Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDEKATAN KONTEKS STUDI ISLAM


(ANTROPOLOGIS,FILOSOFIS,SOSIOLOGIS, DAN
FENOMENOLOGIS)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Pengantar Studi Islam”

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Ma’shum, M.Ag

Oleh:
Jasmine Annisa P.C (08020420055)
Khoirun Nisa’ (08020420056)

Program Studi Ekonomi Syariah

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah
melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya. Serta tak lupa pula sholawat serta salam tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Yang telah memberikan jalan
kebeneran yakni addinul islam wal iman.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu yakni Bapak Prof. Dr. H.
Ma’shum, M.Ag berkat bimbingan dan ajaran dari beliau kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk dijadikan bahan referensi
bagi para mahasiswa dalam mencari sebuah materi penelitian tentang konteks pendekatan
studi islam dan disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam.
Dengan keterbatasan ilmu yang kami miliki, kami menyadari akan kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Demi kesempurnaan makalah kami, kami sangat menerima kritik
dan saran dari Bapak Prof. Dr. H. Ma’shum, M.Ag selaku dosen pengampu dari mata kuliah
Pengantar Studi Islam dalam merevisi makalah kami apabila ditemui sebuah kesalahan.

Sidoarjo, 28 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1. Latar Belakang........................................................................................................................1
2. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
3. Tujuan......................................................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
A. Pendekatan Antropologis........................................................................................................2
B. Pendekatan Filosofis................................................................................................................3
C. Pendekatan Sosiologis.............................................................................................................5
D. Pendekatan Fenomenologis.....................................................................................................7
BAB III.................................................................................................................................................9
PENUTUP............................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kehadiran agama merupakan solusi dalam memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi manusia. Adanya agama bertujuan untuk menjadikan tatanan
kehidupan (aturan) berasal dari Tuhan, dimana hal tersebut mencari kebahagiaan, baik
di dunia ataupun di akhirat. Semua agama pasti mengajarkan kebaikan dan
didalamnya pasti diajarkan bagaimana berbuat baik pada tuhannya, pada alam dan
sesama manusia. Dengan adanya pendekatan antropologis,fiosofis,sosiologis, dan
fenomenologis dalam studi islam kita belajar untuk mengkaji hubungan agama
dengan pranata social masyarakat. Dasar dari penulisan ini adalah menjelaskan peran
pendekatan antropologis,filosofis,sosiologis, dan fenomenologis dalam mengkaji dan
menganalisis fenomena gejala perilaku manusia dalam masyarakat agama islam.
Artikel ini merupakan tulisan yang berbasis literature dengan menghimpun informasi
yang dinilai relevan dengan topik dan masalah yang menjadi objek kajian. Hasil dari
analisis menjelaskan bahwa melalui pendekatan antropologis,filosofis,sosiologis, dan
fenomenologis dapat diketahui aspek berupa doktrin-doktrin dan fenomena-fenomena
keagamaan yang tidak terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan social
kemasyarakatan yang mendukung keberadaan sebuah praktik kebudayaan maupun
budaya keagamaan.
2. Rumusan
a. Apa pengertian dari pendekatan antropologis?
b. Apa pengertian dari pendekatan filosofis?
c. Apa pengertian dari pendekatan sosiologis?
d. Apa pengertian dari pendekatan Fenomenologis?

3. Tujuan
a. Memperdalam pengetahuan tentang pendekatan antropologis
b. Memperdalam pengetahuan tentang pendekatan filosofis
c. Memperdalam pengetahuan tentang pendekatan sosiologis
d. Memperdalam pengetahuan tentang pendekatan fenomenologis

