. Islam tidak hanya diperuntukkan kepada Nabi Saw, tetapi juga untuk umatnya
(manusia). Supaya Islam dapat diterima dan ajarannya dipahami serta dilaksanakan oleh umat
manusia, maka dalam penyampaiannya harus menggunakan pendekatan atau metodologi
yang sesuai dan tepat. Jika tidak, maka dikhawatirkan dalam waktu yang tidak lama Islam
hanya tinggal namanya saja.  Hal ini perlu disadari oleh para ilmuwan muslim. Dan karena
agama itu sangat erat hubungannya dengan manusia, maka pendekatan antropologi sangat
penting untuk diterapkan didalam studi Islam.
Pendekatan antropologi dapat diartikan sebagai suatu sudut pandang atau cara melihat dan
memperlakukan sesuatu gejala yang menjadi perhatian terkait bentuk fisik dan kebudayaan
sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan antropologi dalam studi Islam
adalah suatu cara pandang yang mendalam dan proporsional praktik keberagamaan kaum
muslim sebagai suatu gejala yang terkait dengan budaya lokal, politik, ekonomi, sosial dan
pengaruh fakto-faktor lainnya dalam kehidupan2.
Abd. Shomad dalam M. Amin Abdullah dkk.mengemukakan bahwa secara umum obyek
kajian antropologi dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu antropologi fisik yang mengkaji
makhluk manusia sebagai organisme biologis, dan antropologi budaya dengan tiga
cabangnya: arkeologi, linguistik dan etnografi. Meski antropologi fisik menyibukan diri
dalam usahanya melacak asal usul nenek moyang manusia serta memusatkan studi terhadap
variasi umat manusia, tetapi pekerjaan para ahli di bidang ini sesungguhnya menyediakan
kerangka yang diperlukan oleh antropologi budaya. Sebab tidak ada kebudayaan tanpa
manusia.
Sedangkan menurut Atho Mudzhar,  ada lima fenomena agama yang dapat dikaji melalui
antropologi,yaitu:
1) Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama.
2) Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan
penghayatan para penganutnya.
3) Ritus, lembaga dan ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris.
4) Alat-alat seperti masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya.

2 Mansur,A.Ma,2016

3
5) Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti
Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Gereja Protestan, Syi’ah dan lain-lain.
Kelima obyek di atas dapat dikaji dengan pendekatan antropologi, karena kelima obyek
tersebut memiliki unsur budaya dari hasil pikiran dan kreasi manusia.
Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jika ditinjau dari pengertian
antropologi secara umum, obyek kajian dalam antropologi mencakup 2 (dua) hal yaitu :
a)Keanekaragaman bentuk fisik manusia.
b)Keanekaragaman budaya/kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia.
Sedangkan secara khusus pengkajian antropologi dalam studi Islam, maka obyek kajian
antropologi meliputi lima hal yaitu :
 Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama.
Pada bagian ini antropologi mengkaji bagaimana cara pandang penganut agama
terhadap al-Qur’an dan al-Hadits sebagai naskah atau sumber ajaran agama Islam
yang dianutnya, serta bagaimana cara menfsirkan isi ajaran tersebut dan
diimplementasikan dalam kehidupannya.
 Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan
penghayatan para penganutnya.
Terhadap penganut, pemimpin atau pemuka agama, antropologi mengamati, mengkaji dn
meneliti sikap, perilaku dan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianutnya serta
pengaruh sosial, budaya, ekonomi, politik, pendidikan dan lainnya, bahkan sampai pada
pengaruh faktor geografis dalam pengamalan ajaran yang dianutnya.
c) Ritus, lembaga dan ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris.
Dalam beragama ibadah-ibadah ritual merupakan suatu hal yang sangat sakral, terjaga dan
terpelihara, namun hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh budaya dan aspek-aspek
kehidupan manusia lainnya dan hal tersebut menyatu dan berlangsung dalam kehidupan
manusia.
d) Alat-alat seperti masjid, peci dan semacamnya.
Alat-alat seperti masjid, tasbih, sorban, peci dan lainnya merupakan symbol atau lambang
dalam kehidupan keberagamaan, dan hal inipun tidak terlepas dari pengaruh berbagai aspek
kehidupan manusia di mana ia berada.
   e) Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti
Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Syi’ah dan lain-lain.

