Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ISLAM ANTROPOLOGI, SOSIOLOGI DAN


SOSIALISME

Disusun oleh :

M. Wastu Adzani J.
Alyani Ginanjar
Tineu Agustin
Siti Nuriyah Shofariyah
Eni Nurani

SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK STISIP SYAMSUL


'ULUM SUKABUMI

202

i
KATA PENGANTAR

‫لرحيم‬1 ‫لرحمن‬1 ‫هلل‬1 ‫يسم‬

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Purwanto, S.Pd.I.,S.IP.,MM.,M.SI.
selaku guru pelajaran Pendidikan Agama Islam, karena telah membantu
kelancaran dalam pembuatan karya tulis ini. Kepada orang tua yang telah
membantu dan teman- teman yang telah memberikan dukungan dan semangat.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada laporan ini. Untuk itu
penulis mengharapkan masukan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.

Sukabumi, 18 September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul...........................................................................................................i

Kata Pengantar.........................................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ANTROPOLOGI............................................................2

1. Pengertian Antropologi.....................................................................................2

2. Antropologi Agama..........................................................................................3

3. Antropologi Pendidikan....................................................................................4

4. Pendekatan Antropologis dan Aplikasinya.......................................................4

5. Karakteristik......................................................................................................5

6. Tokoh- Tokoh...................................................................................................5

BAB III PEMBAHASAN SOSIOLOGI..................................................................7

1. Pengertian Sosiologi.........................................................................................7

2. Sejarah Istilah Sosiologi....................................................................................9

3. Pokok Bahasan Sosiologi..................................................................................9

4. Ciri dan Hakikat Sosiologi..............................................................................10

5. Kegunaan Sosiologi........................................................................................10

6. Objek Sosiologi...............................................................................................11

7. Ruang Lingkup Kajian Sosiologi....................................................................11

8. Perkembangan Sosiologi.................................................................................11

iii
9. Aplikasi Pendekatan Antropologis dan Antropologis.....................................12

10. Signifikasi dan Kontribusi Pendekatan Antropologis dan Sosiologis............13

BAB IV PEMBAHASAN SOSIALISME.............................................................15

1. Pengertian Sosialisme.....................................................................................15

2. Sejarah.............................................................................................................15

3. Gagasan dan Konsep.......................................................................................15

4. Ideologi Sosialis Islam....................................................................................17

5. Komunisme Islam...........................................................................................17

6. Sosialisme Revolusioner Somalia...................................................................19

7. Sosialis Muslim Ternama................................................................................19

BAB V KESIMPULAN.........................................................................................20

BAB VI PENUTUP...............................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Islamisasi tidaklah berarti menempatkan berbagai tubuh ilmu pengetahuan


dibawah masing-masing dogmatis atau tujuan yang berubah-ubah, tetapi
membebaskannya dari belenggu yang senantiasa mengungkungnya. Islam
memandang semua ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang kritis, yakni universal,
penting dan rasional. Ia ingin melihat setiap tuntutan melampaui teks hubungan
internal, akan sesuai dengan realitas, meninggikan kehidupan manusia dan
moralitas. Karenanya, bidang-bidang yang telah kita islamisasikan akan membuka
halaman baru dalam sejarah semangat manusia dan lebih menekatkan kepada
kebenaran. Antropologi seperti semua disiplin ilmu pengetahuan lainnya, harus
membebaskan dirinya dari visi yang sempit. Ia harus mempelajari sesuatu yang
baru, sederhana, tetapi kebenaran yang primordinal dari semua ilmu pengetahuan
yaitu kebenaran pertama Islam. (Akbar S. Ahmad, 5-9) Dewasa ini telah muncul
suatu kajian agama yang menggunakan antropologi dan sosiologi sebagai basis
pendekatannya. Berbagai pendekatan dalam memahami agama yang selama ini
digunakan dipandang harus dilengkapi dengan pendekatan antropologi dan
sosiologi tersebut. Berbagai pendekatan dalam memahami agama yang ada selama
ini antara lain pendekatan teologis, normatif, filosofis, dan historis. Diketahui
bahwa sosiologi merupakan ilmu yang membahas sesuatu yang telah teratur dan
terjadi secara berulang dalam masyarakat. Dalam tinjauan sosiologi masyarakat
dilihat sebagai suatu kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang sudah
teratur dan boleh dikatakan stabil.

1
BAB II
PEMBAHASAN ANTROPOLOGI

1. Pengertian Antropologi
Secara etimologis, Antropologi tersusun dari bahasa Latin anthropos
yang artinya manusia, dan bahasa Yunani logos yang berarti “kata” atau
“berbicara”. Antropologi berarti: “berbicara tentang manusia. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diterbitkan oleh Balai Pustaka,
antropologi diartikan sebagai: Ilmu tentang manusia khususnya tentang asal-
usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaannya pada masa
lampau. Definisi antropologi menurut para ahli yaitu :
a. William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia,
berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan
perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang
keanekaragaman manusia.
b. David Hunter: antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan
yang tidak terbatas tentang umat manusia.
c. Koentjaraningrat: antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat
manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik
masyarakat serta kebudayaan yang di hasilkan.

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang bertujuan


memahami kenyataan yang terjadi di masyarakat. Secara kebahasaan,
antropologi berasal dari kata antropos yang berarti individu dan logos yang
berarti kata atau ilmu.

Dengan demikian antropologi adalah ilmu tentang individu.