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Antropologis
Istilah antropologi sendiri berasal dari bahasa Yunani dari asal kata anthropos berarti
manusia, dan logos berarti ilmu, dengan demikian secara harfiah antropologi berarti ilmu yang
mempelajari manusia. dalam kasus besar bahasa Indonesia, anthropologi disebut sebagai ilmu tentang
manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat dan kepercayaan pada
masa lampau.1
Kehidupan manusia dalam bidang keagamaan ialah salah satu fenomena yang menarik
perhatian dalam bidang antropologi. Kesadaran manusia yang tidak mampu mengendalikan sesuatu
yang besar salah satunya alam membuat manusia mempercayai tuhan, oleh karena itu agama menjadi
bagian dari semua kebudayaan yang ada didunia. agama berperan penting dalam kehidupan manusia,
tidak hanya sebagai alat untuk membentuk watak dan moral, akan tetapi juga menentukan falsafah
hidup suatu masyarakat dan juga individu.2
Pendekatan antropologi dalam agama berangkat dari preposisi bahwa agama tidak hanya
berdiri sendiri, tetapi agama akan selalu berhubungan erat dengan pemeluknya. Setiap agama
membawa sistem budaya dan kulturnya masing-masing, hal ini berarti setiap pemeluknya pun
memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, antropologi hadir untuk mempelajari
perbedaan tersebut. Dalam hal ini, antroplogi memandang bahwa agama merupakan bagian dari
budaya.3
Dalam konteks islam, antropologi merupakan sarana untuk memahami pengamalan ajaran
keagamaan yang dilakukan oleh umat islam mulai dari keterkaitan agama dengan berbagai aspek
kehidupan masyarakat islam yakni struktur budaya,sosial,ekonomi dan politik umat islam, dll.
Menurut Amin Abdullah, Ada 4 ciri mendasar cara kerja antropologi dalam memahami ajaran
keagamaan, yaitu:
1. Deskriptive bukan normative Pendekatan antropologi diawali dari kerja lapangan yang
berhubungan dengan individu, kelompok atau masyarakat setempat yang diamati dalam kurun
waktu tertentu secara mendalam dan kadang dilakukan secara berkesinambungan, tinggal dan
hidup bersama masyarakat yang diteliti.
2. local practices. Cara kerja yang demikian ini menuntut seorang peneliti melihat langsung
praktek nyata di lapangan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, mingguan,
bulanan, bahkan tahunan. kehidupan masyarakat tersebut yang dipandang penting seperti
peristiwa kelahiran, selamatan, perkawinan, kematian dan penguburan.
3. Antropologi senantiasa mencari keterkaitan antar berbagai macam kehidupan manusia yang
mendominasi masyarakatnya, sehingga bidang-bidang kehidupan itu tidak mendominasi
secara tunggal melainkan mempunyai hubungan yang erat.
4. Comparative. Kajian antropologi selalu memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi,
sosial, budaya dan agama-agama untuk memperkaya perspektif dan memperdalam bobot
kajian.4

1
Yodi Fitradi Potabuga, “PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM STUDI ISLAM”, JURNAL TRANSFORMATIF Vol. 4,
No. 1 April 2020
2
Ibid.
3
Ibid.
4
Nurhasanah Leni, “Peran Antropologi Bagi Studi Islam”, Jurnal Studi Keislaman Volume 18. No. 2, Desember
2018.

2
Dalam pandangan Dawam Raharjo, kajian antropologi dilakukan dengan cara observasi
(pengamatan) langsung yang bersifat partisipatif. Kajian semacam ini kemudian meghasilkan
kesimpulan yang bersifat induktif. Penelitian antropologi agama yang induktif bisa menunjukkan
adanya keterpautan antara agama dengan kondisi ekonomi dan politik masyarakat pemeluknya.
Sebagaimana hasil kajian antropologi yang menunjukkan bahwa masyarakat ekonomi lemah (miskin)
pada umumnya lebih tertarik pada gerakan keagamaan yang progressif dan menjanjikan adanya
perubahan tatatan sosial. Sementara kelompok masyarakat yang mampu secara ekonomi memilih
gerakan keagamaan yang mapan dan mempertahankan tatanan sosial karena lebih menguntugkan
mereka.5
Dengan pendekatan antropologi agama nampak lebih akrab dan dapat difungsikan dengan
berbagai fenomena kehidupan. Dari sini semakin nampak kontribusi antropologi bagi kajian
keagamaan. Setidaknya ada dua kontribusi antropologi bagi studi Islam, yaitu:

a. Antropologi membantu dalam mempelajari agama secara empiris. Di sini penelitian