4
Organisasi sebagai wadah berhimpunnya para penganut, tokoh atau pemuka agama yang
terkotak-kotak sesuai dengan isme-isme yang dianutnya serta sikap dan perilaku kelompok
menjadi suatu budaya dan bahkan menjadi suatu kekuatan dalam kehidupan keberagamaan
dan kemasyarakatan .
Bustanuddin Agus mengemukakan bahwa, Jika budaya tersebut dikaitkan dengan agama,
maka agama yang dipelajari adalah agama sebagai fenomena budaya, bukan ajaran agama
yang datang dari Allah. Antropologi tidak membahas salah benarnya suatu agama dan
segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sakral,
Menurut pendapat tersebut, bahwa praktik yang nyata dalam kehidupan yang dimaksud
adalah praktik keberagamaan, bukan agama.Artinya bahwa praktik dalam keseharian
kehidupan manusia adalah telah adanya pengaruh budaya, social, ekonomi, politik, sejarah
dan keadaan geografis terhadap ajaran agama dalam kehidupan, dan hal tersebut itulah
merupakan obyek kajian pendekatan antropologi.
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya
memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat
dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan
jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu
antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan dalam disiplin ilmu agama. Antropologi
lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.Dari sini timbul
kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif
sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Penelitian antropologis yang induktif
dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada, atau setidak-tidaknya dengan
upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat
abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang
menggunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada penelitian
historis.
Penelitian antropologi agama harus dibedakan dari pendekatan-pendekatan lain. Para peneliti
antropologi harus melakukan atau menawarkan sesuatu yang lain dari yang lain. Ia harus
menimbulkan pertanyaan sendiri yang spesifik, berasal dari perspektif sendiri yang spesifik,
dan mempraktekkan metode sendiri yang spesifik pula. Antropologi dapat dianggap sebagai
ilmu keragaman manusia, dalam tubuh mereka dan perilaku mereka. Dengan demikian,
antropologi agama akan menjadi penyelidikan scientific keragaman agama manusia.

5
Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk
memahami agama.Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka
untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang
holistik dan komitmen antropologiakan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya
antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya
dengan berbagai budaya.
Posisi penting manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa sesungguhnya persoalan
utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana memahami manusia.Karena
manusialah sebagai pelaku dalam keberagamaan dan kebudayaan.Persoalan-persoalan yang
dialami manusia adalah sesungguhnya persoalan agama yang sebenarnya, sebab Islam
sebagaimana yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadits meliputi semua aspek
kehidupan.Pergumulan dalam kehidupan kemanusiaan pada dasarnya adalah pergumulan
keagamaannya. Para antropolog menjelaskan keberadaan agama dalam kehidupan manusia
dengan membedakan apa yang mereka sebut sebagai 'common sense' dan 'religious atau
mystical event.' Dalam satu sisi common sense mencerminkan kegiatan sehari-hari yang biasa
diselesaikan dengan pertimbangan rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementera itu
religious sense adalah kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar jangkauan kemampuan nalar
maupun teknologi.
Dengan demikian memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan budaya tidak
akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena realitas keagamaan sesungguhnya adalah
realitas kemanusiaan yang mengejawantah dalam dunia nyata.Terlebih dari itu, makna hakiki
dari keberagamaan adalah terletak pada interpretasi dan pengamalan agama.Oleh karena itu,
antropologi sangat diperlukan untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas
kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktikkan-Islam that is practised-yang
menjadi gambaran sesungguhnya dari keberagamaan manusia. Karena begitu pentingnya
penggunaan pendekatan antropologi dalam studi Islam (agama), maka Amin Abdullah
mengemukakan 4 ciri fundamental cara kerja pendekatan antropologiterhadap agama, yaitu :
1.Bercorakdescriptive, bukannya normative.
Pendekatan antropologi  bermula dan diawali dari kerja lapangan  (field work),  berhubungan 
dengan orang, masyarakat, kelompok  setempat yang diamati  dan diobservasi dalam jangka
waktu yang lama dan mendalam.  Inilah yang biasa disebut dengan  thick
description(pengamatan dan observasi di lapangan yang dilakukan secara serius, terstuktur,
mendalam dan berkesinambungan).  Thick description dilakukan  dengan cara antara lain
Living in , yaitu  hidup bersama masyarakat yang diteliti, mengikuti  ritme dan pola hidup

