Anda di halaman 1dari 25

METODOLOGY STUDY ISLAM DAN PENDEKATAN ANTROPOLOGIS

Dosen Pengampu : Suhaimi, DRS. H, M.AG

Di Susun Oleh :

Putri Sartika Dewi ( 12240323890)

Muthia Ayudini Ramadhanis (12240322948)

Nimas Tirta Kesuma (12240325753)

Andika Yudistira (12240313196)

Rehan Dika Pratama (12240314450)

1F ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SUSKA RIAU

2022/2023
DAFTAR ISI

ISI Hal
DAFTAR ISI..............................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................3
1.1. Latar Belakang.............................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................4
1.3. Tujuan Pembahasan.....................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................1
2.1 Pendekatan Antropologis..................................................................................1
2.1.1 Cara Kerja Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam............................2
2.1.2 Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam...............................................5
2.1.3. Tokoh-tokoh Pemikir Antropologi..........................................................11
2.1.4. Signifikasi dan Kontribusi Pendekatan Antropologis dalam Studi Islam
...........................................................................................................................12
2.1.5 Jenis-Jenis Pendekatan Antropologi.........................................................13
2.1.6 Objek Pendekatan Antropologis Dalam Penelitian Agama.....................15
2.1.7 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Antropologi Dalam Studi Islam
...........................................................................................................................17
BAB III PENUTUP..................................................................................................19
3.1. KESIMPULAN..........................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................20
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna jika
dibandingkan dengan makhluk ciptaan lainnya, karena manusia terdiri dari unsur
jasmani dan unsur rohani, yang keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan, keduanya saling menunjang dalam kehidupan. Di sisi lain, manusia
adalah makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk,
kedudukan manusia sebagai hamba/pengabdi dan juga sebagai khalifah di muka
bumi.
Dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman :

‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّواُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم ُشعُوْ بًا َّوقَبَ ۤا ِٕى َل لِتَ َعا َرفُوْ ا ۚ اِ َّن اَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هّٰللا ِ اَ ْت ٰقى ُك ْم ۗاِ ّن‬
‫ٰلّهَ َعلِ ْي ٌم َخبِ ْي ٌر‬
Allah menegaskan bahwa : “Wahai manusia ! sungguh, Kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…”
Merujuk pada ayat ini, bahwa Allah menciptakan manusia dengan berbagai
bangsa dan suku agar manusia saling mengenal antara yang satu dengan yang lain.
Menurut pendapat kami, yang dimaksud saling mengenal di sini bukan sekedar
mengetahui asal seseorang dari bangsa dan suku mana, tetapi lebih jauh dari itu
adalah mempelajari dan memahami keragamannya baik berupa sejarah, budaya,
pola sikap dan tingkah laku maupun praktik keberagamaan dalam kehidupan sehari-
hari di mana manusia itu berada.
Posisi penting manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa
sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana
memahami manusia.Persoalan-persoalan yang dialami manusia adalah
sesungguhnya persoalan agama yang sebenarnya.Pergumulan dalam kehidupan
kemanusiaan pada dasarnya adalah pergumulan keagamaannya, karena berbagai
aspek kehidupan manusia tidak terlepas dari agama.
Praktik keberagamaan dalam kehidupan umat Islam beraneka ragam tergantung
pada berbagai faktor yang memengaruhinya, misalnya mazhab yang dianutnya atau
pola hidup keberagamaan kaum muslim pun ada yang berbeda sesuai dengan
kecenderungan pada organisasi-organisasi Islam tertentu. Ada pula yang praktek
keberagamaannya terpengaruh dengan budaya lokal tertentu, sehingga budaya
dikaitkan dengan ajaran agama.Jadi mempelajari manusia berarti tidak terlepas dari
mempelajari budaya dan praktek keberagamaannya.
Dengan demikian memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan
budaya tidak akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena realitas keagamaan
sesungguhnya adalah realitas kemanusiaan yang mengejawantah dalam dunia
nyata.Terlebih dari itu, makna hakiki dari keberagamaan adalah terletak pada
interpretasi dan pengamalan agama.Oleh karena itu, antropologi sangat diperlukan
untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan
memahami Islam yang telah dipraktikkan dalam kehidupan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kami menulis makalah ini dengan
judul Pendekatan Antropologi Dalam Studi Islam.

1.2. Rumusan Masalah


Beberapa permasalahan pokok yang perlu diuraikan dalam pembahasan ini
antara lain :
1. Apakah antropologi dan pendekatan antropologi itu?
2. Apa saja obyek kajian dalam pendekatan antropologi?
3. Bagaimakah cara kerja pendekatan antropologi dalam studi Islam?
4. Apakah pengaruh antara pendekatan antropologi dalam studi Islam terhadap
pembaharuan dalam Islam?

1.3. Tujuan Pembahasan


Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui arti antropologi dan pendekatan antropologi.
2. Untuk mengetahui obyek kajian dalam pendekatan antropologi.
3. Untuk mengetahui cara kerja pendekatan antropologi dalam studi Islam.
4. Untuk mengetahui pengaruh antara pendekatan dalam studi Islam
terhadap pembaharuan dalam Islam.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Antropologis


Secara etimologis, Antropologi tersusun dari bahasa Latin anthropos yang artinya
manusia, dan bahasa Yunani logos yang berarti “kata” atau “berbicara”. Antropologi berarti:
“berbicara tentang manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diterbitkan
oleh Balai Pustaka, antropologi diartikan sebagai: Ilmu tentang manusia khususnya tentang
asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaannya pada masa lampau.
Depenisi antropologi menurut para ahli yaitu :
William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk
memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
David Hunter: antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas
tentang umat manusia.
Koentjaraningrat: antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada
umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang
di hasilkan.
Antropologi merupakan ilmu tentang manusia, masa lalu dan kini, yang menjelaskan
manusia melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu hayati (alam), dan juga humaniora.
Antropologi juga disebut studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya,
perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya.1 Antropologi adalah gabungan dua konsep,
yaitu antropos yang berarti manusia dan logos ialah ilmu. Artinya, ilmu yang mempelajari
tentang aspek manusia.2 Antropologi berasal dari kata antropos dan logis, yang berarti
manusia dan ilmu, antropologi merupakan istilah yang digunakan dalam cabang keilmuan
yang membicarakan manusia. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, Antropologi disebut
sebagai llmu tentang manus ia, khususnya tenrang asal-usul, aneka warnabentuk fisik, adat
istiadat dan kepercayaannya pada masa lampau.
Arti dari istilah “pendekatan” atau “metodologi” yaitu “sudut pandang atau cara melihat
dan memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji.” 3 Adapun
yang dimaksud pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat didalam
1
Achmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis
Mengenai Paradigma, (Jakarta: Kencana, 2006), h.10
2
Syam, N. (2007). Madzhab-Madzhab Antropologi, (LKIS Pelangi Aksara), h. 2
3
M. Deden Ridwan, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antar Disiplin,
(Bandung: Nuansa Ilmu, 2001), h. 184
suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan
ini, Jalaluddin Rahmat sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, mengatakan bahwa agama
dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang
diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya.4 Dengan
demikian pendekatan Antropologis yang dimaksud adalah sudut pandang atau cara melihat
(paradigma) memperlakukan sesuatu gejala yang menjadi perhatian dengan menggunakan
kebudayaan dari gejala yang dikaji tersebut sebagai acuan dalam melihat, memperlakukan
dan melitinya.