Koentjaraningrat dalam hal ini mendefinisikan antropologi dengan
pengetahuan terhadap manusia. Definisi tersebut senada dengan yang
disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam kamus tersebut
disebutkan bahwa antropologi memiliki arti pengetahuan tentang manusia,

2
khususnya tentang sejarah, berbagai bentuk dan warna fisik, adat istiadat dan
kepercayaan pada masa lalu. ragam bentuk fisik, adat istiadat dan keyakinan
pada masa lalu. Sementara James L. Peacock melihat bahwa antropologi
sebagai ilmu yang memokuskan perhatiannya pada aspek pemahaman
kemanusiaan dalam bentuk keanekaragaman secara menyeluruh.

Dalam kajiannya, antropologi kemudian terbagi menjadi dua kelompok


besar, yaitu :

a. antropologi fisik (paleontologi) asal- usul manusia, evolusinya, dan


sejarahnya. Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari asal- usul
manusia dan evolusi manusia dengan meneliti fosil- fosil. Antropologi
fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia.
b. Antropologi budaya yang terbagi menjadi 3:
1) Arkeologi memokuskan kajiannya pada kebudayaan masa lalu melalui
penelitian yang sistematis atas data-data peninggalan bendawi.
2) Etnologi fokus pada asas kebudayaan manusia dalam kehidupan
masyarakat suatu bangsa yang ada di seluruh dunia, baik cara berfikir
maupun berperilakunya.
3) Etnografi mengkaji tentang adat istiadat dan kebiasaan masyarakat.
Salah satu fenomena manusia yang menarik perhatian antropologi
adalah kehidupan manusia dalam bidang keagamaan. Dalam hal ini
Anthony F. C. Walance mendefinisikan agama sebagai ―perangkat
upacara, yang diberi rasionalisasi mitos, dan yang menggerakkan
kekuatan-kekuatan supranatural dengan maksud untuk mencapai dan
menghindarkan suatu perubahan keadaan pada manusia atau alam.
Definisi ini menunjukkan bahwa agama merupakansarana manusia
untuk mengatasi persoalan serius yang dihadapinya.Di sini agama
dipahami sebagai kepercayaan dan pola perilaku. Manusia
menggunakan kepercayaan tersebut untuk mengendalikan alam yang
tidak mampu dikendalikannya sendiri. Oleh karena itu agama menjadi
bagian dari semua kebudayaan yang ada di dunia.

3
Sementara Parsudi Suparlan mendefinisikan agama sebagai
seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur relasi manusia dengan
hal-hal ghaib (terutama dengan Tuhan), dengan manusia lainnya, dan
dengan lingkungan. Sehingga agama menjadi pedoman yang diyakini
kebenarannya dalam kehidupan suatu masyarakat. Oleh karena itu,
agama kemudian memiliki peran dalam merubah perilaku masyarakat
dan diarahkan sesuai cita-cita sosial sebagaimana yang dikehendaki
secara doktrinal. Pengertian inipun menegaskan kembali bahwa agama
merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat.

2. Antropologi Agama
Untuk dapat hidup dan berkembang serta lestari dalam masyarakat, agama
harus menjadi kebudayaan bagi masyarakat. Karena setiap masyarakat
memiliki kebudayaan yang digunakan sebagai pedoman untuk memanfaatkan
lingkungan hidupnya guna mencakup kebutuhan biologi, kebutuhan sosial
dan kebutuhan adab yang integratif.
Dengan demikiann apabila agama dilihat dan diperlukan
sebagai kebudayaan, yaitu sebagai nilai-nilai budaya dari masyarakat yang
dikaji, agama diperlukan sebagai sebuah pedoman yang diyakini
kebenarannya oleh warga masyarakat.

3. Antropologi Pendidikan
Antropologi adalah kajian tentang manusia dan cara-cara hidup manusia.
Antropologi mempunyai dua cabang utama, yaitu antropologi yang mengkaji
evolusi fisik manusia dan adaptasinya terhadap lingkungan yang berbeda-
beda dan antropologi budaya yang mengkaji baik kebudayaan-kebudayaan
yang masih ada maupun kebudayaan yang sudah punah.
Jadi antropologi mengkaji aspek-aspek tertentu dari kebudayaan. Jika
sarana sosial lain membicarakan rentangan tertentu, maka sarjana antropologi
mengkaji keseluruhan sejarah umat manusia sebagai bidang kajiannya.

4
Dengan mempelajari antropologi, kita bisa menyadari keragaman budaya
umat manusia dan pengaruh dalam pendidikan.
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian
pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter serta kapasitas
fisik dengan menggunakan pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai
dapat dipenuhi.

4. Pendekatan Antropologis dan Aplikasinya dalam Studi Islam


Dalam dunia ilmu pengetahuan, menurut Parsudi Suparlan, makna dari
istilah ”pendekatan” adalah sama dengan ”metodologi” yaitu ”sudut pandang
atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau
masalah yang dikaji.25 Adapun yang dimaksud pendekatan disini adalah cara
pandang atau paradigma yang terdapat didalam suatu bidang ilmu yang
selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Agama diperuntukkan untuk
kepentingan manusia, maka sesungguhnya persoalan-persoalan manusia
adalah juga merupakan persoalan agama. Dalam Islam manusia digambarkan
sebagai khalifah Allah di muka bumi. Secara antropologis ungkapan ini
berarti bahwa sesungguhnya realitas manusia menjadi bagian realitas
ketuhanan. Di sini terlihat betapa kajian tentang manusia, yang itu menjadi
pusat perhatian antropologi, menjadi sangat penting.