6
sehari-hari mereka dalam waktu yang cukup lama. Bisa berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan
bisa bertahun-tahun, jika ingin memperoleh hasil yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkansecara akademik.  John R Bowen, misalnya, melakukan penelitian
antropologi  masyrakat muslim Gayo,di  Sumatra, selama bertahun-tahun. Begitu juga
dilakukan oleh para antropolog kenamaan yang lain, seperti Clifford Geertz.  Field note
research (penelitian melalui pengumpulan catatan  lapangan) dan bukannya  studi teks atau
pilologi seperti yang biasa dilakukan oleh para orientalis adalah andalan utama antropolog.
2.    Yang terpokok dilihat oleh pendekatan antropologi  adalah local practices , yaitu praktik
konkrit dan nyata di lapangan.
Praktik hidup yang dilakukan sehari-hari,  agenda mingguan, bulanan dan tahunan, lebih-
lebih ketika manusia melewati hari-hari  atau peristiwa-peristiwa penting dalam menjalani 
kehidupan. Ritus-ritus atau amalan-amalan apa saja yang dilakukan untuk melewati
peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan tersebut  (rites de pessages) ? Persitiwa 
kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan .  Apa yang dilakukan oleh manusia ketika
menghadapi dan menjalani ritme kehidupan
3.  Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain kehidupan 
secara lebih utuh (connections across social domains).
Bagaimana hubungan antara wilayah  ekonomi,  sosial, agama, budaya dan politik. 
Kehidupan tidak dapat dipisah-pisah.Keutuhan dan kesalingterkaitan antar berbagai domain
kehidupan manusia. Hampir-hampir tidak ada satu domain wilayah kehidupan yang dapat
berdiri sendiri, terlepas dan  tanpa terkait dan terhubung dengan lainnya.
4.    Comparative,artinya studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari
berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama.
Studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial,
budaya dan agama-agama.  Talal Asad menegaskan lagi disini bahwa “What is distinctive
about modern anthropology is the comparisons of embedded concepts (representation)
between societies differently located in time or space. The important thing in this comparative
analysis is not their origin (Western or non-Western), but the forms of life that articulate
them, the power they release or disable.” Setidaknya,  Cliffort Geertz pernah memberi contoh
bagaimana dia membandingkan kehidupan Islam di Indonesia dan Marokko.  Bukan sekedar
untuk mencari kesamaan dan perbedaan, tetapi yang terpokok adalah untuk memperkaya
perspektif  dan memperdalam bobot kajian.  Dalam dunia global seperti saat sekarang ini,
studi komparatif sangat membantu memberi perspektif baru  baik dari kalangan outsider
maupun insider.

7
Jika kita telusuri dalam kehidupan keberagamaan ada kegiatan keberagamaan yang
berkembang dimasyarakat, tetapi tidak ada dalil naqli yang menjelaskannya, dan hal tersebut
sudah menjadi bagian ritual dari kehidupan masyarakat muslim itu sendiri, misalnya
peringatan maulid nabi Muhammad Saw, halal bi halal dan lain-lain.
Pada akhir-akhir ini kita juga mengetahui bahwa ada lagi kegiatan Walimatul al-Safar yang
dilakukan orang sebelum berangkat menunaikan ibadah haji.Hal-hal tersebut merupakan
gejala-gejala social yang perlu dikaji dan diteliti. Bagaimana  seseorang dan atau kelompok
melakukan praktik-praktik lokal dalam mata rantai tindakan keagamaan  yang terkait dengan
dimensi social, ekonomi, politik, dan budaya.  Sebagaimana contoh ritus baru yang disebut
“walimah al-Safar” tersebut. Apa makna praktik dan tindakan lokal ini dalam keterkaitannya
dengan agama, sosial, ekonomi, politik dan budaya? Religious ideas yang diperoleh  dari teks
atau ajaran pasti ada di balik tindakan ini. Bagaimana tindakan ini membentuk emosi  dan
menjalankan  fungsi sosial dalam kehidupan yang luas?.  Bagaimana walimah safar yang
tidak saja dilakukan di rumah tetapi juga  dilaksanakan di hotel dengan mengundang para
tokoh agama, tokoh masyarakat dan orang-orang penting lainnya? Oleh karenanya,
keterkaitan antara local practices, religious ideas, emosi  individu dan kelompok maupun
kepentingan sosial – poilitik tidak dapat dihindari.  Semuanya membentuk satu tindakan yang
utuh.
Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk
memahami agama.Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka
untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang
holistik dan komitmen antropologi akan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya
antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya
dengan berbagai budaya.
Setiap metode atau pendekatan dalam penelitian dan pengkajian terhadap suatu masalah
pasti terdapat kelebihan dan kekurangan dari pendekatan yang digunakan. Begitu pula pada
pendekatan Antropologi dalam studi Islam, kita akan menemukan kelebihan dan
kekurangannya.
Dalam pengkajian makalah ini kami dapat mengemukakan beberapa kekurangan dan
kelebihan yang terdapat pada pendekatan antropologi dalam studi Islam, sebagai berikut :
1. Kelebihan
Kelebihan yang terdapat pada pendekatan antropologi dalam studi Islam yaitu :

8
a)Pendekatan antropologi bercorak deskriptif dan denganmelakukan pengamatan langsung,
sehingga peneliti mengetahui dengan sebenarnya praktik keberagamaan (local practices)
praktik yang nyata di suatu tempat.
b) Antropologiselalu mencariketerkaitan atau hubungan antara berbagai domain kehidupan
secara lebih utuh dan melakukan perbandingan dari berbagai tradisi.
c) Dengan antropologi kita dapat meneliti asal-usul agama, dan dengan itu kita dapat mengerti
cara berpikir manusia yang menganut agama tersebut pada zamannya,sehingga dengan
melakukan kajian lewat agama kita dapat mengetahui pola berpikir manusia pada zaman
dahulu, karena pasti ada keterkaitan antara agama dan manusia.
d) Antropologi lebihterfokus pada symbol-simbol dan unsur-unsur dalam agama seperti
sholat, puasa, haji, golongan agama, pemuka agama dan sebagainya, karena hal itu dapat
mempengaruhi manusia.
2. Kekurangan
Kekurangan yang terdapat pada pendekatan antropologi dalam studi Islam yaitu :
a).Antropologi tidak membahas fungsi agama bagi manusia, tetapi membahas isi dan unsur-
unsur pembentuk dalam agama itu berkaitan dengan manusia dan kebudayaan sehingga akan
sulit mengamati terjadinya sekularisasi.
b).Dalam kehidupan terjadinya pembauran antara budaya dan agama, sehingga dalam
praktiknya jika kita tidak cermat mengamatinya, maka tidak dapat dibedakan antara agama
dan budaya.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa pendekatan antropologi dalam studi Islam
adalah salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk
memahami agama.Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka
untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang
holistik dan komitmen antropologiakan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya
antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya
dengan berbagai budaya.
Sedangkan pembaharuan dalam Islam menurut Harun Nasutionadalah upaya-upaya untuk
menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.