2.1.1 Cara Kerja Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam


Antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya
memahami agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat
dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan
dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam
disiplin ilmu Antropologi saat melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami
agama. Salah satu konsep kunci terpenting dalam antropologi adalah holisme, yakni
pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial
dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat yang sedang
diteliti. Para antropolog harus melihat agama dan praktik-praktik pertanian, kekeluargaan,
dan politik, magic, dan pengobatan “secara bersama-sama”.5
Dibekali dengan pendekatan yang holistik dan komitmen akan pemahaman tentang
manusia, maka sesungguhnya Antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari
agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya. Nurcholish Madjid mengungkapkan
bahwa pendekatan Antropologis sangat penting untuk memahami agama Islam, karena
konsep manusia sebagai“khalifah” di bumi. Misalnya, merupakan simbol akan pentingnya
posisi manusia dalam Islam. Agama diperuntukkan untuk kepentingan manusia, maka
sesungguhnya persoalan-persoalan manusia adalah persoalan agama juga. Dalam Islam
manusia digambarkan sebagai khalifah Allah di muka bumi. Secara Antropologis ungkapan
ini berarti bahwa, sesungguhnya realitas manusia menjadi bagian realitas ketuhanan. Di sini
terlihat betapa kajian tentang manusia yang itu menjadi pusat perhatian Antropologi, menjadi
sangat penting. Dalam pandangan Dawam Raharjo, Antropologi dalam hal ini penelitiannya
4
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press,1998), h. 35
5
Connolly, P., Aneka Pendekatan Studi Agama, (LKIS Pelangi Aksara, 2002), h. 34 73
lebih menggunakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul
kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif
sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Dawam menambahkan penelitian
Antropologis yang induktif dan gronded (membumi), yakni turun ke lapangan tanpa berpijak
pada atau setidak- tidaknya berupaya membebaskan diri dari keterikatan teori-teori formal
yang pada dasarnya sangat abstrak.6
Dalam aplikasinya, berbagai penelitian Antropologi agama dapat dikemukakan
hubungan yang positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik.
Golongan masyarakat yang kurang mampu dan golongan miskin yang lain, pada umumnya
lebih tertarik kepada gerakan keagamaan yang bersifat menjanjikan perubahan tatanan sosial
kemasyarakatan. Sedangkan orang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan
masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran itu menguntungkan pihaknya. 7
Antropologi sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia menjadi sangat penting untuk
memahami agama. Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka
untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia.

Antropologi atau "llmu tentang manusia" me rupakan suatu istilah yang pada awalnya
mempunyai makna yang lain, yaitu "ilmu tentang ciri- ciri tubuh manusia". Dalam fase ketiga
perkembangan antropologi, istilah ini terutama mulai dipakai di Inggris dan Amerika dengan
arti yang sama seperti etnologi pada awalnya. Di lnggris, istilah antropologi kemudian
mengubah istilah etnologi.
Dari uraian yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa Antropologi ialah suatu
ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dalam hal-hal yang berkaitan dengan aspek fisik
yakni: warna kulit, bentuk rambut, bentuk muka, bentuk hidung, tinggi badan maupun dalam
hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sosialnya.Penelitian agama dengan menggunakan
pendekatan antropologi pada dasarnya dengan menggunakan teknik participant observaticm
dengan melakukan berbagai interview. Pendekatan antropologi budaya dan sosial dapat
digunakan dalam upaya mengkaji fenomena- fenomena keagamaan tersebut dengan rujuan
6
M. Dawam Raharjo, Pendekatan Ilmiah terhadap Fenomena Keagamaan, dalam M.
7
Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama, cet. II
(Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1990) h. 19
untuk lebih dapat memahami perilaku umat Islam dan dalam rangka pembangunan kehidupan
beragama umat Islam itu sendiri. Namun dalam penerapannyaperlu menyelaraskan
pendekatan antropologi ini dengan nilai-nilai yang dikandung Islam.
Pendekatan antropologis dalam memakai agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya
memakai agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkem-
bang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat dengan
masalah-masalah yang dihadapi manu- sia dan berupaya menjelaskan dan memberi
jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu
antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memakai agama.
Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan oleh Dawam Rahardjo, lebih
mengutamakan pengamatan langsung bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul
kesimpulan-kesim- pulan yang sifatnya indukatif yang mengimbangi pendekatan induktif
sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologi. Penelitian antropologi yang indukatif
dan grounded yaitu turun ke lapangan tampak berpijak pada atau setidak-tidaknya berupa- ya
membebaskan diri dari keterkungkungan teori-teori format yangpada dasarnya sangat abstrak
sebagaimana yang dilakukan dalam bidang sosiologi dan lebihJebih ekonomi yang memper-
gunakan model matematis, banyak juga memberikan sumber kepada penelitian historis.8