5
5. Karakteristik Antropologi

Salah satu konsep kunci terpenting dalam antropologi modern adalah


holisme, yakni pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam
konteks dan secara esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan
yang lain dalam masyarakat yang sedang diteliti.

Ada 4 (empat) ciri fundamendal cara kerja pendekatan antropologi


terhadap agama yaitu sebagai berikut:

a. Bercorak descriptive, bukannya normatif.

b. Local practices , yaitu praktik konkrit dan nyata di lapangan.

c. Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai


domain kehidupan secara lebih utuh (connections across social domains).

d. Comparative.
6. Tokoh-tokoh Pemikir Antropologi
a. Koentjaraningrat
Koentjaraningrat lahir di Yogyakarta tahun 1923. Menurut beliau,
dalam menentukan dasar-dasar dari antropologi Indonesia, kita belum
terikat oleh suatu tradisi sehingga kita masih dapat memilih serta
mengkombinasikan berbagai unsur dari aliran yang paling sesuai yang
telah berkembang di negara-negara lain, dan diselaraskan dengan masalah
kemasyarakatan di Indonesia. Karya- karyanya yang telah diterbitkan
antara lain Atlas Etnografi Sedunia, Pengantar Antropologi, dan
Keseragaman dan Aneka Warna Masyarakat Irian Barat.
b. Parsudi Suparlan

6
Prof. Parsudi Suparlan adalah seorang antropolog nasional, ilmuan
sejati, yang berjasa menjadikan antropologi di Indonesia memiliki sosok
dan corak yang tegas sebagai disiplin ilmiah, yang tak lain adalah karena
pentingnya penguasaan teori. Menurut beliau, antropologi merupakan
disiplin ilmu yang kuat, karena pentingnya teori, ketajaman analisis,
ketepatan metodologi, dan tidak hanya sekedar mengurai-uraikan data.
Selain itu, juga pentingnya pemahaman yang kuat mangenai konsep
kebudayaan dan struktur sosial.
c. Clifford Geertz (1926 – 2006)
Profesor Clifford Geertz adalah seorang tokoh antropologi asal
Amerika Serikat. Beliau dijuluki sebagi Tokoh Antropologi Segala
Musim. Hal ini dikarenakan pemikirannya yang selalu mengikuti zaman.
Karyanya yang berjudul The Religion of Java adalah suatu karya yang
berciri kuat structural-fungsionalisme klasik.

d. James Danandjaja ( 1994 )

7
James Danandjaja dilahirkan di Jakarta 13 April 1934. Beliau adalah
tokoh Folklor Nusantara yang pertama. Bagian budaya yang bernama
folklor itu berupa bahasa rakyat, ungkapan tradisional, teka-teki, legenda,
dongeng, lelucon, nyanyian rakyat, seni rupa, dan lain sebagainya. Ilmu
tentang folklor ia perkenalkan kepada Mahasiswa Jurusan Antropologi
FISIP Universitas Indonesia sejak tahun 1972. Pada mata kuliah tersebut,
para mahasiswa antara lain ditugasinya mengumpulkan berbagai folklor
di tanah air. Hasil pengumpulan itulah, antara lain yang ia gunakan untuk
bukunya. Ia mendapatkan Master dari Universitas Berkeley tahun 1971
dengan karya tulis yang kemudian diterbitkan sebagai buku, Annotated
Bibliography of Javanese Folklore. Gelar Doktor dalam bidang
Antropologi Psikologi ia peroleh dari Universitas Indonesia tahun 1977,
dengan disertasi Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali. Buku lain
karya Jimmi adalah Pantomim Suci Betara Beratak dari Trunyan, Bali dan
Upacara Lingkaran Hidup di Trunyan, Bali, serta Folklor Indonesia.

8
BAB III
PEMBAHASAN SOSIOLOGI

1. Pengertian Sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu socius yang berarti kawan,
sedangkan logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini
dipublikasikan/diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul
“Cours De Philosophie Positive” karangan August Comte (1798-1857).
Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi
dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Para sarjana, praktisi,
atau ahli di bidang sosiolog disebut sosiolog.
Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan
perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang
dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan
kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat
dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum. Kelompok tersebut
mencakup keluarga, suku bangsa, negara dan berbagai organisasi politik,
ekonomi, sosial.
Para ahli mendefinisikan sosiologi sebagai berikut:
a. Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal
balik antara aneka macam gejala sosial , sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial
dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
b. Albert J. Reiss, Jr
Sosiologi adalah studi tentang perkumpulan-perkumpulan atau kelompok-
kelompok sosial meniru pengorganisasian atau kelembagaan mereka
(institusional), pranata-pranata dan susunan organisatoris mereka, dan

9
penyebab-penyebab serta konsekuensi dan pranata-pranata dan organisasi
sosial.
c. Meta Spencer dan Alex Inkeles
Sosiologi adalah ilmu tentang kelompok hidup manusia (1982:4).
d. David Popone
Sosiologi adalah ilmu tentang interaksi manusia dalam masyarakat sebagai
suatu keseluruhan (1983:107-108).
e. Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam
kelompok-kelompok.

f. Willian F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf


Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan
hasilnya yaitu organisasi sosial.
g. J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-
proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
h. Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
i. Selo sumardjan dan soelaeman soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial
dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
j. Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan
kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
k. Soerjono Soekanto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi
kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan
pola-pola umum kehidupan masyarakat.
l. Willian Kornblum

10
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan
perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan
dalam berbagai kelompok dan kondisi.
m. Allan Jhonson
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama
dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut
memengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya
memengaruhi sistem tersebut.
n. Émile Durkheim
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni
fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada
di luar individu dimana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk
mengendalikan individu.
o. Nursid Sumaatmadja
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang relasi-relasi sosial, artinya
bahwa manusia adalah makhluk aktif yang mengadakan kontak-kontak
dengan interaksi-interaksi sosial yang berupa tingkah laku dan dapat saling
memengaruhi.
p. Hasan Shadily
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hidup bersama dalam
masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antar manusia yang menguasai
kehidupan dengan mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama cara
terbentuk dan tumbuh, serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup
serta kepercayaan.