9
Menurut Abd. Rahman Assegaf bahwa gagasan dan ide modernisasi Islam muncul sebagai
upaya interpretasi kaum muslim terhadap sumber-sumber ajaran Islam dalam rangka
menghadapi berbagai perubahan social-kultural yang terjadi dalam setiap waktu dan tempat
masing-masing.
Menurut H. Abudin Nata, pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi,
menambah teks al-Qur’an maupun teks al-Hadits, melainkan hanya mengubah atau
menyesuaikan paham atas keduanya sesuai dengan perkembangan zaman…selain itu
pembaharuan dalam Islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran
yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Hal ini perlu dilakukan karena terjadi
kesenjangan antara yang dikehendaki al-Qur’an dengan kenyataan yang terjadi di
masyarakat.
Dari beberapa definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa modernisasi atau
pembaharuan dalam Islam adalah sebuah bentuk implementasi dari ajaran Islam secara
kontekstual atas dasar interpretasi atau penafsiran, dan hal tersebut merupakan respond an
jawaban kaum muslim atas segala persoalan yang dihadapi di zamannya serta mereka harus
menyambutnya dengan arif dan bijaksana.
Dengan demikian menurut pendapat kami, bahwa ada pengaruh antara pendekatan
antropologi dalam studi Islam dan pembaharuan dalam Islam, karena keduanya mengkaji
masalah keberagamaan dan menempatkannya secara proporsional. Pendekatan antropologi
dalam Islam meneliti manusia dengan praktik keberagamaan yang beraneka ragam karena
dipengaruhi oleh berbagai factor kehidupan sedangkan dengan adanya pembaharuan dalam
Islam, dapat diketahui inti ajaran Islam yang sebenarnya, baik secara tekstual maupun
kontekstual serta mengetahui dan memahami praktik-praktik keberagamaan lokal yang
dipengaruhi oleh berbagai factor tersebut(budaya, social, ekonomi, politik dan lain-lain).

2.2 Pendekatan Feminis


Sebelum membahas tentang pendekatan feminis, maka terlebih dahulu kita uraikan arti 
feminis itu sendiri. Feminis adalah sebuah kata yang diambil dari kalimat Perancis
(féminisme) dan berasal dari kata Latin (femind), kemudian mengalami sedikit
perubahan. Dalam bahasa Inggris dan juga Jerman, kata itu mempunyai arti yang sama3.

Feminine (feminim) bermakna wanita atau jenis perempuan. Istilah Feminisme dapat
digunakan untuk dua makna. Makna pertama adalah makna yang telah digunakan secara