Dengan menggunakan pendekatan ankopologis maka dite- mukan beberapa wacana


pemikiran yang ditemukan dalam masyarakat adalah :
Kita melihat agama berkolerasi dengan etos kerja dan per-kembangan ekonomi suatu
masyarakat. Dalam hubungan ini, maka jika kitajuga mengubah pandangan dan sifat ethos
kerja seseorang maka dapat dilakukan dengan cara meng- ubah pandangan keagamaan.
Kita dapat melihat agama dalam hubungannya dengan me- kanisme pengorganisasian
(social organication) i\ga tldak kalah menarik untuk diketahui untuk para peneliti sosial
agama.
Kita dapat melihat hubungan antar agama dan negaru (state and religion).
Kita melihat dan menemukan keterkaitan agama dengan pisikoterapi.
8
Taufik Abdullah dan M. Rusli Katilr., "Metodologi Penelitian Agama". (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1998, hal. 19; Adapun untuk pemahaman secara mendalam lihat M. Blncyt
"Martism and Antrcpology; me History of a Relationship" (Ox{ord: clarendon Press, 1983).
K. Thomas, "Relegio and tlrc Decline of Magiq Studies ii populat Beleifs in Sixteenth a d
Seuenteenth Cenlury England", (Lo^don Weidenfeld, 1971); Spiro, "Relegion; Problems of
Definition atd Erplonation", (University of Chicago Press, 1987).
Kita melihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan
manusia, dengan itu pula agama terlihat dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan
manusia.9

2.1.2 Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam


1. Sekilas tentang Perkembangan Antropologi
Antropologi adalah salah satu disiplin ilmu dari cabang ilmu pengetahuan
sosial yang memfokuskan kajiannya pada manusia. Kajian antropologi ini
setidaknya dapat ditelusuri pada zaman kolonialisme di era penjajahan yang
dilakukan bangsa Barat terhadap bangsa-bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin
serta suku Indian. Selain menjajah, mereka juga menyebarkan agama Nasrani. Setiap
daerah jajahan, ditugaskan pegawai kolonial dan missionaris, selain melaksanakan
tugasnya, mereka juga membuat laporan mengenai bahasa, ras, adat istiadat,
upacara-upacara, sistem kekerabatan dan lainnya yang dimanfaatkan untuk
kepentingan jajahan.
Perhatian serius terhadap antropologi dimulai pada abad 19. Pada
abadini, antropologi sudah digunakan sebagai pendekatan penelitian yang
difokuskan pada kajian asal usul manusia. Penelitian antropologi ini mencakup
pencarian fosil yang masih ada, dan mengkaji keluarga binatang yang terdekat
dengan manusia (primate) serta meneliti masyarakat manusia, apakah yang paling
tua dan tetap bertahan (survive). Pada waktu itu, semua dilakukan dengan ide kunci,
ide tentang evolusi. 10
Antropolog pada masa itu beranggapan bahwa seluruh masyarakat manusia
tertata dalam keteraturan seolah sebagai eskalator historis raksasa dan mereka
(bangsa Barat) menganggap bahwa mereka sudah menempati posisi puncak,
sedangkan bangsa Eropa dan Asia masih berada pada posisi tengah, dan sekelompok
lainnya yang masih primitif terdapat pada posisi bawah. Pandangan antropolog ini
mendapat dukungan dari karya Darwin tentang evolusi biologis, namun pada
akhirnya teori tersebut ditolak oleh para fundamentalis populis di USA.
Selain perdebatan seputar masyarakat, antropolog juga tertarik mengkaji
tentang agama. Adapun tema yang menjadi fokus perdebatan di kalangan mereka,
9
Abuddin Nata, " Metodologi..., hal. 36-38.

10
David N. Gellner, 2002: 15
seperti pertanyaan tentang : Apakah bentuk agama yang paling kuno itu magic?
Apakah penyembahan terhadap kekuatan alam? Apakah agama ini meyakini jiwa
seperti tertangkap dalam mimpi atau bayangan, suatu bentuk agama yang disebut
animisme? Pertanyaan dan pembahasan seputar agama primitif itu sangat digemari
pembacanya pada abad ke 19. Sebagai contoh, terdapat dua karya besar yang
masing-masing ditulis Sir James Frazer tentang “The Golden Bough” dan Emil
Durkheim tentang “The Element Forms of Religious Life”.
Dalam karyanya tersebut, Frazer menampilkan contoh-contoh magic dan
ritual dari teks klasik. Frazer berkesimpulan bahwa seluruh agama itu sebagai bentuk
sihir (magic) fertilitas. Dalam karyanya yang lain, Frazer mengemukakan skema
evolusi sederhana yaitu suatu ekspresi dari keyakinan rasionalismenya bahwa
sejarah manusia melewati tiga fase yang secara berurutan didominasi oleh magic
(sihir), agama dan ilmu.
Berbeda dengan Durkheim, dia kurang sependapat jika mengambil contoh
dari semua agama di dunia dengan kurang memperhatikan konteks aslinya seperti
yang dilakukan oleh Frazer, karena itu adalah metode antropologi yang keliru.
Menurutnya, “eksperimen yang dilakukan dengan baik dapat membuktikan adanya
aturan tunggal, dan mengatakan perlunya menguji sebuah contoh secara mendalam,
seperti agama Aborigin di Arunto Australia Tengah. Terlepas dari kontroversi
terhadap penelitiannya, yang jelas Durkheim telah memberikan inspirasi kepada
para antropolog untuk menggunakan studi kasus dalam mengungkap sebuah
kebenaran.
Setelah Frazer dan Durkheim, kajian antropologi agama terus mengalami
perkembangan dengan beragam pendekatan penelitiannya. Beberapa antropolog ada
yang mengorientasikan kajian agamanya pada psikologi kognitif, sebagian lain pada
feminisme, dan sebagian lainnya pada secara sejarah sosiologis.