2. Sejarah Istilah Sosiologi


 1842 : Istilah sosiologi sebagai cabang ilmu sosial dicetuskan pertama
kali oleh ilmuwan Prancis, bernama August Comte tahun 1842 dan
kemudian dikenal sebagai bapak Sosiologi. Sosiologi sebagai ilmu yang
mempelajari tentang masyarakat lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa

11
pada abad ke-19 mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari
kondisi dan perubahan sosial.
 Émile Durkheim - Ilmu sosial Prancis - berhasil melembagakan Sosiologi
sebagai disiplin akademis. Émile memperkenalkan pendekatan
fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial
sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
 1876 : Di Inggris, Hervert Spencer mempublikasikan Sociology dan
memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami
masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri
atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
 Karl Mark memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang
menganggap konflik antarkelas sosial menjadi intisari perubahan dan
perkembangan masyarakat.
 Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang
berupaya menelusuri, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku
manusia.
 Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sociology.

3. Pokok Bahasan Sosiologi


Pokok bahasan sosiologi ada empat, yaitu:
a. Fakta sosial sebagai cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada
di luar individu dan mempunyai kekuatan memaksa dan mengendalikan
individu tersebut.
b. Tindakan sosial sebagai tindakan yang dilakukan dengan
mempertimbangkan perilaku orang lain.
c. Khayalan sosiologis sebagai cara untuk memahami apa yang terjadi di
masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia.
d. Realitas sosial adalah pengungkapan tabir menjadi suatu realitas yang
tidak terduga oleh sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan
melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian

12
prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari
penilaian normatif.
4. Ciri-Ciri Dan Hakikat Sosiologi
Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh Soerjono Soekanto,
sosiolog sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Empiris, yaitu didasarkan pada observasi (pengamatan) dan akal sehat
yang hasilnya tidak bersifat spekulasi (menduga-duga).
b. Teoretis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi
yang konkret di lapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari
unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan
hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
c. Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau
buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah
tersebut secara mendalam.
Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sebagai berikut:
a. Sosiolog adalah ilmu sosial, bukan ilmu pengetahuan alam atau ilmu pasti
(eksakta) karena yang dipelajari adalah gejala-gejala kemasyarakatan.
b. Sosiologi termasuk disiplin ilmu kategori, bukan merupakan disiplin ilmu
normatif karena sosiologi membatasi diri pda apa yang terjadi, bukan apa
yang seharusya terjadi.
c. Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan murni (pure science) dan dalam
perkembangannya sosiologi menjadi ilmu pengetahuan terapan (applied
science).
d. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan abstrak dan bukan ilmu
pengetahuan konkret. Artinya yang menjadi perhatian adalah bentuk dan
pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya
peristiwa itu sendiri.
e. Sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola umum, serta
mencari prinsip-prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia,
sifat, hakikat, isi, dan struktur masyarakat manusia.

13
f. Sosiologi merupakan ilmu pengethuan yang empiris dan rasional. Hal ini
menyangkut metode yang digunakan.
g. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, artinya sosiologi
mempunyai gejala-gejala umum yang ada pada interaksi antara manusia.

5. Kegunaan Sosiologi
Kegunaan sosiologi dalam masyarakat, antara lain:
a. Untuk pembangunan
Sosiologi berguna untuk memberikan data-data sosial yang diperlukan pda
tahap perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian pembangunan.
b. Untuk penelitian
Tanpa penelitian dan penyelidikan sosiologis tidak akan dperoleh
perencanaan sosial yang efektif atau pemecahan masalah-masalah sosial
dengan baik.

6. Objek Sosiologi
Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mempunyai beberapa objek:
a. Objek Material
Objek material sosiologi adalah kehidupan sosial, gejala-gejala dan proses
hubungan antara manusia yang memengaruhi kesatuan manusia itu sendiri.
b. Objek Formal
Objek formal sosiologi adalah hubungan manusia antara manusia serta
proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.
c. Objek Budaya
Objek budaya salah satu faktor yang dapat memengaruhi hubungan satu
dengan yang lain.
d. Objek Agama
Pengaruh dari objek dari agama ini dapat menjadi pemicu dalam hubungan
sosial masyarakat, dan banyak juga hal-hal ataupun dampak yang
memengaruhi hubungan manusia.

14
7. Ruang Lingkup Kajian Sosiologi
Ruang lingkup kajian sosiologi dibagi menjadi beberapa hal, antara lain:
a. Ekonomi beserta kegiatan usahanya secara prinsipil yang berhubungan
dengan produksi, distribusi, dan penggunaan sumber-sumber kekayaan
alam;
b. Masalah manajemen yaitu pihak-pihak yang membuat kajian, berkaitan
dengan apa yang dialami warganya;
c. Persoalan sejarah yaitu berhubungan dengan catatan kronologis, misalnya
usaha kegiatan manusia beserta prestasinya yang tercatat.