keagamaan diarahkan pada pemahaman aspek konteks sosial yang melingkari agama. Oleh
karena itu kajian semacam ini mengarahkan perhatian pada manusia dan budayanya. Karena
agama diciptakan untuk membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan kemanusiaanya
sekaligus mengarahkan pada kehidupan yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa manusia
merupakan persoalan agama yang harus diamati secara empiris. Artinya pemahaman tentang
agama akan menjadi utuh setelah memahami manusianya. Karena pentingnya kajian tentang
manusia ini, maka mengkaji budaya dan masyarakat yang melingkupi kehidupan manusia
juga menjadi penting.
b. Antropologi membantu studi Islam melihat keragamaan pengaruh budaya dalam praktik
Islam. Dengan luasnya pemahaman tentang budaya-budaya yang ada, memungkinkan adanya
dialog dan tidak mustahil muncul gagasan moral dunia. Memahami Islam yang telah
bergumul dalam sejarah dan budaya yang cukup lama tidak akan sempurna jika mengabaikan
pemahaman tentang manusia. Karena realitas keagamaan sejatinya merupakan realitas
kemanusiaan yang terwujud dalam dunia nyata. Selain itu, makna sesungguhnya dari
keberagamaan terletak pada interpretasi dan pengamalan agama. Pada posisi inilah
antropologi dibutuhkan untuk membantu memahami Islam. Antropologi berguna sebagai alat
untuk memahami ralitas kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktekkan umat
Islam. Praktek umat Islam tersebut menjadi gambaran sesunggunya dari keberagamaan umat
Islam.6
Berangkat dari paparan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa antropologi memiliki kontribusi positif
bagi pengembangan studi Islam. Dalam hal ini antropologi membantu studi Islam dalam memahami
aspek empiris dari fenomena keberagamaan umat Islam. Selain itu, antropologi membantu melihat
keragamaan pengaruh budaya dalam praktik ajaran Islam. Dari sini kemudian akan muncul sebuah
pemahaman tentang Islam yang lebih universal, yaitu Islam yang rahmatan lil alamin.

B. Pendekatan Filosofis
Filsafat/filosofi berasal dari kata Yunani yaitu philos (suka) dan sophia (kebijaksanaan). Secara
etimologis, filsafat diambil dari bahasa Arab yaitu falsafah. Dengan demikian secara etimologis,
filsafat memberikan pengertian cinta kebijaksanaan tetapi, arti kata ini belum menampakkan arti
filsafat sendiri karena “mencintai” masih dapat dilakukan secara pasif. Pada hal dalam pengertian
filosoftein terkandung sifat yang aktif . Filsafat adalah pandangan tentang dunia dan alam yang
dinyatakan secara teori. Filsafat adalah suatu ilmu atau metode berfikir untuk memecahkan gejala-
gejala alam dan masyarakat. Karena berbagai pandangan dalam melihat sesuatu menyebabkan

5
Ibid.
6
Ibid.

3
pandangan pemikir tentang filsafat juga berbeda. Oleh sebab itu, banyak orang memberikan
pengertian yang berbeda pula tentang filsafat. 7
Filsafat agama Islam merupakan hasil pemikiran filsuf tentang ketuhanan, kenabian, manusia,
dan alam yang disinari ajaran Islam dalam suatu aturan pemikiran yang logis dan sistematis. Menurut
Prof. Dr. H. H. Rasyidi (1965:3), perbedaan antara filsafat dan agama bukan terletak pada bidangnya,
tetapi terletak pada cara menyelidiki bidang itu sendiri. Filsafat adalah berfikir, sedangkan agama
adalah mengabdikan diri, agama banyak hubungan dengan hati, sedangkan filsafat banyak hubungan
dengan pemikiran. Mahmud Subhi mengatakan bahwa agama mulai dari keyakinan yang kemudian
dilanjutkan dengan mencari argumentasi untuk memperkuat keyakinan itu, (ya`taqidu summa
yastadillu), sedangkan filsafat berawal dari mencari-cari argumen dan bukti-bukti yang kuat dan
kemudian timbullah keyakinannya (yastadillu summa ya`taqidu). 8
Pendekatan filosofis seseorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang
dijumpainya, dan dapat pula menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan
cara demikian ketika seseorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan
spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan. Semakin mampu menggali makna filosofis dari ajaran
agama Islam, maka semakin meningkat pula sikap, penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki
seseorang. Namun demikian pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan
bentuk pengamalan agama yang bersifat formal. Islam sebagai agama yang banyak menganjurkan
penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan
filosofis dalam memahami ajaran agamanya. Hal ini sudah dijelaskan didalam alqur’an. 9
Nazara, yaitu melihat secara abstrak, dalam arti berpikir dan merenung. seperti ayat berikut:
‫اَفَاَل یَ ۡنظُر ُۡونَ اِلَی ااۡل ِ بِ ِل ک َۡیفَ ُخلِقَت‬
ْ ‫َواِلَى ال َّس َم ۤا ِء َك ْيفَ ُرفِ َع‬
‫ت‬
Terjemahnya:
Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia
ditinggikan? (Q.S. alGhasyiyah/88:17-18)
a. Tadabbara; yaitu merenungkan sesuatu yang tersirat dan tersurat:
‫ب َأ ْقفَالُهَا‬
ٍ ‫َأفَاَل يَتَ َدبَّرُونَ ْالقُرْ آنَ َأ ْم َعلَ ٰى قُلُو‬
Terjemahnya:
Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? (Q.S.
Muhammad/47: 24)
b. Tafakkara; yaitu berpikir secara mendalam:
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬ َ ِ‫ض َج ِم ْيعًا ِّم ْنهُ ۗاِ َّن فِ ْي ٰذل‬
ٍ ‫ك اَل ٰ ٰي‬ ِ ْ‫ت َو َما فِى ااْل َر‬
ِ ‫َو َس َّخ َر لَ ُك ْم َّما فِى السَّمٰ ٰو‬

