Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KAJIAN ISLAM

TENTANG

(PENGANTAR KAJIAN ISLAM)

DISUSUN OLEH :

Putri MaqfirahMulyadi (220703025)

PEMBIMBING:

DR. ZALIKHA, M.AG.

PENDIDIKAN STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS UIN AR-RANIRY

2023

1
Kata pengantar

Segala puji bagi Allah SWT., yang mana telah memberikan kepada kita selakuhambanya
yang selalu bersyukur atas nikmat dan karunianya yang senantiasa selalu bisa diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari sehinggah atas nikmatnyalah saya dapat membuat tugas
makalah ini secara baik dan benar,

Harapan saya semoga dalam pembuatan makalah ini bisa bermanfaat dan juga bisa
mudah dipahami oleh pembaca dan pendengar.

2
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif
didalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh
hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan dalam
khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif
dalam memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman
agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi
dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional
konseptual, dan dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Melalui pendekatan, kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh
penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil
agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya
masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh
terjadi.

B. Rumusan Masalah
Apa dan bagaimana pendekatan studi Islam, meliputi:
1. Apa dan bagaimana Pendekatan Teologis Normatif itu?
2. Apa dan bagaimana Pendekatan Antropologis itu?
3. Apa dan bagaimana Pendekatan Sosiologis itu?
4. Apa dan bagaimana Pendekatan Filosofis itu?
5. Apa dan bagaimana Pendekatan Historis itu?
6. Apa dan bagaimana Pendekatan Psikologi itu?

C. Tujuan
Mengetahui serta memahami beberapa pendekatan studi Islam, meliputi:
1. Pendekatan Teologis Normatif.
2. Pendekatan Antropologis.
3. Pendekatan Sosiologis.
4. Pendekatan Filosofis.
5. Pendekatan Historis.
6. Pendekatan Psikologi.
4
BAB II

BEBERAPA PENDEKATAN STUDI ISLAM

A. Pendekatan Teologis Normatif


Pendekatan teologis normatif secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami
agama dengan menggunakan kerangka ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu
keyakinan bahwa wujud empiris dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling
benar dibandingkan dengan yang lainnya.1 Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi
sebagaimana diketahui, tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu.
Menurut pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era kontemporer ini ada 4 prototipe
pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis, modernis,
mesianis, dan tradisionalis.2 Keempat prototipe pemikiran keagamaan tersebut sudah
barang tentu tidak mudah disatukan begitu saja. Masing-masing mempunyai “keyakinan”
teologi yang sering kali sulit untuk didamaikan. Mungkin kurang tepat menggunakan
istilah “teologi” disini, tetapi menunjuk pada gagasan pemikiran keagamaan yang
terinspirasi oleh paham ketuhanan dan pemahaman kitab suci serta penafsiran ajaran
agama tertentu juga bentuk dari pemikiran teologi dalam bentuk dan wajah yang baru.
Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatic bahwa pahamnyalah yang benar,
sedangkan paham lainnya salah, sehingga memandang paham orang lain itu keliru, sesat,
kafir, murtad, dan seterusnya. Demikian pula paham yang dituduh keliru, sesat, murtad,
dan kafir itupun menuduh kepada lawannya sebagai yang sesat dan kafir. 3 Dalam keadaan
demikian, maka terjadilah proses saling meng-kafirkan, salah menyalahkan, dan
seterusnya. Dengan demikian, antara satu aliran dan aliran lainnya tidak terbuka dialog
atau saling menghargai. Yang ada hanyalah ketertutupan (eksklusifisme), sehingga yang
terjadi adalah pemisahan dan terkotak-kotak. Adalah suatu tugas mulia bagi para teolog
dari berbagai agama untuk memperkecil kecenderungan tersebut dengan cara
memformulasikan kembali khazanah pemikiran teologi mereka untuk lebih mengacu
pada titik temu antar umat beragama.4
Kepentigan ekonomi, sosial, politik, pertahanan selalu menyertai pemikiran teologis
yang sudah mengelompok dan mengkristal dalam satu komunitas masyarakat tertentu.
Bercampur-aduknya doktrin teologi dengan historisitas institusi sosial kemasyarakatan
yang menyertai dan mendukungnya menambah peliknya persoalan yang dihadapi umat