8. Perkembangan Sosiologi
a. Perkembangan Pada Abad Pencerahan
Banyak ilmuwan-ilmuwan besar pada zaman dahulu, seperti Sokrates,
Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja.
Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan
kemunduran. Pendapat itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pemikir
pada abad pertengahan, seperti Agustinus, Ibsu Sina, dan Thomas
Aquinas. Mereka berpendapat bahwa sebagai makhluk hidup yang fana,
manusia tidak bisa mengtahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi
dengan masyarakatnya.

b. Pengaruh Perubahan Yang Terjadi Pada Abad Pencerahan


Perubahan-perubahan besar pada abad pencerahan, terus berkembang
secara revolusioner sepanjang abad ke- 18 M. Dengan cepat struktur
masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat
dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri dan
revoludi Prancis.
c. Gejolak Abad Revolusi
Perubahan yng terjadi akiba revolusi benar-benar mencengangkan.
Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangsawan
dan kaum rohaniawan yang semula bergelimang harta dan kekuasaan,

15
disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa
penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang ditetapkan.
Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.
Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan
pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar
dalam masyarakat.
d. Kelahiran Sosiologi Modern
Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika
Serikat dan Kanada. Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran
berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan
penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas
dan lain-lain. Konsekuensi gejolak sosial itu perubahan besar masyarakat
pun tak terelakan. Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan
sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa
pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya
menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada
saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.

9. Aplikasi Pendekatan Antropologis dan Sosiologis dalam Studi Islam

Aplikasi antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai


salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktek
keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui
pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang
dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.
Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu
antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan dalm disiplin ilmu
agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Raharjo,
lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari
sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi
pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis.

16
10. Signifikasi dan Kontribusi Pendekatan Antropologis dan Sosiologis
dalam Studi Islam
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai
salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik
keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui
pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang
dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.
Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu
antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami
agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Powam
Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya
partisipatif. (Abuddin, 2004: 35). Melalui pendekatan antropologis di atas,
maka dapat di lihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan
perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, jika ingin
mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang maka dapat dilakukan
dengan cara mengubah pandangan keagamannya. (Soekanto, 35-36).
Tampaknya, agak sulit untuk melukiskan garis pemisah yang jelas antara
antropologi dan sosiologi karena kedua macam ilmu ini dibagi bukan karena
metode yang dipakai oleh para sarjana, melainkan metode yang dipakai oleh
tradisi. Bagaimanapun antropologi telah memusatkan perhatiannya kepada
kebudayaan-kebudayaan primitif yang tidak bisa baca tulis dan tanpa teknik.
Selanjutnya, melalui
pendekatan antropologi dapat melihat agama yaitu hubungannya dengan
mekanisasi pengorganisasi (social organization) juga tidak kalah menarik
untuk diketahui oleh para peneliti sosial agama. Khusus di Indonesia, karya
Clifford Geertz, the religion of java dapat dijadikan contoh yang baik dalam
bidang ini. Geerts melihat adanya klasifikasi sosial dalam masyarakat muslim
di Jawa; santri, priyayi dan abangan. Sungguh pun hasil penelitian
antropologis di Jawa Timur ini mendapat sanggahan dari berbagai ilmuwan
sosial yang lain, konstruksi stratifikasi sosial yang dikemukakannya cukup
membuat orang berfikir ulang untuk mengecek ulang keabsahannya. Melalui

17
pendekatan antropologis, sebagaimana tersebut di atas, terlihat dengan jelas
hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan
itu pula, agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena
kehidupan manusia. Dengan demikian, pendekatan antropologis sangat
dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama
tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan melalui bantuan
ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.
Pendekatan sosiologis digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam
memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang
kajian agama baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila
menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan
antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti
sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya
perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaan, keyakinan yang
memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap
persekutuan hidup manusia. Dari defenisi tersebut terlihat bahwa sosiologi
adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap
dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling
berkaitan. Dengan ilmu itu suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan
faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta
keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut. Melalui
pendekatan sosiologis, agama dapat dipahami dengan mudah karena agama
itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur‟an misalnya,
kita jumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia lainnya, sebab-
sebab yang menyebabkan kesengsaraan. Semua itu jelas baru dapat dijelaskan
apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama
itu diturunkan.

18
BAB IV
PEMBAHASAN SOSIALISME ISLAM

1. Pengertian Sosialisme Islam


Sosialisme Islam adalah istilah yang diciptakan oleh berbagai pemimpin
Muslim untuk menjelaskan bentuk sosialisme yang lebih spiritual. Sosialis
Muslim percaya bahwa ajaran Qur'an dan Muhammad— khususnya zakat—
sesuai dengan prinsip kesetaraan ekonomi dan sosial. Mereka mengambil
inspirasi dari negara kesejahteraan Madinah awal yang didirikan oleh Nabi
Muhammad. Sosialis Muslim menemukan akarnya dalam anti-imperialisme.
Pemimpin sosialis Muslim percaya pada penurunan legitimasi berasal dari
publik.