2.Karakteristik Dasar Pendekatan Antropologi


Salah satu konsep kunci terpenting dalam antropologi modern adalah holisme,
yakni pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara
esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat
yang sedang diteliti. Para antropolog harus melihat agama dan praktik pertanian,
kekeluargaan, politik, magic, dan pengobatan secara bersama-sama. Maksudnya
agama tidak bisa dilihat sebagai sistem otonom yang tidak terpengaruh oleh praktik-
praktik sosial lainnya.
Beberapa tahun terakhir, ketika dekonstruksi postmodernisme yang sedang
digemari menjalar melalui ilmu sosial, pendekatan holistik mendapat serangan. Jika
ada masa-masa keemasannya, kerangka kerja fungsionalisme struktural lebih
membesarkan watak sistematik yang ditelitinya, namun saat ini sudah dibuka peluang
terhadap fungsionalis struktural. Karya yang melakukan hal ini dapat dilihat dalam
Lugbara Religion hasil penelitian Middleton. Dalam karyanya tersebut, dia lebih
senang memilih istilah Inggris daripada bahasa Lugbara itu sendiri, misalnya ancertor
(nenek moyang), ghost (hantu),witchcraft (ilmu ghaib) dan sorcery (ilmu sihir).
Kendatipun demikian, karya Middleton tidak mengurangi kekayaan etnografi,
buktinya siapa saja yang membaca hasil karyanya masih merasakan proses aksi sosial
dan agama seperti yang benar-benar dipraktikan. Dengan caranya ini, terlihat adanya
pergeseran karakteristik penelitian, dari karakteristik struktural ke “makna”.
Ada 4 (empat) ciri fundamendal cara kerja pendekatan antropologi terhadap
agama yaitu sebagai berikut:
1. Bercorak descriptive, bukannya normatif.
2. Local practices , yaitu praktik konkrit dan nyata di lapangan.
3. Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain
kehidupan secara lebih utuh (connections across social domains).
4. Comparative.
Karakteristik antropologi bergeser lagi dari antropologi “makna” ke antropologi
interpretatif yang lebih global, seperti yang dilakukan oleh C. Geertz. Ide kuncinya
bahwa apa yang sesungguhnya penting adalah kemungkinan menafsirkan peristiwa
menurut cara pandang masyarakat itu sendiri. Penelitian seperti ini harus dilakukan
dengan cara tinggal di tempat penelitian dalam waktu yang lama, agar mendapatkan
tafsiran dari masyarakat tentang agama yang diamalkannya. Jadi, pada intinya setiap
penelitian yang dilakukan oleh antropolog, memiliki karakteristik masing-masing, dan
bagi siapa saja yang inginmelakukan penelitian dengan pendekatan antropologi, bisa
memilih contoh yang telah ada atau menggunakan pendekatan baru yang diinginkan.

3.Objek Kajian dalam Pendekatan Antropologi


Berdasarkan uraian tentang perkembangan antropologi di atas, maka secara umum obyek
kajian antropologi dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu antropologi fisik yang mengkaji
makhluk manusia sebagai organisme biologis, dan antropologi budaya dengan tiga
cabangnya: arkeologi, linguistik dan etnografi. Meski antropologi fisik menyibukan diri
dalam usahanya melacak asal usul nenek moyang manusia serta memusatkan studi terhadap
variasi umat manusia, tetapi pekerjaan para ahli di bidang ini sesungguhnya menyediakan
kerangka yang diperlukan oleh antropologi budaya. Sebab tidak ada kebudayaan tanpa
manusia11
Pertanyaan yang mungkin timbul kemudian adalah, topik apa saja yang akan menjad
objek kajian antropologi Islam. Jamaluddin ‘Athiyyah, dalam artikelnya di jurnal The
Contemporery Muslim menawarklan bahwa antropologi Islam yang kita gagas nantinya akan
memberikan objek kajiannya pada topik- topik berikut ini:
1.) Penciptaan manusia. Dalam point ini, akan dikaji tentang awal penciptaan manusia
dan bagaimana manusia kemudian berkembang. Tentu saja teori evolusi Darwin akan
menjadi bagian kajian point ini. Juga pertanyaan tentang apakah sebelum Adam AS.
ada Adam-Adam lain. Seperti kecenderungan Iqbal, misalnya, yang mengatakan
dalam bukunya The Reconstraction of Religious Thought in Islam, bahwa Adam
yang disebut dalam al Qur'an lebih banyak bersifat konsep tinimbang historis 32.
2.) Susunan manusia. Akan dikaji tentang susunan yang membentuk manusia; tubuh,
jiwa, ruh, akal, hati, mata hati dan nurani. Sehingga dapat didapatkan konsep
manusia yang utuh sesuai dengan konsep Islam. Sehingga dengannya manusia
akan berbeda dengan malaikat, jinn, hewan, tumbuhan dan benda mati. Sambil
menjelaskan perbedaan manusia dengan makhluk-makhluk tersebut.
3.) Macam-macam manusia. Meneliti tentang perbedaan manusia antara lelaki dan
perempuan, suku-suku, bangsa-bangsa, perbedaan bahasa, dan hikmah dibalik
perbedaan ini.
4.) Tujuan diciptakannya manusia. Mengkaji tujuan diciptakan manusia dan apa misi
yang dibawanya di atas bumi. Sambil menjelaskan tentang pengertian ibadah,
khilafah, pembumi dayaan dunia dan sebagainya.
5.) Hubungan manusia dengan semesta. Pada point ini akan diteliti tentang konsep
taskhir alam semesta bagi manusia. Apakah dengan konsep tersebut manusia adalah
pusat semesta ini?. Serta tentang equilibrium antara manusia dengan semesta dengan
11
Abd. Shomad, 2006: 62
segala isinya. Hal ini akan berkaitan dengan ilmu lingkunngan hidup.
6.) Hubungan manusia dengan Tuhan-nya. Akan dikaji apakah beragama adalah fithrah
dalam diri manusia? Juga tentang peran nabi-nabi, kitab-kitab suci dan ibadah dalam
hubungan ini.
7.) Manusia masa depan. Di sini akan dikaji tentang rekayasa manusia masa depan.
Antara lain tentang pembibitan buatan, bioteknologi, manusia robot dan hal-hal
lainnya.
8.) Manusia setelah mati. Pada point ini akan dikaji tentang bagaiman manusia setelaha
mati, serta apa yang harus ia persiapkan di dunia ini bagi kehidupannya di akherat
nanti.
Jika budaya tersebut dikaitkan dengan agama, maka agama yang dipelajari
adalah agama sebagai fenomena budaya, bukan ajaran agama yang datang dari Allah.
Antropologi tidak membahas salah benarnya suatu agama dan segenap perangkatnya, seperti
kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sakral, 12
Wilayah antropologi hanya
terbatas pada kajian terhadap fenomena yang muncul.
Menurut Atho Mudzhar, ada lima fenomena agama yang dapat dikaji, yaitu:
1) Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama.
2) Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan
penghayatan para penganutnya.
3) Ritus, lembaga dan ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris.
4) Alat-alat seperti masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya.
5) Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti
Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Gereja Protestan, Syi'ah dan lain-lain. ( M.
Atho Mudzhar, 1998: 15)
Kelima objek di atas dapat dikaji dengan pendekatan antropologi, karena kelima obyek
tersebut memiliki unsur budaya dari hasil pikiran dan kreasi manusia. Oleh karena itu, untuk
mewujudkan secara real konsep-konsep antropologi Islam, Akbar S. Ahmad menyarankan
untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Menulis sejarah sosial yang ringkas tentang sirah Rasulullah Saw. yang
bisa dipahami oleh embaca Muslim maupun non-muslim. Sehingga dari sejarah
masyarakat Islam ideal meminjam istilah Akbar S. Ahmad tersebut dapat ditarik suatu konsep
tentang masyarakat Islam yang dicita-citakan.
Menulis buku-buku antropologi percontohan berkualitas tinggi, kemudian buku- buku
12
Bustanuddin Agus, 2006: 18
tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa besar umat Islam. Sehingga buku-buku
tersebut bisa menjadi acuan kajian lanjutan di semua wilayah masyarakat Islam.
Menulis buku-buku kajian antropologis tentang setiap wilayah Islam, kemudian buku itu
disebarkan ke seluruh dunia Islam.
Menseponsori pakar-pakar antropologi Islam untuk mengadakan penelitian atas seluruh
wilayahh negara Islam.
Mengadakan kajian komparatif antara setiap wilayah-wilayah masyarakat Islam,
sehingga kita bisa mendapatkan pemahaman yang lebih untuk tentang masing- masing
wilayah tersebut.
Menguasai secara utuh prinsip-prinsip teknis kajian sosial, terutama yang berkaitan
dengan pembangunan, sehingga bisa dirancang sebuah agenda pembangunan dunia Islam
bersama yang lebih baik pada abad dua puluh satu nanti.
Menelaah secara intens karya-karya ilmuan Islam yang berkaitan dengan sosiologi dan
antroppologi, kemudian hasil telaah tersebut diterbitkan dalam jurnal-jurnal ilmiah atau buku
khusus.13