3 Rina Hartati,215

10
umum dan telah dikenal, yakni sebuah pemikiran dan kebangkitan untuk membela hak-hak
wanita atas laki-laki  dalam dimensi sosial, ekonomi, dan politik.
Di dalam bahasa Persia, kata feminis sepadan dengan kata zan sâlari , zan gerâ-i dan
lain-lain. Jelasnya bahwa dengan semakin laju dan majunya berbagai pemikiran, muncul pula
berbagai organisasi, lembaga dan yayasan yang bergerak dalam bidang kewanitaan dengan
nama dan label yang bermacam-macam, seperti: organisasi wanita, lembaga wanita,
emansipasi wanita, kebangkitan wanita, dan lain-lain.
Berikut ini ada beberapa pengertian feminisme menurut para ahli yaitu:
1. Maggi Humin : sebuah ideologi pembebasan perempuan karena yang melekat dalam
semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalamiketidakadilan karena
jenis kelamin. 2. Mansour Fakih : Gerakan dan kesadaran yg berangkat dari asumsi bahwa
kaum Perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha Untuk mengakhiri
penindasan & eksploitasi tersebut.
3. Kamus ideologi politik : Sekumpulan gagasan yang selalu berubah – ubah, gagasan ini
merupakan tanggapan yang digerakan oleh ketidakadilan dalam diri perempuan yang
tersinggung karena memperioritaskan hak-hak tertentu untuk kaum laki –laki.
Perdebatan tentang gender  telah menjadi industri besar bagi dunia pendidikan
terutama dalam studi islam dan sangat menarik untuk diperbincangkan.apalagi Kata
feminisme mengundang banyak kening mengerut. Pada banyak orang Indonesia-, baik
perempuan maupun lelaki- feminisme sering di artikan sebagai perempuan bebas kebarat-
baratan (juga kebanyakan 'murtad', menurut sebagian  ustad).ironis sekali, bahwa feminisme
yang lahir untuk menghilangkan stereoritip tentang perempuan sekarang mengundang
stereoritip baru . memang banyak definisi tentang  feminisme dalam literature ilmiah. Lebih
banyak lagi dikalangan orang awam. Apabila kita tela’ah lagi kata feminis sangat erat
kaitannya dengan perempuan, karena memang pelaku feminis ini dominan kepada
perempuan. pada zaman jahiliyah  dahulu perempuan selalu menjadi objek yang tertindas dari
kalangan laki-laki, bahkan sebelum datangnya rasulullah SAW sebagai pembawai risalah
kebenaran. namun sangat disayangkan walaupun akhirnya dengan datangnya islam harkat
derajat wanita telah diangkat tapi tetap saja ajarannya yang mungkin disalah artikan dijadikan
dalil oleh sebagian laki-laki untuk tetap dapat mengontrol, menguasai kaum perempuan
dengan membatasi kehidupan kaum perempuan dari urusan-urusan public yang mana
ornament-ornament yang berlaku bagi kaum perempuan hanya terkait dengan urusan dapur,
sumur dan kasur serta ketaatan pada suami dan juga larangan wilayah public.
Dikarenakan oleh hal ini maka muncullah istilah feminisme yang pada isunya
kemunculan paham  ini adalah dalam bentuk memperjuangakan hak-hak gender yang setara
dan menuntut akses perempuan dalam kehidupan public.
Paham-paham feminisme di dunia Islam telah berkembang sejak awal abad ke-20,
terbukti lewat pemikiran-pemikiran Aisyah Taimuriyah, penulis dan penyair Mesir, Zaynab
Fawwas, eseis Libanon, Taj As Salthanah, dari Iran, Fatme Aliye dari Turki, Fatima Mernissi
dari Maroko, Dr. Nafis Sadek dari Pakistan, Tasleema Nasreen dari Bangladesh, Amina

11
Wadud Muhsin, Nawal El Saadawi dari Mesir serta beberapa feminis dari Indonesia. Tak bisa
dielakkan bahwa perkembangan ini sedikit banyak dipengaruhi oleh feminis Barat yang lebih
dahulu muncul.
Terkait dengan pengertian feminis yang merupakan kesadaran akan ketertindasan
salah satu kelompok kemudian dilakukan upaya untuk menghapus ketertindasan tersebut,
maka feminis tidak terbatas pada kaum perempuan saja, akan tetapi semua orang baik laki-
laki maupun perempuan yang memiliki kesadaran akan ketertindasan dan melakukan upaya
untuk menghilangkan ketertindasan itu. Sebaliknya, perempuan yang tidak menyadari
ketertindasannya, bahkan menerima nasibnya dengan segala kepasrahan, maka dia bukanlah
bagian dari feminis. Dengan demikian, selain para feminis perempuan di atas, di kalangan
Islam juga dikenal beberapa feminis laki-laki seperti Ali Asgar Engineer, Didin Syafrudin,
Munawir Syazali dan sebagainya.
Sebagai istilah baru, feminisme sudah dikenal sejak awal tahun 1970-an. Terutama
sejak tulisan-tulisan mengenai feminisme muncul di jurnal-jurnal dan surat kabar. Akan tetapi
sampai akhir tahun 1980-an, orang masih takut untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan
feminisme, apalagi menggunakannya sebagai pisau bedah dalam memahami Islam. Baru
kemudian pada tahun 1990-an istilah feminisme  yang dikaitkan dengan pemahaman Islam
mulai bisa diterima. Khususnya sejak diterbitkannya beberapa buku terjemahan milik Rifat
Hasan, Ali Asgar Engineer, Fatima Mernissi dan Amina Wadud Muhsin. Bersamaan dengan
itu, dalam pemikiran beberapa kalangan cendikiawan muslim Indonesia pun mulai dirintis
usaha ijtihad baru untuk mendapatkan penafsiran yang lebih adil dan sejajar mengenai
persoalan isu-isu perempuan, sebagaimana yang dilakukan oleh Dr. Qurasy Shihab,
Nurcholish madjid, Djohan Effendi dan Jalaludin Rakhmat.
Secara umum feminisme Islam merupakan alat analisis maupun gerakan yang bersifat
historis dan kontekstual sesuai dengan kesadaran baru yang berkembang dalam menjawab
masalah-masalah perempuan yang aktual menyangkut ketidakadilan dan ketidaksejajaran, di
mana hal ini ditinjau dari perspektif jender. Para feminis muslim ini menuduh adanya
kecenderungan missoginis dan patriarkhi di dalam penafsiran teks-teks keagamaan klasik
sehingga menghasilkan tafsir-tafsir keagamaan yang bias dengan kepentingan laki-laki.
Mereka mencontohkan tentang hukum kepemimpinan, penguasaan nafkah, stereotip tentang
hijab dan sebagainya, yang dianggap menjadikan perempuan tidak mandiri secara ekonomis
yang selanjutnya tergantung secara psikologis.
Apa yang khas dari feminisme Islam ini adalah dialog yang intensif antara prinsip-
prinsip keadilan dan kesederajatan yang ada dalam teks-teks keagamaan, dengan realitas
perlakuan terhadap perempuan yang ada atau hidup dalam masyarakat muslim. Perubahan
cara pandang dan penafsiran teks keagamaan adalah kata kunci yang paling penting dan
merupakan tujuan dari feminisme Islam, vis a vis kecenderungan mempertahankan statusquo
tafsir-tafsir tradisional yang mensubordinasikan peremuan sebagai manusia kelas dua.
Pendekatan feminis dalam studi agama merupakan suatu transformasi kritis dari
perspektif teoritis yang ada dengan menggunakan jender sebagai kategori analisis utamanya.
Feminis religius berkeyakinan bahwa feminisme dan agama keduanya sangat signifikan bagi