2. Sejarah
Pada era modern, sosialisme Islam dapat dibagi menjadi dua bentuk, sayap
kiri dan sayap kanan. Sayap kiri (Siad Barre, Haji Misbach, Ali Syariati,
Yasser Arafat dan Jalal Al-e Ahmad) mendukung internasionalisme
proletarian sekuler dan mendorong Muslim untuk bergabung atau
berkolaborasi dengan sosialis internasional atau gerakan Marxis. Sosialis
sayap kanan (Muhammad Iqbal, Agus Salim, Jamal-al-Din Afghani, Musa al-
Sadr, dan Mahmud Shaltut) secara ideologi lebih dekat ke posisi ketiga, tidak
hanya mendukung keadilan sosial, masyarakat egalitarian dan persamaan
universal, tapi juga revivalisme Islam dan implementasi Syariah. Mereka juga
menolak penggunaan perjuangan kelas dan tetap menjaga jarak dengan
gerakan sosialis lainnya.

3. Gagasan dan Konsep


a. Zakat
Zakat dimaksudkan untuk mencegah penimbunan modal dan
merangsang investasi. Karena masing-masing individu harus membayar

19
zakat atas kekayaan bersihnya, Muslim yang kaya didorong untuk
melakukan investasi dalam usaha yang menguntungkan, atau sebaliknya
akan melihat kekayaannya perlahan terkikis. Selanjutnya, alat produksi
seperti peralatan, pabrik, dan perlengkapan dikecualikan dari zakat, yang
selanjutnya memberi insentif untuk menginvestasikan kekayaan di bisnis
produktif. Aset pribadi seperti pakaian, perabot rumah tangga, dan satu
tempat tinggal tidak dianggap sebagai aset wajib zakat.
Menurut Al-Quran, ada delapan kategori orang (asnaf) yang berhak
menerima dana zakat:

1) Yang hidup dalam kemiskinan ekstrem (Al-Fuqarā').


2) Yang kekurangan karena tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya (Al-
Masākīn).
3) Panitia penerima dan pengelola zakat (Al-Āmilīna 'Alaihā).
4) Non-Muslim yang bersimpati terhadap Islam atau ingin masuk Islam
(Al- Mu'allafatu Qulūbuhum).
5) Orang yang berusaha lepas dari perbudakan atau kekangan. Termasuk
juga dalam pembayaran tebusan atau uang darah (Diyya). (Fir-Riqāb)
6) Yang memiliki banyak hutang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
(Al- Ghārimīn).
7) Yang berjuang dalam jalan agama dan jalan Allah (Fī Sabīlillāh) atau
Jihad di jalan Allahdan untuk pejuang Islam yang berperang melawan
orang tidak beriman tapi bukan bagian dari prajurit yang digaji.[19][20]
8) Musafir atau pelajar perantauan (Ibnus-Sabīl).
b. Negara Kesejahteraan
Konsep kesejahteraan dan pensiun dikenalkan pada hukum Islam awal
dalam bentuk Zakat (amal), salah satu Rukun Islam, di bawah Khalifah
Ar-Rasyidin pada abad ke-7. Praktik ini berlanjut sampai dengan masa
Kekhalifahan Abbasiyah. Pajak (termasuk zakat dan jizyah dikumpulkan
di perbendaharaan pemerintahan Islam dan digunakan untuk menyediakan
pendapatan untuk yang membutuhkan, termasuk di antaranya orang
miskin, manula, yatim, janda, dan disabilitas. Menurut teolog Al- Ghazali

20
(1058-1111), pemerintah juga harus mengumpulkan persediaan makanan
di setiap wilayah jika sewaktu-waktu terjadi musibah atau kelaparan.
Kekhalifahan dapat pula dianggap sebagai negara kesejahteraan utama
pertama di dunia.
c. Penjaminan Pendapatan Minimum
Penjaminan pendapatan minimum adalah sistem penyediaan
kesejahteraan sosial yang menjamin semua warga negara atau keluarga
memiliki pendapatan yang cukup untuk hidup, asalkan mereka memenuhi
syarat tertentu. Kelayakannya secara tipikal ditentukan oleh
kewarganegaraan, tes kelayakan, dan ketersediaan pasar tenaga kerja atau
kemauan untuk melakukan pelayanan masyarakat. Tujuan utama
pendapatan minimum terjamin adalah untuk melawan
kemiskinan. Jika kewarganegaraan menjadi satu-satunya syarat, sistem ini
berubah menjadi pendapatan dasar universal. Khalifah Muslim pertama
Abu Bakar Ash-Shiddiq mengenalkan penjaminan standar minimum
pendapatan, memberikan setiap laki-laki, wanita, dan anak-anak sepuluh
dirham setiap tahun; yang kemudian ditambah menjadi dua pulu dirham.
Sebagian, tetapi tidak semua sosialis Islam menganjurkan pembaruan dan
perluasan kebijakan ini.

4. Ideologi sosialis Islam


Sosialis Muslim percaya bahwa sosialisme sesuai dengan ajaran Islam dan
biasanya merangkul bentuk sekuler dari sosialisme. Bagaimanapun, sebagian
sosialis Muslim percaya bahwa sosialisme seharusnya diaplikasikan dalam
kerangka Islam dan ada banyak sekali ideologi sosialis Islam.
Muammar Gaddafi menguraikan versinya dari sosialisme Islam dalam
Buku Hijau, yang diterbitkan dalam tiga bagian (1975, 1977, dan 1978).
Buku Hijau sangat dipengaruhi oleh pemimpin Mesir Gamal Abdul Nasser
yang pan-Arab. Buku ini menjadi dasar dari Legiun Islam.
Buku Hijau menolak demokrasi liberal modern yang didasarkan atas
perwakilan terpilih dan kapitalisme. Buku ini justru menganjurkan tipe