4.Contoh Penelitian yang Menggunakan Pendekatan Antropologi


Salah satu contoh penelitian yang akan dikemukakan pada bagian ini adalah runtuhnya
Daulat Bani Umayah dan bangkitnya Daulat Bani Abasiyah. Untuk membahas topik ini, M.
Atho Mudzhar menyarankan sedikitnya ada empat hal yang harus diperhatikan dan diperjelas
dalam rancangan penelitian, yaitu: rumusan masalah, arti penting penelitian, metode
penelitian dan literatur yang digunakan.14 Keempat hal tersebut akan dirincikan secara singkat
sebagai berikut:
1) Rumusan masalahnya adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan jatuhnya Bani
Umayah dan bangkitnya Bani Abasiyah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, harus
dirumuskan faktor penyebab runtuh atau bangkitnya dinasti, dan aspek apa saja yang
akan dilihat.
2) Menjelaskan signifikasi penelitian, seperti menjelaskan maksud penelitian (sesuatu
yang belum pernah diteliti atau dibahas sebelumnya) dan kontribusi apa yang
diperoleh dari hasil penelitian setelah dilakukan nantinya.
3) Metode yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan merinci
hal-hal seperti: bentuk dan sumber informasi serta cara mendapatkannya, memahami

13
Akbar S. Ahmad, 1989: 30
14
M. Atho Mudzhar, …: 60.
dan menganalisa informasi serta cara pemaparannya.
4) Melakukan telaah pustaka dan membuat rangkuman dari teori yang telah dipaparkan.
Setelah itu, seorang peneliti harus mengetahui apa saja yang belum dibicarakan, dan
dari sinilah akan diperoleh kontribusi dari hasil penemuan penelitian.

2.1.3. Tokoh-tokoh Pemikir Antropologi


1. Koentjaraningrat
Koentjaraningrat lahir di Yogyakarta tahun 1923. Beliau lulus Sarjana Sastra
Bahasa Indonesia Universitas Indonesia pada tahun 1952. mendapat gelar MA dalam
antropologi dari Yale University (Amerika Serikat) tahun 1956, dan gelar Doktor
Antropologi dari Universitas Indonesia pada tahun 1958. Sebelum menjalani pensiun
tahun 1988, ia menjadi gurubesar Antropologi pada Universitas Indonesia. Beliau
pernah pula menjadi gurubesar luar biasa pada Universitas Gajah Mada, Akademi
Hukum Militer, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, dan pernah diundang sebagai
gurubesar tamu di Universitas Utrecht (Belanda), Universitas Columbia, Universitas
Illinors, Universitas Ohio, Universitas Wisconsin, Universitas Malaya, Ecole des
Hautes Etudes en Sciences Sociales di Paris, dan Center for South East Asian Studies,
Universitas Kyoto. Penghargaan ilmiah yang diterimanya adalah gelar Doctor
Honoris Causa dari Universitas Utrecht (1976) dan Fukuoka Asian Cultural Price
(1995).
Menurut beliau, dalam menentukan dasar-dasar dari antropologi
Indonesia, kita belum terikat oleh suatu tradisi sehingga kita masih dapat memilih
serta mengkombinasikan berbagai unsur dari aliran yang paling sesuai yang telah
berkembang di negara-negara lain, dan diselaraskan dengan masalah kemasyarakatan
di Indonesia. 15
Karya-karyanya yang telah diterbitkan antara lain Atlas Etnografi
Sedunia, Pengantar Antropologi, dan Keseragaman dan Aneka Warna Masyarakat
Irian Barat.

2. Parsudi Suparlan
Prof. Parsudi Suparlan adalah seorang antropolog nasional, ilmuan sejati, yang
berjasa menjadikan antropologi di Indonesia memiliki sosok dan corak yang tegas
sebagai disiplin ilmiah, yang tak lain adalah karena pentingnya penguasaan teori.