Terjemahnya:

7
Anwar Sholihin, “Metode Filsafat Keagamaan Islam”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 8 No. 1 Mei
2018
8
Ibid.
9
Azis Masang, “KEDUDUKAN FILSAFAT DALAM ISLAM”, JURNAL PILAR Volume 11, No. 1, Tahun 2020.

4
…dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai
rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (Q.S. al-Jatsiyah/45:13).
‘Aqala; menggunakan akal atau rasio. Di dalam Al-Quran tidak kurang dari 50 ayat yang
berbicara tentang pemakaian akal yang merupakan bagian integral dari pengembangan ilmu
pengetahuan sebagai bagian dari filsafat, misalnya:
  َ‫اِ َّن َش َّر ال َّد َو ۤابِّ ِع ْن َد هّٰللا ِ الصُّ ُّم ْالبُ ْك ُم الَّ ِذ ْينَ اَل يَ ْعقِلُوْ ن‬
Terjemahnya:
Seburuk-buruk binatang pada pandangan Allah adalah yang tuli, bisu, dan tidak mempergunakan
akal. (Q.S. al-Anfal/8:22)
Diwajibkan manusia berpikir menggunakan akalnya (berfilsafat). Namun, dari sekian banyak
ulama Islam, ada yang berkeberatan terhadap pemikiran filsafat Islam, tetapi ada juga yang
menyetujuinya. Ulama yang berkeberatan terhadap pemikiran filsafat (golongan salaf) berpendapat
bahwa: adanya pemikiran filsafat yang dianggapnya sebagai bid’ah dan menyesatkan. Alasannya
adalah karena berfilsafat adalah berpikir, dengan kata lain akal lebih dikedepankan, dan otomatis
mengedepankan akal daripada al-Qur’an dan hadits. 10
Padahal kita diperintahkan untuk mendahulukan Allah swt. dan Rasul-Nya, sebagaimana
Allah swt. berfirman:
‫َي هّٰللا ِ َو َرسُوْ لِ ٖه َواتَّقُوا هّٰللا َ ۗاِ َّن هّٰللا َ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬ ٰ ٓ
ِ ‫ٰيا َ ُّيهَا الَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا اَل تُقَ ِّد ُموْ ا بَ ْينَ يَد‬
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S. Al-Hujurat: 1)
Sebaliknya banyak ulama Islam yang menganggap sangat penting dengan adanya filsafat,
karena dapat membantu dalam menjelaskan isi dalam kandungan Al-Qur’an dengan keterangan-
keterangan yang dapat diterima oleh akal manusia terutama bagi mereka yang baru mengenal Islam
dan mereka yang belum kuat imannya. Imam Al Gazali yang semula menentang filsafat, kemudian
berbalik untuk mempelajari dan banyak menggunakanya untuk uraian-uraian mengenai ilmu tasawuf.
Hanya satu yang dilarang oleh Islam untuk dipikirkan atau diperdalamkan cara pemecahannya, yaitu
dalam hal Dzat Allah Swt, sebab Dzat Allah itu pasti tidak akan dapat dijangkau oleh otak dan tidak
dapat dicapai oleh pikiran manusia manapun juga. 11
Sampai di sini dapat disimpulkan bahwasanya, filsafat dalam pandangan Islam atau
digunakannya filsafat dalam Islam, ada dua pandangan; ada yang setuju dan ada pula yang tidak.
Pendapat yang menyatakan setuju, alasannya adalah karena manusia mempunyai akal dan dengan
akalnya manusia diminta untuk berpikir (filsafat) tentang apapun yang terjadi di muka bumi untuk
menambah kenyakinan akan kekuasaanNya. Sedangkan pendapat yang tidak setuju menyatakan
alasannya bahwa dalam filsafat yang dikedepankan adalah akal, dan pasti menyebabkan
meninggalkan al-Qur’an dan hadits, karena dalam al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 1, kita disuruh
untuk mendahulukan Allah SWT. dan rasul-Nya.12