12
kehidupan perempuan dan kehidupan kontemporer pada  umumnya. Sebagaimana agama,
feminisme memberikan perhatian pada makna identitas dan totalitas manusia pada tingkat
yang paling dalam, didasarkan pada banyak pandangan interdisipliner, baik dari antropologi,
teologi, sosiologi maupun filsafat. Tujuan utama dari tugas feminis adalah mengidentifikasi
sejauh mana terdapat persesuaian antara pandangan feminis dan pandangan keagamaan
terhadap kedirian, dan bagaimana menjalin interaksi yang paling menguntungkan antara yang
satu dengan yang lain. Berpijak dari uraian ini, untuk mempermudah pembahasan maka tidak
ada salahnya jika pendekatan feminis disamakan dengan upaya-upaya dari para feminis untuk
mengkaji Islam dari perspektif jender.
Term "transformasi kritis" mengindikasikan adanya dua aspek pendekatan feminis
yang berbeda namun saling terkait. Dimensi kritis menentang pelanggengan historis terhadap
ketidakadilan dalam agama dan praktik-praktik eksklusioner yang melegitimasi superioritas
laki-laki dalam setiap bidang sosial. Aspek transformatif kemudian meletakkan kembali
symbol-simbol sentral, teks dan  ritual-ritual tradisi keagamaan secara lebih tepat untuk
memasukkan dan mengokohkan pengalaman perempuan yang terabaikan.
Adanya kesadaran akan ketertindasan dalam dimensi kritis di atas, menjadikan
pendekatan feminis terkesan memihak dan tidak jarang menggugat. Keberpihakan feminis
terhadap nasib kaum perempuan dianggap sebagai ancaman bagi kaum laki-laki yang
berusaha untuk mempertahankan status quo, sehingga bagi sebagian masyarakat pendekatan
feminis dianggap sebagai sesuatu yang kontroversial.

2.3 Pendekatan Fenomenologis


Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomenadan logos.Fenomena
berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai”yang berarti menampak, dan terbentuk dari akar
kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya.Dari kata itu terbentuk kata
kerja, tampak, terlihat karena bercahaya.Dalam bahasa kita berarti cahaya.Donny menuliskan
fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek
sebagai korelasi dengan kesadaran.Fenomenologi juga merupakan sebuah pendekatan
filosofis untuk menyelidiki pengalaman manusia.

Fenomenologis menurut para ahli4:


 Fenomenologi Menurut Husserl (Fenomenologi Kesadaran)
Metode fenomenologi Husserl dalam Moeryadi dimulai dariserangkaian reduksi-
reduksi.Reduksi dibutuhkan supaya dengan intuisi kita dapatmenangkap hakekat
obyek-obyek. Reduksi-reduksi ini yang menyingkirkan semuahal yang mengganggu
kalau kita ingin mencapai wesenschau. Reduksi pertama,menyingkirkan segala
sesuatu yang subyektif. Sikap kita harus obyektif, terbukauntuk gejala-gejala yang
harus “diajak bicara”. Kedua, menyingkirkan seluruhpengetahuan tentang obyek yang
diselidiki dan diperoleh dari sumber lain.Ketiga:menyingkirkan seluruh reduksi