1
Prof. Dr, H. Abuddin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006. h 28
2
Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, dkk, pengantar studi islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2009, h 73
3
Op.cid, h 29
4
Ibid, h 30

5
beragama. Akan tertapi, justru keterlibatan institusi dan pranata sosial kemasyarakatan
dalam wilayah keberagamaan manusia itulah yang kemudian menjadi bahan subur bagi
peneliti agama. Dari situ, kemudian muncul terobosan baru untuk melihat pemikiran
teologi yang termanifestasikan dalam “budaya” tertentu secara lebih objektif melalui
penngamatan empirik factual, serta pranata-pranata sosial kemasyarakatan yang
mendukung keberadaannya.5

B. Pendekatan Antopologis
Pendekatan Antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu
upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat6. Melalui pendekatan ini, agama tampak dekat dan
akrab dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan
memberikan jawabannya. Dengan kata lain, cara-cara yang digumakan dalam disiplin
ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.
Melalui pendekatan Antropologis, dapat dilihat bahwa agama ternyata berkolerasi
dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini,
jika ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang, maka dapat dilakuka
dengan cara mengubah pandangan keagamaannya 7. Selnjutnya melalui pendekatan
antropologis ini, dapat dilihat agama dan hubungannya dengan mekanisme
pengorganisasian (social organization) juga tidak kalah menarik untuk diketahui oleh
para penelitti sosial keagamaan. Sebagai contoh, adanya klasifikasi sosial dalam
masyarakat Muslim di Jawa, antara santri, priyayi dan abangan.
Melalui pendekatan antropologis fenomenologis, dapat melihat hubungan antara agama
dan Negara, agama dengan psikoterapi, dll.
Melalui pendekatan antropologis dapat dilihat dengan jelas hubungan agama dengan
berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan
fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia. Dengan demikian, pendekatan
Antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran
agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu
antropologi dan cabang-cabangnya.

C. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dengan masyarakat dan
menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi
mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara bentuk dan tumbuh, serta
5
Amin Abdullah, studi Agama, Yogyakarta: pustaka pelajar, 1996, h 31
6
Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, dkk, pengantar studi islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2009, h 79
7
Op.cid,h 35-36

6
berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta kepercayaannya, keyakinan yang
memberi sifat tersendiri terhadap cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup
manusia. Sementara itu, Soerjono Soekarto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian.
Dari dua definisi tersebut, terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang
menggambarkan keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan, serta berbgai
gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini, suatu fenomena sosial dapat
di analisis dengan factor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial,
serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut. 8
Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satupendekatan dalam
memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama
yang dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan
dari ilmu sosiologi. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya
mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami
agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmad telah
menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam terhadap
masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut:
a. Dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum
Islam itu berkenaan dengan urusan Muamalah.
b. Urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka
ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan
dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
c. Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada
ibadah yang bersifat perseorangan.
d. Terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena
melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan
sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
e. Terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran
lebih besar daripada ibadah sunnah.

D. Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada
kebenaran, ilmu, dan Hikmah. Selain itu, filsafat dapat juga berarti mencari hakikat
sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-
pengalaman manusia.

8
Hasan Shadily, Sosiologi untuk masyarakat Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1983, h 1.

7
Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya
menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik objek
formalnya. Melalui pendekatan filosofi ini, seseorang tidak akan terjebak pada
pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah
payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari
pengalaman agama tersebut hanyalah pengakuan formalistic, misalnya sudah Haji, sudah
menunaikan rukun islam yang ke lima, dan berhenti sampai di situ. Mereka tidak akan
merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.
Namun demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan
bentuk pengamalan Agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari segi batin yang
bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma) memfokuskan segi lahiriah yang bersifat
eksoterik. Bentuk atau kulit itulah yang disebut aspek eksoterik dan agama beserta
manifesnya dalam dunia ini menjadi religious, sedangkan kebenaran yang bersifat
absolute, universal, dan metahistoris adalah Religion. Pada titik Religion inilah titik
persamaan yang sungguh-sungguh akan dicapai.

E. Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa
dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan perilaku dari
peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah, seseorang diajak menukik dari alam idealis kealam yang
bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini, seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di
alam empiris dan historis.
Pendekatan sejarah ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu
sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial
masyarakat. Dalam hal iini, Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap
agama Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al-Qur’an, ia sampai
pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya, kandungan isi Al-Qur’an itu terbagi
menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian kedua, berisi
kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.9
Dalam bagian yang berisi konsep-konsep, kita mendapati banyak sekali istilah Al-
Qur’an yang merujuk pada pengertian-pengertian normatif yang khusus, doktin-doktrin
etika, aturan-aturan legal dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah,
atau singkatnya pernyataan itu, mungkin diangkat dari konsep-konsep religius yang ingin

9
. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, dkk, pengantar studi islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2009, h 91

8
diperkenalkannya. Yang jelas, istilah-istilah itu kemudian di integrasikan kedalam
pandangan dunia Al-Qur’an, lalu menjadi konsep-konsep yang otentik.
Pada bagian kedua, yang berisi kisah-kisah dan perumpamaan, Al-Qur’an ingin
mngjak umat Islam untuk melakukan perenungan untuk memperoleh hikmah, melalui
kontemplasi terhadap kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa historis, maupun yang
menyangkut simbol-simbol. Misalnya, simbol tentang rapuhnya rumah laba-laba,
luruhnya sehelai daun yang tak lepas dari pengamatan Tuhan, atau tentang keganasan
samudra yang menyebabkan orang-orang kafir berdo’a.
Melalui pendekatan sejarah ini, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang
sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa,. Dari sini, seseorang tidak akan
memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pengamatan yang demikian
akan menyesatkan orang yang memahaminya.

F. Pendekatan Kebudayaan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan
dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaa, kesenian, adat-istiadat,
dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu
yang termasuk hasil kebudayaan. Sementara itu, Sutan Takdir Alisyahbana mengatajan
bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur
yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat-istiadat, dan
segala kecakapan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Dengan demikian, , kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan
menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Didalam
kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat-istiadat dan
sebagainya. Semuanya itu, kemudian digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print
oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya. Dengan demikian,
kebudayaan tampil sebagai pranata yang secara terus-menerus dipelihara oleh para
pembentuknya dan generasi berikutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut.

G. Pendekatan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala
perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, perilaku seseorang yang
tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya.
Sumber-sumber pokok untuk mengumpulkan data ilmiah melalui pendekatan
psikologi ini dapat diambil dari:

9
1. Pengalaman orang-orang yang masih hidup
2. Apa yang kita capai dengan meneliti diri kita sendiri
3. Riwayat hidup yang ditulis sendiri oleh orang yang bersangkutan, atau yang ditulis
oleh para ahli Agama.10

Dari uraian tersebut, kita dapat melihat bahwa ternyata agama dapat dipahami melalui
berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu, semua orang akan sampai pada agama.
Seorang teolog, antropolog, sejarawan, ahli ilmu jiwa, dan budayawan, akan sampai pada
pemahaman agama yang benar. Disini, kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli
kalangan teolog dan normatif belaka, melainkan dapat dipahami semua orang sesuai
dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian,
seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidupnya
mendapat bimbingan dari Agama.

Dengan ilmu jiwa ini, seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang
dihayati, dipahami, dan diamalkan seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk
memasukkan agama kedalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan
ilmu ini, agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya,
sehingga seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan
hidupnya mendapat bimbingan dari Agama.

BAB III

PENUTUP
10
Zakiah Daradjat, Ilmu JIwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1987, h 76

10
A. Simpulan
Melalui pendekatan, kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh
penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil
agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya
masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh
terjadi.
Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma
yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami
Agama. Dalam hubungan ini, dapat dikatakan bahwa Agama dapat diteliti dengan
menggunakan berbagai macam paradigm. Realitas keagamaan yang diungkapkan
mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmannya. Karena itu, tidak
ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian legalistik,
atau penelitian filosofis.

DAFTAR PUSTAKA

11
1. Prof. Dr, H. Abuddin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2006.
2. Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, dkk, pengantar studi islam, Bandung: CV Pustaka
Setia, 2009.
3. Amin Abdullah, studi Agama, Yogyakarta: pustaka pelajar, 1996.
4. Hasan Shadily, Sosiologi untuk masyarakat Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1983.
5. Zakiah Daradjat, Ilmu JIwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.

12

Anda mungkin juga menyukai