10
Ibid.
11
Ibid.
12
Ibid.

5
C. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos
berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku
yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Sosiologi
muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang
mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa. Walaupun banyak definisi tentang sosiologi
namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Sosiologi
mempelajari masyarakat meliputi gejala-gejala social, struktur sosial, perubahan sosial dan jaringan
hubungan atau interaksi manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. 13
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki
ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba untuk mengerti sifat
dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan
hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup
bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.
Sementara itu Soejono Soekamto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang
membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu
seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan
kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Didalam ini juga dibahas tentang proses-
proses sosial, mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk
memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama dari manusia. dari definisi diatas
terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap
dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini
suatu fenomena sosial dapat dianalisa dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan,
mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut. Selanjutnya
sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. 14
Bagi August Comte, sosiologi mengikuti jejak ilmu alam. Observasi empiris terhadap
masyarakat manusia akan melahirkan kajian rasional dan positivistic mengenai kehidupan sosial yang
akan memberikan prinsip-prinsip perorganisasian bagi ilmu kemasyarakatan. Sedangkan Durkheim,
dalam kajian sosiologinya memfokuskan agama pada aspek fungsi, dimana agama dilihatnya sebagai
jembatan ketegangan dengan suku atau kelompok lain, karena agama seringkali melahirkan
keteraturan soisal dan moral, mengikat anggota masyarakat dalam suatu proyeksi kebersamaan,
sekumpulan nilai dan tujuan sosial bersama. Kondisi inilah yang memperkuat fanatisme kelompok
social sehingga saat berhadapan dengan kelompok lain yang berbeda agama, akan sangat mudah
memunculkan ketegangan antar kelompok.
Terdapat beberapa karakteristik dasar pendekatan sosiologi, yang dapat memberikan
kekhasan tersendiri dalam memahami dan membedakan dengan pendekatan-pendekatan lainnya.
Diantaranya sebagai berikut:
a. Stratifikasi sosial, seperti kelas dan etnis.
b. Kategori biososial, seperti seks, gender, perkawinan, keluarga, dan usia.
c. Pola organisasi sosial, meliputi politik, produksi ekonomis, sistem pertukaran dan birokrasi. 15

Pendekatan sosiologis digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal
ini dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama baru dapat dipahami secara proporsional
dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Sosiologi adalah ilmu yang

13
Dedi Mahyudi, “PENDEKATAN ANTROPOLOGI DAN SOSIOLOGI DALAM STUDI ISLAM”, Juli-Desember 2016.
14
Ibid.
15
Moh. Rifa’I, “KAJIAN MASYARAKAT BERAGAMA PERSPEKTIF PENDEKATAN SOSIOLOGIS”, Al-tanzim Volume 2
Nomor 1 2018

6
mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang
menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk
dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaan, keyakinan
yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. 16
Dari definisi tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang
menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala
sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu itu suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan
faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang
mendasari terjadinya proses tersebut.17
Melalui pendekatan sosiologis, agama dapat dipahami dengan mudah karena agama itu
sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur’an misalnya, kita jumpai ayat-ayat yang
berkenaan dengan hubungan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan kesengsaraan. Semua
itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran
agama itu diturunkan.18