4 Fauziah,2017 Hal_9

13
pengetahuan. Segala sesuatu yang sudahdikatakan oleh orang lain harus untuk
sementara dilupakan. Kalau reduksi-reduksiini berhasil, gejala sendiri dapat
memperlihatkan diri, menjadi fenomin(memperlihatkan diri).
Dalam fenomenologi Husserl terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan,
diantaranya adalah usaha mendeskripsikan esensi struktur pengalaman, bertanya dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan transendental, serta usaha pencapaian kepastian
epistemologis. Fenomenologi Husserl merupakan ajakan sugestifargumentatif untuk
kembali pada apa yang secara langsung terberi pada kesadaran, dan karena itu
cenderung meminggirkan pola-pola penarikan kesimpulan untuk mendapatkan
pengetahuan. Husserl berurusan dengan sebuah konsep intuisi yang selalu
menghasilkan pengetahuan, dan dapat membuktikan dirinya sendiri. Pada
perkembangannya, Husserl merumuskan gagasannya yang terkenal; evidenz, sesuatu
yang langsung hadir, niscaya dan absolut. Fenomenologi Husserl menjelaskan bahwa
ada keterarahan kesadaran dan keterbukaan objek yang mengeksplisitkan prakondisi,
dan selalu menpunyai cara tertentu untuk berhadapan dengan dunia yang dihayati.
 Martin Heidegger (Fenomenologi yang Menyehari)
Fenomenologi Heurmenetika”. Atau terkadang fenomenologi Heidegger sering
disebut sebagai “analisis eksistensial”. Fokus pengamatan Heidegger lebih diarahkan
kepada dunia manusia in-der-welt-sein atau bermakna ada dalam dunia. Hal tersebut
menunjukkan tentang keterlibatan (concerned with), keterikatan (preoccupation),
komitmen (commitment), dan keakraban (familiarity) manusia dengan lingkungan
alam dan budayanya. Menurut Heidegger “ada-dalam-dunia” harus dipahami dan
diungkap maknanya karena merupakan senuah relitas yang sebenarnya dimana
pengetahuan disana bersifat “praktis” dan bukan “teoritis”. Dalam bukunya yang
berjudul Sein und Zeit (ada dan waktu), Heidegger mencoba mempertanyakan
masalah mendasar yaitu ihwal masalah “mengada” (Dasein). Siapa saya?: dari mana
(asal) saya dan hendak akan kemana?; hidup saya untuk apa?; dan berbagai
pertanyaan lainya, semua itu adalah permasalahan Dasein. Dengan kata lain, hal
mengada kita sendiri (Dasein) selalu menjadi problema tau pertanyaan yang tidak
pernah usai. Ini juga mengisaratkan bahwa berada dalam dunia bagi manusia tidak
sama dengan keberadaan korek api didalam kotaknya. Dengan kata lain manusia
sebagai Dasein berbeda dengan “mengada-ada” lain seperti hewan, meja, mobil, dan
lain sebaginya. Sebagai daein yang berbeda dengan “mengada-ada” yang lain itu,
manusia mempunyai kemampuan unik atau khas yakni menyadari (mempersoalkan)
makna Adanya. Artinya, Dasein bersifat terbuka sekaligus memberikan pemaknaan
Ada (dan hubungan Dasein dan Ada inilah yang disebut eksistensi).
Fenomen (phenom)berarti obyek atau apa yang di amati,fenomena(phenomena)merupakan
hal-hal yang tampak(fakta atau peristiwa)yang dapat di amati oleh pancaindra Sedangkan
fenomenologi merupakan cabang ilmu filsafat yang mempelajari fenomen atau segala sesuatu
yang menampakan diri.Fenomenologi agama adalah ilmu yang mempelajari agama sebagai
suatu fakta atau peristiwa yang dapat diamati secara obyektif dengan menggunakan analisa

14
deskriftif. Jadi, pendekatan fenomenologi adalah pendekatan agama dengan cara
membandingkan berbagai macam gejala dari bidang yang sama antara berbagai macam
agama.Sejak zaman Edmund Husserl, arti fenomenologi telah menjadi metodologi berpikir.
Sebagai sebuah aliran filsafat, Edmund Husserl dianggap sebagai pendirinya. Dalam konteks
studi agama, pendekatan feomenologi tidak bermaksud untuk memperbandingkan agama-
agama sebagai satuan-satuan besar, melainkan menarik fakta dan fenomena yang sama yang
dijumpai dalam agama yang berlainan, mengumpulkan dan mempelajarinya per kelompok5.
Tugas, Tujuan dan Obyek Pendekatan Fenomenologi
Tugas yang harus dipikul oleh fenomenologi agama, yaitu menunjukan bahwa agama perlu
dikaji secara serius dan memberi kontribusi terhadap pemahaman kita tentang humanitas
dengan cara yang positif.Seperti berikut ini.
1) Mencari hakikat ketuhanan
2) Menjelaskan teori wahyu
3) Meneliti tingkah laku keagamaan
Tujuan dari fenomenologi:
1) Mengungkapkan atau mendeskripsikan makna sebagaimana yang ada dalam data
(gejala) dalam bentuk kegiatan-kegiatan, tradisi-tradisi, dan simbol keagamaan.
2) Memahami pemikiran, tinga laku, dan lembaga-lembaga keagamaan tanpa mengikuti
salah satu teori filsafat, teologi, metafisika, atauapun psikologi untuk memahami
islam. Karena pada daarnya semua ciptaan Tuhan itu mengagungkan kebesaran-Nya
dengan caranya masing-masing. Jadi, semua yang ada dia alam ini bisa dilihat dengan
kacamata agama untuk menantarkan pada pemahaman terhadap Yang Maha Esa.
Kelebihan dan kekurangan
Kekurangan dan kelebihan pendekatan fenomenologi :
1) Kelebihan fenomenologi yaitu suatu penganut agama dapat memahami dan mencari
hakikat agama lai
2) Namun fenomenologi juga masih terperangkap dalam konsep paradigma. Husserl
ketika membicarakan tentang "sumber terakhir dari segala pemahaman," ia berkata :
sumber itu bernama moi-meme(saya sendiri).
3) Fenomenologi menganggap kesadaran sebagai pusat kenyataan, dan menjadikan
totalitas muatan yang berasal dari imajinasi sebagai muatan realisme.
Fenomeologi agama berangkat dari evaluasi atas antesenden (pendekatan yang telah
mendahuluinya), dan berusaha menetapkan kerangka kerja metodologisnya sendiri dalam
studi agama dalam kaitannya sebagai pendekatan alternatif terhadap subjek agama. Meski
demikian, kita mesti berhati-hati terhadap kecenderungan menganggap fenomenologi sama
sekali berbeda dari disiplin-disiplin lain. Keadaannya lebih kompleks dan tidak stabil.
Sarjana-sarjana awal dengan tekun memanfaatkan pandangan-pandangan pemikir dari
disiplin-disiplin yang berbeda hingga sampai pada kesimpulan mereka sendiri.
Karakteristik pendekatan fenomenologi ditemukan dalam batas-batas itu dan setiap sarjana
menetapkan karyanya dalam kaitan dengan persoalan itu. Ini memberi pemahaman kepada