15
Koentjaraningrat, 2005: 6-7
Beliau lulus Sarjana Antropologi dari Universitas Indonesia tahun 1964.
Kemudian menempuh jenjang MA lulus pada tahun 1972 dan PhD lulus tahun 1976
di Amerika Serikat. Beliau mencapai gelar Guru Besar Antropologi Universitas
Indonesia tahun 1998. Menurut beliau, antropologi merupakan disiplin ilmu yang
kuat, karena pentingnya teori, ketajaman analisis, ketepatan metodologi, dan tidak
hanya sekedar mengurai-uraikan data. Selain itu, juga pentingnya pemahaman yang
kuat mangenai konsep kebudayaan dan struktur sosial.16

3. Clifford Geertz (1926 – 2006)


Profesor Clifford Geertz adalah seorang tokoh antropologi asal Amerika Serikat.
Beliau dijuluki sebagi Tokoh Antropologi Segala Musim. Hal ini dikarenakan
pemikirannya yang selalu mengikuti zaman. Karyanya yang berjudul The Religion of
Java adalah suatu karya yang berciri kuat structural- fungsionalisme klasik. Geertz
juga diakui sebagai salah satu pembuka jalan bagi pemikiran postmodernisme dalam
ilmu-ilmu sosial. Hampir dalam setiap karya dan perbincangan teori antropologi di
dunia mengutip karya-karyanya, sekalipun perbincangan tersebut mengkritik/kontra
dengan pemikirannya. Salah satu pemikirannya yang mengandung relevasi dan
merefleksikan kondisi masyarakat dan kebudayaan kota masa kini adalah tesis tentang
involusi pertanian.17

2.1.4. Signifikasi dan Kontribusi Pendekatan Antropologis dalam Studi Islam


Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu
upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat
dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan
jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu
antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.
Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Powam Rahardjo, lebih mengutamakan
pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.18
Melalui pendekatan antropologis di atas, maka dapat di lihat bahwa agama ternyata
berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam

16
Achmad Fedyani Saifuddin, 2007:
17
Agricultural Involution, The Process of Ecological Change in Indonesia (1963). ( Kompas. 2006)
18
Abuddin, 2004: 35
hubungan ini, jika ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang maka dapat
dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamannya.19
Tampaknya, agak sulit untuk melukiskan garis pemisah yang jelas antara antropologi dan
sosiologi karena kedua macam ilmu ini dibagi bukan karena metode yang dipakai oleh
para sarjana, melainkan metode yang dipakai oleh tradisi. Bagaimanapun antropologi telah
memusatkan perhatiannya kepada kebudayaan-kebudayaan primitif yang tidak bisa baca
tulis dan tanpa teknik.
Selanjutnya, melalui pendekatan antropologi dapat melihat agama yaitu hubungannya
dengan mekanisasi pengorganisasi (social organization) juga tidak kalah menarik untuk
diketahui oleh para peneliti sosial agama. Khusus di Indonesia, karya Clifford Geertz, the
religion of java dapat dijadikan contoh yang baik dalam bidang ini. Geerts melihat adanya
klasifikasi sosial dalam masyarakat muslim di Jawa; santri, priyayi dan abangan. Sungguh
pun hasil penelitian antropologis di Jawa Timur ini mendapat sanggahan dari berbagai
ilmuwan sosial yang lain, konstruksi stratifikasi sosial yang dikemukakannya cukup
membuat orang berfikir ulang untuk mengecek ulang keabsahannya.
Melalui pendekatan antropologis, sebagaimana tersebut di atas, terlihat dengan jelas
hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula, agama
terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia. Dengan
demikian, pendekatan antropologis sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama,
karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan
melalui bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.2 0

2.1.5 Jenis-Jenis Pendekatan Antropologi


Dalam ilmu antropologi kamu akan mempelajari tentang ruang lingkupnya. Tidak hanya
itu, tetapi kamu juga belajar tentang metode atau pendekatan antropologi. Sebagai seorang
mahasiswa hal tersebut adalah bagian wajib yang harus kamu pahami. Dari kelima
pendekatan antropologi tersebut, berikut ini beberapa diantaranya.
1. Pendekatan Holistik
Pendekatan holistik memiliki arti menyeluruh. Pendekatan ilmu antropologi akan
meneliti masalah sosial budaya untuk rangka kehidupan masyarakat menyeluruh. Masyarakat
pedesaan kecil juga merasakan perkembangan dari ilmu antropologi melalui pendekatan
holistik.

19
Soekanto, 35-36
20
Soekanto, 79-82
Metode ini sering digunakan pada sebuah penelitian lapangan dengan jarak yang cukup
lama. Pendekatan antropologi holistik lebih fokus pada pemahaman dari keseluruhan jaringan
fenomena sosial masyarakat yang akan diteliti.
2. Pendekatan Mikro
Pendekatan mikro antropologi adalah konsekuensi dari penerapan pendekatan
antropologi holistik. Menjadi seorang antropolog harus mampu mempelajari Lebih detail dan
rinci masalah sampai semua data terkumpul dengan konkrit terkait masalah sosial budaya
tertentu.Data konkrit tersebut dapat digunakan sebagai pedoman untuk memecahkan masalah.
Sebagai seorang antropolog kamu juga bisa mendapatkan pengertian umum yang lebih detail
terkait masalah sosial.
Seorang antropolog Inggris yaitu R. Firth mengatakan bahwa pendekatan ilmu
antropologi mikro pada sosial budaya masyarakat memiliki sifat yang khas dan sering
menyebut sebagai sosiologi mikro.
3. Pendekatan Semiotik
Pendekatan semiotik lebih fokus pada pemahaman kebudayaan sesuai interpretasi yang
sudah dilakukan oleh peneliti dari berbagai macam pandangan dasar subjek penelitian.
Pendekatan ilmu antropologi semiotik saat ini banyak digunakan terutama ketika muncul
tokoh antropologi seperti Clifford Geertz dan Goodenough.
Analisa pendekatan ilmu antropologi semiotik ini sangat ditekankan. Sekalipun
pendekatan maupun metode yang digunakan berbeda-beda, tetapi mereka tetap melakukan
penelitian dengan metode yang disebut kualitatif dan observasi partisipasi.
4. Pendekatan Komparatif
Pendekatan komparatif merupakan metode yang dapat digunakan dalam ilmu antropologi
dari awal sejarah. Dalam ilmu antropologi ada beraneka ragam warna dan bentuk masyarakat
maupun kebudayaannya. Hal tersebut membuat berbagai macam pendekatan ilmu komparatif
selalu berkembang. Salah satunya adalah metode perbandingan lintang kebudayaan.
Cara kerja metode perbandingan tersebut menggunakan satu atau beberapa masalah
sosial budaya. Masalah sosial budaya tersebut seperti kebudayaan-kebudayaan suku bangsa
dan tersebar luas.
5. Metode Behavioristik
Terakhir ada metode merupakan pendekatan yang hampir mirip seperti metode
komparatif. Metode behavioristik dalam ilmu antropologi memiliki sifat komparasi dari
tingkah laku berbagai macam lapisan masyarakat. Cara kerja metode behavioristik
menggunakan kombinasi psikoanalisa, antropologi budaya dan learning theory.
2.1.6 Objek Pendekatan Antropologis Dalam Penelitian Agama
Budaya sebagai produk manusia yang bersosial-budaya pun dipelajari oleh Antropologi.
Jika budaya tersebut dikaitkan dengan agama, maka agama yang dipelajari di sini adalah
agama sebagai fenomena budaya, bukannya agama (ajaran) yang datang dari Tuhan.21
Menurut Atho Mudzhar,22fenomena agama –yang dapat dikaji- ada lima kategori.
Meliputi:
1) Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama.
2) Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama. Yakni sikap, perilaku dan
penghayatan para penganutnya.
3) Ritus, lembaga dan ibadat. Misalnya shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris.
4) Alat-alat (dan sarana). Misalnya masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya.
5) Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan.
Misalnya seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Gereja Protestan, Syi’ah
dan lain-lain.
Kelima fenomena (obyek) di atas dapat dikaji dengan pendekatan antropologis, karena
kelima fenomena (obyek) tersebut memiliki unsur budaya dari hasil pikiran dan kreasi
manusia.
Karena realitas keagamaan sesungguhnya adalah realitas kemanusiaan yang
mengejawantah dalam dunia nyata.Terlebih dari itu, makna hakiki dari keberagamaan adalah
terletak pada interpretasi dan pengamalan agama.Oleh karena itu, antropologi sangat
diperlukan untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan
memahami Islam yang telah dipraktikkan-Islam that is practised-yang menjadi gambaran
sesungguhnya dari keberagamaan manusia. Karena begitu pentingnya penggunaan
pendekatan antropologi dalam studi Islam (agama), maka Amin Abdullah mengemukakan 4
ciri fundamental cara kerja pendekatan antropologiterhadap agama, 23yaitu :