D. Pendekatan Fenomenologis
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, “phainein,” yang berarti memperlihatkan,
kemudian dari kata ini muncul kata “phainemenon” yang berarti sesuatu yang muncul atau dapat
diartikan dengan kembali kepada benda itu sendiri. Istilah ini diduga pertama kali diperkenalkan oleh
seorang tokoh filosof di Jerman yaitu Edmund Husserl. Akan tetapi, istilah “fenomenologi”
sebenarnya tidak berawal dari Beliau, karena istilah ini sudah sering muncul dalam wacana filsafat
sejak tahun 1765 dan terkadang juga muncul dalam karya-karya dari seorang ahli filsafat yaitu
Immanuel Kant. Menurut istilah fenomenologi agama dapat diartikan sebagai sebuah metode yang
menyesuaikan prosedur-prosedur epoche (penundaan penilaian-penilaian sebelumnya) dan intuisi
eiditis (melihat ke dalam makna agama) dengan kajian terhadap beragam ekspresi simbolik yang
direspons oleh orang-orang sebagai nilai yang tidak terbatas bagi mereka. 19
Dalam kaitannya dengan studi agama, makna istilah fenomenologi tidak pernah terbekukan
secara tegas. Oleh karena itu, diperlukan suatu kecermatan dalam upaya menentukan faktor-faktor
yang mencakup dalam pendekatan fenomenologis. Hal terpenting dari pendekatan fenomenologi
agama adalah apa yang dialami, dirasakan, dikatakan dan dikerjakan oleh pemeluk agama, serta
bagaimana pengalaman tersebut bermakna baginya. 20
Dimyati, dengan mengutip dari beberapa gagasan Husserl, menyatakan bahwa fenomenologi
merupakan analisis deskriptif dan introspektif tentang kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan
pengalaman langsung yang meliputi inderawi, konseptual, moral, estetis dan religius. Fenomenologi
adalah suatu metode yang secara sistematis berpangkal pada pengalaman dan melakukan pengolahan-
pengolahan pengertian.21
Cara memahaminya harus mengesampingkan apa yang sudah kita asumsikan, lalu menelusuri
proses untuk memahaminya. Pertama, sebagai suatu metode keilmuan, fenomenologi dapat
mendeskripsikan fenomena sebagaimana adanya dengan tidak memanipulasi data. Dengan demikian
fenomenologi menuntut pendekatan yang holistik, bukan pendekatan patrial, sehingga diperoleh
pemahaman yang utuh mengenai objek yang diamati. Hal ini menjadi suatu kelebihan pendekatan

16
Dedi Mahyudi, “PENDEKATAN ANTROPOLOGI DAN SOSIOLOGI DALAM STUDI ISLAM”, Juli-Desember 2016.
17
Ibid.
18
Ibid.
19
Mastori, “STUDI ISLAM DENGAN PENDEKATAN FENOMENOLOGIS”, Januari – Juni 2018
20
ABDUL MUJIB, “PENDEKATAN FENOMENOLOGI DALAM STUDI ISLAM”, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan
Islam, Volume 6, November 2015
21
Ibid.

7
fenomenologi, sehingga banyak dipakai oleh ilmuwan-ilmuwan dewasa ini, terutama ilmuwan sosial
dalam berbagai kajian keilmuan mereka termasuk bidang kajian agama.
Selain itu, fenomenologi memberikan peran terhadap subjek untuk ikut terlibat dalam objek
yang diamati, sehingga jarak antara subjek dan objek yang diamati kabur atau tidak jelas.
Tujuan utama dari kelimuan tersebut pada masa-masa awal adalah untuk memberikan deskripsi yang
objektif, khususnya untuk komunitas akademis Barat, tentang berbagai aspek kehidupan beragama di
seluruh dunia, biasanya untuk membuat perbandingan-perbandingan yang akan mendemostrasikan
superiotas budaya dan agama Barat ketimbang agama dan budaya dari belahan dunia yang lainnya. 22
Pendekatan fenomenologi juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihan dari
pendekatan fenomenologi yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai suatu metode keilmuan, fenomenologi dapat mendeskripsikan fenomena
sebagaimana adanya dengan tidak memanipulasi data.
2. Fenomenologi memandang objek kajiannya sebagai kebulatan yang utuh, tidak terpisah dari
objek lainnya.
Selain memiliki kelebihan pendekatan fenomenologi juga memiliki kekurangan, diantaranya
sebagai berikut:
1. Berdasarkan tujuan dari pendekatan fenomenologi yaitu untuk mendapatkan pengetahuan
yang murni objektif tanpa ada pengaruh dari berbagai pandangan, baik dari adat, agama,
maupun ilmu pengetahuan hal itu merupakan sesuatu yang absurd.
2. Fenomenologi memberikan peran terhadap subjek untuk ikut terlibat dalam objek yang
diamati, sehingga jarak antara subjek dan objek yang diamati kabur atau tidak jelas. 23