5 Rafial,2017

15
kita bahwa tidak ada definisi fenomenologi secara baku. Pilihan yang terbaik adalah
mengakui bahwa gagasan mengenai studi agama secara fenomenologis sesungguhnya
merupakan upaya menjustifikasi studi agama berdasar istilah yang dimilikinya sendiri dari
pada berdasar sudut pandang teolog atau ilmuan sosial.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemahaman isi Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama ajaran Islam tidak lagi
terbatas pada pemahaman tekstual/tersurat saja, tetapi perlu dikembangkan ke arah
pemahaman yang kontekstual/tersirat. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan dalam
studi Islam dan keislaman tidak lagi hanya menggunakan pendekatan normatifitas saja, tetapi
perlu dan sangat penting untuk menggunakan jenis-jenis pendekatan lain yang dapat diterima
oleh masyarakat yang sangat majemuk/kompleks. Agar Islam dapat diterima, dipelajari,
dipahami dan diamalkan ajarannya oleh umat manusia yang tersebar diseluruh penjuru dunia
yang berbeda-beda suku, adat istiadat, ras, bahasa, letak geografis, dan lainnya, maka perlu
tindakan nyata yang lebih arif dan bijaksana dari para ilmuwan Islam.
Pendekatan antropologi dalam studi Islam meneliti praktek keberagamaan yang
dipengaruhi oleh factor budaya, social, ekonomi, geografis dan lain-lain, sedangkan
pembaharuan dalam Islam menempatkan inti ajaran Islam yang sebenarnya, yang dalam
praktiknya telah terpengaruh dengan factor budaya, social, ekonomi, politik, geografis dan
lain-lain dalam kehidupan.
Pendekatan feminis dalam studi agama merupakan suatu transformasi kritis dari perspektif
teoritis yang ada dengan menggunakan jender sebagai kategori analisis utamanya. Feminis
religius berkeyakinan bahwa feminisme dan agama keduanya sangat signifikan bagi
kehidupan perempuan dan kehidupan kontemporer pada  umumnya. Sebagaimana agama,
feminisme memberikan perhatian pada makna identitas dan totalitas manusia pada tingkat
yang paling dalam, didasarkan pada banyak pandangan interdisipliner, baik dari antropologi,
teologi, sosiologi maupun filsafat.
pendekatan feomenologi tidak bermaksud untuk memperbandingkan agama-agama
sebagai satuan-satuan besar, melainkan menarik fakta dan fenomena yang sama yang
dijumpai dalam agama yang berlainan, mengumpulkan dan mempelajarinya per kelompok
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini dapat kami sampaikan, kami menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan dan kelemahan baik berupa sistematika penulisan, isi maupun bahasa
yang digunakan.Oleh karana itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan dalam
rangka perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Fauziah,studi FENOMENOLOGIS Eprints.umg.ac.id. 2017.


Hartati, R., 2015. MAKALAH PENDEKATAN KAJIAN ISLAM - PENDEKATAN KAJIAN
FEMINISME ISLAM
Menzour.blogspot.com. 2016. MAKALAH PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM STUDI
ISLAM.
Nurhadi, M., 2011. Pendekatan dalam memahami agama.
Rafialqomakalah.blogspot.com. 2017. Makalah Metode Studi Islam tentang PENDEKATAN
FENOMENOLOGI

18

Anda mungkin juga menyukai