A. Bercorakdescriptive, bukannya normative.


Pendekatan antropologi bermula dan diawali dari kerja lapangan (field work),

21
Menurut Bustanuddin Agus, antropologi tidak membahas salah benarnya suatu agama dan segenap
perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sakral. Wilayah antropologi hanya
terbatas pada kajian terhadap fenomena yang muncul. Lihat: Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan
Manusia; Pengantar Antropologi Agama, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006, hlm. 18.
22
Lihat: M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori Dan Praktek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1998, hlm. 15.Lihat: Achmad Fedyani Saifuddin, op.cit, hlm. 63-66.
23
Lihat: David N Gellner, op.cit, hlm. 34.
berhubungan dengan orang, masyarakat, kelompok setempat yang diamati dan diobservasi
dalam jangka waktu yang lama dan mendalam. Inilah yang biasa disebut dengan thick
description(pengamatan dan observasi di lapangan yang dilakukan secara serius, terstuktur,
mendalam dan berkesinambungan). Thick description dilakukan dengan cara antara lain
Living in , yaitu hidup bersama masyarakat yang diteliti, mengikuti ritme dan pola hidup
sehari-hari mereka dalam waktu yang cukup lama. Bisa berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan
bisa bertahun-tahun, jika ingin memperoleh hasil yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkansecara akademik. John R Bowen, misalnya, melakukan penelitian
antropologi masyrakat muslim Gayo,di Sumatra, selama bertahun-tahun. Begitu juga
dilakukan oleh para antropolog kenamaan yang lain, seperti Clifford Geertz. Field note
research (penelitian melalui pengumpulan catatan lapangan) dan bukannya studi teks atau
pilologi seperti yang biasa dilakukan oleh para orientalis adalah andalan utama antropolog.24

B. Yang terpokok dilihat oleh pendekatan antropologi adalah local practices , yaitu
praktik konkrit dan nyata di lapangan.
Praktik hidup yang dilakukan sehari-hari, agenda mingguan, bulanan dan tahunan, lebih-
lebih ketika manusia melewati hari-hari atau peristiwa-peristiwa penting dalam menjalani
kehidupan. Ritus-ritus atau amalan-amalan apa saja yang dilakukan untuk melewati
peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan tersebut (rites de pessages) ? Persitiwa
kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan . Apa yang dilakukan oleh manusia ketika
menghadapi dan menjalani ritme kehidupan.

C. Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain


kehidupan secara lebih utuh (connections across social domains).
Bagaimana hubungan antara wilayah ekonomi, sosial, agama, budaya dan politik.
Kehidupan tidak dapat dipisah-pisah.Keutuhan dan kesalingterkaitan antar berbagai domain
kehidupan manusia. Hampir-hampir tidak ada satu domain wilayah kehidupan yang dapat
berdiri sendiri, terlepas dan tanpa terkait dan terhubung dengan lainnya.

D. Comparative,artinya studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan


dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama.
Studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial,
budaya dan agama-agama. Talal Asad menegaskan lagi disini bahwa “What is distinctive
24
M. Atho Mudzhar, op. cit, hlm. 60.
about modern anthropology is the comparisons of embedded concepts (representation)
between societies differently located in time or space. The important thing in this
comparative analysis is not their origin (Western or non-Western), but the forms of life that
articulate them, the power they release or disable.” Setidaknya, Cliffort Geertz pernah
memberi contoh bagaimana dia membandingkan kehidupan Islam di Indonesia dan Marokko.
Bukan sekedar untuk mencari kesamaan dan perbedaan, tetapi yang terpokok adalah untuk
memperkaya perspektif dan memperdalam bobot kajian. Dalam dunia global seperti saat
sekarang ini, studi komparatif sangat membantu memberi perspektif baru baik dari kalangan
outsider maupun insider.