21
demokrasi langsung yang diawasi oleh Komite Rakyat Umum yang
membolehkan partisipasi politik langsung untuk semua warga negara dewasa.
Buku itu menyatakan "Kebebasan berekspresi adalah hak setiap orang,
meski orang tersebut memilih bersikap irasional, untuk mengekspresikan
kegilaannya." Buku Hijau menyatakan bahwa kebebasan berbicara didasarkan
atas kepemilikan publik atas penerbitan buku, surat kabar, televisi, dan
stasiun radio, dengan dalih bahwa kepemilikan pribadi akan tidak demokratis.
Sebuah paragraf di buku itu tentang penghapusan uang serupa dengan
paragraf dalam tulisan Frederic Engels, "Principles of Communism," Gaddafi
menulis: "Langkah terakhir adalah ketika masyarakat sosialis baru mencapai
tahap ketika profit dan uang menghilang. Dilaksanakan melalui perubahan
masyarakat menjadi masyarakat produktif sepenuhnya, dan melalui level
produksi ketika kebutuhan material anggota masyarakat terpenuhi. Pada tahap
akhir tersebut, profit secara otomatis menghilang dan tidak lagi membutuhkan
uang."
Menurut Raymond D. Gastil, Front Persatuan Revolusioner dipengaruhi
oleh filsafat Sosialis Islam Muammar Gaddafi.

5. Komunisme Islam
Komunisme Islam dapat digunakan untuk merujuk pada beberapa ideologi
komunis yang mengakar dalam pemikiran Islam. Komunisme Islam melacak
sejarahnya ke Rusia akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 ketika sekelompok
petani dan borjuasi kecil Muslim di Tatarstan Rusia mendirikan Gerakan
Wäisi. Anggota gerakan ini mendirikan komune eksperimental di kota
Chistopol. Banyak pergerakan dan ideologi muncul sejak itu, masing-masing
menganjurkan bentuk komunisme Islamnya sendiri.
a. Gerakan Wäisi
Didirikan oleh Bahawetdin Wäisev, Gerakan Wäisi adalah gerakan
religius, sosial dan politik yang ada pada akhir abad ke-19 dan awal abad
ke-20 di Tatarstan dan daerah Rusia lainnya yang berpenduduk Tatar.
Doktrin Wäisi menganjurkan ketidakpatuhan terhadap hukum dan otoritas

22
demi mengikuti ajaran Al-Qur'an dan Syariat. Pendukung dari gerakan ini
menghindari pelayanan militer dan menolak membayar denda atau
membawa paspor Rusia. Gerakan ini juga menggabungkan unsur
perjuangan kelas dan nasionalisme. Gerakan Wäisi menyatukan petani,
tukang, dan borjuasi kecil Tatar. Popularitasnya berkembang di seluruh
wilayah Tatar.
Meskipun berpindah ke bawah tanah setelah penahanan Bahawetdin
Wäisev pada 1884, gerakan ini terus mempertahankan pendukung yang
kuat. Anak Bahawetdin Wäisev, Ğaynan Wäisev, memimpin gerakan
sampai kematiannya pada 1893. Sekitar 100 anggota ditahan dan dibuang
pada 1897 setelah mendorong penduduk untuk tidak berpartisipasi dalam
sensus penduduk.
Gerakan Wäisi meningkat dalam jumlah setelah Revolusi Rusia Pertama
pada 1905-1907 dan pada 1908 ada hampir 15.000 pendukung di
Guberniya Kazan, Orenburg, dan guberniya lainnya di Asia Tengah.
Pengikut Wäisi mendukung pemerintahan Soviet setelah Revolusi Oktober
pada 1917 dan mengorganisasi sebuah resimen dalam Tentara Merah
selama Perang Saudara Rusia. Anggota dari gerakan ini menjauhkan
dirinya dari Bolshevik Rusia dan mendirikan komune otonom Yaña
Bolğar di Chistopol selama 1920-an, tapi kemudian dihancurkan dan
dibubarkan selama Pembersihan Besar-Besaran pada 1930-an.
b. Marxisme Islam
Marxisme Islam berusha untuk mengaplikasikan ajaran ekonomi,
politik, dan sosial Marxisme dalam kerangka Islam. Bentuk tradisional
Marxisme adalah anti- agama dan menganjurkan ateisme negara, yang
membuat banyak Muslim menolak Marxisme. Bagaimanapun kedekatan
antara Marxis dan cita-cita Islamdalam keadilan sosial telah membuat
sebagian Muslim untuk membentuk bentuk Marxismenya sendiri sejak
1940-an. Marxis Islam percaya bahwa Islam memenuhi kebutuhan
masyarakat dan dapat mengakomodasi atau memandu

23
perubahan sosial yang Marxisme coba capai. Marxis Islam juga menolak
pandangan tradisional Marxis tentang materialisme dan agama.
Istilah ini telah digunakan untuk menjelaskan Ali Syariati (dalam
Shariati and Marx: A Critique of an "Islamic" Critique of Marxism oleh
Assef Bayat). Istilah ini juga kadang digunakan dalam berbagai diskusi
mengenai Revolusi Iran 1979, termasuk partai-partai seperti Mujahidin
Rakyat Iran (MEK), yang sebelumnya ditandai sebagai organisasi teroris
oleh Amerika Serikat, Kanada, Irak, dan Iran karena berusaha untuk
menggulingkan yang terakhir.