22
Mastori, “STUDI ISLAM DENGAN PENDEKATAN FENOMENOLOGIS”, Januari – Juni 2018
23
ABDUL MUJIB, “PENDEKATAN FENOMENOLOGI DALAM STUDI ISLAM”, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan
Islam, Volume 6, November 2015

8
BAB III
PENUTUP

Metode-metode yang digunakan untuk memahami islam itu suatu saat mungkin dipandang
tidak cukup lagi, sehingga diperlukan adanya pendekatan baru yang harus terus digali oleh para
pembaharu. Terdapat banyak pendekatan yang digunakan dalam memahami agama islam.
Diantaranya adalah pendekatan antropologis, filosofis, sosiologis, dan fenomenologis. Adapun
pendekatan yang dimaksud disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam satu
bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.

Yang pertama, Pendekatan antropologis pada studi islam mengajarkan bahwa bahwa agama
islam tidak hanya berdiri sendiri tetatpi agama islam akan selalu berhubungan erat dengan
pemeluknya karena agama islam membawa sistem dan kulturnya sendiri. Hal ini akan berpengaruh
pada kehidupan dan sikap pemeluk agama ini.

Yang kedua, Pendekatan filosofis pada studi islam mengajarkan bahwa kita bisa
menggunakan akal kita untuk memikirkan ketuhanan,kenabian, manusia dan alam sekitarnya karena
dengan cara demikian ketika seseorang mengerjakan suatu amal ibadah ia tidak akan merasa
kekeringan spiritual dan yang didapat malah kebosanan. Semakin seseorang mendalami folosofis
dalam studi islam semakin meningkat pula sikap penghayatan, dan daya spiritualis yang dimiliki
seseorang.

Yang ketiga,Pendekatan sosiologis dalam studi islam mengajarkan kita harus saling
menghargai antar agama agar kehidupan sosial bisa berlangsung damai, hal ini di dukung fakta bahwa
agama sering kali menyebabkan konflik karena saling mengunggulkan agamanya masing-masing.
pendekatan Sosiologis berguna untuk memahami Suatu agama.
Yang terakhir, Pendekatan fenomenologis dalam studi islam mempelajari tentang apa yang
dirasakan,dialami, dan dikerjakan oleh pemeluk agama islam.

9
DAFTAR PUSTAKA

Leni, N. (2018). Peran Antroplogi Bagi Studi Islam. Analisis: Jurnal Studi Keislaman, 18(2), 233–252.

https://doi.org/10.24042/ajsk.v18i2.4138

Mahyudi, D. (t.t.). PENDEKATAN ANTROPOLOGI DAN SOSIOLOGI DALAM STUDI ISLAM. 24.

Masang, A. (2020). KEDUDUKAN FILSAFAT DALAM ISLAM. 11, 26.

Mastori. (2018). STUDI ISLAM DENGAN PENDEKATAN FENOMENOLOGIS. 1.

Mujib, A. (2015). PENDEKATAN FENOMENOLOGI DALAM STUDI ISLAM. Jurnal Pendidikan Islam, 6,

17.

Potabuga, Y. F. (2020). PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM STUDI ISLAM. TRANSFORMATIF, 4(1),

19–30. https://doi.org/10.23971/tf.v4i1.1807

Rifa’i, Moh. (2018). KAJIAN MASYARAKAT BERAGAMA PERSPEKTIF PENDEKATAN SOSIOLOGIS. AL-

TANZIM : JURNAL MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM, 2(1), 23–35.

https://doi.org/10.33650/al-tanzim.v2i1.246

Sholihin, A. (2019). Metode Filsafat Keagamaan Islam. Ta’dibia: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama

Islam, 8(1), 67. https://doi.org/10.32616/tdb.v8.1.151.67-74

10

Anda mungkin juga menyukai