2.1.7 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Antropologi Dalam Studi Islam


Setiap metode atau pendekatan dalam penelitian dan pengkajian terhadap suatu masalah
pasti terdapat kelebihan dan kekurangan dari pendekatan yang digunakan. Begitu pula pada
pendekatan Antropologi dalam studi Islam, kita akan menemukan kelebihan dan
kekurangannya.
Dalam pengkajian makalah ini kami dapat mengemukakan beberapa kekurangan dan
kelebihan yang terdapat pada pendekatan antropologi dalam studi Islam, sebagai berikut :
1. Kelebihan
Kelebihan yang terdapat pada pendekatan antropologi dalam studi Islam yaitu :
a)Pendekatan antropologi bercorak deskriptif dan denganmelakukan pengamatan
langsung, sehingga peneliti mengetahui dengan sebenarnya praktik keberagamaan (local
practices) praktik yang nyata di suatu tempat.
b) Antropologiselalu mencariketerkaitan atau hubungan antara berbagai domain
kehidupan secara lebih utuh dan melakukan perbandingan dari berbagai tradisi.
c) Dengan antropologi kita dapat meneliti asal-usul agama, dan dengan itu kita dapat
mengerti cara berpikir manusia yang menganut agama tersebut pada zamannya,sehingga
dengan melakukan kajian lewat agama kita dapat mengetahui pola berpikir manusia pada
zaman dahulu, karena pasti ada keterkaitan antara agama dan manusia.
d) Antropologi lebihterfokus pada symbol-simbol dan unsur-unsur dalam agama seperti
sholat, puasa, haji, golongan agama, pemuka agama dan sebagainya, karena hal itu dapat
mempengaruhi manusia.

2. Kekurangan
Kekurangan yang terdapat pada pendekatan antropologi dalam studi Islam yaitu :
Antropologi tidak membahas fungsi agama bagi manusia, tetapi membahas isi dan unsur-
unsur pembentuk dalam agama itu berkaitan dengan manusia dan kebudayaan sehingga akan
sulit mengamati terjadinya sekularisasi.
Dalam kehidupan terjadinya pembauran antara budaya dan agama, sehingga dalam
praktiknya jika kita tidak cermat mengamatinya, maka tidak dapat dibedakan antara agama
dan budaya.
BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Pemahaman isi Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama ajaran Islam tidak lagi
terbatas pada pemahaman tekstual/tersurat saja, tetapi perlu dikembangkan ke arah
pemahaman yang kontekstual/tersirat. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan dalam
studi Islam dan keislaman tidak lagi hanya menggunakan pendekatan normatifitas saja, tetapi
perlu dan sangat penting untuk menggunakan jenis-jenis pendekatan lain yang dapat diterima
oleh masyarakat yang sangat majemuk/kompleks. Agar Islam dapat diterima, dipelajari,
dipahami dan diamalkan ajarannya oleh umat manusia yang tersebar diseluruh penjuru dunia
yang berbeda-beda suku, adat istiadat, ras, bahasa, letak geografis, dan lainnya, maka perlu
tindakan nyata yang lebih arif dan bijaksana dari para ilmuwan Islam.
Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting
untuk memahami agama.Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku
mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan
yang holistik dan komitmen antropologiakan pemahaman tentang manusia, maka
sesungguhnya antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan
interaksi sosialnya dengan berbagai budaya.
Pendekatan antropologi dalam studi Islam meneliti praktek keberagamaan yang
dipengaruhi oleh factor budaya, social, ekonomi, geografis dan lain-lain, sedangkan
pembaharuan dalam Islam menempatkan inti ajaran Islam yang sebenarnya, yang dalam
praktiknya telah terpengaruh dengan factor budaya, social, ekonomi, politik, geografis dan
lain-lain dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Shomad dalam M. Amin Abdullah dkk. 2006. Metodologi Penelitian Agama.
Pendekatan Multidisipliner. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga.
Abuddin Noto. 2004. Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Akbar S.
Ahmad. Kearah Antropologi Islam, Jakarta: Media Da'wah.
Ali Syari'ati. 1982. Sosiologi Islam. Yogyakarta: Ananda.
---------------------. Toward An Islamic Anthropolgy. 1989. Edisi Bahasa Arab, III T.
Bustanuddin Agus. 2006. Agama dalam Kehidupan Manusia; Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta: Raja Grapindo Persada.
Carl Olson. 2003. Theory and Method in the Study of Religion; a Selection of Critical
Readings. Canada: Thomson Wadsworth.
Daniel L. Pals (ed). 1996. Seven Theories of Religion. New York: Oxford University
Press.
David N. Gellner dalam Peter Connolly (ed.). 2002. Aneka Pendekatan Studi Agama.
Yogyakarta: LkiS.
Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi I. cet. III. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
M. Atho Mudzhar. 1998. Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
------------------------. Studi Hukum Islam dengan Pendekatan Sosiologi.
Yogyakarta: Pidato Pengukuhan Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga. 15 September 1999.
Soejono Soekamto. 1982. Suatu Pengantar Sosiologi. Jakarta: CV Rajawali.
Sri Wahyuni dan Yusniati. 2004. Manusia dan Masyarakat. Jakarta: Ganeca Exact.
Soerjono Soekanto. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zulfi Mubarak. 2006. Sosiologi Agama : Tafsir Sosial Fenomena Multi-Religius
Kontemporer. Malang: UIN Malang Press.
Abdullah, M. Amin, Urgensi Pendekatan Antropologi Untuk Studi Agama dan Studi
Abdullah, M. Amin, Dkk. 2006, Metodologi Penelitian Agama, Pendekatan Multidisipliner,
Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga
Agus, Bustanuddin, 2006, Agama dalam Kehidupan Manusia; Pengantar Antropologi
Agama, Jakarta: Raja Grapindo Persada
Assegaf, Abd. Rahman, 2013, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam Hadharah Keilmuan Tokoh
Klasik Sampai Modern, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Bahrun Hasan, Mundiri Akmal, dkk. 2011, Seri Pemikiran Tokoh Metodologi Studi Islam
Percikan Pemikiran Tokoh Dalam Membumikan Agama, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media.
Departemen Agama RI, 2009, Syamil Al-Qur’an The Miracle 15 in 1, Bandung, PT Sygma
Examedia Arkanleema.
Mudzhar, M. Atho, 1998, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nasution Harun, 1975, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta,
Bulan Bintang
Nata, H. Abuddin, 2013, Metodologi Studi Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada
Wawan, Definisi antropologi, lihat di http://wawan-satu.blogspot.com/2011/11/definisi-
antropologi.html, diakses tanggal 21 Maret 2016.

Anda mungkin juga menyukai