6. Sosialisme Revolusioner Somalia


Partai Sosialis Revolusionier Somalia dibentuk oleh rezim militer Siad
Barre di bawah panduan Uni Soviet pada 1976 sebagai usaha untuk
menyesuaikan ideologi resmi negara dengan agama resmi negara melalui
adaptasi pedoman Marxis dengan kondisi lokal. Perhatian juga diberikan pada
prinsip Muslim dalam kemajuan, persamaan, dan keadilan sosial. Oleh
pemerintah dijadikan alasan yang membentuk inti sosialisme ilmiah dan
prinsipnya dalam swasembada, partisipasi publik dan kontrol rakyat, serta
kepemilikan langsung dari alat produksi. Sebagai bagian dari kebijakan
sosialis Barre, industri dan pertanian besar dinasionalisasi, termasuk bank,
perusahaan asuransi dan pertanian distribusi minyak. Partai bertugas
mendorong investasi swasta dalam skala terbatas, arah keseluruhan kebijakan
pada dasarnya adalah sosialis.

7. Sosialis Muslim ternama


a. Gamal Abdel Nasser, Presiden Mesir.
b. Ali Salim al-Beidh, pemimpin pergerakan Sosialisme Islam Yaman
Selatan.
c. Ibrahim Shoukry, Sosialis Islamis yang mendirikan Partai Buruh Islam
Mesir dan Al Shaab.
d. Rafi Ahmed Kidwai, politisi India dan menteri kabinet pada 1947–195

24
e. Jalal Al-e Ahmad, kritikus sosial dan dan politik Iran.
f. Oemar Said Tjokroaminoto, pendiri dan teoritikus utama dari konsep
sosialisme Islam Indonesia..
g. Tan Malaka, Komunis Indonesia dari keturunan Minangkabau dan filsuf
materialisme dialektika.
h. Agus Salim, pahlawan Indonesia, penyokong Jong Islamieten Bond.
i. Syafruddin Prawiranegara, politisi Masyumi.
j. Sultan Ghaliev, Komunis Nasional Muslim.
k. Ir. Sukarno, Presiden pertama Indonesia.

25
BAB V
KESIMPULAN

Maka dapat dipahami antropologi dan sosiologi agama,dan sosialisme Islam


sangat berperan penting dalam kehidupan yang nyata untuk mensosialisasikan
kehidupan beragama. Dalam al-Qur’an misalnya, kita jumpai ayat-ayat berkenaan
dengan hubungan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan kesengsaraan.
Semua itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui
sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan. Jadi antropologi dan
sosiologi agama sangat perlu dipelajari dan diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari.

26
BAB VI
PENUTUP

Oleh karena itu umat Islam dituntut untuk mendalami berbagai disiplin ilmu
pengetahuan agar dapat mengaktualisasikan Islam dalam dunia empirik, terutama
menguasai teori-teori ilmu pengetahuan serta metodologinya, baik secara teoritis
sehingga benar-benar Islam dapat menjadi pemandu dan pengarah dalam
kehidupan manusia. Pada akhirnya manusia mukmin bertanggung jawab
memakmurkan dirinya dengan segenap ilmu pengetahuan yang dipelajari untuk
hidup di dan bersama dunia serta dengan potensinya sumber riski kehidupan yang
layak, menguasai dan mengendalikan alam untuk tujuan suci yang diridai Allah
swt. Tetapi alam fisik bukan menjadi tujuan utama melainkan sebagai sarana
mengembangkan kehidupan yang serasi antara jasmani dan rohani untuk
mencapai derajat kehidupan yang tinggi lagi terhormat di mata manusia dan di
hadapan Tuhan.

27
DAFTAR PUSTAKA

http://www.jurnal.uinsu.ac.id ( Dedi Mahyudi )

http://www.researchgate.net ( M. Dimyati Huda )

http://www.researchgate.net ( Nurhasanah Leni )

Lihat Muhammad Alfatih Suryadilaga, ―Pembacaan Hadis Dalam Perspektif


Antropologi ll Al-Qalam Vol. 31, no. 1 (2014), h.1-22. Lihat Afghoni dan Ade
Slamet,

―Pendekatan Antopologis Dalam Pemahaman Hadis: Studi Atas Peziarah di


Makam Eyang Mahmud,‖ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis Volume 1, no. 1 (September
2016), h.17-

26. Lihat Salamah Noorhidayati, ―Manaqiban of Shaikh Abdul Qadir alJailani


Tradition: Study of Living Hadith in Kunir Wonodadi Blitar East of Java,‖
KALAM Volume 12, no. 1 (Juni 2018): h. 201-222. Koentjaraningrat, Pengantar
Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1980), h. 24. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995),
h. 50.

Abd. Shomad dalam M. Amin Abdullah dkk. 2006. Metodologi Penelitian


Agama. Pendekatan Multidisipliner. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan
Kalijaga.

Willim. A. Haviland, Anthropology, Terj. R.G. Soekadijo (Jakarta: Erlangga,


1986), Jilid II, 197.

28
Parsudi Suparlan, Pendidikan Agama Islam; Tinjauan Disiplin Antropologi
(Bandung: Nuansa, 2001), 184. Hajrianto Y, Thohari, Islam dan Realitas Budaya
(Jakarta: Media Gita, 2000), 313. M. Deden Ridwan, Tradisi Baru Penelitian
Agama Islam Tinjauan Antar Disiplin (Bandung: Nuansa Ilmu, 2001), 184.

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi I. cet. III. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Studi Hukum Islam dengan Pendekatan Sosiologi. Yogyakarta: Pidato


Pengukuhan Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga. 15 September 1999.

https://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisme_Islam

29

Anda mungkin juga menyukai